STABILITAS LERENG BERDASARKAN HUJAN 3 HARIAN MAKSIMUM BULANAN (KASUS DI DUSUN PAGAH DESA HARGANTORO KECAMATAN TIRTOMOYO KABUPATEN WONOGIRI)

  

STABILITAS LERENG BERDASARKAN HUJAN 3 HARIAN MAKSIMUM

BULANAN (KASUS DI DUSUN PAGAH DESA HARGANTORO

KECAMATAN TIRTOMOYO KABUPATEN WONOGIRI)

1) 2) 3)

  

Niken Silmi Surjandari , Yusep Muslih P , M Toni Agus Purnomo

3) 1) 2)

Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret,

, Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret.

  

Jln. Ir. Sutami 36 A, Surakarta 57126; Telp. 0271-634524, e-mail: [email protected]

Abstract

Indonesia as a tropical country has two seasons, dry and rainy season. Global warming that is happened lately causing uncertain season.This leads

to disaster everywhere.Wonogiri particularly in 2007, there were landslides that resulted in fatalities.It was Recorded that seven peoples

died.Landslides and slope stability analysis needs to be conducted considering the number of disasters.

This study aims to determine the effect of rainfall intensity against a slope’s safety factor.The study conducted by collecting secondary data that

consists of soil data in the form of an index soil properties and the soil shear parameters, land use data, topographic map data and rainfall

data.Rainfall data, land use data and topographic data to produce rainfall regions.Then rainfall area that being calculatedwith soil data region

produces saturated soil thickness.Slope stability analysis using statistical software PLAXIS 2D v8.2 generates a safe factor (SF).

The results of slope stability analysis isin the form of safe factor in every slope.Values safe factor (SF) before the rain respectively for the slope of 30

°, 45 ° and 60 ° was 1.62;1.4;and 1.21.In conditions after rain with existing land cover (moor and plantation) average safety factor for each

slope is 1.63;1.29;and 1.03.As for the forest land cover safety factor (SF) for each slope is 1.61;1.25;and 1:02.Critical safety factors resulting

from the relations between safety factor and the average tilt angle is 45.2 ° for existing land cover and 47.5 ° for forest cover.Greater rainfall

intensity and land cover with a smaller CN value resulting in the size of the thickness of the saturated soil, and the greater the load on the

slopes.Along with the increasing amount of load on slopes and greater tilt angle (steep / vertical), slope’s safety factor and stability factor would

also being decreased. Keywords: Slope Stability, maximum 3rd Daily rainfall, Safety Factor (SF), Plaxis Abstrak

Indonesia yang beriklim tropis mempunyai dua musim yaitu kemarau dan musim hujan. Pemanasan global yang terjadi

akhir-akhir ini menyebabkan tidak menentunya musim. Hal ini menyebabkan terjadi bencana dimana-mana. Wonogiri

khususnya pada tahun 2007, terjadi bencana longsor yang mengakibatkan korban jiwa. Tercatat hingga tujuh orang

meninggal dunia. Analisis longsor dan stabilitas lereng perlu diadakan mengingat banyaknya bencana yang terjadi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas hujan terhadap faktor aman lereng di Dusun Pagah,

Hargantoro, Tirtomoyo. Penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data-data sekunder yaitu data tanah berupa indeks

propertis tanah dan parameter geser tanah, data tata guna lahan, data peta topografi dan data hujan. Data hujan, data tata

guna lahan dan data topografi menghasilkan hujan wilayah. Kemudian hujan wilayah diolah dengan data tanah menghasilkan

ketebalan tanah jenuh. Analisis stabilitas lereng menggunakan bantuan software plaxis 2d v8.2 sehingga mendapatkan faktor

aman (SF).

Hasil analisis stabilitas lereng berupa faktor aman disetiap kemiringan lereng. Nilai faktor aman (SF) sebelum terjadi hujan

berturut-turut untuk kemiringan 30°, 45°, dan 60° adalah 1,62 ; 1,4 ; dan 1,21. Pada kondisi setelah hujan dengan tutupan

lahan eksisting (tegalan dan perkebunan) faktor aman rata-rata yang dihasilkan untuk setiap kemiringan 1,63 ; 1,29 ; dan 1,03.

