MANAJEMEN PUSKESMAS | Karya Tulis Ilmiah

PUSKESMAS
I. MANAJEMEN PUSKESMAS
A.

Kepala Puskesmas
Dalam organisasi dan tata kerja, sebuah Puskesmas dipimpin oleh
kepala Puskesmas yang mempunyai tugas memimpin, mengawasi dan
mengkoordinasi kegiatan Puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan
struktural dan jabatan fungsional. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala
Puskesmas wajib menetapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi
baik dalam lingkungan Puskesmas maupun dengan satuan organisasi di luar
Puskesmas sesuai dengan tugasnya masing-masing. Selain itu kepala
Puskesmas wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk-petunjuk atasan serta
mengikuti bimbingan teknis pelaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala
Kantor Departemen kesehatan kabupaten/kotamadya, sesuai dengan
peraturan

perundang-undangan

yang


berlaku.

Kepala

Puskesmas

bertanggung-jawab memimpin, mengkoordinasi semua unsur dalam
lingkungan Puskesmas, memberikan bimbingan serta petunjuk bagi
pelaksanaan tugas masing-masing. Kegiatan managemen Puskesmas yang
dilaksanakan oleh kepala Puskesmas meliputi tiga fungsi manajemen
Puskesmas yakni Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, dan
Pengawasan dan Pertanggungjawaban.
B.

Perencanaan
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan Puskesmas untuk
mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Rencana
tahunan Puskesmas dibedakan atas dua macam yakni rencana tahunan
upaya


kesehatan

wajib

dan

rencana

tahunan

upaya

kesehatan

pengembangan.
1). Perencanaan Upaya Kesehatan Wajib
Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap Puskesmas, yakni
Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak
termasuk Keluarga Berencana, Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan


dan Pemberantasan Penyakit Menular serta Pengobatan. Langkahlangkah peperencanaan yang harus dilakukan Puskesmas adalah sebagai
berikut :
a. Menyusun usulan kegiatan
Langkah pertama adalah menyusun usulan kegiatan dengan
memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku, baik nasional
maupun daerah, sesuai dengan masalah sebagai hasil dari kajian
data dan informasi yang tersedia di Puskesmas. Usulan ini disusun
dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang berisikan rincian
kegiatan, tujuan, sasaran, besaran kegiatan (volume), waktu, lokasi
serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan. rencana ini
disusun melalui pertemuan perencanaan tahunan Puskesmas yang
dilaksanakan

sesuai

dengan

mengikutsertakan

BPP (Badan


Penyantun Puskesmas) serta dikoordinasikan dengan camat
b. Mengajukan usulan kegiatan
Langkah kedua adalah mengajukan usulan kegiatan ke dinas
kesehatan kabupaten/ kota untuk persetujuan pembiayaannya. Perlu
diperhatikan dalam mengajukan usulan kegiatan harus dilengkapi
dengan usulan kebutuhan rutin, sarana dan prasarana dan
operasional Puskesmas beserta pembiayaannya.
c.

Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan
Langkah ketiga yang dilakukan oleh Puskesmas adalah menyusun
rencana pelaksanaan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas
kesehatan kabupaten/kota (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action)
dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang dilengkapi dengan
pemetaan wilayah (mapping).

2). Perencanaan Upaya Kesehatan Pengembangan
Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya
kesehatan Puskesmas yang telah ada, atau upaya inovasi yang

dikembangkan sendiri. Upaya laboratorium medik, upaya laboratorium
kesehatan masyarakat dan pencatatan pelaporan tidak termasuk pilihan

karena ketiga upaya ini adalah upaya penunjang yang harus dilakukan
untuk

kelengkapan

upaya-upaya

Puskesmas.

