MAKALAH PANCASILA RAYHAN AQMAR 2B MKT 20

MAKNA DAN SEJARAH PAHAM NEGARA KELAS
Sejarah masa-masa peralihan negeri ini dari pra hingga merdeka bukan saja –
setidaknya – memperlihatkan adanya kontinyuitas sejarah dan terangbenderangnya ikhtiar tindak eksekusi untuk merealisasikan cita-cita kemerdekaan,
melainkan juga menunjukan tentang perlunya memahami kondisi objektif sekaligus
disain perencanaan sebagai jawaban atas pertanyaan, quo vadis pembentukan
Indonesia? Dan dalam konteks ini, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) adalah organisasi yang mengartikulasikan tugas sejarah itu dengan
sangat baik.

Paling tidak tiga bulan sebelum momentum proklamasi kemerdekaan terjadi,
BPUPKI menggelar sidang pertamanya sebagai preseden tercetusnya proklamasi.
Kaelan (2003: 37) mencatat bahwa sidang itu berlangsung dalam empat hari.
Beberapa orang: Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno, secara berturut-turut
menyampaikan usulan dalam pidatonya masing-masing pada 29 Mei, 31 Mei, dan 1
Juni 1945. Dalam hal ini, Soepomo tampil setelah Muhammad Yamin dan sebelum
Soekarno.

Kaelan (2003: 38-39) menerangkan bahwa berbeda dengan usulan Mr.Muh. Yamin,
Prof. Dr. Soepomo mengemukakan teori-teori negara sebagai berikut: Pertama,
teori negara perseorangan (individualis) yang berpandangan bahwa negara adalah

masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak di antara seluruh
individu (social contract). Kedua, paham negara kelas (Class theory) atau teori
‘golongan’ yang mengemukakan bahwa negara adalah alat dari suatu golongan
(suatu klasse) untuk menindas klasse lain. Negara kapitalis adalah alat dari kaum
borjuis, oleh karena itu kaum Marxis menganjurkan untuk meraih kesuksesan agar
kaum buruh dapat ganti menindas kaum borjuis. Ketiga, paham negara integralistik,
yang diajarkan Spinoza, Adam Muller, Hegel (abad ke-18 dan ke-19). Menurut
paham ini negara bukan untuk menjamin perseorangan atau golongan, tetapi
menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu persatuan.
Dalam sebuah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas diterbitkan
sebuah ideologi yang merupakan sebuah koreksi terhadap paham kapitalisme yaitu
komunisme. Berikut ini adalah pengertian komunisme menurut beberapa ahli.
The Manifesto of The Communist Party, atau Manifesto Partai Komunis yang dicetak
pada Februari 1845 merupakan karya Marx dan Engels mendapatkan respon yang
luar biasa. Dalam buku ini dikemukakan mengenai hakikat perjuangan kelas.
Dengan tegas ia menjelaskan bahwa persoalan perjuangan kelas adalah bagian
yang tidak terlepas dari pergulatan manusia sepanjang zaman. Ini bagian dari

pergolakan untuk melakukan perubahan sosial dari golongan masyarakat yang
tertindas melawan golongan yang menindasnya sejak kemunculan kelas sosial itu

sendiri. Menurut Marx polarisasi ini terdiri atas kelas Borjuis (kelas yang menindas
karena memiliki hak milik atas alat-alat produksi) dan kelas Proletar (kelas terindas
yang hanya memiliki tenaga yang dapat diperjualbelikan pada pihak yang memiliki
alat-alat produksi).
A. Plato (429-347 SM)

Bagi Plato kepentingan orang-seorang harus disesuaikan dengan kepentingan
masyarakat. Dengan demikian, Plato lebih cenderung untuk menciptakan rasa
kolektivisme, rasa bersama, daripada penonjolan pribadi orang perorang. Oleh
karena itu, mengenai cara kehidupan sosial, Plato mengemukakan “semacam
komunisme” yang melarang adanya hak milik dan kehidupan berfamili atau
berkeluarga. Ia memandang adanya hak milik hanya akan mengurangi dedikasi
seseorang pada kewajibannya sebagai anggota masyarakat. Dan keperluan
jasmaniah seseorang akan dicukupi oleh negara sepenuhnya.[2]

Akan tetapi “komunisme” cara Plato ini terbatas pada kelas-kelas penguasa dan
pembantu penguasa saja, sedangkan kelas pekerja dibenarkan memiliki hak milik
dan berkeluarga sebab merekalah yang akan menghidupi kelas-kelas lainnya.[3]

Semua pemikiran Plato dilatarbelakangi oleh keadaan kehidupan masyarakat di

Athena pada masa itu di mana pertentangan antara yang kaya dan miskin sangat
menyolok. Kekuasaan aristokrasi, oligarki, dan demokrasi datang silih berganti
tanpa mampu mendudukkan suatu pemerintahan yang tetap. Latar belakang inilah
yang mengilhaminya agar terdapat pembagian tugas yang ia sebut dengan
“keadilan” di mana masing-masing anggota menjalankan perannya masing-masing.