Sedangkan untuk tutupan lahan hutan faktor aman (SF) untuk setiap kemiringan adalah 1,61 ; 1,25 ; dan 1.02. faktor aman

kritis yang dihasilkan dari hubungan antara faktor aman rata-rata dan sudut kemiringan adalah 45,2° untuk tutupan lahan

eksisting dan 47,5° untuk tutupan lahan hutan. Intensitas hujan semakin besar dan tutupan lahan dengan nilai CN semakin

kecil mengakibatkan besarnya ketebalan tanah jenuh, beban pada lereng semakin besar. Seiring dengan besarnya beban pada

lereng sudut kemiringan yang semakin besar (terjal/tegak) berdampak penurunan nilai faktor aman lereng dan stabilitas pun

akan menurun. Kata kunci : Stabilitas Lereng, Hujan 3 Harian Maksimum, Faktor Aman (SF), Plaxis PENDAHULUAN

  Kejadian tanah longsor yang banyak terjadi pada musim penghujan semakin intens terutama pada lereng yang terjal. Curah hujan yang tinggi memungkinkan air yang masuk kedalam tanah (infiltrasi) semakin tinggi sehingga kekuatan lereng berkurang dan mengakibatkan longsoran tanah. Melihat besarnya peran curah hujan terhadap tanah longor, maka penelitian ini sangat penting dilakukan mengingat peristiwa tanah longsor semakin intens terjadi pada musim hujan dan memakan banyak korban jiwa dan materi. Analisis hidrologi, stabilitas lereng dan besarnya curah hujan yang disimulasikan dalam sebuah model stabilitas lereng diharapkan dapat cukup akurat untuk melihat dampak curah hujan pada kejadian longor di dusun Pagah, desa Hargantoro, kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri. Penelitian ini menganalisis kestabilan lereng karena pengaruh hujan bulanan maksimum dengan variasi kemiringan lereng menggunakan analisis metode elemen hingga. Penelitian ini menghasilkan

  hubungan Safety Factor (SF), hujan dan kemiringan lereng dan diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan dalam mitigasi bencana longsor.

  LANDASAN TEORI

  Lereng adalah sebuah permukaan tanah yang terbuka, yang berdiri membentuk sudut tertentu terhadap sumbu horisontal, atau dapat dikatakan lereng adalah permukaan tanah yang memiliki dua elevasi yang berbeda dimana permukaan tanah tersebut membentuk sudut. Longsor adalah pergerakan massa tanah dari bidang dengan elevasi yang tinggi menuju bidang dengan elevasi yang lebih rendah yang dipengaruhi oleh grafitasi, air dan gaya bumi.

  Teori analisis stabilitas lereng

  Analisis stabilitas lereng dalam prakterknya didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas. Adapun maksud analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang permukaan longsoran.

  Untuk menghitung stabilitas lereng maka perlu diketahui nilai Faktor aman. Faktor aman (SF) didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakkan dan disajikan dalam persamaan berikut:

  ............................................................................................................................................................................. (1) τ tahanan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah (kN/m2), τd tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor (kN/m2).

  .................................................................................................................................................................... (2) ............................................................................................................................................................ (3) c kohesi tanah penggerak (kN/m2), σ tegangan normal (kN/m2), φ sudut gesek dalam tanah (derajat), cd kohesi tanah penahan (kN/m2), φd : sudut gesek dalam yang bekerja sepanjang bidang longsor (derajat).

  Analisis mekanika tanah

  Menggunakan data properties tanah dapat diketahui nilai angka pori dengan menggunakan persamaan (4) berikut: .................................................................................................................................................................................... (4)

  Sedangkan nilai n dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: ........................................................................................................................................................................... (5) Tanah-tanah yang tidak mudah mengebang nilai angka pori (e) relatif konstan meskipun terjadi penjenuhan.