Langkah-langkah

perencanaan upaya kesehatan pengembangan yang dilakukan oleh
Puskesmas mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Identifikasi upaya kesehatan pengembangan
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi upaya
kesehatan


pengembangan

yang

akan

diselenggarakan

oleh

Puskesmas. Identifikasi ini dilakukan berdasarkan ada tidaknya
masalah kesehatan yang terkait dengan setiap upaya kesehatan
pengembangan tersebut. Apabila Pusksmas memiliki kemampuan,
identifikasi masalah dilakukan bersama masyarakat melalui
pengumpulan data secara langsung di lapangan. Tetapi apabila
kemampuan pengumpulan data bersama masyarakat tersebut tidak
dimiliki oleh Puskesmas, identifikasi dilakukan melalui kesepakatan
kelompok oleh petugas Puskesmas dengan mengikutsertakan Badan
Penyantun Puskesmas. Tergantung dari kemampuan yang dimiliki,
jumlah upaya kesehatan pengembangan yang terpilih dapat lebih

dari

satu.

Disamping

itu

identifikasi

upaya

kesehatan

pengembangan dapat pula memilih upaya yang bersifat inovatif
yang tidak tercantum dalam daftar upaya kesehatan Puskesmas
yang telah ada, melainkan dikembangkan sendiri seuai dengan
masalah dan kebutuhan masyarakat serta kemampuan Puskesmas.
b. Menyusun usulan kegiatan
Langkah kedua yang dilakukan oleh Puskesmas adalah menyusun

usulan kegiatan yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran,
besaran kegiatan (volume), waktu, lokasi serta perkiraan kebutuhan
biaya untuk setiap kegiatan. rencana yang telah disusun tersebut
diajukan dalam bentuk matriks. Penyusunan rencana pada tahap
awal pengembangan program dilakukan melalui pertemuan yang
dilaksanakan secara khusus bersama dengan BPP dan Dinas
kesehatan kabupaten/kota dalam bentuk musyawarah masyarakat.

Penyusunan pada tahap pelaksanaan tahun berikutnya dilakukan
secara terintegrasi dengan penyusunan rencana upaya kesehatan
wajib.
c. Mengajukan usulan kegiatan
Langkah ketiga yang dilakukan oleh Puskesmas adalah mengajukan
usulan kegiatan ke Dinas kesehatan kabupaten/kota untuk
pembiayaannya. Usulan kegiatan tersebut dapat pula diajukan ke
BPP atau pihak-pihak lain. Apabila diajukan ke pihak-pihak lain,
usulan kegiatan harus dilengkapi dengan uraian tentang latar
belakang, tujuan serta urgensi perlu dilaksanakannya upaya
pengembangan tersebut.
d. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan

Langkah keempat yang dilakukan oleh Puskesmas adalah menyusun
rencana pelaksanaan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas
kesehatan kabupaten/kota atau penyandang dana lain (Rencana
Kerja Kegiatan/Plan of Action) dalam bentuk matriks (Gantt Chart)
yang dilengkapi dengan pemetaan wilayah (mapping). penyusunan
rencana pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara terpadu dengan
penyusunan rencana pelaksanaan upaya kesehatan wajib.
II. PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR
A.

Pemberantasan Penyakit Menular
Memberantas penyakit menular itu sebenarnya menghilangkan atau
merubah cara berpindahnya penyakit menular dan/atau infeksi. Pemindahan
penyakit atau penularan itu suatu cara bagaimana orang yang rawan dapat
memperoleh penyakit atau infeksi dari orang lain atau hewan yang sakit.
Cara-cara itu ialah;
1. Penularan langsung dari manusia ke manusia. Ini dapat terjadi karena
tetesan-tetesan halus yang terhambur dari batuk, berludah, atau bersin,
misalnya tuberkulose ; bersentuh (persetubuhan), misalnya pada
penyakit kelamin.


2. Penularan tidak langsung;
a) Dengan perantara benda atau barang yang kotor (ada kumannya),
biasanya air, makanan dan susu segar. Sebagai contoh adalah
perjalanan najis ke mulut. Manusia makan bahan makanan dan
minum air yang telah dikotori dengan kuman penyebab penyakit.
Penyakit-penyakit yang ditularkan dengan cara ini antara lain ialah
kolera dan disentri.
b) Dengan perantara serangga atau gigitan binatang. Orang digigit
serangga atau binatang yang membawa kuman penyakit dalam
saluran pencernaannya atau dalam ludahnya. Sebagai contoh:
Malaria, Filariasis, Dengue demam berdarah dan Rabies.
3. Jika diketahui cara bagaimana penyakit itu menular, maka dapat
dijalankan usaha-usaha yang jitu untuk menghilangkan sumber infeksi,
dan memutuskan rantai penularan penyakit. Dengan demikian
Puskesmas dapat banyak sekali mengurangi kejadian (incidence)
penyakit menular. Didalam pembatasan penyakit sering dipakai istilah
wabah dan kejadian luar biasa (KLB) yang artinya sebagai berikut :
a. Wabah
Wabah adalah suatu peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang

telah meluas secara cepat baik jumlah kasus maupun luas daerah
terjangkit.
b. Kejadian Luar Biasa
1) KLB adalah:
Timbulnya

suatu

kejadian

kesakitan/kematian

dan

atau

meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun
waktu tertentu.
2) Kriteria KLB (kriteria kerja) antara lain:
a) Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak
ada/tidak dikenal di suatu daerah.

b) Adanya peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang dua
kali

atau

lebih

dibandingkan

dengan

jumlah

kesakitan/kematian yang biasa terjadi pada kurun waktu
sebelumnya (jam, hari, minggu) tergantung dari jenis
penyakitnya.
c) Adanya peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama
3 kurun waktu (jam, hari, minggu) berturut-turut menurut jenis
penyakitnya.

3) Penyakit-penyakit menular yang dilaporkan
Penyakit-penyakit menular yang dilaporkan adalah penyakitpenyakit yang memerlukan kewaspadaan ketat yaitu penyakitpenyakit wabah atau yang berpotensi wabah/atau yang dapat
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
Penyakit-penyakit menular dikelompokkan sebagai berikut:
1) Penyakit karantina atau penyakit wabah penting: Kholera
Poliomylitis, Pes, Difteri.
2) Penyakit potensial wabah/KLB yang menjalar dalam waktu
cepat atau mempunyai mortalitas tinggi, dan memerlukan
tindakan segera: DHF, Campak, Rabies, Diare, Pertusis.
3) Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit
penting: Malaria, Hepatitis, Enchephalitis, Frambosia, Typhus
Abdominalis,Tetanus,

Influenza,

Meningitis,

Tetanus

Neonatorum, Antrax, Keracunan.
4) Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah, tetapi
diprogramkan, di tingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan
melalui RR terpadu Puskesmas ke kabupaten, dan seterusnya.
Penyakit-penyakit tersebut meliputi:
Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis, Gonorhoea dan filariasis,
dan lain-lain.

Dari penyakit-penyakit diatas, pada keadaan tidak ada wabah
secara rutin hanya yang termasuk kelompok 1 dan kelompok 2
yang perlu dilaporkan secara mingguan. Bagi penyakit
kelompok 3 dan 4, secara rutin dilaporkan bulanan dan di
tingkat Puskesmas dilaporkan secara terpadu pada formulir
LB.1.
B.

Pemberantasan Penyakit Diare
Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan
bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencai dan bertambahnya
frekuensi berak lebih dari biasanya (lazimnya tiga kali atau lebih dalam
sehari). Menurut banyaknya cairan dan elektrolit dari tubuh, diare
berdasarkan derajat dehidrasi dapat dibagi menjadi:
- Diare tanpa dehidrasi
- Diare dengan dehidrasi ringan (kehilangan cairan sampai 5% dari berat
badan).
- Diare dengan dehidrasi sedang (kehilangan cairan 6 – 10% dari berat
badan).
- Diare dengan dehidrasi berat (kehilangan cairan lebih 10% dari berat
badan).
Tujuan umum dari kegiatan ini adalah menurunkan angka kematian
karena diare terutama pada bayi dan anak balita serta menurunkan angka
kesakitan diare.
Tujuan khususnya adalah sebagai berikut:
- Petugas Puskesmas mampu melakukan tatalaksana kasus diare yang tepat
dan efektif.
- Petugas Puskesmas mampu melakukan penyuluhan pemberantasan diare.
- Petugas Puskesmas mampu meningkatkan peran serta aktif masyarakat.
- Petugas kesehatan mampu melakukan pencatatan dan pelaporan serta
monitoring kegiatan pemberantasan diare.

