PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMAN 2 SUNGAI RAYA MATERI LAJU REAKSI

  

PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING

TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

SMAN 2 SUNGAI RAYA MATERI LAJU REAKSI

ARTIKEL PENELITIAN

OLEH:

TASRIFUDDIN

  

NIM F17112030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2016

  

PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING

TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

SMAN 2 SUNGAI RAYA MATERI LAJU REAKSI

Tasrifuddin, Hairida, Ira Lestari

  Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNTAN Pontianak Email

  

Abstrak : Penelitian ini berujuan untuk mengetahui perbedaan aktivitas

  dan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model guided discovery

  

learning dengan siswa yang diajar menggunakan model konvensional, dan

  menentukan besarnya pengaruh model guided discovery learning terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA SMAN 2 Sungai Raya pada materi laju reaksi. Bentuk penelitian yang digunakan adalah quasy experiment design dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control

  

group design . Sampel dipilih berdasarkan teknik sampling jenuh. Alat

  pengumpul data penelitian adalah tes hasil belajar, lembar observasi aktivitas belajar siswa, dan pedoman wawancara. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara aktivitas dan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model guided discovery learning dengan siswa yang diajar menggunakan model konvensional. Penggunaan model

  

guided discovery learning pada materi laju reaksi memberikan pengaruh

sebesar 24,54% terhadap peningkatan hasil belajar siswa.

  

Kata kunci: Guided Discovery Learning, Aktivitas, Hasil Belajar,

Laju Reaksi

Abstract : The purpose of this research is to determine the differences of

  activity and learning outcomes of students who are taught using a model of guided discovery learning compared with the students taught using the conventional model, and determine the influence of guided discovery

  th

learning model of the learning outcomes 11 grade students of SMAN 2

  Sungai Raya in the material reaction rate. Design of research is Quasy

  

Experiment with Nonequivalent Control Group Design. Samples were

  selected based on saturated sampling technique. Tools of data collection were test, observation sheet, and guidelines for interview. The result of data analysis showed that there was difference of activity and learning outcomes between students who were taught using guided discovery

  

learning model compared with students who were taught using

  conventional models. The use of guided discovery learning model to the material of reaction rate, influence of 24.54% toward improving student learning outcomes.

  

Keywords: Guided Discovery Learning, Activities, Learning Outcomes, roses pembelajaran ditentukan oleh standar proses pendidikan. Menurut Wina Sanjaya (2009) standar proses pendidikan adalah standar nasional yang

  P

  berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi. Standar proses dapat dijadikan pedoman oleh setiap guru dalam pengelolaan proses pembelajaran serta menentukan komponen- komponen yang dapat mempengaruhi pendidikan. Dalam standar proses pendidikan juga bisa diterapkan pada ilmu sains.

  Salah satu bidang studi yang ada pada sains adalah kimia. Kimia merupakan pelajaran yang dianggap sulit, karena beberapa materi yang dipelajari bersifat abstrak. Oleh karena itu, bidang studi kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi tentang komposisi, sifat, struktur, transformasi, dinamika dan energetika zat yang melibatkan penalaran dan keterampilan bahkan melakukan suatu proses penemuan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengarahkan siswa dalam proses penemuan yaitu pembelajaran berbasis praktikum. Dalam proses praktikum, siswa dibimbing untuk mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan langsung dengan konsep sehingga siswa diharapkan dapat membuat suatu kesimpulan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

  Hasil wawancara pada tanggal 11 November 2015 diperoleh informasi bahwa salah satu permasalahan yang ditemukan pada mata pelajaran kimia di SMAN 2 Sungai Raya bahwa guru tidak pernah memanfaatkan laboratorium sebagai tempat untuk melaksanakan proses praktikum, hal ini dikarenakan laboratorium digunakan untuk proses pembelajaran secara konvensional. Hal ini sesuai dengan hasil observasi penggunaan laboratorium pada tanggal 11 November 2015 yaitu alat dan bahan yang terdapat di laboratorium sebagian besar masih utuh dan belum pernah digunakan. Padahal dengan adanya praktikum dapat mengurangi tingkat kesulitan pada pelajaran kimia yang bersifat abstrak. Menurut Ashadi (2009), penggunaan media laboratorium dapat mengurangi tingkat keabstrakkan konsep kimia karena siswa mengalami sendiri, mengamati, menafsirkan, meramalkan, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan selama praktikum berlangsung. Selain itu, guru juga masih menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajaran.

