ASSESSMENT OF CACAO SEEDS OF “GAPOKTAN” AT LINTAS SEKAYAM SANGGAU WEST KALIMANTAN Azri

  

Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: 173-178 ISSN 1411-0172

PENGKAJIAN PENGOLAHAN BIJI KAKAO GAPOKTAN LINTAS

SEKAYAM SANGGAU KALIMANTAN BARAT

  

ASSESSMENT OF CACAO SEEDS OF “GAPOKTAN” AT LINTAS SEKAYAM

SANGGAU WEST KALIMANTAN

1 Azri

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat

ABSTRACT

  The problems found at cacao farmers is low quality of cacao seeds produced by

farmers. Cacao seeds price at farmers level in 2013 is IDR 800 per kg. Expected by

implementing technology cacao seeds be processed products such as cocoa powder can

increase added value for cacao farmers. From aspect of expected processing most cacao

must fermented with Indonesian cacao quality standard requirements in accordance with SNI

01-2323-2002 so that quality of cacao Indonesia can be accepted in international market.

Cacao seeds done after fermented cacao seeds for three up to six days and then final

selection of seeds will be used for making materials processed products cacao fruit.

Ingredients cacao seeds obtained from results of cacao farmers Sotok village sub-Sanggau

Sekayam. Cacao seeds done cacao processing plant

  “Gapoktan Lintas Sekayam”.

Assessment is done using cacao seeds into form of cacao products: fat cacao, pasta and

cocoa powder, to test processed products cacao seeds form level of water and level of fat in

accordance with standard of SNI. Based on results shows that cacao seeds product research

conducted by

  “Gapoktan Lintas Sekayam” not meet standard of SNI because still high level of water cacao seeds so that quality of end product is low. Key-words: quality, seeds, cacao

  INTISARI

  Permasalahan yang dijumpai petani kakao adalah rendahnya mutu biji kakao yang dihasilkan petani. Harga biji kakao di tingkat petani pada tahun 2013 adalah Rp 800 per kg. Diharapkan dengan menerapkan teknologi pengolahan biji kakao berupa produk olahan, seperti bubuk kakao, dapat meningkatkan nilai tambah bagi petani kakao. Dari aspek pengolahan diharapkan sebagian besar kakao bisa difermentansi dengan persyaratan standar mutu kakao Indonesia sesuai dengan SNI 01-2323-2002, sehingga mutunya dapat diterima di pasar internasional. Pengolahan biji kakao dilakukan setelah biji kakao difermentasi selama tiga sampai enam hari, kemudian dilakukan seleksi biji yang akan digunakan untuk bahan pembuatan produk olahan buah kakao. Bahan biji kakao diperoleh dari hasil panen petani kakao Desa Sotok Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau. Pengolahan biji kakao dilakukan pabrik pengolahan kakao Gapoktan Lintas Sekayam. Pengkajian dilakukan dengan menggunakan pengolahan biji kakao menjadi produk kakao berupa: lemak kakao, pasta, dan bubuk kakao, untuk menguji produk olahan biji kakao berupa kadar air dan kadar lemak sesuai dengan standar SNI. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa produk pengolahan biji kakao yang dilakukan oleh Gapoktan Lintas Sekayam belum memenuhi standar SNI karena masih tingginya kadar air biji kakao, sehingga mutu produk yang dihasilkan rendah.

  Kata kunci: kualitas, biji, kakao

  Jalan Budi Utomo, 45 Siantan Hulu Pontianak, HP 085249894617 email: azrisaja@yahoo.co.id

  

174 Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: 173-178

PENDAHULUAN

  Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan Kalimantan Barat di samping komoditas unggulan perkebunan lainnya, seperti karet, kelapa, kelapa sawit, dan lada. Komoditi ini banyak diusahakan oleh para petani kebun di wilayah perbatasan, namun hasilnya relatif rendah, yaitu produktivitas rata-ratanya hanya mencapai 0,56 ton yang umumnya didominasi oleh tanaman tua. Luas tanaman kakao rakyat di Kalimantan Barat adalah 8.514 ha, sekitar 40 persen diantaranya diusahakan oleh para petani di wilayah perbatasan, antara lain di Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau (Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat 2006).

  Tanaman kakao berkembang di Kabupaten Sanggau, Kabupaten Bengkayang, dan Kota Singkawang.

  Sampai akhir tahun 2007, produksi kakao mencapai 2.038 ton dengan luas tanam 9.322 ha (BPS 2008). Kabupaten Sanggau merupakan sentra produksi kakao Provinsi Kalimantan Barat. Tanaman coklat ini dibudidayakan pada kawasan perbatasan negara Malaysia.

