Optimasi Substitusi Fly Ash Dan Bottom Ash Terhadap Pembuatan Paving Block Sesuai SNI 03-0691-1996

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Bata beton merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif
pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan
air dengan perbandingan 1 semen : 3 pasir. Bata beton difokuskan sebagai
konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural.
Bata beton yang baik adalah yang masing-masing permukaannya rata dan
saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan bata beton
menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia 1982 (PUBI-1982)
pasal 6 antara lain adalah berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan
harus sudah kering, berukuran panjang ±400 mm, lebar ±200 mm, tebal ±100-200
mm, kadar air 25-35% dari berat, dan memiliki kuat tekan antara 2-7 N/mm2atau
(2-7/9,81) kg/mm2. Berdasarkan persyaratan fisik bata beton standar dalam PUBI1982 memberikan batasan standar bahwa untuk bata beton dengan nilai kuat tekan
2-3,5 MPa dapat dipakai pada konstruksi yang tidak memikul beban. Untuk kuat
tekan 2 MPa dapat dipasang pada tempat yang terlindung dari cuaca luar dan
diberi lapisan pelindung.
Bata beton dapat berwarna seperti warna aslinya atau diberi zat warna
pada komposisinya dan digunakan untuk halaman baik di dalam maupun di luar
bangunan.

Menurut SNI 03-0691-1996 “Bata beton (Paving Block) adalah suatu
komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan
perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan
lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton itu.

2.2 Klasifikasi Paving Block
Berdasarkan klasifikasinya Paving Block dibedakan menjadi beberapa
klasifikasi diantaranya sebagai berikut:

9
Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Cara Pembuatannya
a. Paving Block Press Manual/ Tangan
Paving Block press manual/ tangan termasuk jenis Paving Block dengan

kategori D-C (10-15 Mpa). Sesuai dengan mutunya yang rendah, bata beton jenis
ini memiliki nilai jual yang rendah. Sedangkan untuk pemakaiannya, bata beton
ini umumnya digunakan untuk non structural, seperti untuk taman dan pejalan
kaki dengan daya beban yang rendah.


b. Paving Block Press Mesin Vibrasi/ Getar
Paving Block jenis ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan

umumnya memiliki mutu kelas C-B (15-20 Mpa). Dalam pemakaiannya, bata
beton ini digunakan untuk pelataran parkir.

C. Paving Block Press Mesin Hidrolik
Paving Block jenis ini diproduksi dengan mesin press hidrolik dengan kuat

tekan 300 kg/cm2. Bata beton ini dapat dikategorikan Paving Block degan mutu BA (20-40 Mpa). Pemakaian bata beton ini digunakan untuk perkerasan jalan
hingga perkerasan lahan pelataran terminal peti kemas di pelabuhan (Wintoko,
2007).

2.2.2 Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Penggunaannya
Klasifikasi bata beton menurut SK SNI 03-0691-1994 terdiri dari :
a. Bata beton mutu A digunakan untuk jalan.
b. Bata beton mutu B digunakan untuk pelataran parkir.
c. Bata beton mutu C digunakan untuk pejalan kaki.
d. Bata beton mutu D digunakan untuk taman dan penggunaan lain.


10
Universitas Sumatera Utara

Kuat Tekan

Ketahanan aus

(MPa)

( mm/menit )

Mutu
Ratarata

Min.

Ratarata

Min


Penyerapan air
rata- rata
(%)

A

40

35

0.090

0.103

3

B

20


17.0

0.130

0.149

6

C

15

12.5

0.160

0.184

8


D

10

8.5

0.219

0.251

10

Tabel 2.1 Mutu Paving Block

2.3 Pengujian Benda Uji
Pengujian benda uji Paving Block menurut SNI 031-0691-1996 yaitu :

2.3.1 Pengujian Penyerapan Air
a. Lima buah benda uji dalam keadaan utuh direndam dalam air hingga jenuh

(24jam), ditimbang beratnya dalam keadaan basah.
b. Kemudian dikeringkan dalam dapur pengering selama kurang lebih 24
jam, pada suhu kurang lebih 105°C sampai beratnya pada dua kali
penimbangan berselisih tidak lebih dari 0,2% penimbangan yang
terdahulu.
c. Penyerapan air dihitung sebagaiberikut.

Dimana : BA = berat beton basah, dalam kg
BB = berat beton kering, dalam kg

2.3.2 Pengujian Kuat Tekan
a. Ambil 10 buah contoh uji masing-masing dipotong berbentuk kubus dan
rusuk-rusuknya disesuaikan dengan ukuran contoh uji.