Prinsip utama tatalaksana diare akut adalah pemberian cairan dan
makanan serta pengobatan medikamutosa yang rasional yang hanya diberikan
untuk kasus tertentu yang jelas penyebabnya.
a. Pemberian cairan
Pada garis besarnya jenis cairan dibagi dalam :
1). Cairan rehidrasi oral.
Cairan rehidrasi oral (oralit) diberikan kepada semua penderita diare,
kecuali bila oralit tidak ada atau diare baru dimulai, cairan rumah
tangga misalnya larutan gula garam atau air tajin diberikan untuk
mencegah dehidrasi
Pemerintah menyediakan 2 macam kemasan oralit:
a) Bungkusan 1 (satu) liter (20% dari persediaan) digunakan untuk
rumah sakit atau KLB dan diberikan /dilarutkan di sarana
kesehatan.
b) Bungkusan 200 ml (80% dari persediaan) tersedia sampai ke
posyandu dan dapat diberikan/dibawa pulang oleh masyarakat.
Cara melarutkan oralit harus dilarutkan dengan baik agar lebih
berhasil guna dan tidak terjadi gejala sampingan.
Dosis oralit disesuaikan dengan umur penderita dan keadaan diare atau
dehidrasinya.
Dosis acuan adalah sebagai berikut:
Di bawah 1 tahun

: 3 jam pertama 1,5 gelas, kemudian 0,5 gelas
setiap mencret.

Antara 1-4 tahun

: 3 jam pertama 3 gelas, kemudian 1 gelas setiap
mencret.

Antar 5-12 tahun

: 3 jam pertama 6 gelas, kemudian 1,5 gelas
setiap mencret.

Di atas 12 tahun

: 3 jam pertama 12 gelas, kemudian 2 gelas
setiap mencret.

2) Cairan rehidrasi parenteral (intravena).

Terapi cairan intravena diberikan kepada penderita diare dengan
dehidrasi berat atau keadaan menurun sangat lemah, muntah-muntah
berat sehingga penderita tidak dapat minum sama sekali.
Untuk program pemberantasan diare maka dipake cairan tunggal yaitu
ringer laktat.
a. Kecepatan cairan
- pada neonatus.
Jumlah cairan yang diberikan harus di perhatikan bentuk,
rehidrasi initial diberikan dalam waktu 3 jam (2-4jam). Cairan
yang diberika 20 ml / kg berat badan/jam (variasi antara 15-25
ml/kg berat badan/jam).
- pada bayi dan anak
Bila terjadi syok berat, guyur secepatnya sampai syok teratasi
selanjutnya 1 jam pertama 30 ml/kg berat badan/jam.
7 jam berikutnya : 10ml/kg berat badan/jam.
Pada orang dewasa.
Rehidrasi initial :
1 jam pertama: 60ml/kg berat badan/jam.
2 jam berikutnya : 40ml/kg berat badan/jam.
Untuk keperluan dilapangan jumlah cairan rehidrasi initial
yang diperlukan adalah 10% dari perkiraan berat badan. Bila
penderita sudah dapat minum segera diberikan oralit.
b. Pengobatan dietetik
- Pemberian makanan seperti semula diberikan sedini-dininya
dan disesuaikan dengan kebutuhan.
- Bagi yang mendapatkan ASI sebelumnya jangan dihentikan.
-

Bagi yang sebelumnya tidak mendapatkan ASI dapat
diteruskan dengan susu formula.

- Makanan tambahan diperlukan pada masa penyembuhan.
c. Pengobatan medikamentosa

Seperti diuraikan di atas maka pengobatan mediakamentosa hanya
diberikan bila ada indikasi.
- Anti diare tidak direkomendasikan
-

