BAB II FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM MELAKUKAN PENDAFTARAN TANAH WARISAN DI KOTA STABAT A. Tinjauan Singkat Mengenai Kota Stabat - Meningkatnya Kesadaran Hukum Masyarakat Melakukan Pendaftaran Tanahwarisan : Studi Pada Kantor Pertanahan Kota Stabat

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM MELAKUKAN PENDAFTARAN TANAH WARISAN DI KOTA STABAT A. Tinjauan Singkat Mengenai Kota Stabat Kota Stabat merupakan salah satu Kota yang terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kota Stabat adalah ibu kota Kabupaten Langkat, terletak

  di Provinsi Sumatera Utara. Sebelumnya ibu kota Kabupaten Langkat berkedudukan di Kotamadya Binjai, namun sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1982 kedudukan ibu kota Kabupaten Langkat dipindahkan ke Stabat.

  Kota Stabat merupakan Kota Kecamatan terbesar sekaligus dengan jumlah penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kegiatan perekonomiannya banyak bergerak di sektor perdagangan, pertanian dan peternakan, perkebunan dan jasa. Sebagian besar penduduk Kecamatan Stabat adalah Suku Melayu 60% (enam puluh persen) sebagai salah satu suku asli di Propinsi Sumatera Utara terutama di Kabupaten Langkat. Namun, Suku Tionghoa dan Suku Jawa cukup besar sekitar 30% (tiga puluh persen), sedangkan selebihnya terdiri dari suku Batak, Minang dan lainnya.

  Agama yang dianut penduduk Kota Stabat mayoritasnya adalah beragama Islam, sedangkan agama lain yang dianut adalah Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha dan lainnya. Salah satu kebanggaan yang telah dicapai oleh Kota Stabat pada tahun 2012 adalah meraih piala Adipura untuk keenam kalinya.

  30 Luas Kota Stabat lebih kurang 90,64 km², dengan jumlah penduduk 83.223 jiwa dan Kepadatan sekitar 851 jiwa/km². Kota Stabat sendiri terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu Desa Pantai Gemi, Desa Banyumas, Desa Kwala Begumit, Desa Mangga, Desa Karang Rejo dan Desa Ara Condong. Kota Stabat terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu Kelurahan Stabat Baru, Kelurahan Kwala Bingai, Kelurahan Sidomulyo, Kelurahan Perdamaian, Kelurahan Dendang, dan Kelurahan Paya Mabar.

  Batas-batas wilayah Kota Stabat meliputi : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Secanggang.

  2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Binjai.

  3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wampu.

  4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

B. Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah

1. Pengertian, Asas, Tujuan, Manfaat dan Objek Pendaftaran Tanah

  Menurut A.P. Parlindungan, pendaftaran Tanah berasal dari kata Cadastre, yaitu suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan (atau lain-lain atas hak) terhadap suatu bidang tanah. Dalam arti yang tegas, Cadastre adalah record pada lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian, Cadastre merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari tersebut dan juga sebagai Continuous recording (rekaman berkesinambungan) dari hak atas

  25 tanah.

  Pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus- menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

  Boedi Harsono merumuskan pengertian pendaftaran tanah sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan menyajikan data tertentu mengenai bidang-bidang atau tanah-tanah tertentu yang ada di suatu wilayah tertentu dengan

  26 tujuan tertentu.

  Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan pendaftaran tanah diselenggarakan desa demi desa

  27

  atau daerah yang setingkat dengan itu. Kegiatan pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah secara terus-menerus dalam rangka 25 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, PT. Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 18-19. 26 Hasan Wargakusumah, Hukum Agraria I, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hal. 80 27 Syarifuddin Chandra, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah , Pustaka Bangsa Press, Medan , 2006, hal. 6.

  menginventarisasikan data-data berkenaan dengan hak-hak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah, sedangkan pendaftaran hak atas tanah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh si pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan dilaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak-hak atas tanah tersebut menurut Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah guna mendapatkan sertifikat tanda bukti tanah yang kuat.

  28 Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur mengenai pendaftaran tanah,

  antara lain :

  29

  1. Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960, Pasal 19, Pasal 23, Pasal 32, dan Pasal 38.

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

  3. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

  5. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 28 Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993, hal 15. 29 Aartje Tehupeiory, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia. Raih Asa Sukses, Jakarta, 2012, hal. 13.

  Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan 4 (empat) asas, yakni : a. Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak- pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

  b. Asas aman dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

  c. Asas terjangkau yaitu keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.

  d. Asas mutakhir yang dimaksud yaitu adanya kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata dilapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat, untuk itulah diberlakukan

  30 30 asas terbuka.

  Boedi Harsono, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, CV.Taruna Grafica, 2006, hal.557.

  31 Tujuan-tujuan dari dilakukannya pendaftaran tanah adalah :

  1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Jaminan kepastian hukum sebagai tujuan pendaftaran tanah,

  32

  meliputi: a) Kepastian status hak yang didaftar.

  Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti status Hak yang didaftar, misalnya Hak Milik, Hak Pakai, dan lain sebagainya. Kepastian mengenai status hak dari tanah yang bersangkutan sangat diperlukan, karena terdapat bermacam-macam jenis hak atas tanah yang berlaku di Indonesia, dimana masing-masing jenis hak atas tanah mempunyai wewenang dan meletakkan kewajiban-kewajiban berbeda- beda yang harus dipatuhi oleh pemegang hak atas tanah, dimana tentunya perbedaan jenis status hak atas tanah tersebut akan berpengaruh pula terhadap harga jual atas tanah tersebut.

  b) Kepastian subjek hak.

  31 32 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Aartje Tehupeiory, Op.cit., hal 10.

  Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti pemegang haknya, apakah perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama, atau badan hukum.

  c) Kepastian objek hak.

  Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti letak tanah, batas-batas tanah, dan ukuran (luas) tanah yang bersangkutan. Hal ini diperlukan guna menghindari sengketa atas tanah di kemudian hari, baik dengan pihak lain maupun pihak-pihak yang mempunyai tanah yang

  33 saling berbatasan.

  2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

  3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

  Untuk mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan, dilakukan dengan menyelenggarakan pendaftaran tanah yang bersifat Rechts Cadastre.

  Berkaitan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam

  Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997, A.P. Parlindungan mengatakan bahwa : (a) Dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum: (b) di zaman informasi ini maka kantor Pertanahan sebagai kantor di garis depan haruslah 33 memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang

  Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona Sebagai Pelaksanaan Mekanisme Fungsi Agraria, Jakarta, Balai Aksara Yudhistira, 1985, hal. 21. tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan Negara dan juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan di mana terlibat tanah, yaitu data fisik dan yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut bersifat terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan atas sebidang tanah/bangunan yang ada; (c) sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar.

34 Pendaftaran tanah yang dilakukan akan memudahkan bagi pihak ketiga untuk

  melihat hak-hak apa serta beban-beban apa saja yang ada atau melekat pada bidang tanah tersebut. Dengan demikian, terpenuhilah syarat tentang pengumuman (openbaarheid), yang dapat dipertahankan oleh siapapun juga dan dapat dialihkan dan lain-lain, yang merupakan salah satu asas yang melekat kepada hak-hak yang bersifat kebendaan.

35 Indonesia menganut sistem publisitas negatif yang mengandung unsur positif

  dalam sistem pendaftaran tanahnya, artinya negara hanya memberikan jaminan atas bukti hak kepemilikan atas tanah kepada seseorang dan bukti hak kepemilikan atas tanah ini bukan merupakan satu-satunya sebagai alat bukti kepemilikan hak atas tanah, tetapi hanya sebagai alat bukti yang kuat. Dengan kata lain, artinya negara tidak menjamin bahwa orang yang terdaftar sebagai pemegang hak atas tanah tersebut benar-benar orang yang berhak, karena menurut sistem ini sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan berpindahnya hak atas tanah kepada pembeli, bukan pendaftarannya.

36 Oleh karena itu sewaktu-waktu dapat digugat oleh orang

  34 Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 165 35 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal.6 36 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

  Agraria, Isi dan Pelaksanaannya Jilid I , Djambatan, Jakarta, 1999, hal. 81 yang merasa lebih berhak atas tanah tersebut. Pihak yang memperoleh tanah dari orang yang sudah terdaftar juga tidak dijamin, walaupun memperoleh tanah itu dengan itikad baik.

  Sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif ini berlaku asas yang dikenal sebagai asas nemo plus juris, yaitu walaupun telah melakukan pendaftaran hak atas tanah, penerima hak atas tanah kemungkinan masih menghadapi gugatan dari orang yang dapat membuktikan bahwa ia adalah pemegang hak atas tanah yang sebenarnya.

  Kepastian hukum merupakan isu penting seorang pemilik tanah mendaftarkan tanahnya, hakikat kepastian hukum yang sebenarnya terletak pada kekuatan sertifikat kepemilikan hak atas tanah sebagai bukti kepemilikan termasuk di pengadilan, namun kepastian hukum dengan sistem negatif pada hakikatnya merupakan kepastian hukum yang relatif, artinya bahwa oleh peraturan perundang-undangan dijamin kepastian

  37 hukum atas tanah selama tidak dibuktikan sebaliknya.

  Pendaftaran tanah warisan yang dilakukan memang memerlukan biaya dan waktu dalam pelaksanaannya, namun terdapat banyak manfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan mengenai tanah warisan tersebut. Pihak-pihak yang memperoleh

  38

  manfaat dengan diselenggarakan pendaftaran tanah adalah:

  1. Manfaat bagi pemegang hak: a. Menjadi alat bukti kepemilikan atas tanah.

  b. Memberikan rasa aman. 37 c. Dapat mengetahui dengan jelas data fisik dan data yuridis tanahnya.

  S. Candra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah (Persyaratan Permohonan Di Kantor ), Grasindo, Jakarta, 2005, hal.122.