  Sehingga pada analisis ini angka pori (e) juga dianggap konstan dan dapat diketahui dengan persamaan (2.5) berikut: ....................................................................................................................................................................... (6)

  Menghitung ketebalan tanah jenuh

  Ketebalan tanah jenuh dihitung berdasarkan volume air yang masuk kedalam tanah. Air dari hasil infiltrasi akan menjadi beban pada lereng yang akan dimodelkan. Persamaan (7) yang digunakan dalam menghitung volume air yang masuk sebagai berikut V w = W w /γ w

  =(γ γ – sat b )/γ w ......................................................................................................................................................................... (7)

  Metode analisis elemen hingga

  Untuk menganalisis stabilitas lereng dapat dilakukan dengan cara manual dan metode elemen hingga dengan bantuan software. Pemilihan dengan menggunakan metode elemen hingga karena selain menghasilkan safety factor (SF) dapat juga dilihat deformasi yang terjadi saat perhitungan. Sofware yang digunakan pada penelitian ini adalah Plaxis 2D V8.2. Pemodelan terhadap perilaku tanah dan batuan dibawah beban umumnya bersifat non linier. Perilaku ini dapat dimodelkan dengan berbagai persamaan, diantaranya Linear elastic model, Mohr Coulomb model,

  

Hardening Soil model, Soft Soil model, dan Soft Soil Creep model . Pada analisis ini digunakan model Mohr-Coulomb

  karena cocok untuk pemodelan lereng. Dalam model Mohr-Coulomb memerlukan 5 buah parameter yang sama dengan parameter perhitungan stabilitas lereng yaitu kohesi ( c ), s udut geser dalam ( φ ), modulus young ( E ref ),

  

poisson’s ratio ( ν ), dilatancy angle ( ψ ). Selain lima parameter tersebut ada juga parameter lanjut yang akan

  menunjang perhitungan dalam model ini yaitu Peningkatan Kekakuan (E increment ) dan Peningkatan Kohesi (c increment )

  METODOLOGI

  Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tanah dan data hidrologi. Data tanah yang dibutuhkan berupa data properties tanah dan parameter geser tanah. Data properties tanah dan parameter geser tanah sebelumnya sudah dilakukan pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah, UNS oleh Janu dkk (2014). Data hidrologi meliputi peta topografi, data curah hujan harian DAS Tirtomoyo, Wonogiri dan peta tata guna lahan. Peta topografi dan data curah hujan harian DAS Tirtomoyo diperoleh dari tiga stasiun hujan yaitu stasiun ngancar, balong dan watugede bersumber dari PSDA Kabupaten Wonogiri. Data curah hujan harian menggunakan data 5 tahun terakhir, yaitu tahun 2007-2011. Peta tata guna lahan diperoleh dari Dinas Kehutanan. Data tanah kemudian dianalisis untuk mencari nilai angka pori dan nilai . Sedangkan data hujan digunakan untuk infiltrasi air hujan yang terjadi pada DAS Tirtomoyo, Wonogiri. Nilai angka pori , , dan dimasukkan kedalam pemodelan lereng sebegai beban. Pemodelan pada lereng untuk penelitian ini menggunakan variasi kemiringan yang dipakai adalah 30°, 45° dan 60° (Gambar 1), karena dianggap sudah mewakili kondisi di lapangan. Pemodelan menggunakan software Plaxis

  Profesional 2D 8.2

  yaitu dengan model Mohr-Coulomb Gambar 1. Variasi kemiringan lereng sudut 30, 45 dan 60

  Perbedaan ketebalan lapisan tanah jenuh akibat hujan yang berbeda pada setiap bulannya akan menunjukkan perilaku stabilitas lereng yang berbeda. Dan kemiringan yang berbeda juga akan memberikan perilaku yang berbeda pula terhadap lereng. Apabila ditabelkan maka variasi analisis stabilitas lereng yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 1 Variasi Analisis Stabilitas Lereng.

  Tabel 1. Variasi analisis stabilitas lereng.