11
Universitas Sumatera Utara

b. Contoh uji yang telah siap, ditekan hingga hancur dengan mesin penekan
yang dapat diatur kecepatannya. Kecepatan penekanan dari mulai
pemberian beban sampai contoh uji hancur diatur dalam waktu 1 sampai 2

menit arah penekanan pada contoh uji disesuaikan dengan arah tekanan
beban didalam pemakaiannya.
Kuat tekan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana :

P = beban tekan, N
L = luas bidang tekan mm2
Kuat tekan rata-rata dari contoh bata beton dihitung dari

jumlah kuat tekan dibagi jumlah contoh uji.

2.3.3 Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat
a. Peralatan pengujian:
1) Larutan jenuh garam natrium sulfat yang jernih dengan berat jenis antara
1,151-1,174.
2) Bejana tempat merendam contoh dalam larutan natrium sulfat
b. Prosedur Pengujian:
1) Dua buah benda uji utuh (bekas pengujian ukuran) dibersihkan dari kotoran
yang melekat, kemudian dikeringkan dalam dapur pengering pada suhu

(105+2)°C hingga berat tetap lalu didinginkan dalam desikator.
2) Setelah dingin ditimbang sampai ketelitian 0,1 gram, kemudian direndam
dalam larutan jenuh garam natrium sulfat selama 16 sampai dengan 18
jam, setelah itu diangkat dan didiamkan dulu agar cairan yang berlebih
meniris.
3) Selanjutnya masukkan benda uji kedalam dapur pengering pada suhu
(105+2)°C selama kurang lebih 2 jam, kemudian didinginkan sampai suhu
kamar.
4) Ulangi pernedaman dan pengeringan ini sampai 5 kali berturut-turut.
5) Pada pengeringan yang terakhir, benda uji dicuci sampai tidak ada lagi sisa
sisa garam sulfat yang tertinggal.
12
Universitas Sumatera Utara

6) Untuk mengetahui bahwa tidak ada lagi garam sulfat yang tertinggal, larutan
pencucinya dapat diuji dengan larutan � �2.

7) Untuk mempercepat pencucian dapat dilakukan pencucian dengan air
panas bersuhu kurang lebih 40-50 °C.
8) Setelah pencucian sampai bersih, benda uji dikeringkan dalam dapur

pengering sampai berat tetap (± 2-4 jam), didinginkan dalam desikator.
Kemudian ditimbang lagi sampai ketelitian 0,1gram.
9) Disamping itu diamati keadaan benda uji apakah setelah perendaman dalam
larutan garam natrium sulfat terjadi atau nampak adanya retakan, gugusan
atau cacat-cacat lainnya.
10) Laporkan keadaan setelah perendaman itu dengan kata-kata:
- Baik/ tidak cacat, bila tidak nampak adanya retak-retak atau perubahan
lainnya.
- Cacat/ retak-retak, bila nampak adanya retak-retak (meskipun kecil),
rapuh, gugus dan lain-lain
11) Apabila

selisih

penimbangan

sebelum

perendaman


dan

setelah

perendaman tidak lebih dari 1 % dan benda uji tidak cacat nyatakan bendabenda uji tadi baik. Bila selisih penimbangan dari 2 diantara 3 benda uji
tadi lebih besar dari 1 %, sedang benda ujinya baik (tidak cacat) nyatakan
benda uji secara keseluruhan menjadi cacat.

2.3.4 Pengujian Ketahanan aus
a. Ambil lima buah contoh uji dipotong berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 50 mm x 50 mm dan tebal 20 mm (untuk pengujian ketahanan
aus).
b. Sisa dari pemotongan dibuat benda uji persegi dengan ukuran kurang dari
20 mm (untuk penentuan berat jenis)
c. Mesin aus yang dipergunakan, cara-cara mengaus dan mencari berat jenis
dikerjakan sesuai SNI 03-0028-1987, cara uji ubin semen.
d. Benda uji yang telah diukur dan telah ditimbang, diletakkan pada tempatnya
pada mesin pengaus, dibebani dengan beban tambahan sebesar 3 1/3kg.

