PENGARUH PENGGUNAAN ADSORBEN TERHADAP KANDUNGAN AMONIA (NH3 –N) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET RSS

  

PENGARUH PENGGUNAAN ADSORBEN TERHADAP KANDUNGAN AMONIA

(NH3

  • –N) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET RSS 1,*

  1

  1 Nursamsi Sarengat , Ike Setyorini , Prayitno

1 Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik Yogyakarta

  ABSTRAK

  Industri pengolahan karet alam menghasilkan limbah cair dengan karakteristik keruh dan berbau, mengandung sisa bahan kimia pengenceran dan pembekuan lateks, komponen lateks (protein, lipid, karotenoid, dan garam anorganik), serta lateks yang tidak terkoagulasi. Sistem pengolahan air limbah yang sudah dilakukan bersifat biologis konvensional seperti lumpur aktif, aerasi, kolom oksidasi, dan wetland belum sepenuhnya mampu memenuhi standar kualitas limbah yang ditetapkan untuk parameter COD, BOD, TSS, dan Nitrogen (N-Total dan Amonia). Beberapa industri pengolahan karet alam di Jawa Tengah menggunakan sistem pengolahan biologis konvensional dengan effluent yang belum memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Penelitian dilakukan dengan memodifikasi sistem IPAL di salah satu pabrik pengolahan karet alam di Jawa Tengah yaitu menambahkan rangkaian sistem adsorpsi kombinasi beberapa macam adsorben. Adsorben yang digunakan mudah didapat dan murah yaitu zeolit, arang kayu, sekam bakar, abu terbang bagas, dan sabut kelapa. Parameter yang diamati adalah amonia. Hasil penelitian penggunaan kombinasi adsorben sabut kelapa, zeolit, arang kayu dan abu terbang bagas mempunyai kemampuan lebih efektif mengadsorpsi amonia sebesar 90,51-97,8% pada influent IPAL dan 91,94

  • – 98,37% pada effluent IPAL. Kombinasi adsorben sabut kelapa, zeolit, arang kayu dan sekam bakar mempunyai kemampuan mengadsorpsi amonia sebesar 59,68
  • – 74,15 % pada influent IPAL dan 37,45 – 97,52% pada effluent IPAL. Kadar amonia hasil adsorpsi memenuhi baku mutu limbah cair industri karet yaitu kurang dari 10 mg/l.

  Kata kunci: limbah RSS, amonia, adsorpsi

  PENDAHULUAN

  Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam yang potensial setelah Thailand, Malaysia dan Vietnam. Produksi karet alam di Indonesia pada tahun 2014 sebesar + 3,15 juta ton/tahun, terdiri atas 80,95% kebun rakyat dan produksi. Komposisi ekspor 0,2% lateks; 2,6% RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan

  1

  97,2% Standar Indonesian Rubber . Industri pengolahan karet alam menghasilkan banyak limbah cair karena penggunaan air yang cukup besar dalam proses produksinya. Limbah cair yang dihasilkan dari industri karet alam berkisar 5,2

  • – 13,4

  3

  m /ton produk kering dengan kapasitas produksi 450

  • – 2600 kg/hari sehingga

  3

  2 effluent limbah yang dihasilkan oleh suatu pabrik bisa lebih tinggi dari 35 m /hari .

  Karakteristik limbah cair yang dihasilkan keruh dan berbau, mengandung sisa bahan kimia pengenceran dan pembekuan lateks, komponen lateks (protein, lipid,

  3

  karotenoid, dan garam anorganik), serta lateks yang tidak terkoagulasi . Pengolahan limbah cair industri karet dilakukan dengan beberapa metode misalnya sistem biologis lumpur aktif dan sistem kimia kombinasi aerasi alami. Karakteristik limbah cair yang diolah dengan sistem lumpur aktif relatif lebih baik dilihat dari parameter

  4 COD, BOD,dan TSS tetapi belum jika dilihat dari parameter N-NH 3 . Karakteristik effluent limbah pengolahan karet alam memiliki nilai COD 120

  • – 15069 mg/l; BOD

  2,5

  40 .