  Pertanahan 38 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2010, hal. 21

  d. Memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak.

  e. Harga tanah menjadi lebih tinggi.

  f. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

  g. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak mudah keliru.

  2. Manfaat bagi Pemerintah: a. Akan terwujud tertib administrasi pertanahan.

  b. Dapat memperlancar kegiatan Pemerintahan yang berkaitan dengan tanah dalam kegiatan pembangunan.

  c. Dapat mengurangi sengketa di bidang pertanahan, misalnya sengketa batas-batas tanah, dan lain-lain.

  3. Manfaat bagi calon pembeli atau kreditor: Dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang jelas mengenai data fisik dan data yuridis tanah yang akan menjadi objek perbuatan hukum mengenai tanah. Menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

  Pendaftaran Tanah, objek pendaftaran tanah meliputi:

  a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai; b. Tanah hak pengelolaan;

  c. Tanah wakaf;

  d. Hak milik atas satuan rumah susun;

  e. Hak tanggungan; f. Tanah Negara.

  Dalam prakteknya, bukan rahasia lagi bahwa banyak masyarakat yang mengalami kesulitan untuk mendaftarkan tanahnya. Dilihat dari aspek administrasi, pelayanan kantor pertanahan juga belum mampu memberikan kinerja yang diharapkan yaitu pelayanan yang sederhana, aman, terjangkau, dan transparan.

  Sebagian pelayan administrasi pertanahan yang diinginkan oleh masyarakat tidak sesuai dengan yang diberikan oleh pegawai kantor pertanahan.

  39 Pendaftaran hak atas tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24

  Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dilaksanakan melalui dua cara, yaitu :

  a. Secara Sistematik, yaitu pendaftaran hak atas tanah yang dilakukan atas semua bidang tanah (massal) yang meliputi wilayah satu desa/kelurahan atau sebagiannya yang pelaksanaannya atas prakarsa Pemerintah;

  b. Secara Sporadik, yaitu pendaftaran mengenai bidang tanah tertentu atas permintaan pemegang atau penerima hak yang bersangkutan secara individual atau massal, dengan cara mengajukan permohonan hak ke Kantor Pertanahan setempat.

2. Aspek Administrasi Pertanahan Dalam Pendaftaran Tanah

  Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) UUPA, terdapat tugas-tugas pendaftaran tanah yang merupakan administratif dan tugas teknis. Tugas administratif menyangkut 39 Adrian Sutedi, Tinjauan Hukum Pertanahan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hal. 1. pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah, pendaftaran peralihan dan pemberian surat tanda bukti hak. Sedangkan tugas teknis terdiri dari pengukuran dan pemetaan.

  Proses administrasi kegiatan pendaftaran tanah tersebut, secara konkrit ditandai dengan adanya daftar-daftar isian yang diberikan kode-kode tertentu untuk mencatat setiap kegiatan dari pendaftaran tanah tersebut. Daftar isian tersebut adalah daftar yang disediakan di Kantor Pertanahan dalam rangka kegiatan penata-usahaan pendaftaran tanah, yang daftarnya disediakan dalam buku tersendiri.

  Kegiatan yang bersifat administratif setelah penerbitan sertifikat tanah yang dilakukan karena terjadinya perubahan yuridis (subyek hak, jenis hak dan jangka

  40

  waktu hak atas tanahnya), terdiri dari :

  a. Peralihan Hak Atas Tanah; Terdiri dari peralihan hak atas tanah yang terjadi karena jual-beli, tukar- menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, pewarisan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya.

  b. Pemindahan Hak Atas Tanah; Pemindahan ini dapat disebabkan karena pewarisan, terjadi pelelangan, penggabungan dan peleburan Perseroan atau Koperasi.

  c. Perpanjangan jangka waktu Hak Atas Tanah;

40 Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah , Edisi Revisi, Cetakan Kedua, CV. Mandar Maju, Bandung, 2010, hal. 211.

  Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah ini masuk dalam kategori pendaftaran karena perubahan data yuridis, karena terjadinya perubahan jangka waktu berlakunya hak tersebut yang dicantumkan dalam sertifikat tanah yang bersangkutan, sungguhpun tidak terjadi perubahan subyek dan obyeknya.

  d. Pembaharuan Hak Atas Tanah; Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 junto Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 ditegaskan bahwa maksud dari pembaharuan hak adalah pemberian hak atas tanah yang sama kepada pemegang hak yang sama yang dapat diajukan setelah jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan berakhir.

  e. Perubahan Hak Atas Tanah (Peningkatan atau penurunan Hak atas tanah); Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 junto Pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan perubahan hak atas tanah adalah penetapan Pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan suatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah Negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya. Perubahan hak ini terdiri dari penurunan dan peningkatan hak. f. Pembatalan Hak Atas Tanah; Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 junto Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan Keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

  g. Pencabutan Hak Atas Tanah; Pencabutan hak atas tanah dapat dikategorikan sebagai pengasingan hak atas tanah karena antara subyek atau pemegang hak atas tanah akan dipisahkan/diasingkan dengan obyek tanahnya untuk selama-lamanya, tanpa ada kemungkinan untuk diambil alih melalui perbuatan hukum apapun.

