BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bahan Komposit - Desain Bentuk Dan Analisis Struktur Batako Bahan Komposit Busa Beton (Concrete Foam) Terhadap Beban Impak Jatuh Bebas Menggunakan Software Ansys Workbench 14.5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bahan Komposit

  Komposit dalam bahasa inggris berasal dari kata kerja to compose yang berarti menyusun atau menggabung. Material komposit adalah material yang terbuat dari dua bahan atau lebih yang tetap terpisah dan berbeda dalam level makroskopik selagi membentuk komponen tunggal. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan (Basuki, 2012).

  Pada desain struktur dilakukan pemilihan matriks dan penguat, hal ini dilakukan untuk memastikan kemampuan material sesuai dengan produk yang akan dihasilkan. Pada umumnya bentuk dasar suatu bahan komposit adalah tunggal, dimana merupakan susunan dari paling tidak terdapat dua unsur yang bekerja bersama untuk menghasilkan sifat-sifat bahan yang berbeda terhadap sifat-sifat unsur bahan penyusunnya.

  Komposit terdiri dari suatu bahan utama (matriks) dan suatu jenis penguatan (reinforcement) yang ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan matriks. Hal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 2.1.

  Matriks Penguat/serat Komposit     +

Gambar 2.1. Gabungan makroskopis fasa-fasa pembentuk komposit

  Penguatan ini biasanya dalam bentuk serat (fiber). Material komposit terdiri dari lebih dari satu tipe material dan dirancang untuk mendapatkan kombinasi karakteristik terbaik dari setiap komponen penyusunnya (Feldman, Dorel, 1995).

  Bahan komposit memiliki banyak keunggulan, diantaranya berat yang lebih ringan, kekuatan dan ketahanan yang lebih tinggi, tahan korosi dan ketahanan aus (Wikipedia, 2014).

  Komposit dikenal sebagai bahan teknologi karena diperoleh dari hasil teknologi pemrosesan bahan. Kemajuan teknologi pemprosesan bahan dewasa ini telah menghasilkan bahan teknik yang dikenal sebagai bahan komposit.

  . Ada tiga faktor yang menentukan sifat-sifat dari material komposit, yaitu: 1.

  Material pembentuk. Sifat-sifat intrinsik material pembentuk memegang peranan yang sangat penting terhadap pengaruh sifat kompositnya.

  2. Susunan struktural komponen. Dimana bentuk serta orientasi dan ukuran tiap-tiap komponen penyusun struktur dan distribusinya merupakan faktor penting yang memberi kontribusi dalam penampilan komposit secara keseluruhan.

  3. Interaksi antar komponen. Karena komposit merupakan penggabungan beberapa komponen yang berbeda, baik dalam hal bahannya maupun bentuknya, maka sifat kombinasi yang diperoleh pasti akan berbeda. Sifat bahan komposit sangat dipengaruhi oleh sifat dan distribusi unsur penyusun, serta interaksi antara keduanya. Parameter penting lain yang mungkin mempengaruhi sifat bahan komposit adalah bentuk, ukuran, orientasi dan disribusi dari penguat (filler) dan berbagai ciri-ciri dari matriks (Malcom, 2001). Sifat mekanik merupakan salah satu sifat bahan komposit yang sangat penting untuk dipelajari. Untuk aplikasi struktur, sifat mekanik ditentukan oleh pemilihan bahan. Sifat mekanik bahan komposit bergantung pada sifat bahan penyusunnya.

  Peran utama dalam komposit berpenguat serat adalah untuk memindahkan tegangan (stress) antara serat, memberikan ketahanan terhadap lingkungan yang merugikan dan menjaga permukaan serat dari efek mekanik dan kimia. Sementara kontribusi serat sebagian besar berpengaruh pada kekuatan tarik (tensile strength) bahan komposit (Sperling, 1986).

  Secara umum serat yang sering digunakan sebagai filler (penguat) adalah serat buatan seperti serat gelas, karbon, dan grafit. Serat buatan ini memiliki keunggulan tetapi biayanya tinggi jika dibandingkan dengan serat dari alam. Pemakaian serat alam yaitu serat tandan kosong kelapa sawit sebagai pengganti serat buatan akan menurunkan biaya produksi. Hal ini dapat dicapai karena murahnya biaya yang diperlukan bagi pengolahan serat alam dibandingkan dengan serat buatan. Walaupun sifat-sifatnya kalah dari segi keunggulan dengan serat buatan, tetapi harus diingat bahwa serat alam lebih murah dalam hal biaya produksi dan dapat terus diperbaharui (Wikipedia, 2014).