  Muhibbin Syah (2000), ada beberapa kelemahan motode ceramah yaitu ceramah dapat membuat siswa pasif, mengandung unsur paksaan kepada siswa, kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata) dan bila terlalu lama akan membosankan. Seringnya guru menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajarn akan membuat aktivitas siswa rendah. Rendahnya aktivitas siswa ini akan berakibat pada hasil belajar siswa yang tidak maksimal. Hal ini Aktivitas belajar berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar. Hal ini berarti semakin tinggi aktivitas belajar siswa maka hasil belajar akan meningkatkan. Berdasarkan persentase ketuntasan hasil ulangan harian siswa kelas XI IPA pada materi laju reaksi yaitu lebih dari 50% siswa yang tidak tuntas. Berdasarkan hasil observasi dan data hasil belajar yang telah diuraikan maka dari itu pembelajaran kimia harus dirancang dan dilaksanakan dengan memperhatikan aktivits belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, mengarahkan siswa mengonstruksikan pengetahuannya untuk memecahkan suatu masalah dengan memanfaatkan laboratorium adalah pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning).

  Menurut Mayer (2004), guided discovery learning merupakan salah satu

  

model pembelajaran yang bertujuan melatih siswa untuk menemukan

konsep secara mandiri. Siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan

menjawab berbagai pertanyaan atau persoalan dan memecahkan persoalan untuk

menemukan suatu konsep dimana sebagian atau seluruh pengetahuan ditemukan

sendiri dengan bimbingan guru. Menurut David (dalam Widhiyantoro, 2012)

  pada saat menerapkan model guided discovery learning, guru lebih sedikit menjelaskan dan lebih banyak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sehingga siswa cenderung aktif dan memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Model

  

guided discovery learning menghadapkan siswa kepada situasi dimana ia bebas

  menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial

  

and error ) hendaknya dianjurkan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia

  membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Guru sebagai instruktur memberikan suatu pernyataan atau permasalahan kemudian mengarahkan siswa berpikir tahap demi tahap sehingga dapat memecahkan permasalahan tersebut. Model guided discovery learning dapat disimpulkan sebagai pembelajaran yang menempatkan guru sebagai instruktur dan fasilitator untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam menemukan konsep dan prinsip sendiri dengan cara pemecahannya ditentukan oleh guru seperti dengan melakukan eksperimen, diskusi, dan lain-lain.

  Bruner berpendapat bahwa model discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri (Kurikulum, 2014). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Menurut Azhar (1993) tujuan dari metode penemuan (discovery) dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: (1) Mengembangkan sikap, tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analis dan logis); (3) Membina dan mengembangkan sikap rasa ingin tahu; (4) Menggunakan aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam belajar.

  Menurut Syah (dalam Kemendikbud, 2014) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: (a) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) yaitu pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.; (b) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda- agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah); (c) Data Collection (Pengumpulan Data) yaitu guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis; (d) Data Processing (Pengolahan Data) yaitu guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui percobaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan; (e) Verification (Pembuktian) yaitu siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data

  

processing; dan (f) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) yaitu

  siswa diarahkan untuk menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

  Suryosubroto (2002) menyatakan, bahwa model pembelajaran induktif memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1) Membantu siswa dalam mengembangkan atau memperbanyak penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa. Proses penemuan diperoleh dari usaha untuk menemukan, sehingga siswa belajar bagaimana belajar itu; (2) Membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang- kadang kegagalan; (3) Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri; (4) Siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus; (5) Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses- proses penemuan; (6) Berpusat pada siswa; dan (7) Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan

  Pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep yang diajarkan sangat mempengaruhi kegiatan pembelajaran, baik proses pembelajaran aktivitas siswa, pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran maupun terhadap hasil belajarnya. Pelajaran kimia yang menarik untuk dibuat model guided

  

discovery learning adalah laju reaksi. Karena pelajaran kimia khususnya pada

  konsep laju reaksi merupakan pelajaran yang memerlukan tingkat pemahaman yang tinggi sehingga akan lebih baik dipelajari apabila menggunakan model pembelajaran guided discovery learning. Penelitian yang dilakukan siti mutoharoh (2011) menunjukkan bahwa penggunaan model guided discovery learning memberikan peningkatan yang signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi.

