39_(Neuro)INFEKSI SUSUNAN SARAF
Dr. ISNANIAH, Sp. S PENDAHULUAN
Definisi : invasi atau multiplikasi kuman
(mikro-organisme) di dalam susunan
saraf Neuritis : radang pada saraf tepi
Meningitis : radang pada menings
Mielitis : radang pada medulla spinalis menurut jenis kuman KLASIFIKASI (
)
1. Infeksi viral
2. Infeksi bakteri
3. Infeksi spiroketa
4. Infeksi fungus
5. Infeksi protozoa
6. Infeksi metazoa
INFEKSI
VIRUS
Peradangan meningen → gejala perangsangan meningen → sakit kepala, kaku
kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah
leukosit pada LCS. Berdasarkan durasi dari gejalanya :
Meningitis akut → gejala klinis dalam jam - beberapa hari
Meningitis kronik → onset dan durasi berminggu- minggu hingga berbulan-bulan.
Gejala klinik tumpang tindih karena etiologinya
Meningitis aseptik → menunjukkan respon selular nonpiogenik disebabkan oleh agen etiologi yang berbeda-beda.
Penderita menunjukkan gejala meningeal akut, demam, pleositosis LCS yang didominasi oleh limfosit.
Pemeriksaan laboratorium → penyebab
meningitis aseptik ini kebanyakan berasaldari virus, di antaranya Enterovirus dan
Herpes Simplex Virus (HSV). Meningitis viral → inflamasi leptomeningen sebagai manifestasi dari infeksi SSP.
Istilah viral – agen penyebab
Meningitis → tidak terlibatnya parenkim otak dan medula spinalis.
Namun, patogen virus → kombinasi infeksi → meningoencephalitis atau meningomielitis.
Perjalanan klinis biasanya terbatas → pemulihan komplit pada 7-10 hari.
> 85% kasus ok enterovirus non polio → karakteristik penyakit, manifestasi klinis, dan epidemiologi → infeksi enteroviral.
Campak, polio, dan limfositik choriomeningitis
virus (LCMV) saat ini merupakan ancaman
untuk negara berkembang. Polio tetap penyebab utama dari mielitis pada beberapa daerah di dunia. Etiologi
Enteroviruses → > 85% kasus meningitis virus → Picornaviridae (“pico” untuk kecil, “rna” untuk asam ribonukleat), dan termasuk echovirus, coxsackie virus A dan B, poliovirus, dan sejumlah enterovirus. Enterovirus non polio
merupakan virus yang sering, sama dekat ya
dengan prevalensi rhinoviruses (flu) Arboviruses → 5% kasus di Amerika Utara
Cacar ( Paramyxovirus ) → agen pertama dari meningitis dan meningoensefalitis
Virus keluarga herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan herpes virus manusia 6 secara kolektif → ± 4% kasus meningitis viral, dengan HSV-2 menjadi penyerang terbanyak.
Lymphocytic choriomeningitis virus/ LCMV (arenaviruses) → jarang → virus ditransmisikan melalui kontak dengan tikus atau ekskresi mereka → resiko tinggi pada pekerja laboratorium, pemilik binatang
peliharaan, atau orang yang hidup di area non higienis.
Adenovirus → penyebab jarang dari meningitis pada individu immunocompeten → tetapi penyebab utama pada pasien AIDS→ Infeksi timbul secara simultan dengan infeksi saluran nafas atas.
Campak ( Morbili) → paling jarang → karakteristik ruam makulopapular membantu diagnosis. → >> usia muda di sekolah dan perkuliahan. → ancaman kesehatan dunia dengan angka serangan tertinggi dari infeksi yang ada → eradikasi campak
merupakan tujuan kesmas yang penting dari WHO.
Meningitis bakterial sebagai kemungkinan etiologi untuk aseptik → contoh, pasien dengan otitis bakteri
dan sinusitis yang mendapat antibiotik→ meningitis dan penemuan CSF yang identik terhadap meningitis viral Patofsiologi Meningitis Viral
Patogen virus → SSP melalui 2 jalur
utama: hematogen atau neural. Hematogen → jalur tersering dari viral patogen yang diketahui.
Penetrasi neural tunjukkan penyebaran sepanjang saraf dan biasanya terbatas pada herpes virus (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus.
Imun multiple cegah inokulasi virus dari penyebab infeksi signifikan secara klinis, termasuk respon imun sistemik dan local, barier mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB).
Virus bereplikasi → sistem organ awal (ie, respiratory atau gastrointestinal mucosa) → pembuluh darah.
Viremia primer → virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan nodus lymph) jika replikasinya timbul → pertahanan imunologis dan viremia sekunder → bertanggung jawab dalam CNS.
Replikasi viral cepat tampak berperan melawan pertahanan host
Mekanisme penetrasi viral ke dalam CNS tidak sepenuhnya dimengerti.
Virus dapat melewati BBB langsung pada level endotel kapiler atau melalui defek natural (area posttrauma dan tempat lain yang kurang BBB).
Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleocytosis;
PMN menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48
jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSF telah dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam melawan beberapa virus Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke CNS dengan transport retrograde sepanjang akar saraf.
Contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal frontal dan lobus temporal anterior Manifestasi Klinis
Riwayat Penyakit
Demam, sakit kepala, iritabilitas, nausea, muntah, kaku leher, atau kelelahan dalam 18-36 jam sebelumnya.
Nyeri kepala intensitas yang berat.
Gejala lain → muntah, diare, batuk dan mialgia yang timbul pada lebih 50% pasien.
Demam → 76-100% pasien→ pola >> → demam subfebril tahap prodromal →lebih tinggi saat terdapat tanda neurologis.
Beberapa virus → onset cepat dari gejala diatas, lainnya bermanifest → prodromal viral nonspesifik, seperti mialgia, gejala seperti flu, demam subfebril yang timbul selama gejala neurologis sekitar 48 jam. Dengan onset kaku kuduk dan nyeri
Anamnesis hati-hati, termasuk evaluasi paparan kontak kesakitan, gigitan nyamuk, debu, aktivitas outdoor pada daerah endemis penyakit lyme, riwayat bepergian dengan kemungkinan terpapar terhadap tuberkulosis, sama halnya dengan penggunaan medikasi, penggunaan obat intravena, dan resiko penyebaran penyakit menular seksual.
Penting → riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya, dimana dapat mempengaruhi gambaran klinis meningitis bakterial.
Fisik
Beberapa virus bermanifestasi klinis unik yang membantu pendekatan diagnostik yang terfokus.
Trias meningitis meliputi demam, rigiditas nuchal, dan perubahan status mental
Pemeriksaan → tidak ada defisit neurologis fokal pada kebanyakan kasus.
Demam lebih sering → 38ºC and 40ºC.
Kaku kuduk atau tanda lain dari iritasi meningea (tanda
Brudzinski atau Kernig) dapat terlihat lebih pada setengah
pasien tetapi secara umum kurang dibandingkan meningitis Iritabilitas, disorientasi, dan perubahan status mental .
Nyeri kepala lebih sering dan berat.
Fotofobia relatif sering namun dapat ringan, Fonofobia juga dapat timbul.
Kejang timbul pada keadaan demam, meski keterlibatan dari parenkim otak (encephalitis) juga dipertimbangkan,
Ensefalopati global dan defisit neurologis fokal adalah jarang tetapi dapat timbul.
Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat membantu dalam diagnosis →
Faringitis dan pleurodynia → enteroviral
Erupsi zoster pada VZV
Ruam makulopapular dari campak dan enterovirus
Erupsi vesicular oleh herpes simpleks
Herpangina pada infeksi coxsackie virus.
Infeksi Epstein Bar virus → faringitis, limfadenopati Cytomegalovirus, atau HLV sebagai agent penyebab.
Parotitis dan orchitis → campak Enteroviral dikaitkan dengan gastroenteritis dan ruam. Pemeriksaan Penunjang
Studi Laboratorium
Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan
Pemeriksaan CSF → penting dalam pemeriksaan penyebab meningitis.
CT Scan → menyingkirkan lesi intrakranial atau hidrosefalus obstruktif pra LP.
Kultur CSF → kriteria standar pada
pemeriksaan bakteri atau piogen dari meningitis aseptik. karakteristik CSF untuk diagnosis meningitis viral
Sel:
9
Pleocytosis → WBC 50 - >1000 x 10 /L →
predominan mononuklear tetapi PMN dapat
merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung sel biasanya lalu didominasi limfosit pada pola CSF klasik meningitis viral → membantu membedakan meningitis bakterial dari viral →hitung sel lebih tinggi dan predominan PMN
Protein:
sedikit meningkat, dapat bervariasi dari normal -- 200 mg/dL.
Studi Pencitraan
CT scan kontras →menyingkirkan patologi intrakranial, evaluasi penambahan sepanjang mening dan menyingkirkan cerebritis, abses intrakranial, empiema subdural, ataulesi lain.
Alternatif, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium dapat dilakukan.
MRI dengan kontras → standar kriteria → visualisasi
patologi intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1 lebih sering mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal dengan gambaran sering lesi bilateral difus Tes Lain
pasien yang kondisinya tidak membaik secara
klinis dalam 24-48 jam harus dilakukan rencanakerja untuk mengetahui penyebab meningitis.
Jika curiga ensefalitis → MRI dengan kontras
dan visualisasi yang adekuat dari frontal basal
dan area temporal EEG → curiga ensefalitis atau kejang subklinis
→ Periodic lateralized epileptiform discharges
(PLEDs) seringkali terlihat pada ensefalitis herpes Prosedur
Pungsi Lumbal → penting untuk meningitis viral.
Prosedur potensial lain → indikasi individu dan keparahan penyakit → monitoring tekanan intrakranial, biopsi otak, dan drainase ventricular atau shunting.
Penemuan Histologis
Leptomeningea → inflamasi dengan PMN dan sel mononuklear pada fase akut penyakit. neuronofagia, dan peningkatan jumlah sel mikroglia → enchepalitis virus Diagnosis Banding
Acute Disseminated Encephalomyelitis
Aseptic Meningitis
Brucellosis
Cytomegalovirus Encephalitis
Herpes Simplex Encephalitis Penatalaksanaan
Perawatan Medis
Suportif : Istirahat, hidrasi, antipiretik, dan medikasi nyeri atau anti inflamasi dapat diberikan jika diperlukan,
Antimikroba awal untuk meningitis bakteri sementara menunggu penyebabnya untuk bisa diidentifikasi.