  2.1.1 Teknik Pembuatan Material Komposit Pembuatan material komposit pada umumnya tidak melibatkan penggunaan suhu dan tekanan yang tinggi. Penggabungan material matriks dan penguat dilakukan dengan proses pengadukan. Proses pengadukan ini dilakukan dengan selang waktu tertentu sebelum terjadi pengerasan material komposit.Ada beberapa metode pembuatan material komposit diantaranya adalah: 1.

  Metode penuangan secara langsung. Pada metode penuangan secara langsung dilakukan dengan cara melekatkan atau menyentuhkan material-material penyusun pada cetakan terbuka dan dengan perlahan- lahan diratakan dengan menggunakan roda perata atau dengan pemberian tekanan dari luar. metode ini cocok untuk jenis serat kontinyu.

  2. Metode pemampatan atau tekanan. Pada metode pemampatan atau dengan menggunakan tekanan ini menggunakan prinsip ekstrusi dengan pemberian tekanan pada material bakunya yang dialirkan kedalam cetakan tertutup. Metode ini umumnya berupa injeksi, mampatan atau semprotan. Material yang cocok untuk jenis ini adalah penguat partikel.

  3. Metode pemberian tekanan dan panas. Metode selanjutnya adalah metode pemberian panas dan tekanan, dimana metode ini menggunakan tekanan dengan pemberian panas awal yang bertujuan untuk memudahkan material komposit mengisi pada bagian-bagian yang sulit terjangkau atau ukuran yang sangat kecil.

2.2 Batako

  Batako merupakan bahan bangunan yang berupa batak cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland, dan air dengan perbandingan antara semen dan pasir dengan ratio 1:7. Batako difokuskan sebagai konstruksi dinding bangunan non struktural.

  Menurut SNI 03-0349-1989, “Batako atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (addictive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”. Sedangkan menurut Frick Heinz dan Koesmartadi (1999), “Batu-batuan yang tidak dibakar dikenal dengan nama batako (bata yang dibuat secara pemadatan dari trass, kapur, air)”.

  2.2.1 Jenis Batako Karakteristik bata beton yang umum ada dipasaran adalah memiliki densitas rata-rata > 2000kg/m3, dengan kuat tekan bervariasi 3-5 Mpa. Ditinjau dari densitasnya, batako tergolong cukup berat. Sehingga untuk proses pemasangan sebagai konstruksi dinding memerlukan tenaga yang cukup kuat dan waktu yang lama (Simbolon T. 2009).

  Berdasarkan bahan pembuatannya batako dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu:

1. Batako putih (tras)

  Batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih/putih kecoklatan yang berasal dari pelapukan batu – batu gunung berapi, warnanya ada yang putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya memiliki ukuran panjang 25-3 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm. Kelebihan dari batako putih (tras) adalah pemasangannya lebih cepat dan harga relatif murah dari batako lainnya.

  2. Batako semen/batako pres Batako pres dibuat dari campuran semen dan pasir atau abu batu. Ada yang dibuat secara manual (menggunakan tangan) dan ada juga yang menggunakan mesin. Perbedaanya dapat dilihat pada kepadatan permukaan batakonya. Umumnya memliki panjang 36-40 cm dan tinggi 18-20 cm. Kelebihan dari batako pres adalah lebih kedap air sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya rembesan air.

  3. Bata ringan Bata dibuat dari bahan batu pasir kuarsa, kapur, semen dan bahan lain yang dikategorikan sebagai bahan-bahan untuk beton ringan. Berat jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang-kadang melebihi.

  Dimensi bata ringan ini umumnya memiliki ukuran yang lebih besar dari bata konvensional yaitu 600 mm×200 mm, dengan ketebalan 70 hingga 100 mm. Sehingga bata ringan ini menjadikan pekerjaan dinding lebih cepat selesai dibandingkan bata konvensional.

  Berdasarkan bentuknya batako dibagi menjadi 2, yaitu batako padat dan batako berlubang seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.

