BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas - Pengujian Pemanas Air Tenaga Surya Sistem Pipa Panas Menggunakan Fluida Kerja Refrigeran R-718 pada Tekanan Vakum 45 cmHg, 40 cmHg dan 35 cmHg dengan Variasi Kemiringan Kolektor 400 dan 500.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perpindahan Panas

  Panas hanya akan berpindah jika ada perbedaan temperatur, yaitu dari sistem yang bertemperatur tinggi ke sistem bertemperatur rendah. Perbedaan temperatur ini mutlak diperlukan sebagai syarat terjadinya perpindahan panas. Selama ada perbedaan temperatur antara dua sistem maka akan terjadi perpindahan panas. Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dapat dikategorikan atas 3 jenis yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi.

2.1.1. Perpindahan Panas Konduksi

  Perpindahan panas dari partikel yang lebih panas ke partikel yang lebih dingin sebagai hasil dari interaksi antara partikel tersebut. Karena partikelnya tidak berpindah, umumnya konduksi terjadi pada medium padat, tetapi bisa juga cair dan gas. Perpindahan panas di sini terjadi akibat interaksi antara partikel tanpa diikuti perpindahan partikelnya. Perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Perpindahan panas konduksi melalui sebuah plat

  Secara matematik, untuk plat datar seperti gambar di atas ini, laju perpindahan panas konduksi dirumuskan dengan persamaan berikut. [5]

  ∆

  ...............................................................(2.1)

  ∆ Atau sering dirumuskan dengan persamaan berikut ini.

  ...............................................................(2.2) Dimana:

  = Laju perpindahan panas konduksi (W)

2 A = Luas penampang (m )

  ∆T = Beda temperatur (K) ∆x = Panjang (m) k = Daya hantar (konduktivitas) (W/m.K)

2.1.2. Perpindahan Panas Konveksi

  Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan padat yang berbatasan dengan fluida mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa cair atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 2.2. Perpindahan panas konveksi dari permukaan plat

  Secara matematik perpindahan panas konveksi pada permukaan plat rata dapat dirumuskan dengan persamaan berikut ini.[6]

  Q h = hA(T 2 -T 3 ) .............................................................. (2.3)

  Dimana:

  Q = Laju perpindahan panas konveksi (W) h

  

2

h = Koefisien konveksi (W/m K)

  2 A = Luas penampang perpindahan panas (m )

  = Temperatur permukaan

  T

2 T = Temperatur udara lingkungan

  3

2.1.3. Perpindahan Panas Radiasi

  Perpindahan panas radiasi adalah panas yang dipindahkan dengan cara memancarkan gelombang elektromagnetik. Berbeda dengan mekanisme konduksi dan konveksi, radiasi tidak membutuhkan medium perpindahan panas. Sampainya sinar matahari ke permukaan bumi adalah contoh yang jelas dari perpindahan panas radiasi.

  Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung laju perpindahan panas radiasi adalah: [5]

  4

  4 Q = εσA ( T -T ).....................................................(2.4) r

  2

  3

  dimana :

  Q r = Laju perpindahan panas radiasi (W)

  • 8

  2

  4

  σ = Konstanta Boltzman: 5,67 x 10 W/m K ε = Emisivitas (0 ≤ e ≤ 1)

2 A = Luas penampang (m )

  T

  2 = suhu permukaan plat (K)

  T

  3 = suhu lingkungan (K)

2.2. Radiasi Surya

2.2.1. Teori Dasar Radiasi Surya

  Radiasi adalah proses perpindahan panas tanpa melalui media. Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian akan dipantulkan (refleksi) , sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi). Kebanyakan benda padat tidak bisa mentransmisikan radiasi thermal sehingga penerapan transmisivitas dianggap nol. [7]

  Terdapat dua jenis pantulan radiasi yaitu spektular dan diffuse. Jika sudut pantulan radiasi sama, maka pantulannya disebut spektular. Jika sudut pantulannya beragam ke semua arah maka pantulannya adalah diffuse. [7] Gambar 2.3 menjelaskan interaksi energi matahari terhadap bumi dimana energi yang akan dipakai dalam pemanas air tenaga surya inilah yang akan dikelola untuk dapat memanaskan air.

  8

Gambar 2.3. Interaksi Energi Surya

  (Saharjo,B.H.1999)

2.2.2. Absorbtivitas, Reflektivitas, dan Transimitas

  Segala sesuatu yang terkena pancaran matahari, konstan menerima energi radiasi. Secara tidak langsung ini berarti setiap benda yang terkena cahaya matahari, akan menerima radiasi dari segala arah sepanjang masih terpanacar oleh cahaya matahari. Jumlah energi radiasi yang diterima suatu permukaan dalam interval waktu tertentu disebut dengan irradiation dan dilambangkan dengan G.

  Ketika radiasi sampai ke permukaan, sebagian dari energi itu akan diserap, sebagian lagi di transmisikan, dan sisanya di refleksikan [8]. Energi radiasi yang di serap di sebut dengan absorbtivitas (α ), yang di transmisikan di sebut dengan transimitas (τ) dan energi radiasi yang di pantulkan di sebut reflectivitas ( ).

  = α = α 1

  Absorbvitas Transimitas = τ =

  1 = =

  1 Reflektivitas

Gambar 2.4. Pola Absorbsi

  (Yunus A.Cengel.(2002) Atmosfer bumi terdiri atas empat lapisan dari yang terdekat dari permukaan bumi yaitu troposfer (0-10 km), stratosfer (10-30 km), mesosfer (30-50 km), dan thermosfer (50-400 km) [7].