  Pencabutan hak atas tanah ini didasarkan pada Pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria, yakni untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara, serta kepentingan bersama rakyat.

  h. Pembebanan Hak Atas Tanah; i. Perubahan data karena Putusan dan Penetapan Pengadilan; j. Perubahan data karena perubahan nama;

  Perubahan nama pemegang hak dapat juga mengakibatkan perubahan data pendaftaran tanah dan unutk kepentingan pemeliharaan data agar mutakhir, maka penting untuk dilakukan tindakan administratif dengan mencatat perubahan nama tersebut melalui pencoretan nama lama dan pencatatan nama baru. k. Hapusnya Hak Atas Tanah;

  Hapusnya Hak atas Tanah ini menurut Ketentuan Undang-undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain, karena pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum, penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya, karena ditelantarkan, karena meloanggar prinsip nasionalitas (haknya jatuh kepada warga negara asing), tanahnya musnah, jangka waktunya berakhir, dan dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi, termasuk karena Putusan Pengadilan. l. Penggantian Sertifikat.

  Berdasarkan Ketentuan Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, diatur bahwa atas permohonan pemegang hak diterbitkan sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat yang rusak, hilang, masih menggunakan blanko sertifikat yang tidak digunakan lagi, atau yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi.

C. Tinjauan Tentang Peralihan Harta Waris Tanah

1. Pengertian Peralihan Harta Waris Tanah;

  Peralihan hak atas tanah dibagi menjadi 2 (dua) bentuk, yakni :

  1. Beralih

  Berpindahnya hak atas tanah dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya meninggal dunia atau melalui pewarisan. Boedi Harsono menyatakan bahwa pengertian beralih menunjuk pada berpindahnya Hak Milik kepada pihak lain karena pemiliknya meninggal dunia.

  2. Dialihkan/Pemindahan Hak Berpindahnya hak atas tanah dari pemegang (subjek) haknya kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Perbuatan hukum tersebut dapat berupa jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam modal perusahaan, pemberian dengan wasiat, lelang. Istilah pewarisan disebutkan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertanahan, yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 1960, Undang- undang Nomor 16 tahun 1985, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Namun demikian, di dalam peraturan perundang-undangan tersebut tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan pewarisan.

  Menurut A. Pitlo, hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur yaitu : akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri,

  41

  maupun dengan pihak ketiga.” Perolehan Hak Milik atas tanah dapat juga terjadi karena pewarisan dari pemilik kepada ahli waris sesuai dengan Pasal 26 Undang-undang Pokok Agraria.

  Pewarisan dapat terjadi karena ketentuan Undang-undang ataupun wasiat dari orang

  42 yang mewasiatkan.

  Penyelesaian dan pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris.

  Hukum waris itu dapat dikatakan sebagai himpunan dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang

  43.

  yang meninggal dunia oleh ahli waris atau badan hukum lainnya Agar terjadinya

  44

  suatu peristiwa pewarisan, harus dipenuhi beberapa syarat yakni: 1. Harus ada orang yang meninggal dunia untuk menjadi pewaris.

  Pengertian meninggal dunia, pertama-tama tentulah apa yang dinamakan kematian alami (natuurlijke dood).

  2. Harus ada orang yang mewaris (ahli waris) Ahli waris itu harus sudah ada pada saat kematian pewaris (Pasal 836 41 KUHPerdata) dengan mengindahkan ketentuan Pasal 2 KUHPerdata bahwa 42 Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 7. 43 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 101.

  M.Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Kewarisan Islam dan Kewarisan Menurut Hukum Perdata (BW), Jakarta, 1993, hal. 3 44 M.U. Sembiring, Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata , Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1989, hal.

  32-33. anak yang masih dalam kandungan juga dianggap sudah lahir. Anak yang masih dalam kandungan sudah berhak mewaris, asal saja tidak ternyata di kemudian hari bahwa anak itu lahir dalam keadaan mati. Dalam rangka syarat-syarat pewarisan ini perlu diperhatikan Pasal 831 KUHPerdata yang menentukan bahwa jika beberapa orang di mana yang seorang adalah (calon) ahli waris dari yang lainnya, meninggal dunia karena kecelakaan yang sama atau pada hari yang sama tanpa dapat diketahui siapakah di antara mereka yang terlebih dahulu meninggal dunia, maka mereka dianggap meninggal dunia pada saat yang sama dan karena itu tidak terjadi pewarisan dari yang seseorang kepada yang lainnya itu.

  3. Orang yang seharusnya mewaris itu bukanlah orang yang tidak pantas untuk mewaris (onwaardig om te erven).

  Adapun unsur-unsur yang dapat menyebabkan adanya warisan menurut

45 Muhammad Abdulkadir adalah : a. Adanya pewaris.

  Pewaris atau peninggal warisan adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup. Istilah pewaris dipakai untuk menunjukkan orang yang meneruskan harta peninggalan ketika 45 hidupnya kepada waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan harta

  Muhammad Abdulkadir, Hukum Waris, Cipta Aditia Bakti, Bandung, 1990, hal. 270-276 peninggalan yang diteruskan atau dibagikan kepada waris. Tegasnya pewaris adalah yang memiliki harta peninggalan atau harta warisan.