  (a) (b)

Gambar 2.2. (a) Batako padat dan (b) Batako berlubang Berdasarkan SNI 03-0349-1989, sesuai dengan pemakaiannya batako diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut:

  1. Batako dengan mutu I, adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat digunakan untuk konstruksi yang tidak terlindungi dari cuaca luar.

  2. Batako dengan mutu II, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaanya hanya untuk konstruksi yang terlindungi dari cuaca luar. Misalnya untuk konstruksi dibawah atap.

  3. Batako dengan mutu III, adalah batako yang hanya digunakan untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindungi dari cuaca luar. Tetapi hanya permukaan konstruksi dari batako tersebut boleh tidak diplester

  4. Batako dengan mutu IV, adalah batako yang hanya digunakan untuk hal-hal seperti batako dengan mutu III tetapi dalam penggunaanya batako tersebut harus diplester. Klasifikasi batako diatas dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1. Klasifikasi batako pejal dan batako berlubang sebagai bahan bangunan dinding

  Kuat tekan minimum (Mpa) Mutu

  Batako pejal Batako berlubang I 10

  7 II 7

  5 III 4 3,5

  IV 2,5

  2 Sumber. SNI 03-0349-1989

2.3. Batako komposit

  Dalam pengembangannya sekarang, penelitian tentang batako atau bata ringan sudah banyak dilakukan. Penelitian mengenai batako memiliki banyak pengembangan, agar batako yang akan diproduksi memiliki nilai pakai yang tinggi dengan memperhatikan nilai ekonomis dari produksi batako itu sendiri. Salah satunya adalah pengembangan produksi batako yang mempergunakan agregat halus seperti; abu jerami padi, serat sabut kelapa, serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Pemakaian agregat halus tersebut dilandaskan pemanfaatan limbah disekitar lingkungan kita. Selain pemanfaatan tersebut, maka biaya produksi batako tersebut akan berkurang. Selain pemanfaatan limbah, penambahan agregat halus tersebut diharapkan dapat meningkatkan sifat psikis dan mekanik dari batako walau dengan menggunakan hasil limbah.

  Salah satu contoh penelitian yang sudah ada adalah pengembangan batako ringan komposit yang diperkuat dengan abu jerami padi. Kuat tekan batako ringan komposit yang diperkuat dengan abu jerami padi adalah berkisar antara 7,32 – 9,06 MPa (Wulan Sari .2010). Ditinjau menurut klasifikasi batako pejal (SNI 03- 0349-1989), maka batako ringan komposit yang diperkuat dengan abu jerami padi dimasukkan ke dalam golongan batako mutu II. Contoh penelitian lainnya adalah pengembangan batako ringan komposit yang diperkuat dengan serat sabut kelapa. Kuat tekan yang didapat berkisar antara 2,91-5,47 MPa dengan kuat impak 2 berkisar antara 828,3 – 566,4 J/m (Vivi H. Simanjuntak. 2011). Ditinjau menurut klasifikasi batako pejal (SNI 03-0349-1989), maka batako ringan komposit yang diperkuat dengan serat sabut dimasukkan ke dalam golongan batako mutu IV.

  Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh tim Impact Fracture Research Centre Universitas Sumatera Utara,yaitu pengembangan concrete foam yang diperkuat serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) didapat kuat tekan yang dihasilkan berkisar antara 1,31-5,49 MPa (Nuzuli Fitriadi.2014). Data tersebut menunjukkan bahwa bahan concrete foam memiliki kuat tekan yang cukup besar, sehingga bahan concrete foam ini dapat digunakan untuk bahan bangunan seperti batako. Akan tetapi bahan concrete foam ini masih perlu penelitian kembali apakah komposisi beton ringan komposit ini dapat aplikasikan dalam pembuatan batako ringan. Dalam simulasi ini, digunakan komposisi B4 berdasarkan hasil penelitian oleh Nuzuli Fitriadi yang merupakan hasil komposisi terbaik untuk concrete foam.

2.4 Pengujian Impak Jatuh Bebas

  Untuk batako ringan ini akan diuji menggunakan standar teknik jatuh bebas. Menggunakart alat ini, batako ringan yang akah diuji ditempatkan di atas sebuah head form dan dihantam dengan striker dan ketinggian tertentu dengan cara jatuh bebas. Pengujian standard ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kemampuan batako ringan dalam menyerap energi impak (impact energy test).