Pemimpin perintah harus dipegang oleh idea tertinggi, yakni dari golongan
pemerintahan atau flsuf. Mereka bertugas membuat undang-undang dan
mengawasi pelaksanaannya, selain memperdalam ilmu pengetahuan dengan budi
kebijaksanaannya. Mereka tidak diizinkan untuk berkeluarga tetapi dilindungi dan
dihidupi oleh negara. Begitu pula dengan kelas pembantu penguasa, yaitu militer.
Mereka tidak diperbolehkan memiliki harta milik pribadi (kecuali kebutuhan pokok
sehari-hari), tidak diperbolehkan memiliki rumah pribadi (harus tinggal di asrama),
dan juga dilarang terlibat dalam urusan emas dan perak. Namun negara akan
memenuhi segala keperluan dan kebutuhan mereka sebagai upah pengawalan
mereka terhadap keamanan negara.

Sementara dari kelas penghasil diperkenankan memiliki harta milik pribadi dengan
ketentuan tidak boleh menjadi kaya namun tidak boleh juga menjadi miskin. Sebab
jika terlalu kaya akan menyebabkan kemalasan dan jika terlalu miskin akan

membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan negara, penguasa, dan juga
pembantu penguasa.

Oleh karena golongan mayoritas – yang merupakan kelas penghasil – tetap
diperkenankan memiliki harta pribadi dan juga berkeluarga, maka komunisme Plato
disebut dengan komunisme terbatas. Revolusi komunisme barulah benar-benar
terjadi ketika Marx dibantu oleh sahabatnya, Engel, dalam mengembangkan ide
tersebut.
B.

Fredrich Engels (1820-1895)

Sementara itu bagi Engel, istilah komunis ini tidak terlalu mengandung suatu
pemikiran yang utopis sebagaimana Marx seakan mendalilkan bahwa komunisme
sebagai satu-satunya cara pemecahan masalah alienasi manusia yang diciptakan
oleh kapitalisme. Komunisme bagi Marx merupakan penghapusan yang pasti atas
hal milik pribadi dan alienasi siri manusia karena merupakan pemberian yang nyata
atas hakikat kemanusiaan oleh dan untuk manusia. Komunisme sebagai
naturalisme yang telah berkembang secara sempurna merupakan sebuah
humanisme dan sebagai humanisme yang sempurna merupakan sebuah

naturalisme. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan ambisius Marx sewaktu muda:
“Komunisme merupakan pemecahan terhadap segala teka-teki sejarah. Dan
komunisme sadar akan perannya tersebut”.[11]

Engel lebih menghubungkan istilah tersebut dengan perjuangan kelas pekerja serta
konsepsi materialis dari sejarah (The Manifesto of The Communist Party, halaman
28). Engel mengemukakan bahwa bila tiba suatu waktu ketika kelas sosial lenyap,
maka kekuasaan politik pun akan lenyap. Engel – yang merupakan seorang
profesor dan flsuf berpengaruh di Jerman – sangat dikenal dengan flsafat
dialektikanya untuk memahami suatu sejarah. Ia mengungkapkan pernah ada suatu
masa masyarakat tanpa negara dan tanpa memiliki pengetahuan tentang negara
dan kekuasaannya. Pada tingkat tertentu dari tahapan ekonomi yang berhubungan
dengan terpecahnya masyarakat menjadi kelas-kelas, negara pun hadir sebagai
sebuah kebutuhan. Kemudian dalam tahapan perkembangan produksi di mana
kelas-kelas menjadi suatu kebutuhan sekaligus “penghalang” yang baik bagi
produksi, kelas-kelas tersebut akan dihancurkan oleh sebuah gerakan revolusioner

yang bersifat komunal. Bersama dengan hilangnya kelas-kelas tersebut maka
negarapun lenyap (sebagaimana telah dijelaskan di atas mengenai buku Marx dan
Engel yang berjudul The Manifesto of The Communist Party).


DAFTAR PUSTAKA MAKNA PAHAM NEGARA KELAS
Kaelan. 2003. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Marwati Djoened Poeponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional
Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Mi’raj Dodi Kurniawan. 2011. Kamus Pintar Sejarah Dunia. Semarang: Dahara Prize.
Mohammad Hatta. 1978. Memoir. Jakarta: Tintamas.

Internet:
http://anomalisemesta.blogspot.com/2008/03/prof-dr-mr-soepomo.html?m=1
http://biograftokohdunia.com/2011/02/biograf-profdr-soepomo.html?m=1
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Soepomo
http://sapomo.multiply.com/journal/item/52
http://www.tokohindonesia.com/biograf/article/295-pahlawan/1052-salah-satuperumus-uud-1945

DAFTAR PUSTAKA PAHAM NEGARA KELAS MENURUT PARA AHLI

Noer, Deliar. 1983. Pemikiran Politik di Negara Barat (Edisi Baru). Jakarta: Rajawali
Press


Ebenstein, William & Fogelman, Edwin.
Erlangga

1985. Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta:

Suseno, Frans Magnis. 1994. Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan
Modern. Jakarta

Struik. 1971. Birth of Communist Manifesto. New York: International Publisher

Bachtiar, Harsa. 1980. Percakapan Sidney Hook tentang 4 Masalah Filsafat: Etika,
Iseologi Nasional, Marxisme, Eksistensialisme. Jakarta: Djambatan

Syam, Firdaus. 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Sinar Grafka Ofset