  • – 9433 mg/l; TSS 30 – 525 mg/l; N-Amoniak 30,3 - 110 mg/l; dan pH 6,6- 9,4 Sistem pengolahan air limbah yang dilakukan bersifat sistem biologis konvensional seperti lumpur aktif, aerasi, kolom oksidasi, dan wetland. Akan tetapi proses pengolahan tersebut belum sepenuhnya mampu memenuhi standar kualitas limbah yang ditetapkan untuk parameter COD, BOD, TSS, dan Nitrogen (N-Total dan Amonia.

  Berbagai metode pengolahan lanjutan sudah dikembangkan untuk mendapatkan kualitas effluent yang lebih baik seperti koagulasi-flokulasi, flotasi, membran, dan ozonasi. Diperlukan proses pengolahan air limbah dengan sistem

  5 kombinasi biologis, fisika dan kimiawi untuk memberikan efisiensi yang tinggi .

  Masalah-masalah yang timbul ketika terjadi akumulasi Nitrogen-Amonia di badan air adalah menurunnya oksigen terlarut pada badan penerima air sehingga self

  purification air semakin rendah, terbentuknya NH 3 bebas yang dihasilkan pada temperatur dan pH tinggi yang menyebabkan proses nitrifikasi tidak stabil, serta

  6

  keracunan pada biota air pada konsentrasi amonia 9 mg/l . Permasalahan ketidakefisienan sistem IPAL industri pengolahan karet alam juga terjadi di Indonesia. Beberapa industri pengolahan karet alam di Jawa Tengah menggunakan baku mutu yang ditetapkan. Provinsi Jawa Tengah menetapkan Perda Jateng No 5 Tahun 2012 tentang baku mutu (kadar maksimal) dalam air limbah industri karet dengan parameter COD 300 mg/l; BOD 150 mg/l; TSS 150 mg/l, Amonia (N-NH

  3 ) 10

  7 mg/l; pH 6-9 .

  Penelitian ini dilakukan dengan memodifikasi sistem IPAL yang sudah tersedia di salah satu pabrik pengolahan karet alam di Jawa Tengah yaitu menambahkan rangkaian sistem adsorpsi dengan kombinasi beberapa macam adsorben. Adsorpsi adalah proses penyerapan molekul (gas atau cair) oleh permukaan padat. Adsorpsi dapat terjadi karena adanya interaksi gaya elektrostatik atau Van Der Waals antar molekul (fisisorpsi) maupun oleh adanya interaksi kimia antar molekul (kemisorpsi). Adsorben yang digunakan adalah bahan yang mudah didapatkan dan murah yaitu zeolit, arang kayu, sekam bakar, abu terbang bagas, dan sabut kelapa. Sabut kelapa adalah bagian terpenting buah kelapa dengan porsi 35% dari seluruh berat buah kelapa merupakan limbah padat dari industri minyak kelapa. Sabut kelapa dimanfaatkan sebagai penjernih atau penyaring anti bakteri yang bersifat asam,

  8

  sehingga kotoran organik cepat hancur . Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Zeolit merupakan mineral alumina silikat terhidrat yang tersusun atas tetrahendral-tetrahedral alumina (AlO) dan silica (SiO) yang membentuk struktur bermuatan negatif dan berongga terbuka/berpori.

  9 Zeolit dapat digunakan sebagai adsorben amonia dengan proses batch .

  Pembakaran bagas tebu menghasilkan dua macam abu yaitu abu dasar bagas (bagasse bottom ash) dan abu terbang bagas (bagasse fly ash). Warna abu dasar bagas lebih cerah dari pada abu bagas terbang karena mengandung karbon lebih sedikit . Hal ini menarik perhatian banyak peneliti yang mencoba menggunakan abu terbang bagas sebagai adsorben berbagai polutan dari limbah cair, diantaranya

  10,11

  logam dan pestisida . Komposisi kimia khas abu sekam padi adalah karbon dan silika. Karena utama komponen sekam padi adalah karbon dan silika, memiliki

  12

  potensi untuk digunakan sebagai adsorben . Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar amonia. Dengan penambahan sistem adsorpsi diharapkan kadar amonia effluent memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan.