Antibiotik IV diberikan lebih awal jika icuriga meningitis bakterial
Gejala meningoensefalitis → asiklovir lebih awal untuk mencegah encephalitis HSV. Terapi dapat dimodifikasi sebagai hasil dari pewarnaan gram, kultur dan uji PCR jika tersedia.
Pasien kondisi yang tidak stabil → perawatan di ICU untuk menjaga saluran nafas, pemeriksaan neurologis, dan
Medikasi
Simptomatik → antipiretik, analgetik dan anti emetik
Keputusan untuk memulai terapi antibakterial untuk kemungkinan meningitis bakteri adalah penting; terapi antebakterial empiris untuk kemungkinan patogen harus dipertimbangkan dalam konteks keadaan klinis.
Asiklovir → curiga HSV (lesi herpetik), dan biasanya digunakan secara empiris pada kasus
yang lebih berat yang komplikasinya encephalitis
Enterovirus dan HSV → dapat → septic shock viral pada BBL dan bayi → antibiotik spektrum
luas dan asiklovir harus diberikan secepatnya
SIADH → cairan dan keseimbangan elektrolit
(terutama natrium) Restriksi cairan, diuretik, dan secara jarang infus salin →atasi hiponatremia.
Pencegahan infeksi sekunder dari traktus urinarius dan sistem pulmoner juga penting untuk dilaksanakan
Pembedahan
Bukan indikasi
Pasien → komplikasi hidrosefalus, prosedur
pemisahan CSF, seperti ventriculoperitoneal (VP)
atau LP shunting, dapat dilakukan. Ventriculostomy dengan system pengumpulan eksternaldiindikasikan pada kasus jarang dari hidrosefalus
akut.
Biopsi mening atau parenkim →diagnosis definitif
infeksi viral .
Monitoring tekanan intrakranial, dibutuhkan untuk
infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikro-organisme
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak.
Klinis → diagnosis berdasarkan manifestasi-manifestasi neurologis dan
temuan-temuan epidemiologis, tanpa bahan histologis ETIOLOGI
2. Campak → sekuele berat.
3. Kelompok virus entero→ semua umur, lebih berat pada neonatus.
4. Rubela → <<, sekuele jarang, kecuali pada rubela congenital
5. Kelompok Virus Herpes
a. Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sekuele sering ditemukan pada neonatus menimbulkan kematian.
b. Virus varicela-zoster; jarang; sekuele berat sering ditemukan.
c. Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat memberikan sekuele lambat pada CMV congenital d. Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarang
e. Kelompok virus poks Vaksinia dan variola ; jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan SSP berat. B. Agen-agen yang ditularkan oleh antropoda
Virus arbo : menyebar ke manusia melalui nyamuk
Caplak : epidemi musiman tergantung ekologi vektor serangga.
C. Penyebaran oleh mamalia berdarah panas.
Rabies : saliva mamalia jinak dan liar
Virus herpes Simiae (virus “B”) : saliva kera
Keriomeningitis limfositik : tinja binatang pengerat
Penderita→ agen-agen infeksi atau salah satu komponennya berperan sebagai etiologi penyakit, tetapi agen-agen infeksinya tidak dapat diisolasi secara utuh in vitro dari susunan syaraf.
Diduga pada kelompok ini, kompleks antigen-antibodi yang diperantarai oleh sel dan komplemen → berperan penting dalam menimbulkan kerusakan jaringan
Banyak bukti → berbagai virus yang didapatkan pada awal masa kehidupan→ tidak harus disertai penyakit akut, sedikit banyak ikut berperan sebagian pada penyakit neurologis kronis di kemudian hari :
- Panensefalitis sklerosis sub akut (PESS); campak; rubella
- Penyakit Jakob-Crevtzfeldt (ensefalitis spongiformis)
- Leukoensefalopati multifokal progresif
V. Infeksi-infeksi Non virus Penyebab ensefalitis yang terpenting adalah virus
Infeksi karena virus langsung menyerang otak atau
reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau
vaksinasi terdahulu1. Ensefalitis virus sporadic
Virus rabies, Herpes Simpleks Virus (HSV), Herpes Zoster, mumps, limfogranuloma dan limphocytic choriomeningitis yang ditularkan melalui gigitan tupai dan tikus.
2. Ensefalitis virus epidemic
Enterovirus seperti poliomyelitis, virus Coxsacki, virus ECHO, serta golongan virus ARBO.
3. Ensefalitis pasca infeksi
Pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinasi, dan jenis-jenis virus yang mengikuti infeksi
1. Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, stupor, koma, kejang dan gejala- gejala kerusakan SSP.
2. Pada pemeriksaan CSS terdapat pleocytosis dan sedikit peningkatan protein 3.
Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen post mortem (otak dan darah)
4. Identifikasi serum antibodi dilakukan dengan 2 spesimen yang diperoleh dalam 3-4 minggu secara terpisah
DIAGNOSIS a
Anamnesis cermat kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis, keluhan, kemungkinan adanya peningkatan TIK, gejala fokal serebral/ serebelar, riwayat pemaparan selama 2-3 minggu terakhir terhadap penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat
bepergian ke daerah endemik dan lain-lain
b. Pemeriksaan fisik/neurologik, dikonfirmasi dengan hasil anamnesis dan sebaliknyaanamnesis dapat diulang berdasarkan hasil
pemeriksaan.