  Bulan Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret Sudut

  30 SF Okto1 SF Nov 1 SF Des 1 SF Jan 1 SF Feb 1 SF Mar 1

  45 SF Okto2 SF Nov2 SF Des2 SF Jan2 SF Feb2 SF Mar2

  60 SF Okto3 SF Nov3 SF Des3 SF Jan3 SF Feb3 SF Mar3

  Hasil analisis berupa data-data hasil pemodelan lereng terhadap hujan 3 harian maksimum bulanan. Hasil yang muncul berupa grafik yang menghubungkan Safety Factor (SF) dengan intensitas hujan maksimum bulanan dan

  Safety Factor

  (SF) dengan sudut kemiringan lereng. Sehingga diketahui intensitas hujan 3 harian maksimum bulanan dan kemiringan lereng yang paling kritis terhadap kelongsoran lereng. Secara garis besar tahapan survei dapat diuraikan dalam diagram alir berikut:

  PEMBAHASAN

  55 S 90,42 90,42 90,42 90,42 90,42 90,42

P (mm) 109,74 130,78 144,87 130,48 144,67 156,51

Q (mm) 16,84 26,80 34,30 26,64 34,19 40,94

F (mm) 51,34 62,42 69,01 62,27 68,92 74,01

  41,91 3,82 52,14 4,75 Maret 44,09 4,02 57,65 5,25 April 41,86 3,82 52,02 4,74 Nopember 47,25 4,31 57,57 5,25 Desember 45,69 4,16 61,83 5,64

  V f (m 3

) h sat (m)

V f (m 3 ) h sat (m) Januari 38,02 3,47 42,89 3,91 Februari

  Bulan Eksisting (perkebunan dan tegalan) Hutan

  Tabel 4.

  ). Berat volume tanah jenuh yang sudah diketahui dapat menghitung kedalaman tanah jenuh akibat infiltrasi air hujan. Analisis ini angka pori dianggap konstan, meskipun terjadi penambahan air namun untuk tanah yang tidak ekspansif angka pori cenderung konstan/ tidak berubah.

  γ sat

  Infiltrasi air hujan yang masuk digunakan untuk menghitung tanah jenuh. Sedangkan analsis mekanika tanah berguna untuk mengetahui berapa berat volume tanah dalam kondisi jenuh (

  F (m 3 ) 42,89 52,14 57,65 52,02 57,57 61,83

  55

  Analisis hidrologi dilakukan terhadap dua tutupan lahan yaitu tutupan lahan eksisting yang ada dan tutupan lahan hutan. Berikut tabel hasil perhitungan infiltrasi terhadap dua tutupan lahan tersebut. Tabel 2. Perhitungan volume infiltrasi bulanan dengan tutupan lahan eksisting

  55

  

55

  55

  55

  

Notasi Januari Februari Maret April November Desember

A (m 2 ) 835,40 835,40 835,40 835,40 835,40 835,40 CN

  Tabel 3. Perhitungan volume infiltrasi bulanan dengan tutupan lahan hutan

  S 207,82 207,82 207,82 207,82 207,82 207,82 P (mm) 109,74 130,78 144,87 130,48 144,67 156,51 Q (mm) 46,14 62,53 74,01 62,29 70,03 83,74 F (mm) 45,52 50,17 52,78 50,11 56,56 54,69 F (m 3

) 38,02 41,91 44,09 41,86 47,25 45,69

  

Notasi Januari Februari Maret April November Desember

A (m 2

) 835,40 835,40 835,40 835,40 835,40 835,40

CN 73,75 73,75 73,75 73,75 73,75 73,75

Ketebalan tanah jenuh akibat infiltrasi air hujan

  Analisis stabilitas lereng sebelum hujan

  Analisis stabilitas lereng menghasilkan besaran Faktor Keamanan (SF) lereng sebelum terjadi hujan atau dalam keadaan normal. Pemodelan lereng diwakilkan dari model lereng yang curam, sedang dan landai yaitu dengan sudut 30°, 45°, dan 60° dengan ketinggian 10 m. Analsis menggunakan metode elemen hingga dengan software Plaxis V8.2. Keruntuhan yang terjadi dianggap keruntuhan circular atau lingkaran menggunakan metode Morgensten

  Price

  . Hasil analisis diperoleh bahwa nalai faktor keamanan berturut-turut untuk kemiringan 30°, 45°, dan 60° adalah 1,66, 1,37 dan 1,21.

  Gambar 3.