  Radiasi yang sampai di lapisan thermosfer dilambangkan (G on ). Radiasi yang diteruskan ke permukaan bumi dilambangkan (G /G ). Radiasi akibat

  beam D pemantulan dan pembiasan dilambangkan (G d ).

Gambar 2.5. Radiasi Surya

  (Yunus A.Cengel.(2002)

2.2.3. Rumusan Radiasi Surya

  9 Matahari mempunyai diameter 1,39×10 m. Bumi mengelilingi matahari

  dengan lintasan berbentuk elips dan matahari berada pada salah satu

  11 pusatnya. Jarak rata-rata matahari dari permukaan bumi adalah 1,49×10 m.

  Karena lintasan bumi terhadap matahari berbentuk elips, maka jarak antara

  11

  bumi dan matahari adalah tidak konstan. Jarak terdekat adalah 1,47x10 m yang terjadi pada tanggal 3 Januari, dan jarak terjauh pada tanggal 3 Juli dengan jarak

  11 1,52x10 m. Perbedaan jarak ini hanya sekitar 3,3% dari jarak rata-rata.

Gambar 2.6. Hubungan antara Matahari Dan Bumi

  (Ambarita,Himsar.2011) Karena adanya perbedaan jarak ini, menyebabkan radiasi yang diterima atmosfer bumi juga akan berbeda setiap hari.Radiasi ini biasanya disimbolkan dengan G on , pada hari ke- n yang dirumuskan oleh Jhon dan Beckmann [9]

  360 nW

    GG on sc   1 , 033 cos .............................................(2.5)

2

    m

  365  

  Dimana:

  2 G = Konstanta surya (1367 W/m ) sc n = Nilai yang diperoleh berdasarkan urutan hari yang akan diprediksi

  radiasinya

  12 Tabel 2.1. Urutan Hari Berdasarkan Bulan

  Beberapa istilah yang biasanya dijumpai pada perhitungan radiasi adalah :

  1. Air Mass (m) Adalah perbandingan massa udara sampai ke permukaan bumi pada posisi tertentu dengan massa udara yang dilalui sinar jika matahari tepat pada posisi zenit. Artinya pada posisi tegak lurus (zenit =0) nilai m=1 , pada sudut zenith 60 , m=2. Pada sudut zenit dari 0 -70 . m =

  θ

  ................................................................................... (2.6)

  Istilah ini sering juga disebut radiasi langsung (direct solar radiation ).

  3. Diffuse Radiation Radiasi energi surya dari matahari yang telah dibelokkan oleh atmosfer. Bulan Nilai n pada hari yang ke - i

  Januari

  I Februari 31+i Maret 59+i

  April 90+i Mei 120+i Juni 151+i

  Juli 181+i Agustus 212+i

  September 243+i Oktober 273+i

  November 304+i Desember 334+i

2. Beam Radiation Radiasi energi dari matahari yang tidak dibelokkan oleh atmosfer.

4. Total Radiation Adalah jumlah beam dan diffuse radiation.

  2

  5. Irradiance (W/m ) adalah laju energi radiasi yang diterima suatu permukaan persatuan luas permukaan tersebut Solar irradiance biasanya disimbolkan dengan G. Dalam bahasa Indonesia besaran ini biasanya disebut dengan Intensitas radiasi.

  2

  6. Irradiation atau Radian Exposure (J/m ) Jumlah energi radiasi (bukan laju) yang diterima suatu permukaan dalam interval waktu tertentu. Besaran ini didapat dengan mengintegralkan G pada interval waktu yang diinginkan, misalnya untuk 1 hari biasa disimbolkan H dan untuk 1 jam biasa disimbolkan

  I.

  7. Solar Time atau Jam Matahari Adalah waktu berdasarkan pergerakan semu matahari di langit pada tempat tertentu. Jam matahari (disimbolkan ST) berbeda dengan penunjukkan jam biasa (standard time, disimbolkan STD ). Hubungannya adalah:

  ST =STD ±4(L -L )+E ........................................................... (2.7)

  st loc

  dimana : STD = waktu lokal

  o

  Lst = standart meridian untuk waktu lokal ( )

  o

  Lloc = derajat bujur untuk daerah yang dihitung ( ) ; untuk bujur timur, digunakan -4, untuk bujur barat digunakan +4 E = faktor persamaan waktu

  Pada persamaan ini L st standard meridian untuk waktu lokal. L loc adalah derajat bujur daerah yang sedang dihitung, jika daerah yang dihitung ada pada bujur timur, maka gunakan tanda minus didepan angka 4 dan jika bujur barat adalah tanda plus. E adalah equation of time, dalam satuan menit dirumuskan oleh Spencer pada tahun 1971.[10]

  E = 229,2(0,000075 + 0,001868cosB - 0,032077sinB - 0,014615cos2B - 0,04089sin2B.......................................... (2.8)

  13 dimana : B = konstanta yang bergantung pada nilai n E = faktor persamaan waktu

  Dalam menentukan arah radiasi terdapat beberapa sudut yang harus diketahui. Dapat dilihat pada gambar 2.8 beberapa sudut untuk mendefenisikan arah radiasi matahari.

Gambar 2.7. Sudut Sinar dan Posisi Sinar Matahari

  (Ambarita,Himsar.2011) Slope β adalah sudut antara permukaan yang dianalisis dengan horizontal. Nilai 0 ≤β ≤ 90 . permukaan γ adalah sudut penyimpangan sinar

  o

  pada bidang proyeksi dimana 0 pada selatan dan positif ke barat. Sudut penyinaran θ (angle accident) adalah sudut yang dibentuk sinar dan garis normal dari suatu permukaan. Sudut zenith θ adalah sudut yang dibentuk

  z

  garis sinar terhadap garis zenith. Sudut ketinggian matahari α (solar altitude

  s angel ) adalah sudut antara sinar dengan permukaan. Sudut azimut matahari γ s

  adalah sudut antara proyeksi matahari terhadap selatan, ke timur adalah negatif dan ke barat adalah positif.