  Pengujian impak jatuh bebas diperumpamakan sebagai sebuah benda jatuh bebas dari keadaan mula berhenti mengalami pertambahan kecepatan selama benda tersebut jatuh. Jika benda jatuh ke bumi dari ketinggian tertentu relatif kecil dibandingkan jari-jari bumi, maka benda mengalami pertambahan kecepatan ke bawah dengan harga yang sama setiap detik. Hal ini berarti bahwa percepatan benda berkurang dengan harga yang sama jika sebuah benda ditembakkan ke atas. Kecepatannya berkurang dengan harga yang sama setiap detik dan perlambatan keatasnya seragam.

Tabel 2.2. Waktu dan kecepatan Benda Jatuh

  Waktu, t(s) 0 1 3 2 4 5 Kecepatan, V (m/s) 9,8 19,6 29,4 39,2

  49 Dari Tabel 2.2 di atas menunjukkan bahwa semakin besar waktu yang diperlukan

  untuk menyentuh bidang dasar, maka semakin besar juga kecepatan yang dihasilkan. Perbandingan waktu dan kecepatan seperti terlihat pada Tabel 2.2 dan grafik v-t seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3 yang merupakan sebuah garis lurus sehingga percepatan seragam. Dari data Tabel 2.2. dapat digambarkan sebuah grafik hubungan antara kecepatan dan waktu yang juga merupakan sebuah persamaan garis lurus seperti pada Gambar 2.3. Jadi percepatan seragam dapat diperoleh dengan Persamaan (2.1).

  vv 49  m   v 9 , 8 ..............................................(2.1)

       t 5 s

   

Gambar 2.3. Grafik hubungan v – t

  Apabila hambatan udara yang terjadi diabaikan, maka gerak benda jatuh bebas dapat dihitung dengan percepatan seragam melintas melalui sebuah garis lurus, sehingga percepatan dapat diganti dengan percepatan gravitasi g. Untuk gerakan ke bawah nilai percepatan identik dengan nilai positif dari gravitasi (+ g; yang berarti percepatan), dan untuk gerakan ke atas nilai percepatan identik dengan nilai positif dari gravitasi (-g; yang berarti perlambatan).

  Dari data Tabel 2.2 dapat digambarkan sebuah grafik hubungan antara kecepatan dan waktu yang juga merupakan sebuah persamaan garis lurus seperti pada Gambar 2.9. Jadi percepatan seragam dapat diperoleh dengan persamaan (2.1).

  vv 49 m    v    9 , 8 ………………………………(2.1)

    t 5 s

   

  2.4.1 Persamaan Gerak Lurus Perpindahan adalah sebuah perubahan kedudukan ini merupakan besaran vektor yang memiliki jarak dan arah. Percepatan dapat didefinisikan sebagai laju perubahan kedudukan terhadap waktu. Ini juga merupakan besaran vektor yang memiliki jarak, arah, dan waktu.

  Percepatan seragam yang dimiliki partikel yang bergerak dengan kecepatan konstan pada lintasan lurus atau dimiliki partikel yang melintasi perpindahan yang sama dalam selang waktu yang sama berturut-turut walaupun kecilnya perubahan waktu. Satuan perpindahan dapat diukur dengan meter (m), dan kecepatan dapat diukur dalam meter/detik (m/s), sedangkan percepatan diukur

  2 dalam meter/detik kuadrat (m/s ). sv . t ...............................................................................(2.2)

Gambar 2.4. Diagram kecepatan – waktu Perpindahan digambarkan dengan luas daerah dibawah grafik kecepatan – waktu.

  

v

   

  v a ; vv  ; v v at

     tt

  Dalam perhitungan energi potensial, kita dapat menghitung seberapa besar jarak perpindahan yang akan terjadi dengan menggunakan rumus (2.3) berikut.

  1

  s   vv  . t ..................................................................(2.3)

  2 Dengan mensubstitusikan  vat  kedalam persamaan (2.3) maka diperoleh hasil persamaan (2.4). 2

  1

  sv . t  . at ...............................................................(2.4)  

  2

  vv

t

  Lalu dengan mensubstitusi waktu kedalam Persamaan (2.3),

  a maka diperoleh Persamaan (2.5).