  Bidang longsor lereng berurutan dengan kemiringan 30°, 45° dan 60° sampai 1,25 menurut Bowles (1989) menunjukkan bahwa lereng dalam kondisi kritis. Simulasi kemiringan lereng dengan sudut 60° mempunyai nilai 1,21 yang berarti kemiringan tersebut masuk dalam kategori kritis.

  Analisis Stabilitas Lereng Setelah Hujan

  Analisis stabilitas lereng setelah hujan merupakan nilai faktor aman lereng ketika beban lereng bertambah karena infiltrasi air hujan. Infiltrasi air hujan yang meresap ke dalam tanah menyebabkan tanah menjadi jenuh. Kedalaman tanah jenuh berbeda-beda tergantung dari hujan yang terjadi, semakin tinggi hujan yang terjadi infiltrasi juga akan semakin besar dan kedalaman tanah jenuh juga bertambah. Gambar 4. Dan Gambar 5. berikut contoh analisis plaxis v8.2 pada setiap sudut kemiringan setelah hujan.

  Gambar 4. Bidang longsor setelah hujan pada tutupan lahan eksisting dengan sudut kemiringan 30°, 45°, dan 60° Gambar 5. Bidang longsor setelah hujan pada tutupan lahan hutan dengan sudut kemiringan 30°, 45°, dan

  60° Nilai faktor keamanan (SF) setiap bulan basah peda tutupan lahan eksisting dan tutupan lahan hutan bisa dilihat pada tabel 5 Tabel 5. Nilai faktor aman setiap sudut kemiringan dengan dua tutupan lahan

  Kemiringan & Tutupan Lahan Eksisting Kemiringan & Tutupan Lahan Hutan Bulan 30° 45° 60° 30° 45° 60°

  Januari

  1.64

  1.29

  

1.04

  1.62

  1.29

  1.02 Februari

  1.63

  1.28

  

1.03

  1.62

  1.25

  1.00 Maret

  1.63

  1.28

  

1.06

  1.60

  1.25

  1.02 April

  1.63

  1.32

  

1.03

  1.62

  1.25

  1.00 November

  1.63

  1.27

  

1.03

  1.60

  1.25

  1.02 Desember

  1.63

  1.28

  

1.01

  1.58

  1.24

  1.04 Faktor keamanan (SF) setiap kemiringan lereng kemudian dihubungkan dengan bulan basah dan menghasilkan Gambar 6. Hubungan bulan hujan dengan safety factor (SF) tiap kemiringan lereng.

  Gambar 6. Hubungan bulan hujan dengan safety factor (SF) tiap kemiringan lereng Faktor keamanan setelah hujan setiap kemiringan lereng mengalami penurunan baik itu pada tutupan lahan eksisting maupun tutupan lahan hutan. Penurunan faktor aman secara drastis malah terjadi pada tutupan lahan hutan. Hal ini dikarenakan lereng yang seharusnya tidak menerima air malah mendapat resapan yang besar sehingga beban lereng akibat air hujan semakin besar pula. Penurunan ini berarti untuk kasus lereng tidak bisa serta merta melakukan konservasi hutan. Tabel 6. Nilai faktor aman setiap sudut kemiringan dan intensitas hujan