  Hasil observasi dan wawancara dengan petani menunjukkan permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya mutu dan kualitas biji kakao yang dihasilkan petani. Harga biji kakao di tingkat petani pada tahun 2012 adalah Rp 800 per kg. Diharapkan dengan menerapkan teknologi pengolahan biji kakao, berupa produk olahan seperti bubuk dan panganan kakao, dapat meningkatkan nilai tambah bagi petani kakao. Dari aspek pengolahan diharapkan sebagian besar kakao bisa difermentansi dengan persyaratan standar mutu kakao Indonesia sesuai dengan SNI 01-2323-2002, sehingga mutu kakao Indonesia dapat diterima di pasar internasional (BSN kakao 2008). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas produk pengolahan buah kakao di tingkat petani.

  METODE

  Penelitian dilaksanakan di pabrik pengolahan kakao milik Gapoktan Lintas Sekayam Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Waktu pelaksanaan penelitian adalah pada bulan September sampai dengan Desember 2014.

  Pengolahan biji kakao dilakukan setelah biji kakao difermentasi selama tiga sampai enam hari, kemudian dilakukan seleksi biji yang akan digunakan untuk bahan pembuatan produk olahan buah kakao. Bahan biji kakao diperoleh dari hasil panen petani Desa Sotok Kcamatan Sekayam Kabupaten Sanggau. Pengolahan biji kakao dilakukan oleh pabrik pengolahan kakao Gapoktan Lintas Sekayam. Pengkajian dilakukan dengan menggunakan 20 kg biji kakao yang telah difermentasi. Pengolahan biji kakao menjadi produk kakao berupa: lemak kakao, pasta, dan bubuk kakao.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Produk Olahan Kakao.

  Pengkajian pengolahan biji kakao yang dilakukan berupa produk olahan pasta, lemak. dan bubuk kue cokelat. Produk olahan yang diperoleh berupa:

  Pasta. Pasta cokelat atau cocoa liquor

  dibuat dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses sehingga biji kakao yang semula padat menjadi bentuk cair atau semi-cair.

  

Pengkajian Pengolahan Biji Kakao (Azri) 175

  Pasta cokelat dapat diproses lebih lanjut menjadi lemak dan bubuk cokelat. Mula- mula, pecahan nib hasil penyangraian dilumatkan (dihaluskan) dengan menggunakan mesin pelumat tipe silinder atau pemasta kasar menghasilkan pasta kasar, kemudian dapat diikuti dengan pelumatan lanjut menggunakan silider berputar atau refiner sampai diperoleh pasta cokelat dengan kehalusan tertentu.

  Lemak cokelat. Lemak cokelat atau cocoa butter merupakan lemak nabati alami yang

  mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada suhu di bawah titik bekunya, sehingga pabrik makanan cokelat perlu menggunakan teknik tempering khusus untuk mengubah struktur kristal lemak cokelat sedemikian rupa agar lemak tetap padat meskipun sudah mencapai titik lelehnya, yaitu 34 hingga

  35 C. Lemak cokelat mempunyai warna putih kekuningan dan berbau khas cokelat. Biji kakao hasil fermentasi yang sudah terseleksi

  Masukan ke dalam mesin penyangrai pada suhu 100-120 °C selama ± 45 menit

  Masukkan ke dalam blawer untuk mendinginkannya Pisahkan kulit biji dengan biji

  Daging biji (NIB) masukkan ke dalam mesin pemasta Kulit biji

  (dibuang atau dijadikan pupuk organik )

  Hasil pasta dimasukkan ke dalam mesin pengempaan sehingga didapatkan:

  Lemak kakao Bubuk Coklat

  

176 Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: 173-178

  cokelat dengan cara dikempa atau dipres. sebagai penyaring. Cairan lemak akan ke Mula-mula pasta kakao dimasukkan ke luar melewati lubang-lubang tersebut, dalam alat kempa hidrolis yang memiliki sedangkan bungkil cokelat sebagai hasil dinding silinder yang diberi lubang-lubang sampingnya akan tertahan di dalam silinder.