  Menurut Pasal 830 KUHPerdata dikatakan bahwa : “ Pewaris hanya terjadi atau berlangsung dengan adanya kematian. Kematian seseorang dalam hal ini orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan merupakan unsur yang mutlak untuk adanya pewarisan, karena dengan adanya kematian seseorang maka pada saat itu pula mulailah harta warisan itu dapat dibuka atau dibagikan. Dan pada saat itu pula para ahli waris sudah dapat menentukan haknya untuk diadakan pembagian warisan, karena dengan meninggalnya perwaris maka seluruh aktiva atau seluruh harta kekayaanya maupun seluruh pasiva atau seluruh hutang-hutangnya secara otomatis akan jatuh/beralih kepada ahli waris yang ada.”

  Kematian yang dimaksud dalam pasal 830 KUHPerdata ini masih bisa diartikan dalam pengertian yang sangat luas, karena kematian itu sendiri dibedakan menjadi 2 (dua) bagian,yaitu :

  a) Kematian yang didasarkan pada kenyataan pengertian kematian ini dalam bahasa sehari-hari diartikan bahwa pada saat seseorang menghembuskan nafasnya yang penghabisan maupun dengan berhenti detaknya jantung seseorang, maka saat itulah yang dinamakan kematian berdasarkan kenyataan.

  b) Kematian yang didasarkan atas adanya dugaan hukum.

  Pengertian kematian itu didasarkan dengan ketidakhadiran seseorang pada keadaan tertentu dan waktu tertentu pula. Hal ini seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 460 KUHPerdata. Untuk menentukan bahwa seseorang telah meninggal dunia berdasarkan dugaan hukum, maka jalan yang harus ditempuh yaitu pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal ini para ahli waris dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri agar Pengadilan Negeri menetapkan bahwa menurut dugaan hukum orang tersebut meninggal dunia.

  b. Adanya harta warisan.

  Harta warisan adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan dari aktiva dan passiva. Menurut ketentuan undang-undang, hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum meninggalkan harta kekayaanlah yang dapat diwarisi oleh para ahli waris, tetapi ketentuan ini masih memiliki pengecualian- pengecualian. Ada juga beberapa hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terletak dalam hukum kebendaan atau dalam hukum perjanjian sekalipun mempunyai nilai sebagai harta kekayaan tidak ikut beralih kepada para ahli waris. Hak-hak itu sebagai berikut : a) Hak menarik hasil.

  Adalah hak yang diberikan seseorang kepada orang lain untuk menarik hasil dari benda atau barang si pemberi hak tersebut.

  b) Dalam perjanjian perburuhan untuk melakukan suatu pekerjaan dengan tenaga sendiri.

  Berdasarkan uraian di atas harta atau barang warisan yang dapat diwarisi oleh ahli waris hanyalah harta atau barang yang benar-benar menjadi milik si pewaris. Barang-barang yang bukan milik si pewaris misalnya barang-barang jaminan yang ada padanya tidak bisa diwaris oleh ahli waris.

  c. Adanya ahli waris.

  Ahli waris adalah setiap orang yang berhak atas harta peninggalan pewaris dan berkewajiban menyelesaikan hutang-hutangnya. Hak dan kewajiban tersebut timbul setelah pewaris meninggal dunia. Hak waris ini didasarkan pada hubungan perkawinan, hubungan darah dan surat wasiat yang diatur dalam undang-undang. Kedudukan ahli waris adalah sangat penting karena untuk meneruskan pengurusan harta kekayaan dari si pewaris.

  46 Hukum waris mengenal 2 (dua) jenis ahli waris, yaitu:

  a. Ahli waris menurut undang-undang, disebut juga ahli waris tanpa wasiat atau ahli waris ab intestato. Yang termasuk dalam golongan ini ialah : 1) Suami atau isteri (duda/janda) dari si pewaris (si mati). 2) Keluarga-sedarah yang sah (wettige bloedverwanten) dari si pewaris. 3) Keluarga-sedarah alami (natuurlijke bloedverwanten) dari si pewaris.

46 Ibid , hal. 1-2

  b. Ahli waris menurut surat wasiat (ahli waris testamentair), yang termasuk dalam golongan ini adalah semua orang yang oleh pewaris diangkat dengan surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya. Hukum waris berlaku juga suatu asas, bahwa apabila seseorang meninggal,

  47 maka seketika itu juga hak dan kewajibannya beralih pada para ahliwarisnya.

  Menurut Pasal 21 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok- pokok Agraria, yaitu Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta harta karena perkawinan, demikian pula Warganegara Indonesia yang mempunyai hak dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan Kewarganegaraannya, wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau dan hak milik atas tanah tersebut tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

  Menurut Pasal 42 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, 47 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Bandung, 1982, hal. 96 sertipikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.