  Kemiringan & Tutupan Lahan Kemiringan & Tutupan Lahan Konservasi Eksisting Bulan

  Intensitas Hujan

  30

  45

  60

  30

  45

  60 Januari

  1.64

  1.29

  1.04

  1.62

  1.29 1.02 109.74 Februari

  1.63

  1.28

  1.03

  1.62

  1.25 1.00 130.78 Maret

  1.63

  1.28

  1.06

  1.60

  1.25 1.02 144.87 April

  1.63

  1.32

  1.03

  1.62

  1.25 1.00 130.48 November

  1.63

  1.27

  1.03

  1.60

  1.25 1.02 144.67 Desember

  1.63

  1.28

  1.01

  1.58

  1.24 1.04 156.51 Rata-rata

  1.63

  1.29

  1.03

  1.61

  1.26

  1.02 Intensitas hujan yang terjadi kemudian diurutkan untuk melihat hubungan nilai intensitas hujan dengan faktor keamanan. Berikut grafik hubungan intensitas hujan dengan faktor keamanan. Gambar 7. Hubungan intensitas hujan dengan safety factor (SF) pada kemiringan 30°, 45° dan 60° Intensitas hujan mempengaruhi penurunan faktor aman dapat dilihat dari Gambar 7. sudut 30° dan 45°. Penurunan faktor aman dikedua sudut kemiringan lereng ini terjadi seiring penambahan intensitas hujan meskipun tidak terlalu drastis. Pada kemiringan 45° ketika tutupan lahan hutan faktor aman sudah melewati batas kritis. Sedangkan pada kemiringan 60° sudah jauh melewati batas kritis. Hubungan sudut kemiringan lereng dengan faktor aman dapat diwakilkan oleh rata-rata faktor aman setiap sudut kemiringan baik itu tutupan lahan eksisiting maupaun tutupan lahan hutan. Gambar 8 menunjukan hubungan sudut kemiringan lereng dengan faktor aman rata-rata setiap sudut.

  SF kritis

  Gambar 8. Hubungan sudut kemiringan lereng dengan Safety Factor (SF) rata-rata pada masing-masing sudut kemiringan Gambar 8 menunjukan semakin besar sudut kemiringan lereng maka semakin kecil faktor aman lereng tersebut. Hal ini membuktikan bahwa sudut kemiringan lereng berpengaruh terhadap penurunan nilaifaktor aman (SF). Faktor aman (SF) kritis trjadi pada sudut 45,2° pada tutupan lahan eksisiting dan 47,5° pada tutupan lahan hutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas lereng dari hasil penelitian ini telah terbukti yaitu intensitas hujan yang semakin tinggi mengakibatkan penurunan fakto aman lereng. Sehingga semakin kecil faktor aman lereng maka semakin kurang stabil pula lereng tersebut. Faktor sudut kemiringan lereng juga berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena semakin besar sudut kemiringan lereng maka semakin kecil pula faktor aman lereng. Hal ini dibuktikan pada sudut 60° lereng sudah jauh melewati batas kritis yang berarti lereng pada sudut 60° keatas sudah mengalami longsor. Penelitian terdahulu juga menunjukan hasil yang sama, namun dengan perbedaan data hujan dan metode analisis menghasilkan nilai faktor keamanan yang berbeda. Berikut Tabel 7 Perbandingan hasil analisis dengan penelitian terdahulu. Tabel 7. Perbandingan hasil analisis dengan penelitian terdahulu

  Nilai SF rata-rata Kondisi No Peneliti Lokasi Data Hujan Analisis Lereng

  30

  45

  60 Desa Pagah,

  2.70

  1.64

  1.23 Sebelum hujan Perangkat Lunak

  1 Widayatno Tirtomoyo,

  2 Harian Setelah hujan SLOPE/W 2,69 1,63 1,23

  Wonogiri Desa Pagah, 2,72 2,19 1,54 Sebelum hujan Metode Bishop

  2 Arrozi Tirtomoyo, bulanan Setelah hujan Disederhanakan 2,19 1,23 0,87

  Wonogiri Desa Pagah, 3,46 2,05 1,59 Sebelum hujan Periode Metode Bishop

  3 Trisatya Tirtomoyo, Setelah hujan Ulang Disederhanakan 3,19 1,89 1,47

  Wonogiri Desa Pagah, 1,66 1,37 1,21 Sebelum hujan Perangkat Lunak

  4 Purnomo Tirtomoyo, 3 harian Setelah hujan Plaxis 2D

  1.63

  1.29

  1.03 Wonogiri

  Keempat penelitian ini menyimpulkan hal yang sama yaitu bahwa beban hujan berpengaruh terhadap penurunan nilai faktor keamanan. Variasi penurunan terpengaruh oleh beban hujan semakin besar beban air hujan yang masuk kedalam tanah (infiltrasi) maka semakin besar penurunan nilai faktor keamananya.

  KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Berdasarkan analisa data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut;

  1. Nilai faktor keamanan sebelum hujan pada kemiringan sudut 30 adalah 1,66 berubah setelah hujan menjadi 1.63 untuk tutupan lahan tegalan dan perkebunan dan 1,61 untuk tutupan lahan hutan.