Pungsi lumbal → singkirkan gangguan lain yang memberi
respon terhadap pengobatan spesifik → ensefalitis virus →
3 CSS jernih, jumlah lekosit berkisar 0- beberapa ribu/mm kubik, >> PMN. Protein meningkat sedang atau normal, kadarprotein mencapai 360 mg% pada ensefalitis yang disebabkan
virus herpes simplek dan 55 mg% yang disebabkan olehtoxocara canis . Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif.
Penderita kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik
Penatalaksanaan → mempertahankan fungsi organ → jalan
nafas tetap terbuka, beri makanan enteral atau parenteral, jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa PENATALAKSANAAN 1.
Mengatasi kejang → Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika sering → perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.
2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur) dan pemberian oksigen.
3. Mengurangi edema serebri → Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis
1. Menurunkan TIK → manitol IV intravena dosis 1,5-
2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat
diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk..2. Pengobatan kausatif.
Sebelum menyingkirkan etiologi bakteri, tu abses otak (ensefalitis bakterial)→ beri pengobatan antibiotik parenteral.
Pengobatan untuk ensefalitis infeksivirus herpes simplek
diberikan Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30mg/kgbb per hari selama 10 hari. Jika terjadi toleransi →
Adenine arabinosa (vidarabin) dan jika terjadi kekambuhan setelah terapi Acyclovir.6. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh
8. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk mengantisipasi kebutuhan pernapasan buatan
Ensefalitis Herpes simpleks Ensefalitis herpes simpleks → akut atau subakut.
Fase prodromal seperti influenza, diikuti dengan
gambaran khas ensefalitis. 40% datang dalam
keadaan koma atau semi-koma. Manifestasiklinis juga dapat menyerupai meningitis aseptik
Manifestasi klinis tidak spesifik, karena itu diperlukan ketrampilan klinis yang tinggi.
Umumnya dipertimbangkan EHS bila dijumpai demam, kejang fokal, dan tanda neurologis seperti hemiparesis dengan penurunan kesadaran yang progresif. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah tepi tidak spesifik
Pemeriksaan CSS → sel meningklat (90%) berkisar 10-1000 sel/mm3. awalnya domina PMN, kemudian menjadi limfositosis. Protein dapat meningkat sampai 50-2000 mg/l dan glukosa dapat normal atau menurun
EEG → PLEDs atau perlambatan fokal di area temporal atau frontotemporal, sering EEG memperlihatkan gambaran perlambatan umum yang tidak spesifik, mirip gambaran disfungsi otak umum
CT kepala normal dalam tiga hari pertama setelah timbulnya gejala neurologis, kemudian lesi hipodens muncul di regio frontotemporal
T2-weight MRI dapat memperlihatkan lesi
hiperdens di regio temporal paling cepat dua
hari setelah munculnya gejala PCR likuor dapat mendeteksi titer antibodi virus herpes simpleks (VHS) dengan cepat. PCR menjadi positif segera setelah timbulnya gejala dan pada sebagian besar kasus tetap positif Ensefalitis Arbo-virus
Arbovirus (“arthropod-borne virus”) → demam dan adakalanya ensefalitis primer. Virus tersebut tersebar diseluruh dunia. Kutu dan nyamuk dimana virus itu “berbiak” menjadi penyebarannya
Ciri khas ensefalitis primer arbo-virus → perjalanan penyakit yang bifasik. Pertama → seperti influensa berlangsung 4-5 hari. Sesudahnya penderita mereka sudah sembuh. Pada minggu ketiga demam dapat timbul kembali. Dan demam ini merupakan gejala pendahulu bangkitnya manifestasi neurologik, seperti sakit kepala, nistagmus, diplopia, konvulsi dan “acute organic brain syndrome”.
Ensefalitis Parainfeksiosa
Ensefalitis timbul sebagai komplikasi penyakit virus parotitis epidemika, mononukleosis infeksiosa, varisela dan herpes zooster dinamakan ensefalitis para-infeksiosa.
Gejala-gejala meningitis, mielitis, neuritis kranialis, radikulitis dan neuritis perifer dapat bergandeng dengan gambaran penyakit ensefalitis.
Tidak jarang komplikasi utama → radikulitis jenis Guillain Barre atau meilitis transversa sedang manifestasi ensefalitisnya sangat ringan dan tidak berarti.
Untuk beberapa jenis ensefalitis para-infeksiosa, diagnosis mielo- ensefalitis lebih tepat daripada ensefalitis.
Rabies
Rabies → virus neurotrop yang ditularkan kepada manusia melalui
gigitan anjing atau binatang apapun yang mengandung virus rabies.
Setelah penetrasi kedalam sel tuan rumah, ia dapat menjalar melalui
serabut saraf perifer ke SSP. Sel-sel saraf (neuron) sangat peka terhadap virus tersebut. Sekali neuron terkena infeksi virus rabies, proses infeksi itu tidak dapat dicegah lagi. tahap viremia tidak perlu dilewati untuk memperluas infeksi dan memperburuk keadaan.