13
Universitas Sumatera Utara

e. Mesin pengaus dijalankan dan setelah pengaus pertama berlangsung 1
menit, benda uji diputar 90°, dan pengausan dilanjutkan. Setiap setelah
pengausan berlangsung 1 menit benda uji diputar 90°, dan hal
dilakukan

sampai

berlangsung

5x1

menit.

ini

Selama menit-menit

pengausan, permukaan yang diaus harus selalu diamati setiap menit
apakah lapisan kepala ini telah ada yang habis.
1) Benda uji yang lapisan kepalanya tidak habis setelah pengausan
selama 5 menit, dibersihkan dari debu dan serpihan kemudian ditimbang
sampai ketelitian 10 mg.
2) Jika sebelum pengausan berlangsung 5 menit lapisan kepala telah
ada yang habis, pengausan dihentikan pada menit terakhir habisnya lapisan
kepala, lalu benda uji dibersihkan dari debu dan ditimbang.
3) Catat hasil penimbangan ini dan hitung selisih berat benda uji
sebelum dan sesudah diaus. Bagi benda uji yang belum habis lapisan
kepalanya, pengausan dapat dilanjutkan sampai pada menit-menit habisnya
lapisan kepala atau sampai menit ke15.
4) Benda uji untuk berat jenis lapisan kepala, setelah kering
ditimbang lalu ditentukan volumenya. Hitung berat jenis masing-masing
benda uji dengan ketelitian sampai 2 desimal, dan hitung nilai rata-rata
dari 10 benda uji.
5) Ketahanan aus masing-masing benda uji dapat dihitung sebagai
berikut:

Dimana :
A = selisih berat benda uji sebelum dan sesudah diaus, dalam gr
BJ= berat jenis rata-rata lapisan kepala, dalam gr/cm3
I = Luas permukaan bidang aus, dalam cm3
w = Lamanya pengausan, dalam menit.

14
Universitas Sumatera Utara

2.4 Semen Portland
Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder )
yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat
hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

2.4.1 Jenis Semen Portland
Jenis/tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe semen yang
telah distandarardisasi di Indonesia. Menurut SNI 0031-81, semen Portland
dibagi menjadi lima tipe, yaitu :
Tipe I
Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan umum,tidak

memerlukan persyaratan khusus (panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat,
kekuatanawal).
Tipe II
Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap

sulfat sedang dan mempunyai panas hidrasi sedang.
Tipe III
High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan kekuatan awal

tinggi (cepat mengeras).
Tipe IV
Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang memerlukan

panas hidrasi rendah,kekuatan awal rendah.
Tipe V
High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap

kadar sulfat tinggi.

15
Universitas Sumatera Utara

Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis OPC
(Ordinary Portland Cement) atau Tipe I, yaitu semen hidrolis yang dipergunakan

secara luas untuk konstruksi umum, seperti konstruksi bangunan yang tidak
memerlukan persyaratan khusus, antara lain bangunan perumahan, gedunggedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya.

2.4.2. Bahan Penyusun Semen Portland
Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silica
(SiO3), alumina (Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali.
Untuk mengontrol komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi, sedangkan
gipsum (CaSO4.2H2O) ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen. (Tri
Mulyono, 2004). Komposisi senyawa utama dan senyawa pembentuk dalam
semen portland dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3 berikut ini.

Tabel 2.2 Komposisi senyawa utama semen portland (Tri Mulyono, 2003)
Rumus Kimia

Notasi

Persen Berat

Nama Kimia
Trikalsium Silikat

3CaO.SiO2

C3S

55

Dikalsium Silikat

2CaO.SiO2

C2S

18

Tirikalsium aluminat

3CaO.Al2O3

C3A

10

Tetrakalsium

4CaO.Al2O3.Fe2O

C4AF

8

Gipsum

CaSO4.2H2O

CSH2

6

2.5 Agregat
Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh
perekat semen (CUR 2, 1993). Kandungan agregat dalam campuran beton
biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Agregat ini
harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi
sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat yang kecil
16
Universitas Sumatera Utara

berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat berukuran besar
(Nawy, 1998).
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat
buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan
beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.

2.5.1 Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi
alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat
pemecah batu, dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm atau lolos saringan
no.4 dan tertahan pada saringan no.200.
Agregat halus yang digunakan pada campuran beton harus
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Susunan Butiran ( Gradasi)
Modulus kehalusan (fineness modulus), menurut hasil penelitian
(larrard, 1990) menunjukan bahwa pasir dengan modulus kehalusan 2,5 s/d
3,0 pada umumnya akan menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas yang
rendah) yang mempunyai kuat tekan dan workability yang optimal.
Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena
akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain
sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi
penyusutan. Analisa saringan akanmemperlihatkan jenis dari agregat halus
tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine
Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :







Pasir kasar

: 2.9 < FM