  Sudut lain yang sering digunakan dalam menentukan jumlah radiasi yang dapat diterima oleh sebuah permukaan di bumi antara lain sudut deklinasi δ , yaitu kemiringan sumbu matahari terhadap garis normalnya. Kemudian sudut jam ω adalah sudut pergeseran semu matahari dari dari garis siang. Perhitungan berdasarkan jam matahari (ST), setiap berkurang 1 jam, ω berkurang 15 dan setiap bertambah 1 jam, ω bertambah 15 . Artinya tepat pukul 12.00 siang, ω=0 , pukul 11.00 pagi ω= -15 dan pukul 14.00, ω = 30 .

  Spencer (1971) mengajukan persamaan untuk menghitung sudut deklinasi [10] :

  δ = C

  1 + C

  2 CosB + C 3 sinB + C

4 cos2B + C

5 sin2B + C 6 cos3B

  • C

  7 sin3B ................................................................................ (2.9)

  dimana, C1 = 0,006918 C5 = 0,000907

  C2 = -0,399912 C6 = -0,002679 C3 = 0,070257 C7 = 0,00148 C4 = -0,006758 n = hari ke

  δ = sudut deklinasi (rad) B dihitung dengan menggunakan persamaan dan n adalah urutan hari pada suatu tahun. Berdasarkan bulan yang diketahui ditampilkan pada Tabel 2.1.

  Sudut zenith θ adalah sudut yang dibentuk garis sinar terhadap garis

  z zenith. Cosinus sudut zenith dapat dicari melalui persamaan berikut.

  cos θ z = cos φ cos δ cos ω + sin φ sin δ .......................................... (2.10) Sudut jam matahari (ω) dihitung berdasarkan jam matahari. Definisi sudut jam matahari adalah sudut pergeseran semu matahari dari garis siangnya.

  Perhitungan berdasarkan jam matahari (ST), setiap berkurang 1 jam , ω berkurang

  o o

  15 , setiap bertambah 1 jam, ω bertambah 15 .[10] ω = 15(STD – 12) + (ST-STD) x ............................................... (2.11) dimana :

  STD = waktu lokal ST = solar time

  15

  • a

  G beam = G on τ b cos θ z .....................................................................(2.13) dimana : G

  o

  r

  1

  r

  k

  Tropical 0,95 0,98 1,02 Midatude summer 0,97 0,99 1,02 Subarctic Summer 0.99 0,99 1,01 Midatude Winter 1,03 1,01 1,00

  Sumber: Duffie,J.A. and Beckman,W.A., 2006 Radiasi beam adalah radiasi yang langsung di transmisikan dari atmosphere ke permukaan bumi. Adapun persamaan yang digunakan untuk mencari radiasi beam [10]:

  on

Tabel 2.2. Faktor Koreksi Iklim

  = radiasi yang diterima atmosfer (W/m

  2

  ) τ b = faksi radiasi yang diteruskan ke bumi cos θ z = cosinus sudut zenith G

  beam

  = radiasi yang ditransmisikan dari atmosphere ke permukaan bumi (W/m

  2

  ) Radiasi diffuse adalah radiasi yang di pantulkan ke segala arah, dan kemudian dimanfaatkan. Adapun persamaan yang digunakan untuk mencari radiasi diffuse [10] adalah :

  G difuse = G on cos θ z (0,271 – 0,294 τ

  Iklim r

  1 ,r k = faktor koreksi akibat iklim

  16

  1

  = sudut jam matahari (

  o

  ) Dengan estimasi langit cerah, fraksi radiasi matahari yang diteruskan dari atmosfir ke permukaan bumi [10] adalah

  τ

  b

  = a

  o

  exp

  ) A = ketinggian dari permukaan laut (km) r o ,r

  θ

  ................................................................... (2.12) dimana a o = r o (0,4237 - 0,0082 (6 – A)

  2

  ) a

  1 = r 1 (0,5055 – 0,00595 (6.5 – A)

  2

  ) k = r k (0.2711 – 0.01858 (2.5 – A)

  2

  b) ............................................ (2.14) dimana :

  2 G = radiasi yang diterima atmosfer (W/m ) on

  τ b = faksi radiasi yang diteruskan ke bumi cos θ z = cosinus sudut zenith G difuse = Radiasi yang dipantulkan ke segala arah dan kemudian dapat dimanfaatkan. Radiasi total adalah jumlah dari radiasi beam dan radiasi diffuse seperti pada persamaan berikut [10] :

  G = G + G ..................................................................... (2.15)

  total beam difuse

2.2.4. Hipotesis Pengaruh Kemiringan Kolektor

  Radiasi pada permukaaan yang dimiringkan akan mempengaruhi besarnya intensitas radiasi yang diterima oleh suatu permukaan. Radiasi yang diterima pada permukaan yang dimiringkan merupakan gabungan dari radiasi beam, isotropic

  diffuse dan radiasi yang didapat dari permukaan. Dalam Beckman [9], dijelaskan

  bahwa total energi radiasi yang diterima suatu permukaan yang dimiringkan dapat dihitung dengan persamaan berikut:

  

I = I R + I + Iρ ............................................ (2.16)

  Nilai R b dapat dihitung dengan persamaan berikut:

  (∅ ) ∅ ( )

  = = ....................... (2.17)

  ∅ ∅ ( )