Neuron-neuron di seluruh SSP medulla spinalis -korteks tidak akan luput dari daya destruksi virus rabies.
Masa inkubasi rabies → beberapa minggu - bulan.
Jika gejala-gejala prodromal sudah bangkit tidak ada cara pengobatan
yang dapat mengelakkan progresivitas perjalanan penyakit yang fatal
Gejala prodromalnya → lesu, letih , anoreksia, demam, cepat marah dan nyeri pada tempat yang telah digigit anjing. Suara berisik dan sinar terang sangat mengganggu
48 jam → gejala-gejala hipereksitasi → gelisah, mengacau, berhalusinasi, meronta-ronta, kejang opistotonus, dan hidrofobia → otot pernafasan dan larings spasme → sianotik dan apnoe. Angin juga mempunyai efek yang sama dengan air. Pada umumnya penderita meninggal karena status epileptikus.
Masa penyakit dari mula timbulnya prodom sampai mati adalah 3-4 hari saja. Poliomyelitis anterior akuta
Poliomyelitis /polio → paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh enterovirus.
Poliovirus (PV) sangat infeksius, yang terutama mempengaruhi anak-anak muda dan disebarkan melalui kontak langsung orang ke orang, dengan lendir, dahak, feces, yang terinfeksi atau oleh kontak dengan makanan dan air yang terkontaminasi oleh feces dari individu lain yang terinfeksi.
Virus bereplikasi dalam sistim pencernaan dimana ia dapat juga menyerang sistim syaraf, menyebabkan kerusakan syaraf yang permanen pada beberapa individu-individu.
Kebanyakan tetap asimptomatik/gejala mirip flu ringan, termasuk kelelahan, malaise, demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan muntah → berlangsung 48-72 jam
Individu terus melepas virus ke feces → reservoir untuk infeksi-infeksi berikut.
± 2%-5% individu yang terinfeksi terus mengembangkan gejala yang lebih serius →pernapasan dan kelumpuhan.
Penyembuhan tidak ada; vaksinasi → mencegah penyebaran penyakit.
Disebabkan oleh poliovirus (virus RNA kecil) yang menyebar melalui kontak dengan lendir oral (mulut, hidung, dll).
Paling umum, virus melekat dan menginfeksi
sel-sel usus, bermultiplikasi dan dikeluarkan dalam feces dari individu yang terinfeksi. 2% dari kasus-kasus, virus menyebar dari sistim
percernaan ke sistim syaraf dan menyebabkan
penyakit kelumpuhan.
Gejala tergantung luas infeksi → Tanda-tanda
polio yang melumpuhkan (paralytic) dan polio yang tidak melumpuhkan (non-paralytic).
Pada polio non-paralytic yang bertanggung jawab
untuk kebanyakan individu-individu yang terinfeksi dengan polio → pasien tetap asimptomatik atau mengembangkan gejala-gejala seperti flu yang ringan, termasuk kelelahan, malaise, demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan muntah.
Gejala mungkin hanya bertahan 48-72 jam , bisa
Paralytic polio terjadi pada kira-kira 2% dari orang-orang
yang terinfeksi dengan virus polio dan lebih serius. Gejala-
gejala terjadi sebagai akibat dari sistim syaraf dan infeksi dan peradangan sumsum tulang belakang (spinal cord).Gejala-gejala dapat termasuk: sensasi yang abnormal,
kesulitan bernapas,
kesulitan menelanretensi urin,
sembelit,
mengeluarkan air liur (ileran),
sakit kepala,
turun naik suasana hati,
nyeri dan kejang-kejang otot, dan
kelumpuhan
± 5%-10% dari polio paralitik meninggal
akibat gagal napas → perlu evaluasi dan perawatan medis yang tepat. Sebelum era vaksinasi dan penggunaan dari ventilator-ventilator modern, pasien- pasien akan ditempatkan dalam "iron
lung" (ventilator bertekanan negatif, yang
digunakan untuk mendukung pernapasan
pada pasien-pasien yang menderita polio DIAGNOSIS Diagnosis → klinis.
Riwayat paparan dan tidak ada vaksinasi sebelumnya adalah petunjuk awal.
Sering LP → DD polio dari penyakit lain yang awalnya mempunyai gejala-gejala yang serupa (contohnya, meningitis).
Setelah itu, pembiakan-pembiakan virus
(diambil dari tenggorokan, feces, atau cairan CSF) dan pengukuran dari antibodi-antibodi Infeksi “Slow Virus”
Beberapa penyakit yang hingga kini dianggap sebagai penyakit degeneratif akibat faktor yang belum diketahui, telah diselidiki sehubungan dengan infeksi “slow virus”.
Penyakit demensia Jakob-Creutzfeldt → dulu → penyakit degeneratif yang mempunyai sifat familial, terbukti disebabkan oleh infeksi “slow virus” ialah kuru. Penyakit ini dijumpai pada beberapa penduduk di Nugini.
Sebelum itu pada binatang sudahditemukan infeksi “slow virus”, yaitu penyakit yang dikenal sebagai “scarpie” dan “visna” pada domba-domba.