  Berdasarkan permasalahan-permasalahan, fakta-fakta dan teori-teori diatas, maka perlu dilakukan penelitian berjudul pengaruh model guided discovery

  

learning terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2

Sungai Raya.

METODE PENELITIAN

  Bentuk penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan model “quasy experimental design” atau eksperimen semu. Rancangan desain eksperimen semu yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalen control group design. Pola desain ini dapat dilihat pada Tabel 1.

  

Tabel 1

Pola Rancangan Nonequivalent Control Group Design

Posttest dan Lembar

  Kelas Pretest Perlakuan Observasi

  E O

  2

1 X O

  • 3

  4 K O O

  Keterangan : E : Kelas Eksperimen K : Kelas Kontrol

  1

3 Q & Q : pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontol

  X : Perlakuan kelas eksperimen dengan menggunakan model guided

  discovery learning

  Q

  2 & Q 4 : Posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

  (Sugiyono, 2014)

  Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA 1 dan XI

  IPA 2 SMA Negeri 2 Sungai Raya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampling jenuh. Hal ini dikarenakan kelas yang diajar oleh guru yang sama sebanyak dua kelas, sehingga seluruh anggota populasi dijadikan sampel. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan rata-rata nilai. Rata-rata nilai terendah untuk kelas eksperimen ( XI IPA 1) dan rata-rata nilai tertinggi untuk kelas kontrol (XI IPA 2), dimana kelas XI IPA 1 memiliki rata-rata 67,93, sdeangkan kelas XI IPA 2 memiliki rata-rata 70,47. Pemilihan nilai terendah untuk kelas eksperimen dengan tujuan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar sehingga keberhasilan model guided discovery learning terlihat jelas.

  Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu: 1) tahap persiapan, 2) tahap pelaksanaan, 3) tahap akhir.

  Tahap persiapan

  Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap persiapan antara lain: (1) Melakukan prariset; (2) Perumusan masalah penelitian yang didapat dari hasil Pra-riset; (3) Membuat perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS); (4) membuat instrumen penelitian berupa lembar observasi aktivitas, pedoman wawancara dan tes hasil belajar yang meliputi soal pretest dan posttest; (5) Melakukan validasi instrumen dan perangkat pembelajaran; (6) Merevisi instrumen dan perangkat pembelajaran berdasarkan hasil validasi; (7) Melakukan uji coba instrumen penelitian berupa tes hasil belajar yang telah divalidasi; (8) Melakukan analisis data hasil uji coba tes.

  Tahap pelaksanaan

  Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan antara lain: (1) Menentukan kelas eksperimen dan kelas control; (2) Memberikan pretest; (3) Memberikan perlakuan model guided discovery learning untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol; (4) Memberikan lembar observasi aktivitas; (5) Memberikan posttest; (6) Melakukan wawancara tidak terstruktur menggunakan pedoman wawancara.

  Tahap akhir

  Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan antara lain: (1) Melakukan analisis dan pengolahan data hasil penelitian; (2) Menarik kesimpulan; (3) Menyusun laporan penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan langkah: (1) Memberi skor pada jawaban siswa; (2) Menguji normalitas; (3) Melakukan uji U Mann-Whitney karena data tidak terdistribusi normal; (4) Menghitung effect size.

  Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes. Instrumen penelitian divalidasi oleh satu orang dosen Kimia UNTAN dan satu orang guru Kimia valid. Berdasarkan hasil uji coba soal tes diperoleh keterangan bahwa tingkat reliabilitas soal tes tergolong tinggi dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,725.

  Hasil pretest dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut: pemberian skor sesuai dengan pedoman penskoran, uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk diperoleh kedua data tidak berdistribusi normal dan dilanjutkan dengan uji U-

  

Mann Whitney diperoleh kesimpulan tidak terdapat perbedaan kemampuan awal

  siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan hasil posttest dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut: pemberian skor sesuai dengan pedoman penskoran, uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk diperoleh kedua data tidak berdistribusi normal dan uji U-Mann Whitney diperoleh kesimpulan terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sehingga dilanjutkan dengan menghitung Effect Size.