  Menurut Pasal 61 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya pendaftaran. Pewarisan yang dimaksud adalah pewarisan hak atas tanah. Secara yuridis, yang diwariskan adalah hak atas tanah, bukan tanahnya.

2. Tujuan Dilakukan Pendaftaran Peralihan Tanah Warisan

  Dilakukannya pendaftaran peralihan hak atas tanah yang diperoleh melalui warisan, maka hal tersebut sejalan dengan tujuan dari dilakukannya pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu : a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

  Untuk mewujudkan terselenggaranya tertib administrasi pertanahan, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar ke Kantor Badan Pertanahan setempat.

3. Tata Cara dan Syarat Peralihan Harta Waris.

  Proses peralihan hak milik atas tanah yang diperoleh melalui warisan dapat terjadi dengan cara : a. Dengan adanya Surat Wasiat

  Dengan dibuatnya Surat Wasiat oleh pewaris, maka secara langsung si pewaris melakukan suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar hak atas tanah yang dimilikinya tersebut akan beralih kepada orang / ahli waris yang ditunjuknya atau yang diinginkannya untuk menerima warisan tersebut jika seandainya si pewaris meninggal dunia.

  b. Tanpa adanya Surat Wasiat Dengan tidak adanya Surat Wasiat yang dibuat oleh si pewaris, maka jika si pewaris meninggal dunia, peralihan hak atas tanah dari pewaris ke ahli waris dapat terjadi bukan karena suatu perbuatan hukum, melainkan suatu peristiwa hukum atau akibat hukum dari meninggalnya si pewaris hak atas tanah tersebut.

  Sebelum melakukan pendaftaran tanah warisan, ada 2 (dua) syarat yang harus dipenuhi agar pewarisan hak atas tanah untuk kepentingan pendaftaran peralihan haknya itu sah, yaitu :

  1. Syarat Materiil Ahli waris harus memenuhi syarat sebagai pemegang (subjek) hak dari hak atas tanah yang menjadi objek pewarisan tersebut, yakni merupakan perseorangan Warganegara Indonesia. Jika ahli waris tersebut adalah Warganegara Asing, maka dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, ahli waris wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat Materiil tersebut. Namun, jika dalam jangka waktu tersebut tidak dilepaskan atau dialihkan, maka hak atas tanah tersebut akan menjadi hapus dan tanahnya kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

  2. Syarat Formal Dalam rangka pendaftaran peralihan hak, maka pewarisan hak atas tanah harus dibuktikan dengan Surat Keterangan Kematian pewaris dan Surat Keterangan sebagai ahli waris. Namun, terdapat beberapa pengecualian yang

  48

  harus dipenuhi, yaitu :

  a. Apabila ahli waris terdiri dari lebih dari 1 (satu) orang dan belum adanya 48 pembagian warisan, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan

  Florianus SP Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Visimedia, Jakarta, 2008, Hal. 63 kepada para ahli waris sebagai pemilikan bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat dilakukan sesuai ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997.

  b. Apabila ahli waris terdiri dari lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu pendaftaran peralihan haknya disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah jatuh kepada 1 (satu) orang penerima warisan. Maka pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan akta pembagian waris tersebut.

  Prosedur pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan ke Kantor Badan Pertanahan adalah sebagai berikut : 1. Permohonan Pendaftaran Peralihan Hak.

  Permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah diajukan oleh ahli waris atau kuasanya kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten/Kota

  49

  dengan melampirkan : a. Sertifikat hak atas tanah atas nama pewaris.

  b. Surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam sertifikat yang bersangkutan dari Kepala Desa / Kelurahan tempat tinggal pewaris

49 Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis, Op.cit., hal. 515.

  waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau instansi yang berwenang.

  c. Bukti identitas para ahli waris.

  d. Surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa : 1) Wasiat dari pewaris 2) Putusan Pengadilan 3) Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan.

  4) Dan berdasarkan Surat Edaran Direktorat Pendaftaran Tanah tanggal

  20 Desember 1969 Nomor DPT/12/63/69, maka :

  a) Bagi Warganegara Indonesia penduduk asli, surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia; b) Bagi Warganegara Indonesia Keturunan Tionghoa, dibuat akta keterangan hak mewaris dari Notaris; c) Bagi Warganegara Indonesia Keturunan Timur Asing lainnya, seperti Keturunan India, surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan.

  2. Pencatatan Peralihan Hak.

  Persyaratan dalam permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan yang telah dipenuhi oleh ahli waris sebagai pemohon atau kuasanya, maka Kantor Badan Pertanahan akan melakukan pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertifikat dan daftar lainnya.