INFEKSI BAKTERI PADA SUSUNAN SARAF
Meningitis Bakterial Akut
Meningitis bakterial → infeksi purulen
ruang subarakhnoid.
Biasanya akut, fulminan, khas dengan
demam, nyeri kepala, mual, muntah, dan kaku nukhal.
Koma → 5-10 % kasus dan berakibat
prognosis yang buruk. Kejang terjadi pada sekitar 20 % kasus, dan palsi saraf kranial pada 5 %.
Meningitis bakterial tanpa terapi selalu fatal. CSS secara klasik memperlihatkan leukositosis PMN, peninggian protein, dan penurunan glukosa; pewarnaan Gram dari CSS → organisme penyebab pada 75
% kasus. Kultur CSS memberi diagnosis pada 90 % kasus dan perlu
untuk melakukan tes sensitifitas antibiotika terhadap mikroba.
Penurunan kesadaran→ dengan edema papil atau defisit neurologis
fokal→ CT scan pra LP untuk singkirkan lesi massa atau hidrosefalus.Hipertensi intrakranial difusa, tanpa adanya lesi massa pada CT scan bukan kontraindikasi
Pemeriksaan fisik → pemeriksaan teliti daerah inflamasi berdekatan
seperti otitis dan sinusitis dan mencari etiologi bakteremia seperti endokarditis. Kultur darah mungkin positif
Penelitian binatang → etiologi primer meningitis bakterial →leptomeningeal bakteri melalui darah yang berkoloni dimukosa naso-faring.
Patogen meningeal → >> bakteri berkapsul. Setelah
membentuk koloni dinasofaring, bakteri berkapsul melintas epitel dan membuat jalan ke aliran darah.Kapsul menghambat fagositosis oleh neutrofil, jadi patogen meningeal memperlihatkan kemampuan mempertahankan bakteremia transien.
Mekanisme → bakteri dalam darah mencapai lepto- mening dan ruang subarakhnoid belum begitu diketahui
Sumber lain →perluasan langsung dari infeksi otorinologis, walau
kejadiannya jelas dikurangi oleh terapi dini antibiotik yang efektif
terhadap otitis atau sinusitis. << → Jarang → inokulasi langsung cedera penetrating.
Tindakan → tergantung sumber primer, usia pasien, organism penyebab, dan sensitifitas antibiotik→ infeksi CSS maupun sumber primer.
Meningitis sekunder terhadap bakteremia dan perluasan langsung otorinal → > organisme yg berkembang di nasofaring.
Meningitis setelah cedera otak traumatika serta fraktura tengkorak, dengan atau tanpa otorinorea CSS→ >> S.pneumoniae.
Meningitis setelah luka penetrasi biasanya disebabkan stafolikokal, streptokokal, atau organism gram negatif.
Penisilin G dan ampisilin → bermanfaat sama pada kebanyakan infeksi S.pneumoniae dan N.meningitidis.
H.influenzae yang membentuk beta-laktamase→ ampisilin dan kloramfenikol sebagai terapi empiris.
Seftriakson atau sefotaksim memperlihatkan manfaat dan sekarang dipakai sebagai terapi terpilih pada neonatus dan anak-anak.
Sefuroksim, sefalo-sporin generasi kedua→ tidak lagi dianjurkan untuk infeksi SSP karena lambatnya sterilisasi CSS serta dilaporkan terjadinya meningitis H. influenzae pada saat terapi sistemik. L. monocytogenes tidak sensitive sefalosporin dan terapi yang dianjurkan adalah ampisilin atau penisilin G.
Pilihan lain→ trimetoprim sulfa-metoksazol. Meningitis S. aureus → nafsilin atau oksasilin,
Vankomisin dicadangkan untuk strain resisten metisilin dan S. epidermidis.
Lamanya terapi → empiris dan tradisi; biasanya 7-14 hari untuk patogen
meningeal utama, dan 21 hari untuk infeksi basil gram negatif Meningitis basiler gram negative mengalami revolusi dengan adanyasefalosporin generasi ketiga. Sefotaksim, seftazidim, dan seftriakson dapat
menembus CSS dan mecapai konsentrasi terapeutik hingga memungkinkan terapi terhadap meningitis yang sebelumnya memerlukan terapi secara intratekal → 78-94 % tingkat kesembuhan telah dilaporkan. Seftriakson, sefotaksim, dan seftazidim terbukti bermanfaat.
Sefalosporin generasi ketiga lainnya, seftizoksim dan sefoperazon, belum
dinilai dengan baik. Dianjurkan seftazidim dicadangkan untuk pengobatan
P.aeruginosa dalam kombinasi dengan aminoglikosida. Kegagalan regimenini mengharuskan pemberian aminoglikosida intratekal atau intraventrikuler
untuk memperkuat terapi Modifikasi inflamasi ruang subarachnoid dengan agen anti inflamatori → memperkecil akibat meningitis bakterial.
Penelitian mutakhir terapi tambahan deksametason pada bayi dan anak-anak dengan meningitis bakterial memperlihatkan bahwa sekuele neurologis jangka panjang, terutama retardasi mental dan kehilangan
pendengaran, menurun pada pemberian deksametason
0.15 mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama terapi, dan tidak memperberat efek eradikasi infeksi. Penggunaan deksametason dianjurkan pada pasien pediatrik usia > 2 bulan
Meningitis Tuberkulosa
Meningitis → subakut atau kronis dengan angka kematian dan kecacatan yang cukup tinggi.