  Untuk menghitung nilai I dan nilai I , nilai I /I harus diketahui dulu dengan

  b d d

  persamaan berikut: I d /I = 1-0,249k T jika 0 ≤ k T 0,35 I d /I = 1,557 - 1,84 k T jika 0,35 k T < 0,75

  I d /I = 0,177 jika k T >0,75.............................................. (2.18) Dengan dimiringkannya permukaan absorber, akan berpengaruh terhadap durasi penyinaran. Suatu Pemanas Air Tenaga Surya dengan kolektor plat datar, akan menerima radiasi surya saat matahari terbit dan akan berhenti menerima radiasi surya saat terbenamnya matahari. Namun dengan memberi perlakuan variasi sudut , atau memiringkannya terhadap bidang datar, akan mempengaruhi

  17 rentang waktu penerimaan radiasi matahari. Suatu PATS yang kolektornya dimiringkan 40 kearah timur akan memiliki perbedaan dengan PATS yang kolektornya tidak dimiringkan terhadap permukaan datar. Perbedaannya adalah pada rentang waktu penerimaan radiasi dari kolektor dalam PATS. Kolektor yang dimiringkan 40 ke arah timur akan menerima radiasi surya saat matahari terbit sama dengan kolektor yang sejajar bidang datar. Namun radiasi surya yang diterima kolektor dengan kemiringan 40 akan berlangsung dalam rentang waktu yang lebih pendek dibanding kolektor sejajar bidang datar. Hal ini disebabkan oleh, pada kolektor bidang datar saat matahari sesaat akan terbenam, kolektor tersebut masih menerima radiasi surya. Berbeda bila kolektor dimiringkan 40 kearah timur yang membuat saat matahari berada disisi barat namun belum terbenam, kolektor tidak akan menerima radiasi surya lagi karena telah tertutup sisi luar kolektor itu sendiri. Dengan kata lain, kolektor sejajar horizontal menerima radiasi lebih lama dibanding dengan kolektor yang dimiringkan. Rasio radiasi matahari yang diterima kolektor yang dimiringkan dengan kolektor yang sejajar bidang datar dapat di lihat dalam persamaan berikut:

  • = + = ................................ (2.19)

2.2.5. Analisa Pengaruh Kemiringan Kolektor Terhadap Kerja PATS

  Pemilihan pengaplikasian besar sudut kolektor sangat berpengaruh terhadap performansi PATS. Pemilihan sudut yang salah akan berakibat langsung terhadap kemampuan optimum pemanasan air di tangki penampungan. Kolektor yang terlalu dimiringkan akan berpengaruh terhadap durasi kolektor dalam menerima radiasi matahari. Namun apabila kolektor tidak dimiringkan atau dengan kata lain sejajar bidang datar, walaupun kondisi ini baik terhadap durasi dan kemampuan penyerapan radiasi surya, namun akan kesulitan dalam siklus sirkulasi fluida kerja di pipa panas dalam menghantarkan panas ke air di dalam tangki. Semakin besar kemiringan kolektor terhadap bidang datar akan mempengaruhi kerja siklus perpindahan panas dalam memanaskan air didalam tangki air.

  18 Menurut Beckman [9] kemiringan terbaik untuk kolektor adalah berkisar antara 30 , 45 dan 60 . Hal ini dihitung berdasar pengaruh incidence angle

  modifier (Kτα) yang dapat dihitung dengan persamaan berikut [9]:

  1 1 ........................................................... (2.20) ............................... (2.21)

  Dimana: = koefisien sudut pengubah = panas yang hilang

  Nilai koefisien pengubah dimasukkan dalam persamaan 2.20 untuk mendapatkan besar energi radiasi surya yang di serap oleh kolektor.

  Berikut grafik koefisien sudut pengubah terhadap dan (1/

  1 Gambar 2.8. Pengaruh koefisien sudut pengubah terhadap kemiringan bidang datar

  untuk kolektor dengan pelindung (a) kaca satu lapis, (b) kaca dua lapis dan

(c) kaca satu lapis dengan honeycomb. Sumber: Beckman, 2006

2.3. Pemanfaatan Energi Surya

  Dalam era ini, penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui semakin meningkat seiring dengan meningkatnya populasi manusia, kemajuan teknologi dan lain-lain. Namun hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan sumber daya alam tersebut. Sehingga para ilmuwan telah mencoba mengembangkan potensi sumber daya alam yang dapat diperbarui contohnya air, angin dan energi surya. Pada dasarnya terdapat 2 macam pemanfaatan energi surya yaitu :

  1. Pemanfaatan Fotovoltaic Fotovoltaik (PV) adalah sektor teknologi dan penelitian yang berhubungan dengan aplikasi panel surya untuk energi dengan mengubah sinar matahari menjadi listrik. Karena permintaan yang terus meningkat terhadap sumber energi bersih, pembuatan panel surya dan kumpulan fotovoltaik telah meluas secara dramatis dalam beberapa tahun belakangan ini. Produksi fotovoltaik telah berlipat setiap dua tahun, meningkat rata-rata 48 persen tiap tahun sejak 2002, menjadikannya teknologi energi dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Pada akhir 2007, menurut data awal, produksi global mencapai 12.400 megawatt. Secara kasar, 90% dari kapasitas generator ini meliputi sistem listrik terikat. Pemasangan seperti ini dilakukan di atas tanah (dan kadang-kadang digabungkan dengan pertanian dan penggarapan) atau dibangun di atap atau dinding bangunan, dikenal sebagai Building Integrated Photovoltaic atau BIPV [11].

  2. Pemanfaatan Termal Terdapat 9 pemanfaatan termal terbesar yang sudah dilakukan dan diterapkan di beberapa negara yaitu:  Solar Water Heater (Pemanas air dengan Energi Surya)

  Alat yang digunakan untuk memanaskan air dengan menggunakan energi surya. Prinsip kerjanya adalah dengan menangkap panas matahari melalui plat absorber dan selanjutnya panas matahari diteruskan ke tabung air dengan perpindahan panas secara konduksi.