  Peraturan Menteri Negara Agraria (PMA) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentua Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, mengatur tentang Pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertipikat dan daftar lainnya dilakukan sebagai berikut: a. Nama pemegang hak lama di dalam buku tanah dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk;

  b. Nama atau nama-nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dan kolom yang ada dalam buku tanahnya dengan dibubuhi tanggal pencatatan, dan besarnya bagian setiap pemegang hak dalam hal penerima hak beberapa orang dan besarnya bagian ditentukan, dan kemudian ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan cap dinas Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota; c. Yang tersebut pada huruf (a) dan (b) juga dilakukan pada sertipikat hak yang bersangkutan dan daftar-daftar umum lain yang memuat nama pemegang hak lama;

  d. Nomor hak dan identitas lain dari tanah yang dialihkan dicoret dari Daftar Nama pemegang hak lama dan nomor hak dan identitas tersebut dituliskan pada Daftar Nama penerima hak.

  3. Penyerahan Sertifikat Hak.

  Sertifikat hak atas tanah yang telah diubah nama pemegang haknya dari atas nama pewaris menjadi atas nama ahli waris oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, kemudian diserahkan kepada ahli waris sebagai pemohon.

  Apabila yang didaftarkan berupa tanah yang belum bersertifikat, maka selain syarat-syarat yang tercantum dalam angka 1 (satu) diatas, maka pemohon juga wajib

  50

  untuk menyerahkan dokumen-dokumen :

  a. Surat bukti hak lama atau surat keterangan Kepala Desa/Lurah yang menyatakan yang bersangkutan telah menguasai tanah tersebut selama 20 (duapuluh) tahun berturut-turut (termasuk pendahulunya) dengan syarat penguasaan itu dengan itikad baik, terbuka, diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya dan selama penguasaannya/pengumuman datanya tidak dipermasalahkan masyarakat setempat atau pihak lainnya.

  b. Surat Keterangan dari Kantor Pertanahan yang menyatakan tanah tersebut belum bersertifikat atau Surat Keterangan dari pemegang hak kalau tanah tersebut letaknya jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan. Dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat, maka :

  1. Jika hak atas tanah yang dihibahkan sudah ditentukan bagian tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan atas permohonan penerima hibah 50 dengan melampirkan:

  Tampil Anshari Siregar, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Cetakan Pertama, Multi Grafik, Medan, 2007, hal 142.

  1) Sertifikat hak atas tanah atas nama pewaris, atau apabila hak atas tanah yang dihibahkan belum terdaftar, bukti pemilikan tanah atas nama pemberi hibah dapat berupa petuk pajak bumi, pajak hasil bumi, atau kutipan letter c.

  2) Surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Kelurahan tempat tinggal pemberi hibah wasiat tersebut waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau instansi lain yang berwenang. 3)

  a) Putusan Pengadilan atau Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan mengenai pembagian harta waris yang memuat penunjukkan hak atas tanah yang bersangkutan sebagaimana telah dihibahwasiatkan kepada pemohon.

  b) Akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada Pelaksana Hibah Wasiat tersebut.

  c) Akta pembagian wasiat yang memuat penunjukan hak atas tanah yang bersangkutan sebagai telah dihibah-wasiatkan kepada pemohon.

  4) Surat Kuasa tertulis dari penerima hibah apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hibah.

  5) Bukti identitas penerima hibah. 6) Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam hal bea tersebut terutang.

  7) Bukti pelunasan pembayawan Pajak Penghasilan (PPh), dalam hal pajak tersebut terutang.

  2. Jika hak atas tanah yang dihibahkan belum ditentukan bagiannya, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris dan penerimaan hibah wasiat sebagai harta bersama.

4. Akibat – akibat Hukum Terjadinya Peralihan Harta Waris Tanah.

  Akibat-akibat hukum terjadinya peralihan harta waris tanah apabila persyaratan permohonan peralihan hak atas tanah karena warisan dipenuhi, maka Kantor Badan Pertanahan akan melakukan pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertifikat dan daftar lainnya, yaitu sebagai berikut : a. Nama pemegang hak lama di dalam buku tanah dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk; b. Nama atau nama-nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dan kolom yang ada dalam buku tanahnya dengan dibubuhi tanggal pencatatan, dan besarnya bagian setiap pemegang hak dalam hal penerima hak beberapa orang dan besarnya bagian yang ditentukan dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk dan cap dinas Kantor Pertanahan;

  c. Perubahan nama pemegang hak juga dilakukan pada sertifikat hak yang bersangkutan dan daftar-daftar umum lain yang memuat nama pemegang hak yang lama; d. Nomor hak dan identitas dari tanah yang dialihkan dicoret dari daftar nama pemegang hak lama dan nomor hak dan identitas tersebut dituliskan pada daftar nama penerima hak.

  e. Adanya suatu jaminan kepastian hukum sebagai alat bukti kepemilikan yang kuat atas tanah terhadap ahli waris atau pemilik baru atas tanah tersebut.

  

5. Faktor Penghambat yang Timbul Dalam Melakukan Pendaftaran Tanah

Warisan di Kota Stabat

  Hasil wawancara di lapangan menemukan faktor-faktor penghambat yang menyebabkan mayoritas masyarakat Kota Stabat tidak mendaftarkan tanah warisannya, yakni :

  1. Banyak yang tidak mengetahui bahwa tanah tersebut harus didaftarkan lagi dan juga tidak mengetahui manfaat pendaftaran tanah.