Menurut pengamatan, meningitis tuberkulosis merupakan 38,5% dari seluruh penderita dengan infeksi susunan saraf pusat yang dirawat di bagian Saraf RS Dr Soetomo Manifestasi klinis panas (94%), nyeri kepala (92%), muntah muntah, kejang dan pemeriksaan neurologik menunjukkan adanya kaku tengkuk, kelumpuhan saraf kranial (terutama N III, IV, VI, VII) (30%), edema papil dan kelumpuhan ekstremitas (20%) serta gangguan kesadaran
DIAGNOSIS
Berdasarkan : 1.
Adanya gejala rangsangan selaput otak seperti kaku tengkuk, tanda Kernig dan Brudzinski.
2. Pemeriksaan CSS menunjukkan : ○ peningkatan sel darah putih terutama limfosit
○ peningkatan kadar protein
○ penurunan kadar glukosa
3. Ditambah 2 atau 3 dari kriteria dibawah ini : ○ ditemukannya kuman tuberkulosis pada pengecatan dan pembiakan CSS
○
kelainan foto toraks yang sesuai dengan tuberculosis
○ pada anamnesis kontak dengan penderita tuberkulosis aktif
Pembagian klinis ke dalam 3 stadium :
Stadium I : kesadaran penderita baik disertai rangsangan selaput otak tanpa tanda neurologik fokal atau tanda hidrosefalus.
Stadium II : didapatkan kebingungan dengan atau tanpa disertai tanda neurologis fokal misalnya kelumpuhan otot mata bagian luar atau adanya hemiparesis.
Stadium III : penderita dengan stupor atau
delirium dengan hemiparesis/ paraparesis. Pengobatan
Beberapa kombinasi obat pernah diberikan
untuk menanggulangi penyakit ini namun
pada dasarnya obat tersebut harus dapat
menembus barrier darah otak, berada dalam CSS dengan kadar yang cukup efektif dan aktivitas anti tuberkulosis tinggi, resistensi dan kerja samping obat yang minimal. DI RS Soetomo :
○ Streptomisin 20 - 30 mg/kg/hari selama 2 minggu → 3 kali/minggu hingga klinis dan laboratorium baik (perlu waktu kira-kira 6 minggu).
○
INH 20 - 25 mg/kg/hari pada anak anak atau 400 mg/hari pada dewasa selama 18 bulan.
○ Etambutol 25 mg/kg/hari sampai sel cairan serebrospinal normal, kemudian diturunkan 15 mg/kg/hari selama 18 bulan.
○ Rifampisin 15 mg/kg/hari selama 6 - 8 minggu.
Kortikosteroid hanya dianjurkan bila ditemukan Abses Serebri
Infeksi purulen berbatas tegas dalam parenkhima otak.
Sel inflamatori akut tampak pada pusat material yang nekrotik, dikelilingi zona serebritis.
Maturasi → neovaskularisasi periferal dan lambat laun terbentuk cincin fibroblas yang menimbun kolagen dan
makrofag, berakhir sebagai kapsul berbentuk tegas.
Sistem imun baik →proses infiltrasi bakterial - abses
berkapsul → 2 minggu. Daerah terlemah kapsul →daerah yang kurang vaskuler
Gejala berhubungan dengan efek massa→ nyeri kepala, defisit neurologis fokal, dan gangguan mental sering tampak.
Demam ± 50 % → mungkin tidak ada atau sedikit bukti infeksi sistemik.
Kejang → 25-60 % pasien.
Edema otak, efek massa, dan pergeseran
garis tengah umum terjadi → karenanya LP kontraindikasi dan mempunyai nilai klinis yang 10 % kasus
Umumnya → sekunder terhadap infeksi ditempat lain → bakteriologi sering menunjukkan sumber primer.
>> Perluasan intrakranial langsung dari sinus paranasal atau infeksi telinga
Lesi soliter dan ditemukan dilobus frontal pada sinusitis frontoetmoid, di lobus temporal pada sinusitis maksiler, dan serebelum atau lobus temporal pada infeksi otologis.
Abses otak multipel → penyebaran hematogen dari sumber jauh dan infeksi sistemik yang umum seperti endokarditis bakterial, kelainan jantung kongenital sianotik, pneumonia, dan divertikulitis harus dicari. Penyebaran hematogen, terutama dari endokarditis, mungkin berhubungan dengan aneurisma intrakranial piogenik
Kontaminasi otak langsung melalui cedera otak
penetrating → penyebab lain dari abses. Pembentukan abses jarang → perjalanan meningitis bakterial, namun → faktor predisposisi pada 25 % abses otak pediatrik yang biasanya berkaitan dengan meningitis Sitrobakter atau Proteus neonatal.
Abses otak >> pada pasien dengan immunitas yang terganggu sekunder atas penggunaan steroid, kelainan limfoproliferatif, dan transplantasi organ, dan absesnya cenderung multipel.
>> Streptokokus, Stafilokokus, dan Bakteroides, dengan organisme multipel pada 10-20 % kasus.