  20

Gambar 2.9. Solar Water Heater

  (www://pacemen.com/2011/11/09/solar-water-heater-till-today/) Keterangan gambar 2.9:

  1. Absorber Fungsinya sebagai pengumpul panas yang diteruskan ke tabung air.

  2. Tabung air Fungsinya untuk menampung air yang akan dipanasi oleh absorber dengan perpindahan panas secara konduksi.

  Jenis Solar Water Heater dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:

  1. Sistem Aktif Sistem aktif didefinisikan sebagai sistem pemanas air yang memerlukan energi tambahan (seperti menggunakan pompa) untuk memindahkan air menuju kolektor supaya air menjadi hangat.

  Sistem aktif ini juga dibagi menjadi dua jenis yaitu:

  a) Direct Circulation System (Sistem Sirkulasi Langsung)

  b) Indirect Circulation System (Sistem Sirkulasi Tidak Langsung)

  2. Sistem Pasif Sistem pasif tidak menggunakan energi tambahan dari pompa mel- ainkan bergantung pada proses alam untuk mengedarkan air yaitu energi gravitasi dan sistem termosifon. Sistem ini dapat diandalkan tahan lama dan tergolong lebih murah, sistem pasif ini cukup baik dalam proses menyediakan air panas dengan sinar matahari.  Kompor Surya (Memasak dengan Energi Surya)

  Kompor Surya adalah alat yang hanya menggunakan energi surya untuk memasak. Perkembangan penggunaan Kompor Surya ini telah meluas terutama di negara India yang memiliki radiasi matahari rata-

  2

  rata 600 W/m (Buddhi S.Dharma : 2010). Kompor Surya dapat digunakan memasak secara langsung maupun tidak langsung. Untuk memasak secara tidak langsung, diperlukan thermal storage yang menyimpan panas selama siang hari untuk dipakai memasak pada malam hari. Kompor Surya juga memiliki berbagai bentuk tipe, yaitu:

  1) Kompor surya tipe kotak 2) Kompor surya tipe Panel 3) Kompor surya tipe ketel 4) Kompor surya tipe parabola 5) Kompor surya tipe Scheffler 6) Kompor surya tipe indirect

Gambar 2.10. Kompor surya

  (http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_cooker) Keterangan gambar 2.10 :

  1. Reflektor

  Fungsinya untuk memancarkan sinar matahari ke pusat vessel yang bertujuan untuk memanaskan vessel.

  2. Vessel Fungsinya sebagai wadah untuk menampung makanan.

  Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, telah banyak peneliti yang melakukan penelitian tentang pemasak surya. Pemasak surya yang diteliti dapat dibagi atas pemasak dengan penyimpan panas dan tanpa penyimpan panas [1]. Yang dimaksud penyimpan panas (thermal storage) adalah material yang berfungsi menyimpan energi surya dan akan digunakan pada saat diperlukan. Material yang biasa digunakan adalah jenis phase change material (PCM). PCM termasuk material penyimpan panas latent. PCM ini menggunakan ikatan kimia untuk menyimpan dan melepas panas. Perpindahan panas ini terjadi ketika terjadi perubahan fasa pada PCM. Cara kerja PCM ini adalah temperatur dari PCM akan meningkat ketika PCM menyerap panas. Ketika PCM mencapai temperatur dimana PCM akan berubah fasa (titik leleh), PCM akan menyerap panas yang cukup besar tanpa bertambah temperaturnya. Temperatur akan konstan sampai proses pelelehan berakhir. Panas yang diserap selama perubahan fasa inilah yang disebut dengan panas laten. Banyak jenis PCM yang tersedia sesuai yang

  O

  diinginkan. Range temperatur yang tersedia berkisar antara 0-150 C biasanya digunakan untuk aplikasi energi solar. Banyak jenis PCM yang tersedia sesuai

  O

  yang diinginkan. Range temperatur yang tersedia berkisar antara 0-150 C biasanya digunakan untuk aplikasi energi solar. Berikut ini jenis PCM yang sering digunakan yaitu:

  1. PCM Organik Lebih jauh, material organik diklasifikasikan menjadi 2 yaitu material paraffin dan non paraffin.

  2. PCM non-Organik Lebih jauh, material non-organik diklasifikasikan menjadi 2 yaitu material yaitu salt hydrates dan metallics.

  23

   Solar Driers( Pengering dengan Energi Surya) Pada negara-negara berkembang, produk-produk pertanian dan perkebunan sering dikeringkan mengunakan tenaga matahari. Konsep inilah yang digunakan sebagai acuan untuk menciptakan solar driers. Cara kerjanya adalah udara yang masuk ke dalam kolektor akan dipanaskan oleh energi surya, udara yang telah panas kemudian masuk ke dalam kotak pengering, kotak pengering inilah yang diisi produk- produk pertanian yang akan dikeringkan. Gambar 2.11 menunjukkan bagian-bagian utama solar driers.

Gambar 2.11. Solar Driers

  (Sumber: www.climatetechwiki.org)  Solar Arsitektur Solar arsitektur adalah desain arsitektur yang memanfaatkan energi surya untuk mensirkulasi udara pada ruangan sehingga menghasilkan temperatur ruangan yang nyaman. Dalam bidang arsitektur, pemanfaatan energi surya telah dikembangkan. Pemanfaatan dalam bidang ini sudah cukup banyak diterapkan di negara Jepang.

