20150526 presentasi loka pangan TR

Ragam Pangan dan Daulat
Pangan
Sari dari Kertas Kebijakan:
Kebijakan Pemerintah Daerah, Kedaulatan Pangan dan UU Desa
Perkumpulan Pikul (2015)

Situasi NTT

Produksi Pangan NTT secara
Agregat selalu Memadai

Ragam Produksi Pangan tersebar
pada Pulau-Pulau
Produksi Padi per Area
1990-2011
400000

350000

300000


ton

250000

Sumba
Timor
Alor
Florata

200000

150000

100000

50000

0
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
tahun


Sebaran Produksi Jagung
Produksi Jagung per Wilayah
1990-2011
400000

350000

300000

ton

250000

Sumba
Timor
Alor
Florata

200000


150000

100000

50000

0
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
tahun

Sebaran Produksi Ubi Kayu
Produksi Ubi Kayu per Wilayah
1990-2011
900000
800000
700000
600000
Sumba
Timor

Alor
Florata

ton

500000
400000
300000
200000
100000
0
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
tahun

Keragaman Intra Pulau juga Tinggi











Penelitian keragaman pangan Lokal oleh Pikul 2013 di Timor, Sabu,
Lembata, dan P. Rote:
mengumpulkan kurang lebih 35 golongan bahan pangan lokal, dari serealia,
kacang-kacangan dan umbi-umbian.
Serealia: 5 golongan, yaitu jali, padi ,jewawut, cantel/jagung cantel, dan
jagung
Umbi-umbian: 11 golongan umbi-umbian, yaitu: suweg, ganyong,
talas/bentul/keladi, uwi, uwi buah, uwi awung/uwi gembili, uwi pasir, ubi
jalar, ubi kayu, kimpul dan satu golongan (disocore sp) belum ditemukan
nama umumnya. Kebanyakan jenis umbi-umbian ditemukan di Lembata.
Kacang-kacangan, 12 golongan, yaitu: kacang tanah, kacang kayu, komak,
benguk, bengkuang, kratok, buncis, kecipir, bitok, kacang hijau, kacang uci,
dan kacang merah/kacang tunggak.

Angka Gizi Buruk NTT masih Tinggi

Prosentase Gizi Buruk (2000-2013)di Propinsi Bali, NTB, dan NTT
(Profil Kesehatan Kementerian Kesehatan RI)
35

30

25
NTT
NTB
Bali

20

15

10

5

0

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009


2010

2011

2012

2013

Kebijakan Pangan di Indonesia dan
NTT


UU no 18/2012, mengadopsi definisi Kedaulatan Pangan,
Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. Sebuah
kompromi karena masing-masing definisi memiliki kriteria
operasional yang berbeda.



Kedaulatan Pangan: berada di tingkat nasional untuk produksi,

benih, dan varietas, dan penguasaan sumber-sumber



Kemandirian: kemampuan untuk mencukupi sendiri (nasional)
pengurangan impor, dan peningkatan produksi nasional



Ketahanan Pangan; akses dan ketersediaan yang memadai
terjangkau, beragam, dan bergizi

Program Pangan Nasional hingga
Propinsi


Relatif sama: komoditi unggulan, padi, jagung, dan kedelai (disesuaikan
dengan kondisi), tetapi tidak cukup jelas seberapa jauh pangan lokal akan
dikembangkan seperti sagu, umbi-umbian, sorghum, jelai, dan jewawut.




Peningkatan pendapatan untuk meningkatkan daya beli pangan,
diasumsikan pendapatan yang meningkatkan akan meningkatkan daya
beli, tetapi tidak secara jelas terungkap produksi pangan mandiri dan lokal
akan juga meningkatkan “saving capacity” dan mengurangi pengeluaran.



Pangan sebagai komoditi (barang dagangan), bukan hak, melenceng dari
cita-cita utama kedaulatan pangan (lihat: Deklarasi Nyeleni 2007).



Belum menyentuh jenis pangan khas yang sesuai dengan agroekologi dan
budaya setempat.



Kecenderungan membangun estat pangan dan korporasi pangan raksasa.


Fakta di Pedesaan


Keragaman di daerah pedalaman tinggi, tetapi produksi dan ketersediaan
untuk masing-masing jenis terbatas walaupun secara agregat mencukupi.



Kebanyakan petani masih subsisten, karena akses terhadap pasar
terbatas (infrastruktur transportasi, dan marjin terlalu tipis, bahkan rugi).



Meskipun sumber pangan (karbohidrat, mineral, vitamin) beragam, tetapi
konsumsi monoton



Angka gizi buruk lambat turun, bahkan ada wilayah yang cenderung naik.



Tantangan anomali cuaca dan iklim (perubahan pola hujan, dan angin)



Perhitungan cadangan pangan lokal mengikuti sumber pangan negara
(padi, dan jagung saja), sementara sumber pangan lain jarang dihitung
bahkan diabaikan.

Membangun Kedaulatan Pangan dan
Keragaman Pangan di tingkat Desa dan
Komunitas


Peluang yang ada pada UU Desa, Desa memiliki kewenangan lebih
besar untuk mengurus dirinya sendiri, termasuk mengembangkan
kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan dan gizi.



UU Pangan memandatkan penentuan pangan lokal dan
pengembangan cadangan pangan dari tingkat desa.



Desa dapat didorong untuk mengembangakan produksi dan
konsumsi yang beragam, sesuai dengan kondisi agroekologi
setempat serta beradaptasi dengan kondisi iklim yang sedang
berubah.



Desa dapat mengembangkan nilai atas pangan, teknologi produksi,
dan pengolahan yang disesuaikan dengan agroekologi setempat
dan adaptif terhadap perubahan iklim.

Dimana peran pemerintah
Kabupaten dan Propinsi?


Bagaimana memfasilitasi pengembangan produksi
keragaman pangan bergizi yang berdaulat sekaligus
bersolidaritas. Terkait dengan cadangan pangan desa
hingga kabupaten dan propinsi.



Bagaimana memastikan Desa dan Komunitas mampu
menghasilkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan
pangan yang kuat, beragam, dan berdasarkan pada
sumber-sumber pangan lokal.



Bagaimana memastikan pangan lokal sungguh-sungguh
menjadi pangan pokok, bukan hanya menjadi pangan
kudapan dan jajanan.