  2. Belum adanya kata sepakat diantara para ahli waris dalam porsi pembagian tanah warisan tersebut.

  3. Masih adanya sengketa terhadap tanah warisan tersebut dengan pihak ketiga.

  4. Adanya presepsi di masyarakat bahwa proses pendaftaran peralihan tanah warisan itu rumit dan berbelit-belit, sehingga timbul rasa malas dan tidak perduli akan pendaftaran tanah.

  5. Adanya presepsi di masyarakat bahwa proses pendaftaran peralihan tanah warisan itu akan memakai biaya yang besar.

  6. Banyak yang merasa takut jika didaftarkan, mungkin Pajak Bumi dan Bangunan atau pajak-pajak lainnya akan semakin mahal.

  7. Masih adanya Janda dari pewaris tersebut, sehingga ahli warisnya enggan untuk membagi dan mendaftarkan tanah warisan tersebut meskipun pewaris telah meninggal dan dipenuhinya syarat-syarat dari waris, disebabkan oleh pengaruh hukum Adat masyarakat tersebut.

  8. Masalah ekonomi, mereka beranggapan bahwa mendaftarkan kembali tanah warisan tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok, dan masih banyak keperluan lainnya, lagipula tanah tersebut tidak akan jatuh ke tangan orang lain, karena sertifikatnya tetap atas nama Ayahnya / Ibunya (Almarhum).

  9. Tidak adanya sanksi yang tegas apabila mereka terlambat melakukan pendaftaran tanah warisan tersebut, ataupun apabila mereka sama sekali tidak melakukan pendaftaran tanah warisan tersebut.

  10. Masyarakat enggan membayar BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dan kewajiban-kewajiban lainnya sehubungan dengan pendaftaran tanah warisan, karena dianggap terlalu mahal.

  11. Tidak adanya sanksi tegas yang diberikan oleh Pemerintah dalam hal ini pihak Badan Pertanahan Nasional apabila para ahli waris tidak mendaftarkan peralihan hak atas tanah karena pewarisan.

  Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ada mengatur mengenai pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan, namun apa yang tercantum dalam pasal tersebut tidak bersifat memaksa, hanya bersifat mengatur saja. Oleh sebab itu, banyak terjadi di dalam masyarakat dari dulu hingga sekarang, bahwa masih banyaknya pemilik tanah warisan atau ahli waris yang tidak mendaftarkan tanah warisan yang diperolehnya meskipun peralihan tersebut sudah terjadi lebih dari 10 (sepuluh) tahun yang lalu.

  Salah satu faktor yang membuat para ahli waris tidak takut untuk tidak mendaftarkan peralihan hak atas tanah karena pewarisan ini karena bagi mereka adalah karena kepastian hak atas tanah masih tetap sama. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh masyarakat Kota Stabat mengenai faktor-faktor yang membuat mereka masih enggan melakukan pendaftaran tanah warisan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis, bahwa hal ini dikarenakan oleh belum terwujudnya kepastian hukum pendaftaran tanah.

Dokumen yang terkait

Meningkatnya Kesadaran Hukum Masyarakat Melakukan Pendaftaran Tanahwarisan : Studi Pada Kantor Pertanahan Kota Stabat

0 48 118

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Asas Mutakhir Pada Tanah Yang Telah Bersertipikat (Studi Pada Kantor Pertanahan Kota Medan)

1 47 127

Pelaksanaan Pendaftaran Pemindahan Hak Atas Tanah Pada Kantor Pertahanan Berdasarkan Risalah Lelang (Penelitian / Studi Kasus Pada Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru)

0 26 156

Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Mempengaruhi Upaya Peningkatan Pendaftaran Tanah Di Kota Gunung Sitoli

0 58 79

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN) - Hubungan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Badan Pertanahan Nasional Kota Medan

0 0 16

BAB II PERANAN DAN UPAYA PEMERINTAH (BPN) A. Pendaftaran Tanah dalam Pandangan Yuridis - Kesadaran Hukum Masyarakat Nias Dalam Rangka Pendaftaran Tanah (Studi Kasus Di Kabupaten Nias)

0 1 23

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN KOTA MEDAN A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Kota Medan - Optimalisasi Penerimaan Pajak Hotel Pada Kantor Dinas Pendapatan Kota Medan

0 1 16

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN) - Peranan Kompetensi Sumber Daya Manusia Di Badan Pertanahan Nasional Kota Medan

0 0 18

BAB II PELAKASANAAN PENDAFTARAN TANAH GUNA TERWUJUDNYA CATUR TERTIB PERTANAHAN DI TEBING TINGGI A. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah 1. Pengertian Pendaftaran Tanah - Tinjauan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Terhadap Terwujudnya Catur Tertib Pertanahan Di Kota

1 1 54

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Terhadap Terwujudnya Catur Tertib Pertanahan Di Kota Tebing Tinggi

0 2 19