  2. adalah 1,37 berubah setelah hujan menjadi

  Nilai faktor keamanan sebelum hujan pada kemiringan sudut 45 1.29 untuk tutupan lahan tegalan dan perkebunan dan 1,26 untuk tutupan lahan hutan.

  3. Nilai faktor keamanan sebelum hujan pada kemiringan sudut 45 adalah 1,21 berubah setelah hujan menjadi 1.03 untuk tutupan lahan tegalan dan perkebunan dan 1,02 untuk tutupan lahan hutan.

  4. Tutupan lahan berpengaruh terhadap Safety Factor (SF) karena semakin kecil nilai koefisien limpas (CN) dalam kategori lahan maka akan berpengaruh terhadap infiltrasi air sehingga menghasilkan tanah jenuh yang tebal.

  Dengan tanah jenuh yang tebal maka beban akibat air semakin besar. Seiring dengan besarnya beban air maka

  Safety Factor (SF) semakin turun. Stabilitas lereng akan semakin berkurang.

  5. Hubungan intensitas hujan dengan Safety Factor (SF) dapat menunjukan semakin besar intensitas hujan maka semakin menurun Safety Factor (SF)

  6. Nilai faktor keamanan kritis adalah 1,25 dan sudut kemiringan kritis untuk tutupan lahan tegalan dan perkebunan 47,5 dan untuk tutupan lahan hutan 45,2 .

  7. Hubungan sudut kemiringan lereng dan Safety Factor (SF) dapat dilihat bahwa semakin besar ( mendekati tegak/ 90°) sudut kemiringan lereng maka Safety Factor (SF) juga semakin menurun mengakibatkan stabilitas lereng berkurang.

  Saran

  Hasil penelitian ini tentu saja masih kurang dari kata sempurna maka peneliti kali ini menyarankan beberapa hal, antara lain :

  1. Data tanah yang digunakan dalam penelitian ini dianggap isotropic. Penelitian selanjutnya lebih banyak lagi pengambilan sampel tanah agar variasi tanah lebih mendekati keadaan aslinya.

  2. Kedalaman tanah untuk sampel diusahakan melebihi 1,5 m karena diinginkan mendapat tanah asli bukan tanah top soil (humus).

  3. Pengukuran real terhadap kondisi eksisting lebih bagus dan dimobelkan dengan program perhitungan metode elemen hingga yang 3 dimensi.

  4. Pengamatan visual mengenai identifikasi bidang gelincir lokasi longsor.

  REFERENSI

  Christadi, Harry. 2008. Mekanika Tanah I. Beta Offset. Yogyakarta Christadi, Harry. 2008. Mekanika Tanah II. Beta Offset. Yogyakarta Rahman, Muhamad. 2010. Simulasi Ketersediaan Air Bulanan dengan Basis Data Spasial Faktor-Faktor Sumber Daya Air

  Kasus Sub-DAS Hulu Citarum

  . LIPI. Bandung Suripin. 2004. Sistem Drainase yang Berkelanjutan. Andi. Yogyakarta. Widiyanto, Janu. 2014. Analisis Stabilitas Lereng Di DAS Tirtomoyo Wonogiri akibat Hujan Dua Harian Maksimum

  Bulanan (Dengan Metode Elemen Hingga)

  . Skripsi Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Budi. 2007. Perencanaan Embung Sungai Kreo. Laporan Tugas Akhir Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang. Herman, D. J. George. 2011. Analisa Stabilitas Lereng Dengan Limit Equilibrium Dan Finite Element Method. Teknik Sipil Binus University. Jakarta. Adistira, Egar. 2013. Debit Das Tirtomoyo Di Titik Stasiun Debit Sulingi Berdasarkan Hujan 15-Harian Menggunakan Hydrocad . Skripsi Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Trisatya, Febrian Rizal. 2015. Analisis Stabilitas Lereng Di Das Tirtomoyo Wonogiri Dengan Metode Simplified Bishop Akibat Hujan Periode Ulang.

  Skripsi Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Arrozi, Muh. Fachrudin. 2014. Analisis Stabilitas Lereng Akibat Pengaruh Hujan Bulanan Maksimum Terhadap Stabilitas Lereng . Skripsi Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.