  Seberapa besar pengaruh penggunaan model guided discovery learning terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Sungai Raya dilakukan analisis dengan menggunakan rumus effect size:

  − =

  Keterangan: ES = effect size Xe = rata-rata skor post-test kelas eksperimen Xc = rata-rata skor post-test kelas kontrol Sdc = standar deviasi rata-rata skor post-test kelas kontrol

  Kriteria besarnya effect size menurut Glass G. V (dalam Sutrisno, 2011) dapat diklasifikasikan pada tabel 2.

  

Tabel 2

Persentase Rata-rata Hasil Belajar Siswa dan Kriteria Interpretasi

Besar Effect Size Kriteria

  ES Rendah ≤ 0,2

  Sedang 0,2 < ES

  ≤ 0,8 ES > 0,8 Tinggi

  Untuk mencari besar persentase peningkatan hasil belajar siswa karena model guided discovery learning, maka hasil dari perhitungan Effect Size dimasukkan ke dalam tabel luas di bawah lengkung kurva normal standar 0 ke Z kemudian dikalikan 100% (Glass dalam Sutrisno, 2011).

  Aktivitas siswa dianalisis dengan mengolah skor aktivitas yang diperoleh setiap siswa ditentukan dengan cara menghitung jumlah turus total yang diperoleh setiap siswa pada lembar pengamatan. Menghitung persentase aktivitas siswa secara klasikal dengan rumus:

  ∑ ℎ

  Persentase visual activity= x100 %

  ∑ ℎ ℎ ∑ ℎ

  Persentase oral activity = x 100 %

  ∑ ℎ ℎ ∑ ℎ

  Persentase mental activity= x100 %

  ∑ ℎ ℎ

  Menurut Riduwan (dalam Bambang, 2014) persentase yang diperoleh dari perhitungan kemungkinan dikategorikan sesuai kriteria yang telah ditentukan pada tabel 3.

  

Tabel 3

Persentase Rata-rata Aktivitas Siswa dan Kriteria Interpretasi

Persentase Rata-rata Motivasi Kriteria Interpretasi

  0% - 20% Sangat kurang aktif 21% - 40% Kurang aktif 41% - 60% Cukup aktif 61% - 80% Aktif

  81% - 100% Sangat aktif

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 2 Sungai Raya adalah penelitian eksperimen yang melibatkan dua kelas penelitian yaitu kelas XI IPA 1 terdiri dari 30 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 terdiri dari 30 siswa sebagai kelas kontrol. Kedua kelas penelitian tersebut diberi materi yang sama yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dengan perlakuan yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 24 agustus 2016 sampai dengan 27 agustus 2016 pada kelas XI IPA SMA Negeri 2 Sungai Raya. Perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen yaitu pembelajaran yang menggunakan model guided discovery learning, sedangkan perlakuan yang diberikan kepada kelas kontrol yaitu pembelajaran yang menggunakan model konvensional. Pengolahan hasil penelitian dari lembar observasi aktivitas dan tes hasil belajar siswa berupa posttest sebagai berikut:

1. Aktivitas Belajar Siswa Kelas XI IPA

  Data aktivitas belajar siswa diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan oleh observer pada saat pembelajaran. Rata-rata skor aktivitas yang diperoleh setiap siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.

  Tabel 4 Rata-Rata Skor Aktivitas yang diperoleh Setiap Siswa

  Kelas Rata-rata Skor Aktivitas Eksperimen 24,80

  Kontrol 13,93 Hasil uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan bantuan program SPSS 22 for windows. Hasil olahan data menunjukkan bahwa data skor aktivitas siswa pada kelas kontrol berdistribusi normal (0,176 > 0,05), sedangkan data skor aktivitas siswa pada kelas eksperimen tidak berdistribusi normal (0,049 < 0,05), karena salah satu kelas tidak berdistribusi normal, maka pengolahan data berikutnya menggunakan uji statistik nonparametrik yaitu uji U-Mann Whitney. uji U-Mann Whitney bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan aktivitas belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan pengujian nilai Asymp. Sig.