Terapi antibiotik empiris berdasar lokasi lesi dan sumber infeksi yang sudah dikenal, namun beratnya penyakit serta sering terjadinya infeksi yang tidak terduga menyebabkan dianjurkannya antibiotik jangkauan luas atas gram positif, gram negatif, dan anaerob sebagai terapi empiris pada semua kasus
CT scan → akurasi tinggi dalam melacak abses otak→ deteksi yang dini dan lokalisasi yang akurat
CT scan → penurunan angka kematian dari 30-50 % kasus menjadi kurang dari 15 % dalam dua dekade terakhir.
Tujuan terapi → memastikan mikroba yang bertanggung- jawab serta sensitifitas antibiotik, pensterilan SSP dan infeksi
primer, menyingkirkan efek massa segera, dan mengurangi
edema otak. Pemberian kortikosteroid kontroversial.
Selama serebritis dan tahap awal kapsulisasi, atau pada
pasien dengan risiko bedah tinggi dengan abses kecil dan
organisme penyebab diketahui, terapi medikal dengan antibiotika parenteral mungkin cukup.
Diluar itu harus dilakukan drainasi bedah terhadap material
purulen baik dengan aspirasi maupun eksisi disertaiantibiotika paling tidak 4 minggu. Operasi akan mengurangi
efek massa dan karenanya mengurangi aspek paling kritis
Operasi juga akan menunjukan organisme penyebab pada 60-80 % kasus, memungkinkan biakan dapat dilakukan dengan teliti baik untuk organisme aerob maupun anaerob.
Dianjurkan tidak memberikan antibiotik prabedah bila operasi dapat dilakukan segera karena kultur steril bisa terjadi.
Walau eksisi bedah memperlihatkan penurunan angka
rekurensi, sekarang banyak yang menganjurkan aspirasi
abses otak stereotaktik yang dituntun ultrasonografi atau
CT scan, dan mencadangkan eksisi untuk lesi soliter dan superfisial, lesi yang mengandung benda asing, atau gagal dengan aspirasi. Abses Epidural Kranial
Infeksi intrakranial terbatas di ruang epidural adalah komplikasi yang jarang dari kontaminasi jaringan epi dural baik traumatika atau operatif.
>> akibat perluasan osteomielitis berdekatan. Bila dura intak, infeksi jarang
meluas secara transdural. Tindakannya
adalah drainasi, debridemen dan antibiotik sistemik. >> Abses epidural tulang belakang dan biasanya perlu bedah gawat darurat.
Khas dengan demam, nyeri tulang belakang lokal,
dan progresi yang cepat dari defisit neurologis. Nyeri radikuler serta mielopati sering terjadi dalam beberapa hari sejak gejala awal. >> perluasan lokal dari osteomielitis tulang belakang dan jarang melalui penyebaran hematogen dari infeksi jauh. CSS memperlihatkan peninggian kadar protein yang jelas dan pleositosis ringan.
Mielogram atau MRI menampilkan perluasan massa epidural.
Organisme penyebab tersering adalah S.
aureus dan terkadangStreptococcus sp. Basil
gram negatif sering diisolasi dari pecandu obat intravena. Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab berupa laminektomi segera serta drainasi abses diikuti terapi antibiotika spesifik jangka panjang.Pemulihan fungsi neurologi langsung berhubungan dengan lama dan beratnya Abses Subdural Kranial
Empiema subdural → infeksi purulen ruang subdural → perluasan langsung via mening saat meningitis pada neonatus dan bayi, atau sebagai komplikasi sinusitis paranasal atau otitis pada anak dan dewasa muda.
Jarang hematogen dari infeksi jauh, dan kontaminasi langsung dari trauma pernah dilaporkan.
Diagnosis didasarkan pada temuan klinis dan radiografis.
Nyeri kepala, demam, dan meningismus merupakan keluhan yang umum dan dapat timbul sejak 1-8 minggu sebelumnya. Kejang dan defisit fokal juga biasa terjadi.
CT scan dan MRI memperlihatkan pengumpulan
subdural; namun massa mungkin isodens pada CT scan→ kontras. Pencitraan berguna → mendiagnosis infeksi sinus atau mastoid penyebab. Risiko pungsi lumbar pada penderita yang diduga memiliki massa intracranial mengharuskan dibatalkankannya tindakan ini hingga CT scan memastikan tidak adanya efek massa intrakranial.
Analisis CSS → jarang diagnostik → bisa
Sumber otorinologis →streptokoki, stafilokoki dan koki anaerob.
>> kelainan sinus paranasal
Ruang subdural terkena, infeksi akan menyebar diatas
konveksitas otak serta kefisura interhemisferik dan fisura
Sylvian. Penyebaran infratentorial → 3-10 % infeksi → selalu sekunder dari perluasan otitis.
Akumulasi pus → massa intrakranial. Reaksi inflamasi hebat memacu pembengkakan dan edema otak. Tampilan klinisnya adalah perburukan neurologis cepat, sering
Empiema subdural sekunder terhadap
meningitis → bilateral dan kurang fulminan
dibanding yang sekunder terhadap infeksi otorinologis. H.influenza adalah organisme utama; namun empiema S.pneumonia juga sering dilaporkan.
Hidrosefalus komunikating bisa terjadi karena resorpsi diatas konveksitas otak