  BAHAN

  Bahan penelitian yaitu influent dan effluent limbah cair industri karet RSS di Jawa Tengah, sabut kelapa (Sb), arang kayu (A), zeolit (Z) yang sudah dipanaskan, sekam bakar (S), dan abu terbang bagas (F). Bahan kimia pro analisis digunakan untuk penentuan kadar amonia (NH

  3 -N) seperti tri natrium sitrat, phenol, natrium

  hypochlorid, NaOH, natrium nitroprusid etanol dan akuades

  PERALATAN Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan sampling limbah cair,

prototipe alat pengolahan limbah cair sistem adsorpsi, timbangan analitis mettler

toledo AB 204, pH meter merk mettle toledo, spektrofotometer UV-1601-PC, dan

alat-alat gelas untuk pengujian.

  METODE

  Limbah cair yang digunakan merupakan influent dan effluent IPAL industri karet RSS di Jawa Tengah yang memiliki rangkaian proses pengolahan yaitu bak control limbah, rubber trap, bak anaerob, bak aerob. Pengambilan sampel limbah cair dilakukan dalam 2 tahap dan dilakukan uji karakteristik limbah sesuai baku mutu yang ditetapkan yaitu COD, BOD, TSS, N-NH

  3 dan pH. Influent dan effluent ini

  kemudian diolah menggunakan peralatan prototipe pengolahan limbah cair sistem adsorpsi yang diisi berbagai adsorben dengan 2 macam kombinasi. Kombinasi adsorben 1 yaitu sabut kelapa - arang - zeolit -sekam bakar dan kombinasi adsorben 2 yaitu sabut kelapa - arang - zeolit, - abu terbang bagas dengan massa 50% volume untuk masing-masing adsorben. Limbah cair dialirkan dengan kecepatan aliran bervariasi yaitu 0,5 l/menit, 1 l/menit dan 1,5 l/menit selama 15 menit. Kadar amonia (NH

  3 -N) dalam limbah cair sesudah adsorpsi ditetapkan

  menggunakan metode SNI-06-6989.30-2004. Analisa data dari hasil uji amonia

  (NH

  3 -N) dilakukan secara deskriptif kualitatif sesuai Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Air Limbah.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN karakteristik seperti pada Tabel 1.

  Tabel 1. Karakteristik Limbah Cair Influent dan Effluent IPAL Pabrik Karet RSS

  

No Macam Uji Hasil Uji Sampling A Hasil Uji Sampling B

Influent Effluent Influent Effluent

  1 Chemical Oxygen Demand 194,02 38,80 718,34 437,25 (COD), mg/l

  2 Biochemical Oxygen Demand 65,50 9,94 177,0 101,0 (BOD), mg/l

  3 Total Suspenden Solid (TSS)

  

43

  12

  50

  50 mg/l

  4 N-Amonia, mg/l 11,80 45,17 22 15,78 5 pH laboratorium 7,00 6,10 6,3 7,4 Sampling A = tanggal 20 November 2014 Sampling B = tanggal 1 Desember 2014

  Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar N-amonia influent maupun effluent air limbah masih di atas ambang batas yang dipersyaratkan sebesar 10 mg/l. Kandungan amonia pada influent limbah cair industri karet disebabkan karena kelebihan amonia pada bahan baku yang tidak dapat dinetralkan oleh penambahan asam formiat. Menurut Januar (2014), seharusnya secara umum kadar persen amonia yang digunakan dilakukan verifikasi secara rutin untuk melihat kadar riil amonia. Presentase amonia ini akan menentukan kadar amonia dalam lateks dan menentukan jumlah penggunaan asam formiat yang digunakan. Pada sampling A,

  

effluent IPAL memiliki kadar amonia lebih tinggi dibanding influent dimungkinkan

  karena akumulasi limbah cair pada kolom fakultatif, proses pengolahan secara anaerob dari unit IPAL yang ada dan terjadinya oksidasi zat organik yang berasal dari alam maupun limbah cair ( H O C N ) secara mikrobiologi.