  Gambar 1. Pengolahan Kakao menjadi pasta coklat Gambar 2. Mesin Pembuat Bubuk Coklat Gambar 3. Bungkil coklat sebagai bubuk coklat

  

Bubuk cokelat. Bubuk cokelat atau cocoa dalam bubuk mudah meleleh akibat panas

powder diperoleh melalui proses gesekan pada saat dihaluskan sehingga

  penghalusan bungkil (cocoa cake) hasil menyebabkan komponen alat penghalus pengempaan. Untuk memperoleh ukuran bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih yang seragam, setelah penghalusan perlu rendah dari 34

  C, lemak menjadi tidak dilakukan pengayakan. Bubuk cokelat relatif stabil menyebabkan bubuk mudah sulit dihaluskan dibandingkan bubuk atau menggumpal dan membentuk bongkahan tepung dari biji-bijian lain karena adanya (lump). kandungan lemak. Lemak yang tersisa di

  

Pengkajian Pengolahan Biji Kakao (Azri) 177

  Tabel 1. Kandungan Kimia Hasil Olahan Kakao Kecamatan Sekayam Jenis Olahan Kadar Air Standar SNI Kadar Lemak Standar SNI Pasta Kakao 7 % Maks 5 % > 60% 40-45 % Bubuk Kakao 7 % Maks. 5 % 25-35 % 10-22 % Lemak Kakao 0.07-0,09 % 0,05-0,10 % 80-86 % > 95 %

  Berdasakan hasil analisis (tabel 1) ternyata pengolahan buah kakao yang dilakukan oleh Gapoktan Lintas Sekayam berupa pasta kakao memiliki kadar air dan kadar lemak lebih tinggi, yaitu tujuh persen dan lebih dari 60 persen, hal ini belum memenuhi standar SNI, yaitu lima persen dan 40 hingga 45 persen. Adapun produk kakao berupa bubuk dan lemak kakao memiliki kadar air dan kadar lemak lebih tinggi, juga belum memenuhi standar SNI.

  Tingginya kadar air pada buah kakao ini dapat disebabkan karena sebagian besar petani menggunakan metode sederhana, yaitu melakukan proses fermentasi selama satu sampai dengan tiga hari di dalam karung plastik dengan cara pembalikan dilakukan setiap hari dengan cara menggulingkan karung. Kemudian petani menyimpan biji hasil panen di dalam kantong plastik selama dua sampai dengan tiga hari sebelum dijual ke pedagang pengumpul.

  Pada umumnya petani kakao melakukan proses fermentasi dengan sarana dan metode yang beragam sehingga mutu produk akhir yang dihasilkan rendah dan tidak konsisten. Selain itu, tingginya kemasaman biji kakao rakyat disebabkan oleh tebalnya kandungan pulpa yang menyelimuti biji kakao basah. Biji kakao tanpa atau kurang fermentasi biasanya memiliki warna permukaan biji yang bagus, tetapi citarasa cokelatnya sangat rendah

  Biji “slaty” (warna ungu agak keabuan- abuan) umumnya dihasilkan dari proses fermentasi yang terlalu singkat (kurang dari tiga hari), sedang biji rapuh dan berbau kurang sedap atau kadang berjamur adalah produk dari proses fermentasi yang terlalu lama (lebih dari lima hari). Biji kakao berjamur atau hitam tidak memiliki citarasa cokelat yang baik, dan disertai cacat citarasa

  musty , mouldy atau earthy. Biji dengan

  waktu fermentasi tepat lima hari mempunyai warna belahan coklat agak tua dan tekstur berongga. Sebaliknya, biji “slaty” mempunyai tekstur pejal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji kakao tanpa fermentasi atau pseudo-fermentasi tidak menghasilkan aroma khas cokelat dan memiliki rasa sepat dan pahit yang berlebihan (Widyotomo 2001).

  Standar Prosedur Operasional penanganan biji kakao di tingkat petani, pedagang pengumpul, dan eksportir untuk fermentasi biji kakao menggunakan kotak kayu, keranjang bambu atau biji kakao ditumpuk dengan karung dengan tinggi 40 cm, lebar 30 cm diaduk dengan cara membolak-balikkan. Sri Mulato et al (2005) melaporkan bahwa berat biji kakao basah, jenis proses fermentasinya sebaiknya tidak kurang dari 40 kg dan ketebalan pemeramannya 40 cm. Hal ini terkait dengan kemampuannya untuk menghasilkan panas yang cukup agar proses fermentasi berjalan dengan baik. Jadi

  

178 Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: 173-178

potensi produksi panas juga semakin besar.

  Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional. Direktorat Jenderal

  Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao . Bagian Proyek Penelitian dan

  Sri Mulato; S. Widyotomo; Misnawi & E. Suharyanto (2005). Petunjuk Teknis

  Laporan Perkembangan dan Realisasi Tanaman kakao mendukung GERNAS Kakao di Kalimantan Barat .

  Departemen Pertanian Dinas Perkebunan Kalimantan Barat. 2005.

  Pedoman Teknis Daerah. Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional. Direktorat Jenderal Perkebunan.

  Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009.

  Perkebunan. Departemen Pertanian. http://ditjenbun@deptam/go.id.

  . Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009.

  Lebih lanjut Sulistyowati & Sunaryo (1988) melaporkan bahwa fermentasi dinilai O berhasil apabila pernah mencapai suhu 44

  Statistik

  Biro Pusat Statistik. 2009. Berita Resmi

  Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 2323-2008. Biji Kakao. Badan Standarisasi Nasional

  DAFTAR PUSTAKA

  Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa produk pengolahan biji kakao yang dilakukan oleh Gapoktan Lintas Sekayam belum memenuhi standar SNI karena masih tingginya kadar air biji kakao, sehingga mutu produk akhir yang dihasilkan rendah.

  KESIMPULAN

  40 kg dan ketebalan pemeramannya 40 cm. Hal ini terkait dengan kemampuan untuk menghasilkan panas yang cukup agar proses fermentasi berjalan dengan baik. Jadi semakin banyak biji yang difermentasi, maka potensi produksi panas juga semakin besar. Lebih lanjut Sulistyowati & Sunaryo (1988) melaporkan bahwa fermentasi dinilai berhasil apabila pernah mencapai suhu 44 O C paling tidak selama enam jam.

  C paling tidak selama enam jam. Sri Mulato et al (2005) melaporkan bahwa berat biji kakao basah jenis lindak untuk proses fermentasinya sebaiknya tidak kurang dari

  Pengembangan Kopi dan Kakao, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember Widyotomo, S.; Sri Mulato & Yusianto 2001. Karakteristik biji kakao kering hasil Pengolahan dengan metode fermentasi dalam karung plastik. Pelita Perkebunan, 17, 72-84.

Dokumen yang terkait

KAJIAN TEKNIS EKONOMIS USAHA TANI PADI LAHAN RAWA PASANG SURUT SUMATERA SELATAN TECHNICAL AND ECONOMICAL STUDY OF THE RICE SWAMP LAND TIDAL SOUTH SUMATERA

0 0 15

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS BAWANG MERAH DI KABUPATEN KEDIRI COMPETITIVENESS ANALYSIS OF RED ONION IN KEDIRI REGENCY

0 0 7

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI BAWANG MERAH DI DESA PONJANAN BARAT, KECAMATAN BATUMARMAR, KABUPATEN PAMEKASAN COMPARATIVE ADVANTAGE ANALAYSIS OF SHALLOT FARMING IN WEST PONJANAN VILLAGE, BATUMARMAR SUBDISTRICT, PAMEKASAN DISTRICT Maudina Nurdi1

0 0 12

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN BUAH TANAMAN KAKAO FERTILIZING INFLUENCE TOWARDS GROWTH AND FRUIT CROPS OF COCOA Azri

0 0 6

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR BIJI KOPI INDONESIA DI PASAR ASEAN DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) ANALYSIS OF INDONESIAN COFFEE BEAN EXPORT COMPETITIVENESS IN ASEAN MARKET IN FACING ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Rosfi Rahmania Effendi1 , Suha

0 7 11

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN ANALYSIS OF LIVESTOCK REVENUE AND FEASIBILITY BROILER CHICKENS IN MOYUDAN SUBDISTRICT SLEMAN

0 0 8

KAJIAN USAHA TANI PEKARANGAN DI KELURAHAN BOBOSAN KABUPATEN BANYUMAS YARD FARM ASSESSMENT IN VILLAGES BOBOSAN DISTRICT BANYUMAS Indah Widyarini, Irene Kartika Eka W, Ratna Satriani

0 0 7

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHATANI JAGUNG MENGGUNAKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) DI DESA MAINDU, KECAMATAN MONTONG, KABUPATEN TUBAN ANALYSIS OF CORN PRODUCTION EFFICIENCY USING DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) IN MAINDU VILLAGE, MONTONG SUB-DISTRIC

0 2 11

KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN ORGANIK PADA USAHATANI PADI DI DESA ROWOSARI KECAMATAN SUMBERJAMBE KABUPATEN JEMBER STUDY OF ORGANIC AGRICULTURE TECHNOLOGY APPLICATION IN RICE FARMING IN ROWOSARI VILLAGE SUMBERJAMBE SUBDISTRICT JEMBER DISTRICT

0 0 10

ADAPTASI DAN SELEKSI SEPULUH GENOTIPE GANDUM PADA LAHAN TROPIS DATARAN RENDAH DEMAK ADAPTATION AND SELECTION TEN GENOTYPES OF WHEAT IN TROPICAL LOWLAND DEMAK DISTRICT

0 0 11