  (2-tailed) sebesar 0,000, dimana nilai Asymp. Sig. (2-tailed) tersebut <0,05

  maka hipotesis pengujian Ha diterima dan Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan aktivitas belajar siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada materi laju reaksi. Perbedaan rata-rata skor aktivitas belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Gambar 1. 30

  24,80

  a 20

  13,93

  Rat or k

a- S

10 Rat

  

Eksperimen Kontrol Kelas Gambar 1 Perbedaan Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa model guided discovery

  learning dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dibandingkan dengan

  model konvensional. Perbedaan aktivitas belajar pada kedua kelas tersebut disebabkan karena perlakuan yang diberikan guru berbeda dalam proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan model guided discovery learning dimana pada model ini siswa dituntut untuk mencari konsep atau prinsip secara mandiri, sedangkan proses pembelajaran pada siswa kelas kontrol menggunakan model konvensional.

  Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Menurut Nasution (2000) aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat jasmani ataupun rohani. Dalam proses pembelajaran, kedua aktivitas tersebut harus selalu terkait. Seorang peserta didik akan berpikir selama ia berbuat, tanpa perbuatan maka peserta didik tidak berfikir. Oleh karena itu agar peserta didik aktif berfikir maka peserta didik harus diberi kesempatan untuk berbuat atau beraktivitas.

2. Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA

  Data hasil belajar siswa pengumpulan datanya menggunakan instrumen tes pengetahuan berbentuk essay. Hasil analisis posttest disajikan pada Tabel

  5. Tabel 5

  Rata-rata Nilai Posttest Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol

Kelas Rata-rata Nilai Jumlah Siswa Tuntas Jumlah Siswa Tidak Tuntas

Eksperimen 73,33

  19

  11 Kontrol 59,17

  11

  19 Hasil uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah data

  berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan bantuan program SPSS 22 for windows. Hasil olahan data menunjukkan bahwa data hasil belajar siswa memiliki variansi yang tidak berdistribusi normal, sehingga pengujian dilanjutkan dengan uji statistik nonparametrik yaitu uji U-Mann Whitney. uji U-Mann Whitney bertujuan untuk mengetahui

  0,015, dimana nilai Asymp. Sig. (2-tailed) tersebut <0,05, maka hipotesis pengujian Ha diterima dan Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model guided discovery learning dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model konvensional pada materi laju reaksi. Perbedaan hasil belajar antara siswa kelas kontrol dan siswa kelas eksperimen disajikan Gambar 2. 80

  73,33 60 59,17 tase n 40 se 20 er

  P

Eksperimen Kontrol

  Kelas Gambar 2 Perbedaan Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

  Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes hasil belajar menunjukkan bahwa tes hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini disebabkan adanya perbedaan model pembelajaran yang berdampak pada tes hasil belajar.

  Perhitungan Effect Size dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh model guided discovery learning terhadap hasil belajar siswa kelas

  XI SMA Negeri 2 Sungai Raya pada materi laju reaksi. Untuk menghitung

  

Effect Size menggunakan data rata-rata nilai posttest pada kelas eksperimen

dan kelas kontrol serta standar deviasi data posttest pada kelas kontrol.

  Berdasarkan hasil perhitungan Effect Size diperoleh nilai ES sebesar 0,66. Karena ES

  ≤ 0,8 yaitu 0,66 ≤0,8 maka digolongkan sedang. Berdasarkan tabel Z diperoleh luas di bawah lengkung normal standar dar 0 ke Z sebesar 0,2454, hal ini menunjukkan penggunaan model guided discovery learning pada laju reaksi memberikan pengaruh sebesar 24,54% terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Sungai Raya.

  Besarnya pengaruh model guided discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada materi laju reaksi dikarenakan siswa di kelas eksperimen yang menggunakan model guided discovery learning lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung karena siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi bersama kelompoknya dan menemukan sendiri pengetahuan dengan bimbingan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat siswa akan lebih mudah memahami materi yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa pada kelas eksperimen dibimbing dalam membangun pengetahuan dan menemukan konsep sendiri, sehingga siswa tersebut dapat memahami materi dengan baik yang akan mempengaruhi hasil belajar. Fase

  data collection siswa diarahkan untuk mengumpulkan berbagai informasi atau

  data-data yang diperlukan untuk membuktikan hipotesis dengan cara membaca dari berbagai sumber belajar lainnya. Dengan mengumpulkan berbagai informasi maka siswa akan lebih banyak mendapatkan suatu konsep, sehingga hasil belajar siswa akan semakin tinggi. Menurut Mayer (2004), model pembelajaran guided discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran yang bertujuan melatih siswa untuk menemukan konsep secara mandiri.