  Influent dan effluent limbah cair diolah dengan prototipe pengolahan limbah

  sistem adsorpsi dengan kecepatan tertentu dan hasil uji kadar amonia disajikan pada Tabel 2. Hasil Uji Kadar Amonia (mg/l) pada Limbah Cair Setelah Proses Adsorpsi

  

No Limbah Cair Influent A, l/menit Effluent A, l/menit Influent B, l/menit Effluent B, l/menit

Adsorben 0,5 1 1,5 0,5 1 1,5 0,5 1 1,5 0,5 1 1,5

  

1 Sb, A, Z, S 3,05 3,54 3,95 6,19 7,68 8,15 8,57 8,72 8,97 5,10 8,90 9,87

  

2 Sb, A, Z, F 1,05 1,10 1,12 2,6 2,69 2,7 1,34 1,53 1,72 1,10 2,38 3,02

  Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa setelah diproses menggunakan prototipe pengolahan limbah sistem adsorpsi kadar amonia dalam air limbah turun dan memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Persentase penurunan kadar amonia setelah proses adsorpsi ditunjukkan pada gambar 1.

  Gambar 1. Grafik Persentasi Penurunan Kadar Amonia Dari gambar 1 terlihat bahwa penggunaan kombinasi adsorben 1 maupun 2 mampu menurunkan kadar amonia pada limbah cair influent maupun effluent.. Data penelitian menunjukkan bahwa kombinasi adsorben sabut kelapa, zeolit, arang kayu dan abu terbang bagas lebih baik dibandingkan yang menggunakan sekam bakar 91,94

  • – 98,37% pada effluent IPAL. Hal ini dikarenakan sekam bakar kadar karbonnya relative lebih rendah dari abu terbang bagas, karena proses pembakaran yang tidak sempurna. Abu terbang bagas yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri sari unsur karbon bebas dan masing- masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan abu terbang bagas bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori abu terbang bagas mengakibatkan luas permukaan semakin besar sehingga kemampuan adsopsi bertambah. Kecepatan aliran limbah cair dalam pengolahan limbah cair relatif sedikit pengaruhnya dilihat dari kadar amonia pada kecepatan rendah dan tinggi yang hanya berbeda 0,2%.

  Penggunaan kombinasi adsorben juga sangat efektif karena sifat sabut kelapa yang berfungsi sebagai penjernih sehingga air limbah nejadi lebih bersih, tidak cepat kotor dan lebih awet. Sabut kelapa juga berfungsi sebagai anti bakteri yang bersifat

  8

  asam yang dapat menghancurkan kotoran organik . Penggunan zeolit untuk adsorben amonia pada limbah cair juga sudah banyak dilakukan, diantaranya menggunakan zeolit berkarbon dan zeolit sintetis dari abu bakar batu bara. Karena sifat fisika dan kimia dalam zeolit yang unik, sehingga zeolit oleh para peneliti dijadikan sebagai mineral serba guna. Sifat-sifat unik tersebut meliputi dehidrasi, adsorben dan penyaring molekul, katalisator, dan menukar ion. Zeolit mempunyai

  13

  sifat dehidrasi (melepaskan molekul H 2 O) apabila dipanaskan .

  Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang kayu tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa. Kemampuan adsorpsi dipengaruhi oleh ukuran molekul serapan, semakin bertambah ukuran molekul serapan dari struktur yang sama adsorpsi akan bertambah besar. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan. Arang kayu mempunyai kandungan karbon 60% yang dapat

  14 berfungsi sebagai adsorben .

  Hasil penelitian pengolahan limbah cair industri karet RSS menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi adsorben sabut kepala, zeolith, arang kayu dan abu terbang bagas dapat memberikan hasil yang optimal dalam proses adsorbsi amoniak influent maupun effluent IPAL. Secara keseluruhan penggunaan kombinasi adsorben dalam pengolahan limbah cair industri karet RSS hasilnya dapat memenuhi persyaratan sesuai Perda Provinsi Jawa Tengah No. 5 tahun 2012 tentang baku mutu air limbah.