  2

  2

  v = v + 2as.....................................................................(2.5)

  o

  2 Jika v o = 0, maka v = 2.as, sehingga Persamaan (2.5) akan menjadi Persamaan (2.6).

  V

  2 as .........................................................................(2.6) Untuk kasus jatuh bebas maka a = g dan s = h, sehingga besarnya kecepatan diperoleh dengan Persamaan (2.7).

  V

  2 g . h .......................................................................(2.7) dimana v = kecepatan benda jatuh bebas, (m/s).

  2 g = gaya grafitasi, (m/s ).

  h = ketinggian jatuh benda, (m).

  2.4.2 Teori Momentum dan Impuls Sebuah benda bergerak dikatakan mempunyai momentum yang dinyatakan dengan hasil kali massa dengan kecepatan benda tersebut. Hal ini dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.8).

  Mm . v ...........................................................................(2.8)

  dimana M = momentum, (kg.m/s). m = massa, (kg). v = kecepatan, (m/s). Impuls adalah lonjakan gaya tiba-tiba pada selang waktu waktu tertentu yang merupakan hasil kali gaya dengan selang waktu yang diperlukan. Ini dapat dinyatakan dalam Persamaan (2.9).

  IF . t

  .............................................................................(2.9)

  2.4.3 Gaya dan Energi Impak Gaya impak dapat diperoleh dengan mensubstitusi Persamaan (2.8) dengan

  Persamaan (2.9), sehingga besar nilai gaya dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.10).

  m . v F  .........................................................................(2.10) t Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan usaha/kerja.

  Hukum kekekalan energi menjelaskan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, namun energi itu sendiri dapat dihitung.Salah satu bentuk energi mekanik adalah energi kinetik dan energi potensial. Energi kinetik (E ) adalah

  k

  energi yang dimiliki oleh benda berdasarkan gerakan benda. Nilai energi kinetik dapat dihitung dari pergerakan awal benda dari kecepatan awal (v o ) ke kecepatan perubahan benda (v ), yang ditentukan dengan Persamaan (2.11).

  1

  1 2 Em . v k ....................................................................(2.11)

  2 dimana E k = energi kinetik (joule). m = massa benda (kg). v = kecepatan benda (m/s). Energi potensial (E ) adalah energi yang dimiliki oleh benda berdasarkan

  p

  kedudukan (ketinggian). Besarnya energi potensial dapat dihitung dengan Persamaan (2.12).

  E m . g . H

   ...................................................................(2.12)

  p

  dimana E = energi potensial (joule).

  p M = massa benda (kg).

  2 g = gaya gravitasi benda (m/s ).

  H = kedudukan/ketinggian benda (m).

  2.4.4 Tegangan Intensitas gaya (gaya persatuan luas) disebut tegangan (stress). Dengan menganggap bahwa tegangan terdistribusi secara merata pada seluruh bidang batang penghubung. Gambar 2.5 memperlihatkan suatu elemen tegangan berdimensi tiga, atau tegangan triaksial (tria×ial stress), dimana menunjukkan tiga tegangan normal

  σ×, σy dan σz, semuanya positif; dan enam tegangan geser τ×y, τ×z, τy×, τyz, τz×, τzy, juga semuanya positif.

Gambar 2.5. Elemen tegangan tiga dimensi

  Elemen tersebut berada dalam kesetimbangan statis, sehingga tegangan normal yang arahnya keluar, adalah tegangan tarik yang dinyatakan positif. Orientasi elemen tegangan terjadi dalam ruang dimana semua komponen tegangan geser berharga nol. Bila elemen mempunyai orientasi khusus seperti ini, maka garis normal terhadap setiap permukaan merupakan arah utamanya. Tegangan normal yang terjadi merupakan tegangan utama atau tegangan prinsipal (principal

  stress) yaitu σ1, σ2, σ3.

  Dengan prinsip kesetimbangan gaya pada masing-masing arah utama, maka diperoleh Persamaan (2.13). σ3-(σ× + σy +σz) σ2+(σ× σy + σ× σz + σy σz - τ2×y - τ2yz - τ2z× ) σ

  • (

  σ× σy σz + 2τ×z× - σ ×2yz - σ y2z× - σ z2×y) = 0 ...........................(2.13)

Gambar 2.6 memperlihatkan diagram lingkaran Mohr untuk kasus beban triaksial yang terjadi untuk kondisi

  σ1 > σ2 > σ3. Berdasarkan teori ini tegangan geser maksimum adalah    1 3

    ..............................................................(2.14) max

  2 Regangan yang terjadi memenuhi persamaan ........................................................................(2.15)

  Dimana L = Panjang awal sebelum pembebanan.