Gambar 2.12. Solar Arsitektur

  (www.inhabitat.com/solar-wind-Pavilion/)  Solar Air-Conditioning

  

Solar Air-Conditioning merupakan alat yang memanfaatkan energi

  surya untuk mendinginkan ruangan. Prinsip kerjanya adalah dengan menggunakan kolektor surya untuk menyerap panas. Panas yang diserap kemudian diubah menjadi temperatur dingin dengan bantuan

  

Auxiliary Heat yang memanfaatkan refrigeran. Pemanfaatan energi

solar untuk air conditioning sudah diterapkan. Karena tercatat

  kebutuhan listrik gedung-gedung komersial yang paling tinggi ada pada sistem pendinginan. Oleh karena itu, solar air conditioning menjadi alternatif untuk mengurangi pemakaian bahan bakar minyak dalam memproduksi listrik.

Gambar 2.13. Sistem Pendingin dengan Energi Surya

  (www.maryeaudet.hubpages.com/hub/Solar_Air_Conditioning)

   Solar Chimney

Solar Chimney digunakan untuk ventilasi pada gedung-gedung besar.

Sirkulasi udara menjadi baik dan ruangan menjadi tidak terlalu panas. Biasanya juga digunakan untuk menghasilkan listrik. Cara kerjanya adalah udara dipanaskan oleh energi surya. Udara yang panas akan cenderung bergerak ke atas dan keluar melalui cerobong. Pada cerobong biasanya dipasang turbin. Udara yang bergerak ke atas akan mengerakkan turbin, sehingga menghasilkan listrik. Gambar 2.14 menunjukkan bagian-bagian utama solar chimney.

Gambar 2.14. Solar Chimney

  (www://freenewsupdate.blogspot.com/2010/04/solar-updraft-dan concentracing-solar.html) Keterangan gambar:

  1. Turbin

  2. Kolektor

  3. Tower/Cerobong  Solar Destilasi Digunakan untuk memurnikan air garam atau memisahkan air dengan garam. Prinsip kerjanya adalah dengan menguapkan air garam yang dibawah laut dengan panas matahari yang dikumpulkan melalui kolektor selanjutnya air garam melalui penguapan akan terpisah dengan garam sehingga dihasilkan air murni. Berikut cara kerja dari Solar Destilasi: Radiasi surya menembus kaca penutup dan mengenai permukaan dari plat penyerap, maka plat penyerap akan panas, dan energi panas dari plat penyerap akan memanasi air laut yang ada didalam kolam (basin). Air akan menguap dan berkumpul dibawah permukaan kaca penutup. Oleh karena temperatur udara di dalam basin lebih tinggi dari pada temperatur lingkungan, maka terjadi kondensasi yaitu uap berubah menjadi cair dan melekat pada kaca penutup bagian dalam. Cairan (air bersih) akan mengalir mengikuti kemiringan kaca penutup dan masuk kedalam kanal, terus mengalir ke tempat penampungan air bersih. Sedangkan garam akan tinggal diatas plat penyerap karena adanya perbedaan massa jenis.

Gambar 2.15. Solar Destilasi

  (benjimester.hubpages.com)  Solar Powerplant

  

Solar Powerplant adalah alat yang memanfaatkan energi surya untuk

  menghasilkan listrik. Aplikasi ini merupakan salah satu Pembangkit tenaga energi surya.Prinsip kerjanya adalah memanfaatkan luasan dari reflektor untuk memancarkan panas yang selanjutnya diteruskan ke kolektor , panas dari kolektor diubah menjadi tenaga listrik melalui pembangkit. Pembangkit tenaga listrik energi surya ini biasanya diterapkan di kawasan yang luas karena memerlukan banyak reflektor.

Gambar 2.16. Solar Power Plant

  (Sumber : www.solar-panels-cost.net)

2.4. Kalor (Q)

  Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan perubahan suhu. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida ringan yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah (dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran kalor dihitung dalam satuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha.

2.4.1. Kalor Laten

  Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair, cair menjadi uap dan perubahan struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi. Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah

  Q L = L e m ......................................................... (2.22)

  Dimana :

  Q L = Kalor laten (J)

  Le = Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg) M = Massa zat (kg)

  2.4.2. Kalor Sensibel

  Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu substansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai kalor sensibel. Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut.

  Q = m C ∆T ...................................................... (2.23) s p

  Dimana:

  Q s = Kalor sensibel (J) C p = Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg.K) ∆T = Beda temperatur (K)

  2.4.3. Pemanfaatan Panas Laten Pada Alat Pemanas Air Tenaga Surya

  Panas yang di absorbsi kolektor pada suatu keadaan tertentu akan mengubah fasa dari refrigeran yang dipanaskan. Dengan di vakumnya refrigeran, maka tingkat titik didih akan menurun, dan dengan memanfaatkan panas yang ada, refrigeran akan berubah fasa. Hal ini membuat jumlah kalor yang dapat di transfer dari refrigeran ke air dalam tangki reservoir akan semakin besar. Hal ini dapat di lihat pada besaran koefesien latent heat pada kondisi vakum, jumlah energi kalor yang dihasilkan menjadi lebih besar. Kalor ini lah yang akan di transfer ke dalam air di tangki reservoir.

2.5. Alat Pemanas Air Tenaga Surya

  Pemanas air tenaga surya (PATS) merupakan produk teknologi yang memanfaatkan energi thermal surya yang cukup popular dan banyak digunakan, terutama di hotel, villa peristirahatan hingga perumahan. Seiring dengan itu, mulai beredar beberapa merek PATS domestik maupun impor yang banyak dipasarkan

  29 di masyarakat. Untuk perlindungan terhadap konsumen, telah dikeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk ini, berupa uji mutu sistem PATS yang diharapkan memberikan gambaran pada masyarakat akan mutu PATS yang dipasarkan.

