171014 rencana strategis badan ekonomi kreatif 2015 2019

KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2017
TENTANG
RENCANA STRATEGIS BADAN EKONOMI KREATIF
TAHUN 2015 - 2019

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, perlu menetapkan

Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif tentang Rencana
Strategis Badan Ekonomi Kreatif Tahun 2015 – 2019;

Mengingat

:

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
2007, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4700);

-2-

3. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 20152019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 3);
4. Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan
Ekonomi Kreatif (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 7) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
139);
5. Peraturan

Menteri

Perencanaan

Nasional/Kepala

Badan

Nasional


1

Nomor

Perencanaan

Tahun

2014

Pembangunan
Pembangunan

tentang

Pedoman

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Tahun 2015-2019 (Berita Negara Republik Indonesia

Tahun 2014 Nomor 10);
6. Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi
Kreatif (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1145);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan

:

PERATURAN KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF TENTANG
RENCANA STRATEGIS BADAN EKONOMI KREATIF TAHUN
2015 - 2019.

Pasal 1
Rencana Strategis Badan Ekonomi Kreatif Tahun 2015 - 2019
yang selanjutnya disebut Renstra Bekraf adalah pedoman dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program dan kegiatan
yang dilaksanakan untuk mewujudkan visi dan misi Badan

Ekonomi Kreatif.

Pasal 2
(1) Renstra Bekraf meliputi uraian tentang mandat, tugas, fungsi
dan kewenangan, peran, kondisi, potensi dan permasalahan,

-3-

visi dan misi, tujuan, sasaran strategis, arah kebijakan dan
strategi, sasaran program (outcome), kegiatan dan sasaran
kegiatan (output), target capaian, serta pendanaan.
(2) Renstra Bekraf merupakan acuan untuk menyusun Rencana
Kerja Badan Ekonomi Kreatif yang dijabarkan lebih lanjut oleh
setiap Unit Organisasi Eselon I di lingkungan Badan Ekonomi
Kreatif ke dalam program tahunan masing-masing.

Pasal 3
Sasaran strategis dan sasaran program yang telah ditetapkan di
dalam Renstra Bekraf dijabarkan ke dalam sasaran kegiatan
pada masing-masing Unit Kerja Eselon II.


Pasal 4
Renstra Bekraf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini.

Pasal 5
Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

-4-

Agar

setiap

pengundangan

orang


mengetahuinya,

Peraturan

Kepala

memerintahkan

Badan

ini

dengan

penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Januari 2017

KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF

REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

TRIAWAN MUNAF

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Maret 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 412


KATA PENGANTAR
Badan Ekonomi Kreatif secara resmi telah terbentuk pada tanggal 20 Januari
2015 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi
Kreatif yang diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Badan Ekonomi Kreatif. Fokus awal yang harus menjadi prioritas setelah terbentuknya
Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) ini adalah menyusun Rencana Strategis (Renstra)
pengembangan ekonomi kreatif untuk periode 2015-2019 yang merupakan referensi
utama bagi seluruh unit kerja di dalam Bekraf untuk melaksanakan program dan
kegiatan tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.
Bekraf memiliki visi, ekonomi kreatif menjadi kekuatan baru ekonomi Indonesia.
Untuk

itu sasaran strategis yang ingin dicapai Bekraf adalah meningkatkan

pertumbuhan PDB Ekraf. Hal ini dicapai dengan meningkatkan daya saing produk
kreatif Indonesia berbasis hak kekayaan intelektual baik yang terdaftar maupun yang
melekat serta meningkatkan nilai tambah yang dapat diwujudkan dalam perekonomian
Indonesia.
Untuk mewujudkan visi ini, Bekraf memiliki misi membangun ekosistem ekonomi

kreatif yang mampu mendorong pertumbuhan

jumlah usaha ekonomi kreatif,

meningkatkan nilai tambah per perusahaan, serta mendorong produk kreatif Indonesia
berjaya di pasar global.
Bekraf melakukan pembangunan melalui 2 program, yaitu: (1) pengembangan
ekonomi kreatif; dan (2) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
Badan Ekonomi Kreatif. Pengembangan ekonomi kreatif akan difokuskan pada 16
subsektor, meliputi: (1) Aplikasi dan Game Developer; (2) Arsitektur; (3) Desain
Interior; (4) Desain Komunikasi Visual; (5) Desain Produk; (6) Fesyen; (7) Film,
Animasi & Video; (8) Fotografi; (9) Kriya; (10) Kuliner; (11) Musik; (12) Penerbitan; (13)
Periklanan; (14) Seni Pertunjukan; (15) Seni Rupa; dan (16) Televisi dan Radio.
Arah kebijakan pengembangan ekonomi kreatif adalah: (1) memfasilitasi
pengembangan riset dan edukasi ekonomi kreatif nasional; (2) memfasilitasi akses
permodalan bagi pelaku ekonomi kreatif nasional kepada sumber-sumber pendanaan
i

dan


menumbuhkembangkan

membangun

alternatif

dan mengoptimalkan

sumber-sumber

infrastruktur

pendanaan

yang mendukung

baru;