  Δ = Pertambahan panjang setelah pembebanan

Gambar 2.6. Lingkaran Mohr untuk kasus beban triaksial

  Pertambahan panjang persatuan disebut regangan ( ε), ditunjukan oleh karena regangan normal (

  ε) adalah perbandingan antara dua ukuran panjang, merupakan besaran yang berdimensi (dimenssion less quantity) tidak memilki satuan. Regangan terjadi akibat dari beberapa hal seperti: tumbukan, tarikan, perubahan suhu dan masi banyak lagi. Dalam pembahasan regangan pada sebuah titik, yang penting diperhatikan adalah pergeseran (displacement) relatif dari titik- titik yang berdekatan. Pertambahan panjang yang terjadi pada suatu elemen diilustrasikan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Komponen-komponen regangan ×y dalam bidang ×y.

  Pada bidang ×y dapat terjadi ketiga komponen regangan, yaitu regangan normal ε× dalam arah ×, regangan normal εy dalam arah y, dan regangan geser

  γ×y. Sebuah elemen bahan yang hanya dikenai regangan-regangan ini dikatakan berada dalam regangan bidang (plane strain).

  Dari sini diperoleh bahwa elemen yang mengalami regangan bidang tidak memiliki regangan normal εz dan regangan geser γ×z dan γyz berturut-turut dalam bidang ×z dan yz. Jadi, regangan bidang didefinisikan dengan rumus sebagai berikut

  εz = 0 ×z = 0 yz = 0 ........................................................(2.16) Regangan-regangan yang sisa (

  ε×, εy, dan γ×y) dapat memiliki harga- harga yang tidak nol.

  2.4.5 Teori Regangan Normal Maksimum Teori regangan maksimum disebut juga dengan teori Saint Venant aplikasinya hanya digunakan dalam selang elastis pada tegangan. Teori ini menyatakan keluluhan akan terjadi ketika regangan terbesar dari tegangan utama menjadi sama dengan regangan yang berhubungan dengan kekuatan luluh. Jika diasumsikan kekuatan luluh dalam tarikan dan tekanan adalah sama, maka regangan pada tegangan dapat disamakan dengan regangan yang berhubungan dengan kekuatan luluh. Kondisi luluh dapat dirumuskan sebagai berikut

  • + – ) = ± S

  1

  2 2 y σ ν (σ σ

  3 1 ) = ± S y σ ν (σ σ

  1 – +

  1 2 ) = ± S y .................................................(2.17) σ ν (σ σ

  1 – + Jika salah satu dari tiga tegangan-tegangan utama adalah nol dan dua tegangan yang bekerja adalah A dan B maka untuk tegangan beraksial kriteria

  σ σ luluh dapat dituliskan sebagai berikut.

  1 B y 1 = ± S y .........................................................(2.18)

  • – = ± S σ ν σ
  • – A σ ν σ

  2.4.6 Teori Tegangan Geser Maksimum Teori ini mengatakan bahwa kegagalan yang dimulai ketika tegangan geser maksimum pada setiap elemen menjadi sama dengan tegangan geser dalam uji tarik spesimen tersebut mulai luluh. Jika ditentukan tegangan-tegangan utama seperti, > > maka dari teori tegangan geser maksimum menduga senantiasa

  1

  2

  3

  σ σ σ keluluhan akan terjadi pada τma× ½ ≥ σy atau σ1σ3 ≥ σy .....................................(2.19)

2.5 Simulaasi Numerik

  Untuk menyelesaikan permasalahan numerik digunakan alat bantu

  

software Ansys. Program Ansys ini dikembangkan di Amerika Serikat oleh

National Aeronautics and Space Administration (NASA). Perangkat Schwendler

Corporation adalah program analisa elemen hingga untuk analisa tegangan

  (stress), getaran (vibration), dan perpindahan panas (heat transfer) dari struktur dan komponen mekanika. Dengan Ansys, kita dapat mengimport geometri CAD (Computer Aided Design) atau dengan membuat geometri sendiri dengan Ansys.