  Kualitas unit PATS bergantung pada keandalan fisik dan kemampuan

  thermal system seperti kemampuan menyerap panas, kemampuan menyimpan

  panas, komponen kolektor thermal surya, komponen tangki air, rendahnya rugi- rugi panas kedua komponen tersebut dan kemampuan responsif pemanas tambahan. Sifat-sifat yang dimiliki bahan yang dipakai sebagai komponen PATS sangat mempengaruhi kinerja dari PATS, oleh karena itu material yang dipilih haruslah tepat agar dapat menangkap panas dan mencegah panas keluar ke lingkungan, menyerap panas secara maksimal, menjaga suhu air agar tetap panas, dan meningkatkan efisiensi dari PATS.

  Kaca penutup berfungsi untuk meneruskan radiasi surya dan mencegah panas yang keluar dari kolektor ke lingkungan pada bagian atas. Berdasarkan fungsi tersebut maka kaca penutup harus mempunyai sifat berikut ini:

   Transmisivitas tinggi ( )  Absorsivitas rendah ( )  Refleksivitas rendah ( )  Tahan panas

  Plat absorber berfungsi untuk menyerap radiasi surya dan mengkonversikannya menjadi panas. Kemudian energi matahari yang dapat diserap dan dipindahkan ke pipa nantinya akan semakin besar. Kemudian energi dialirkan melalui fluida kerja air yang terdapat didalam pipa secara konveksi. Kemudian air yang berada dalam pipa mengalirkan energike air yang berada pada tangki air. Dengan mengacu fungsinya sebagai absorber, maka dipilih sifat bahan antara lain:

   Absorsivitas tinggi ( )  Emisifitas panas rendah ( )  Kapasitas panas kecil (C p )  Konduktifitas besar (k)

  30

  31

   Refleksi rendah ( )  Tahan panas dan tahan korosi

  Bahan-bahan yang biasa dipakai untuk plat penyerap panas yaitu: aluminium, tembaga, kuningan, dan baja. Sesuai dengan pertimbangan diatas pada alat pemanas tenaga surya ini bahan yang digunakan sebagai plat absorber adalah tembaga dan permukaannya dilakukan pelapisan dengan cat hitam kusam (dof), agar jangan terjadi korosi dan mempunyai absorbsivitas maksimum.

  Isolator berfungsi untuk memperkeil panas yang hilang dari kolektor ke lingkungan pada bagian belakang dan samping kolektor. Jika isolasi pada kolektor bagus,maka air yang terdapat di dalam tangki suhunya akan terjaga dengan baik, artinya dengan adanya isolasi ini laju pindahan panas dari tangki ke lingkungan dapat diminimalisir. Pada isolasi terjadi pindahan panas secara konduksi sehingga kehilangan panas dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan, sehingga isolasi yang digunakan harus memiliki sifat-sifat berikut:

   Konduktifitas termal bahan (k) kecil  Mudah dibentuk dan praktis  Mudah diperoleh  Tahan panas dan tahan lama Dalam hal ini Rockwool mempunyai tingkat isolasi yang sangat baik.

  Berikut di jelaskan beberapa keunggulan rockwool menurut Kamstrup [12].

   Tidak tergolong benda berbahaya  Mempunyai tingkat insulasi yang sangat baik  Mampu menahan pemanasan sampai suhu 820

  o

  C  Mempunyai densitas yang besar  Tidak Korosif, tidak bersifat karsinogen, mutagenic dan toxic  Tidak mudah rusak selama pemasangan  Memiliki tingkat durabilitas yang baik  Tingkat heat loss yang rendah ( sekitar 5%)

  Dengan sifat insulasi yang baik, dapat dihindari kebocoran panas, sehingga energi panas yang di serap oleh PATS dapat dimanfaatkan sebaik baiknya. Dalam PATS ini di insulasi di daerah sekitar pelat absorber, dinding reservoir air dan seluruh daerah yang memungkinkan terjadinya kehilangan panas.

Gambar 2.17 menunjukkan alat pemanas air tenaga surya yang digunakan dalam penelitian ini.

  Radiasi Matahari

Gambar 2.17. Alat Pemanas Air Tenaga Surya

2.5.1. Cara Kerja Alat Pemanas Air Tenaga Surya

Gambar 2.17 menunjukkan sebuah alat pemanas air tenaga surya dengan media pemanas air. Dengan didasari oleh teori efek rumah kaca, maka efektifitas

  pengumpulan panas bisa ditingkatkan. Sehingga energi panas yang dipancarkan oleh matahari diserap dan dikumpulkan untuk ditingkatkan temperaturnya oleh kolektor. Panas tersebut dialirkan terhadap pipa tembaga (1-2) yang berisi air, kemudian air akan menjadi panas. Akibatnya air berubah wujud dari cair menjadi gas dan massa jenis di titik 2 lebih kecil dari massa jenis di titik 1, sehingga air cenderung bergerak dari titik 1 ke titik 2. Air di titik 2 akan terdorong menuju titik 3 sambil melepaskan panas ke air yang ada pada tangki air. Pelepasan panas ini membuat air berubah wujud dari gas menjadi cair, dan suhunya akan turun. Pergerakan air ini meyebabkan terjadinya sirkulasi alamiah yang disebabkan efek termosipon dimana air yang suhunya lebih tinggi massa jenisnya lebih rendah dan cenderung bergerak kesebelah atas. Posisinya akan digantikan air lain yang lebih dingin.