  KESIMPULAN

  Dari hasil penelitian pengolahan limbah cair industri karet RSS menggunakan kombinasi adsorben disimpulkan bahwa :

  1. Limbah cair yang dihasilkan dari IPAL industri karet RSS sebagian besar kadar ammonia (N-NH3) masih belum memenuhi baku mutu limbah cair sesuai Perda Provinsi Jawa Tengah nomor 5 Tahun 2012 tentang industri karet, yang rata-rata masih di atas 10 mg/l dapat memenuhi persyaratan Perda tersebut.

  2. Berbagai adsorben dapat digunakan untuk menurunkan kadar amonia pada limbah cair industri karet RSS seperti sabut kelapa, zeolit, arang kayu, abu terbang bagas, sekam bakar.

  3. Hasil penelitian penggunaan kombinasi adsorben sabut kelapa, zeolit, arang kayu dan abu terbang bagas mempunyai kemampuan lebih efektif mengadsorpsi amonia sebesar 90,51-97,8% pada influent IPAL dan 91,94

  • – 98,37% pada

  effluent IPAL. Kombinasi adsorben sabut kelapa, zeolit, arang kayu dan sekam

  bakar mempunyai kemampuan mengadsorbsi amonia sebesar 59,68

  • – 74,15 % pada influent IPAL dan 37,45
  • – 97,52% pada effluent IPAL. Semua kombinasi adsorben menghasilkan keluaran limbah yang memenuhi baku mutu limbah cair industri karet yaitu dibawah 10 mg/l.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik serta Kepala Bidang Sarana Riset dan Standarisasi atas penggunaan fasilitas prasarana laboratorium selama pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dra. Supratiningsih, M.Si dan Suyatini, Amd yang telah membantu kegiatan penelitian sampai selesai.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Badan Pusat Statistik. Statistik Karet Indonesia. (2014)

  2. Tekasakul, P. & Tekasakul, S. Environmental problems related to natural

  rubber production in Thailand. J. Aerosol Res 21, 122 –129 (2006).

  3. Yulianti, D. W. I., Winarno, K. & Mudyantini, W. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Karet PTPN IX Kebun Batu Jamus Karanganyar Hasil Fitoremediasi dengan Azolla microphylla Kaulf untuk Pertumbuhan Tanaman Padi ( Oryza sativa Linn .). 7, 125 –130 (2005).

  4. Hasibuan, S. Upaya Produksi Bersih terhadap Perusahaan ( Studi Kasus Industri Pengolahan Karet Remah ). 254 –261 (2005).

  5. Hien, N. & Thao, T., Situation of wastewater treatment of natural rubber latex

  processing in the Southeastern region , Vietnam. J. Vietnamese Environ. 2,

  58 –64 (2012).

  6. Sopiah, N. Teknologi Biofilter untuk Pengolahan Limbah Amonia. 7, 173

  • –179 (2006).

  7. Perda Jawa Tengah No 5. Baku Mutu Air Limbah. 1 –37 (2012).

  8. Sobirin, Sabut Kelapa Penjernih Pada Saringan Kola, Skripsi (2010)

  

9. Ding, Y. Sartaj, M. Statistical analysis and optimization of ammonia removal

from aqueous solution by zeolite using factorial design and response surface

methodology. Journal of Environmental Chemical Engineering. 3, 807

  • –814 (2015)

  10. Gupta, V.K. and Ali, I. Removal of lead and chromium waste water using

  

bagase fly ash a sugar industri wastem J. Colloid Interface Sci. (2004)

  11. Rihastiwi, S.M, Chritiana, M.H.P, Jaka S. Rancang bangun kolom adsorbs untuk effluent IPAL industri penyamakan kulit menggunakan absorben abu terbang bagas. BBKKP Yogyakarta. (2013)

  12. Imyima, A. Prapalimrungsib, E. Humic acids removal from water by 184,775-771(2010)

  13. D.A. Beebe, J.W. Castle, J.H. Rodgers Jr. Treatment of ammonia in pilot-scale

  constructed wetland systems with clinoptilolite. J. Environ. Chem. Eng. 1, (4)

  1159

  • –1165 (2013) 14. Meilita, T.S. Sinaga, T.S. Pengenalan dan Proses Pembuatan Arang Aktif.

  Skripsi. USU.(2003)