  Proses pembelajaran siswa kelas kontrol menggunakan model konvensional di mana siswa diberikan materi melalui metode ceramah tanpa diberikan kesempatan siswa untuk menemukan suatu konsep secara sendiri. Menurut Bermawy Munthe (2009), strategi ceramah yang mengandalkan indera pendengaran sebagai alat belajar mempunyai kelemahan yakni mudah terganggu oleh hal-hal visual dan rentan terhadap kebisingan sehingga sulit menjaga konsentrasi yang menyebabkan siswa tidak tertarik, cepat bosan dan menjadi pasif.

  SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

  Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari hasil tes hasil belajar siswa dapat ditarik kesimpulan: (1) Terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa kelas

  XI IPA di SMA Negeri 2 Sungai Raya yang diajar menggunakan model guided

  

discovery learning dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model

  pembelajaran konvensional pada materi laju reaksi yang diperoleh dari uji U-

  

Mann Whitney yang menghasilkan Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,015; (2)

  Terdapat perbedaan antara aktivitas belajar siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 2 Sungai Raya yang diajar menggunakan model guided discovery learning dengan aktivitas belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional pada materi laju reaksi yang diperoleh dari uji U-Mann Whitney yang menghasilkan Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,000; (3) Pembelajaran menggunakan model guided discovery learning pada materi laju reaksi memberikan pengaruh sebesar 24,54% terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Sungai Raya.

  Saran

  Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa hal yang dijadikan saran dalam rangka pengembangan pengajaran kimia. Adapun saran- saran dalam penelitian ini adalah: (1) Diharapkan kepada guru maupun peneliti selanjutnya dapat menggunakan model guided discovery learning dengan materi yang lain pada pelajaran kimia di sekolah; (2) Apabila ingin menerapkan model

  

guided discovery learning , fase data collection dan fase data processing

  membutuhkan waktu yang lebih lama dikarenakan siswa mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya kemudian diolah dan dianalisis. Berdasarkan kendala yang ada, sebaiknya penelitian selanjutnya diberikan alokasi waktu yang lebih lama pada fase data collection dan fase data processing.

  DAFTAR RUJUKAN Ashadi. 2009. Kesulitan Belajar Kimia bagi Siswa Sekolah Menengah.

  (Online). Di akses 10 April 2016). Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA.

  Surabaya: Usaha Nasional. Bambang, I. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay

  Two Stray (TSTS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Sungai Ambawang pada Materi Koloid.

  Skripsi. FKIP. UNTAN: Pontianak.

  Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013

  Tahun Ajaran 2014/2015. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.

  Mariani, N. dkk. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Picture And Picture Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA SMAN 1 UKUL Tahun Ajaran 2009/2010. Jurnal PMIPA Volume 1 Nomor 2.

  Mayer, R. E. 2004. Should There Be A Three-Strikes Rule Againts Pure Discovery Learning?. The American Psychological Association.

  American Psychologist Journal. 59 (1): 1 4-19.

  Munthe, Bermawy. 2009. Desain Pembelajaran. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani. Mutoharoh, Siti. 2011. Pengaruh Model Guided Discovery Learning terhadap

  Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep Laju Reaksi. Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah. Nasution, S. 1997. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Sanjaya, Wina. 2009. Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.

  Bandung: Alfabeta. Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT.

  Rineka Cipta. Susanti, Yunita. 2013. Pengaruh Aktivitas dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil

  Belajar Dalam Pembelajaran Ekonomi. Jurnal Pendidikan Ekonomi FMIPA UNP. Sutrisno, L. 2011. Validasi Penelitian dan Rancangan Percobaan. Pontianak: FKIP Untan. Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.

  Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Widhiyantoro, Taufik. 2012. Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Guided

  Discovery Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Teras Boyolali Tahun Pelajaran2011/2012. Jurnal Pendidikan

  Biologi Volume 4, Nomor 3. (Online). (http//:www.fkip-uns.ac.id. di akses 12 April 2016).