2.5.2. Energi yang sampai pada Kolektor Pemanas Air Tenaga Surya

  Untuk menghitung energi yang sampai pada kolektor atau energi yang berguna untuk kolektor alat pemanas air tenaga surya terlebih dahulu perlu diketahui bagaimana proses distribusi energi matahari yang dialami oleh kolektor itu sendiri. Ilustrasi panas yang diserap oleh absorber alat pemanas air tenaga surya menurut Soteris [13] dapat di lihat pada Gambar 2.18.

  Q incident Q

  ref

  Kaca penutup Pelat absorber

  Q

Gambar 2.18. Ilustrasi panas yang diserap oleh absorber

  Alat Pemanas Air Tenaga Surya Pada Gambar 2.18 dapat dilihat bahwa panas matahari (Q ) sebagian

  incident

  dipantulkan ke atmosfir dan sebagian lagi diserap oleh kolektor. Panas yang diserap oleh kolektor (Q abs ) inilah yang akan digunakan untuk memanaskan refrigeran.

Gambar 2.19. Ilustrasi pengaruh arah sudut sumber energi terhadap besaran energi yang diterima

  Menurut Incropera [14] besaran energi radiasi yang diterima alat pemanas air tenaga surya di pengaruhi oleh sudut datangnya energi panas matahari seperti

gambar 2.19. Energi radiasi yang sampai ke permukaan bumi akan diserap oleh kolektor yang digunakan untuk memanaskan air pada alat pemanas air tenaga

  surya. Jumlah energi radiasi per satuan luas yang diterima kolektor selama proses penelitian disebut Q incident .

  Menurut Mehmet Esent [15], besarnya Q incident dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini: 2 QA Idt ................................................................ (2.24) inciden t

   1 Dimana:

  2 A = luas penampang dari pelat absorber (m )

  2 I = intensitas cahaya matahari (W/m )

  Sedangkan panas yang diserap oleh absorber dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

  QQ α .......................................................... (2.25) abs incident

  Dan panas yang dipantulkan kembali ke atmosfir adalah:

  Q  1  Q  α  .......................................................... (2.26) ref incident

  Dimana: = difusifitas bahan

  α

2.5.3. Energi yang diserap oleh air

  Energi panas yang sudah diterima oleh kolektor akan diberikan terhadap air. Besarnya energi tersebut menurut Mehmet Esent [15] dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

    Q m C Tw Tw ................................................... (2.27) u w pw 2 1 

  34 Dimana:

  m = Massa air (kg) w C pw = Panas jenis dari air (kJ/kg.

  C)

  T w1 = Temperatur awal air sebelum dipanaskan kolektor (

  C)

  T w2 = Temperatur actual setelah dipanaskan oleh kolektor (

  C)

2.5.4. Efisiensi dari Kolektor

  Efisiensi dari kolektor dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara energi berguna yang diberikan kolektor ke air dengan panas incident. Hal itu menurut Mehmet Esent [15] dapat dirumuskan sebagai berikut:

   m C TT / Q ........................................... (2.28) η   w pw w 2 w 1 incident

  Definisi efisiensi disini adalah kemampuan dari kolektor untuk memanasi air sampai suhu maksimum dalam rentang waktu tercepat. Semakin cepat didapat pemanasan suhu maksimum, maka akan semakin besar pula tingkat efisiensi yang diperoleh dan semakin lama rentang waktu pencapaian suhu maksimum, semakin kecil pula tingkat efisiensi yang didapat oleh kolektor. Nilai efisiensi yang ditinjau pada penelitian ini adalah nilai efisiensi saat temperatur air maksimum.

2.6. Refrigeran R-718

  Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan zat organic lainnya. Pada tekanan atmosfir R-718 (air) mendidih pada suhu 100 C

  o

  dan membeku pada suhu 0

  C. Apabila tekanannya dinaikkan maka titik didihnya semakin besar, sebaliknya bila tekanannya diturunkan titik didihnya lebih rendah.

  o

  Pada tekanan vacuum titik didih R-718 dibawah 100 C seperti pada tekanan vacuum 35 cm Hg (0,533 bar absolut) R-718 akan mendidih pada suhu 79,54 C. Refrigeran R-718 akan berubah menjadi gas jika temperaturnya dinaikkan dari 79,54 C pada tekanan vacuum 35 cm Hg dan akan berubah menjadi cair jika suhunya diturunkan, sifat refrigeran R-718 adalah sebagai berikut:

  35

  36 Tabel 2.3. Sifat – Sifat dari R-718 yang digunakan

  3 Laten Heat 2319,23 kJ/kg

  3 Density vapour 0,2885 kg/m

  C Density liquid 972,07 kg/m

  o

  C Specifitic heat vapour 2,010 kJ/kg.

  o

  C Specifitic heat liquid 4,196 kJ/kg.

  o

  Properties R-718 Titik didih 79,54

Tabel 2.5. Sifat R-718 pada tekanan vakum 40 cmHg (0,466 bar absolut)

  3 Density vapour 0,2498 kg/m

  Properties R-718 Komposisi Hidrogen 11,19% Komposisi Oksigen 88,81% Massa jenis 1000 kg/m

  C Density liquid 974,32 kg/m

  o

  C Specifitic heat vapour 2,001 kJ/kg.

  o

  C Specifitic heat liquid 4,1936 kJ/kg.

  o

  Properties R-718 Titik didih 75,80

Tabel 2.4. Sifat R-718 pada tekanan vakum 45 cmHg (0,400 bar absolut)

  Jenis warna Tidak berwarna Titik lebur C Titik didih 100 C

  3 Pada tekanan 1 bar dan 0°C Tidak berasa dan tidak berbau

  3 Laten Heat 2310,11 kJ/kg

  37 Tabel 2.6. Sifat R-718 pada tekanan vakum 35 cmHg (0,533 bar absolut)