Antibiotika
penderita

atau antimikroba
cholera,

disentri,

hanya diberikan kepada
shigella,

amoebiasis

atau

antimikroba sesuai dengan ketentuan yang ada.
b. Penyuluhan.
Penyuluhan kepada perorangan dan kelompok masyarakat diarahkan
pada penyuluhan hygiene perorangan dan kesehatan lingkungan.
- Tentang gejala diare dan pengobatannya.
- Penggunaan oralit dan cairan rumah tangga misalnya larutan gula
garam, air tajin dan kuah sayur.
- Meneruskan makanan /ASI selama dan sesudahn diare.
Untuk pelaksanaan upaya pencegahan maka peran mengenai
pencegahan diare yang perlu disebar luaskan adalah:
- Promosi ASI
- Perbaikan makanan penyapihan atau makanan pendamping
ASI (MPASI) dari segi gizi maupun hygienenya.
- Penggunaan air bersih, peningkatan hygiene perorangan,
penggunaan jamban perbaikan lingkungan.
- Imunisasi campak.
c. Pencatatan dan pelaporan.
Semua kasus diare yang ditemukan dicatat dan dilaporkan dengan
menggunakan sistem yang sudah ada, melakukan monitoring secara
terus menerus melalui kegiatan mini lokakarya.
d. Pergerakan partisipasi masyarakat.
Pergerakan partisipasi masyarakat dilakukan antara lain melalui
pendidikan kader tentang pemberantasan diare, sehingga kader mampu
melakukan penyuluhan kepada masyarakat.
- Melarutkan oralit dan memberikan

- Mendeteksi dini, mengobati penderita diare dan melakukan
rujukan.
- Memberikan penyuluhan tentang kesehatan perorangan dan
lingkungan.
- Penyuluhan tentang penggunaan air bersih.
III.

PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK
A.

Program Kesehatan Ibu dan Anak
Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya dibidang kesehatan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu
meneteki, bayi dan balita serta anak prasekolah.
Tujuan program kesehatan Ibu dan Anak adalah tercapainya
kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang
optimal, bagi ibu dan

keluarganya untuk menuju NKKBS serta

meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh
kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas
manusia seutuhnya.
Salah satu kegiatan petugas Puskesmas untuk mencapai tujuan tersebut
diatas adalah dengan kegiatan imunisasi.
B.

Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi
adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia.
Secara umum imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kematian
dan kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi.
Sasaran kegiatan imunisasi dalam program kesehatan ibu dan anak
adalah bayi umur 0-11 bulan dan ibu hamil.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung keberhasilan
program imunisasi meliputi :

1). Menentukan besarnya sasaran dan target cakupan sasaran imunisasi.
Ini bisa ketahuan dari data yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik.
Jumlah bayi puskesmas tahun ini =
Jumlah penduduk Puskesmas tahun lalu X jumlah bayi Kab. tahun ini
Jumlah penduduk Kab. tahun lalu
Jumlah bayi : 5 angka kelahiran Propinsi dikalikan jumlah penduduk
puskesmas.
Jumlah sasaran ibu hamil untuk TT adalah seluruh ibu hamil.
Jumlah ibu hamil = 1,1 x jumlah bayi.
2). Membuat jadwal pelayanan imunisasi di seluruh wilayah kerja
Puskesmas
3). Merencanakan kebutuhan vaksin dan peralatan vaksinasi, cold chain
dan buku pencatatan/pelaporan.
4). Mengelola vaksin, peralatan vaksin dan cold chain sesuai dengan
petunjuk teknis.
5). Memberikan pelayanan imunisasi secara terpadu dengan program lain
dalam kegiatan Posyandu, pelayanan imunisasi di Gedung Puskesmas
dan di Puskesmas Pembantu.
6). Memberikan penyuluhan dan membina peran serta masyarakat.
7). Melakukan monitoring (pemantauan).
8). Pencatatan dan pelaporan.
Jenis imunisasi yang termasuk dalam program kesehatan ibu dan anak
adalah Tetanus Toxoid 2 kali pada ibu hamil dan BCG, DPT 3 x, Polio 3x,
Hepatitis B 3x dan Campak 1x pada bayi.
IV.

PROGRAM GIZI
A.