  Metode elemen hingga merupakan metode yang digunakan oleh para

  

engineer untuk menyelesaikan permasalahan teknik dan problem matematis yang

  dihadapinya. Adapun permasalahan teknik dan problem matematis yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metode elemen hingga dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu masalah analisa struktur dan non struktur. Permasalahan dalam bidang stuktur meliputi analisa tegangan, buckling, dan analisa getaran. Sedangkan dalam bidang non struktur meliputi masalah perpindahan panas, mekanika fluida, dan distribusi potensial listrik dan magnet. Metode elemen hingga digunakan untuk mempercepat perhitungan dalam suatu kasus.

  Dalam persoalan-persoalan yang menyangkut geometri yang rumit, seperti persoalan pembebanan terhadap struktur yang kompleks, pada umumnya sulit dipecahkan melalui analisa matematika. Hal ini disebabkan karena analisa matematika memerlukan besaran atau harga yang harus diketahui pada setiap titik pada struktur yang dikaji. Untuk itu digunakan sebuah metode elemen hingga untuk mempermudah perhitungan matematika secara numerik sehingga mempercepat perhitungan.

  Penyelesaian analisis dari suatu persamaan differensial suatu geometri yang komplek, pembebanan yang rumit, tidaklah mudah diperoleh. Formulasi dari metode elemen hingga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini. Metode ini akan mengadakan pendekatan terhadap harga-harga yang tidak diketahui setiap titik secara diskrit. Mulai dengan pemodelan dari suatu benda dengan membagi-bagi dalam bagian yang kecil yang secara keseluruhan masih mempunyai sifat yang sama dengan benda yang utuh sebelum terbagi dalam bagian yang kecil (diskrisasi).

  Dalam melakukan metode elemen hingga, kita harus mendapatkan terlebih dahulu kasus yang terjadi serta batasan-batasan yang dipakai. Sehingga secara umum langkah-langkah yang dilakukan dalam metode elemen hingga dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi.

  Tipe elemen yang digunakan dalam metode elemen hingga ini adalah elemen segitiga dan segi empat untuk kasus dua dimensi, sedangkan kasus-kasus tiga dimensi digunakan elemen tetrahedral, heksagonal, dan balok. Selanjutnya bagilah benda tersebut dalam elemen-elemen, langkah ini disebut langkah diskritisasi.

  2. Pemilihan fungsi pemindahan/fungsi interpolasi.

  Jenis-jenis fungsi yang sering digunakan adalah fungsi linear, fungsi kuadratik, kubik, atau polinomial derajat tinggi.

  3. Mencari hubungan strain-displacement dan stress-strain.

Dokumen yang terkait

Studi Eksperimental Struktur Helmet Pengendara Sepeda Akibat Beban Impak Jatuh Bebas Pada Bahan Polimer Busa Komposit Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

0 37 62

Analisis Simulasi Struktur Chassis Mobil Mesin USU Berbahan Besi Struktur Terhadap Beban Statik dengan Menggunakan Perangkat Lunak Ansys 14.5

9 82 112

Analisa Kekuatan Impak Helm Sepeda Motor SNI Akibat Pemberian Beban Impak Jatuh Bebas Dan Simulasi Dengan Menggunakan Software Ansys Workbench V 12.1

5 80 96

Simulasi Komputer Distribusi Tegangan Pada Helm Sepeda Motor Dari Bahan Komposit GFRP BTQN 157 EX Dilapisi Busa (Foam) Terhadap Beban Impak Kecepatan Tinggi Menggunakan MSC/NASTRAN 4.5

0 28 141

Ketangguhan Retak Dinamik Bahan Komposit GFRP Untuk Helmet Industri Disebabkan Beban Impak Menggunakan MSC/NASTRAN For Windows

0 39 87

Analisa Kekuatan Impak Helm Sepeda Motor SNI Akibat Pemberian Beban Impak Jatuh Bebas dan Simulasi Dengan Menggunakan Software Ansys Workbench V 12.1

2 69 96

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Analisa Respon Mekanik Genteng Komposit Beton Busa Diperkuat Serat TKKS Akibat Beban Flexure dengan Variasi Ukuran Butir Pasir

0 1 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komposit Secara Umum - Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Komposit Poliester Dengan Pengisi Serat Batang Pisang Abaka

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pemanfaatan Serbuk Kaca sebagai Bahan Tambah dalam Pembuatan Batako

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposit 2.1.1 Defenisi Komposit - Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Serat Kulit Jagung Dengan Matriks Epoksi

0 0 19