Gizi
Puskesmas adalah unit kerja terdepan pelaksana program perbaikan

gizi di daerah.
Tujuan program perbaikan gizi bertujuan menurunkan angka penyakit
gizi kurang yang umumnya banyak diderita oleh masyarakat berpenghasilan

rendah (di pedesaan maupun perkotaan), terutama pada nak balita dan
wanita. Tujuan tersebut mendukung upaya penurunan angka kematian bayi,
balita dan kematian ibu serta mendorong makin terwujudnya norma
keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Program ini juga berusaha
memperbaiki keadaan gizi masyarakat pada umumnya, melalui perbaikan
pola konsumsi pangan yang makin beraneka ragam, seimbang dan bermutu
gizi.
Sasaran dari program perbaikan gizi yaitu penurunan prevalensi
kurang kalori protein (KKP) pada balita, penurunan prevalensi kurang
vitamin A di daerah rawan, penurunan prevalensi gangguan akibat
kekurangan yodium, penurunan prevalensi anemia gizi pada ibu hamil, dan
adanya perubahan pola konsumsi pangan keluarga yang makin beraneka
ragam, seimbang dan bermutu gizi.
Program-program pokok perbaikan gizi :
1). Usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK)
2). Usaha perbaikan gizi institusi (UPGI)
3). Pencegahan dan penanggulangan gondok endemik
4). Pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A
5). Pencegahan dan penanggulangan anemia gizi
6). Sistem kewaspadaan pangan dan gizi
7). Perbaikan makanan bayi dan anak
B.

Pemberian Makanan Tambahan
Kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT) termasuk di dalam
program usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang dilaksanakan melalui
kegiatan pelayanan gizi melalui posyandu.. Kegiatan pemberian makanan
tambahan di Posyandu kepada anak balita dilaksanakan oleh kader-kader
PKK atau kader desa lainnya dengan bimbingan teknis oleh petugas gizi
Puskesmas.

Selain di dalam program usaha perbaikan gizi keluarga, kegiatan
pemberian makanan tambahan juga dilaksanakan dalam program usaha
perbaikan gizi institusi (UPGI).
Tugas dan fungsi Puskesmas dalam kegiatan UPGK terbagi dalam dua
yakni tugas yang bersifat lintas sektoral dan tugas yang bersifat sektoral.
Tugas yang bersifat lintas sektoral adalah menyusun planning of action
(POA) untuk pelaksanaan kegiatan UPGK sesuai tahap-tahap kegiatan
menurut program yang ada, mengatur tim pelatih lintas sektor kecamatan
yang akan melaksanakan latihan kader sesuai dengan pedoman yang ada.
Menyediakan bahan yang diperlukan untuk terlaksananya kegiatan UPGK,
mengunjungi posyandu untuk membimbing kader dalam pelaksanaan
kegiatan, mengadakan analisa data UPGK dan memberikan umpan balik,
dan melakukan tindak lanjut atas dasar analisa data dan umpan balik.
Sedangkan tugas yang bersifat sektoral bersifat untuk kepentingan sektor
kesehatan sendiri, yang meliputi melaksanakan kegiatan operasional
pelayanan gizi keluarga, menyelenggarakan pelatihan pelayanan gizi
keluarga, membina pelaksanaan operasional pelayanan gizi keluarga di
dalam dan di luar Posyandu, dan mengelola sarana pelayanan gizi keluarga,
merencanakan dan mengevaluasi UPGK.
Dalam program UPGI, peran tenaga Puskesmas adalah membimbing
dan membina pengelola/kader di institusi dalam melakukan kegiatan
pelayanan gizi berdasar pedoman yang telah ditetapkan. Tenaga Puskesmas
bersama sektor terkait dapat melakukan supervisi kegiatan UPGI ke
Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit, perusahaan, panti asuhan, panti
werdha, sekolah-sekolah, lembaga pemasyarakatan, asrama haji atau
transito-transmigrasi yang ada di wilayahnya.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Depkes RI, Pedoman Kerja Puskesmas Tahun 1989-1990. Jilid 1. Jakarta. 1989

2.

Depkes RI, Pedoman Kerja Puskesmas Tahun 1989-1990. Jilid 2. Jakarta. 1989

3.

Depkes RI, Pedoman Kerja Puskesmas Tahun 1989-1990 .Jilid 3. Jakarta. 1989

4.

Depkes RI. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 128/ Menkes/ SK/ II/
2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Dinkes Propinsi Jawa Tengah.
2005