(3)

terwujudnya

ekosistem ekonomi kreatif nasional; (4) menumbuhkan, menggerakan, meningkatkan,
serta mengoptimalkan berbagai titik pemasaran produk dan jasa kreatif nasional di
dalam dan luar negeri; (5) membangun kesadaran dan apresiasi publik terhadap hak
kekayaan intelektual, mengoptimalkan manfaat ekonomi bagi pemegang hak
kekayaan intelektual; (6) membangun dan memperkuat kerja sama, serta menciptakan
sinergi antar-lembaga dan wilayah, untuk mendukung pengembangan ekonomi kreatif
nasional; dan (7) membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif,
demokratis dan terpercaya.
Sedangkan strategi yang akan dilaksankan ada tiga yaitu, pertama, top down,
berupa penetapan subsektor unggulan dan subsektor prioritas. Subsektor unggulan
adalah subsektor yang kontribusinya sangat besar dalam PDB Ekraf sedangkan
subsektor prioritas adalah subsektor yang dapat menjadi penghela sektor-sektor
pembangunan lainnya. Subsektor ungggulan mencakup subsektor kriya, kuliner, dan
fesyen. Subsektor prioritas mencakup subsektor film dan animasi, game dan aplikasi,
serta musik. Kedua, strategi bottom-up, di samping program-program topdown, Bekraf
juga

melaksanakan

kegiatan yang

merupakan

aspirasi pelaku ekraf. Agar

pendukungan dapat berjalan efektif, efisien dan berkualitas maka usulan akan
diseleksi oleh tim yang kompeten yang dinamakan tim kurasi. Strategi ketiga adalah
memastikan bahwa semua kegiatan Bekraf berjalan secara koheren menuju
pembangunan ekosistem ekraf.
Renstra ini diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi dan pertimbangan
bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun rencana strategis pengembangan ekonomi
kreatif di daerah serta instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan ekonomi kreatif.

Jakarta,

Januari 2017

Kepala Badan Ekonomi Keatif,

Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif,

Triawan Munaf

Ricky Joseph Pesik

ii

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................

i

Daftar Isi ...............................................................................................................

iii

Daftar Tabel ..........................................................................................................

iv

Daftar Gambar .....................................................................................................

v

Bab I

Pendahuluan ..........................................................................................

1

1.1 Kondisi Umum ...............................................................................

1

1.2 Potensi Dan Permasalahan ..........................................................

5

Bab II Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran Strategis ................................................. 13
2.1 Visi ................................................................................................ 16
2.2 Misi ................................................................................................ 16
2.3 Tujuan ........................................................................................... 17
2.4 Sasaran Strategis ......................................................................... 17
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka
Kelembagaan ........................................................................................ 20
3.1 Latar Belakang .............................................................................. 20
3.2 Arah Kebijakan Dan Strategi Nasional .......................................... 22
3.3 Arah Kebijakan dan Strategi Badan Ekonomi Kreatif ..................... 24
3.4 Kerangka Regulasi ........................................................................ 28
3.5

Kerangka Kelembagaan ................................................................ 32

Bab IV Target Kinerja Dan Kerangka Pendanaan ................................................ 33
4.1 Target Kinerja ............................................................................... 33
4.2 Kerangka Pendanaan ................................................................... 59
Bab V Penutup ...................................................................................................... 61

iii

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1

Pertumbuhan PDB Subsektor Ekonomi Kreatif (Persen) .................

2

Tabel 1.2

Distribusi PDB Menurut Subsektor Ekonomi Kreatif .........................

2

Tabel 2.1

Sasaran Pertumbuhan Ekonomi Kreatif ……………………………... 17

Tabel 3.1

Sasaran Pembangunan Ekonomi Kreatif dalam RPJMN 2015 –
2019 ................................................................................................. 22

Tabel 3.2

Subsektor Unggulan dan Subsektor Prioritas .................................. 26

Tabel 4.1

Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis ............. 33

Tabel 4.2

Sumber Data ................................................................................... 34

Tabel 4.3

Program Pengembangan Ekonomi Kreatif ....................................... 36

Tabel 4.4

Program Pengembangan Ekonomi Kreatif (Lanjutan) ...................... 39

Tabel 4.5

Program Pengembangan Ekonomi Kreatif (Lanjutan) ...................... 43

Tabel 4.6

Program Pengembangan Ekonomi Kreatif (Lanjutan) ...................... 46

Tabel 4.7

Program Pengembangan Ekonomi Kreatif (Lanjutan) ...................... 48

Tabel 4.8

Program Pengembangan Ekonomi Kreatif (Lanjutan) ...................... 51

Tabel 4.9

Program Dukungan Manajemen ...................................................... 53

Tabel 4.10

Program Dukungan Manajemen (Lanjutan) ..................................... 55

Tabel 4.11

Program Dukungan Manajemen (Lanjutan) ..................................... 56

Tabel 4.12

Program Dukungan Manajemen (Lanjutan) ..................................... 57

Tabel 4.13

Program Dukungan Manajemen (Lanjutan) ..................................... 58

iv

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1

Pertumbuhan Ekonomi Kreatif 2011 – 2015 ................................

3

Gambar 1.2

Perkembangan Ekspor Produk Kreatif (USD Miliar) ....................

4

Gambar 1.3

Tenaga Kerja di Sektor Ekonomi Kreatif 2010 – 2015 (Juta
Orang) ..........................................................................................

4

Gambar 2.1

Perkembangan Kelembagaan Ekonomi Kreatif ........................... 13

Gambar 2.2

Struktur Organisasi Badan Ekonomi Kreatif ................................ 15

Gambar 2.3

Penjabaran Sasaran Pertumbuhan Ekraf ................................... 18

Gambar 2.4

Peta Strategi Secara Makro ......................................................... 18

Gambar 3.1

Tantangan Pembangunan Nasional dan Peran Ekonomi Kreatif . 20

Gambar 3.2

Rantai Nilai Produk Kreatif ........................................................... 22

Gambar 3.3

Pendekatan Strategi Holistik, Integratif, Tematik, dan Spasial ..... 23

Gambar 3.4

Arah Pengembangan Usaha Kreatif ............................................ 25

Gambar 3.5

Peta Kegiatan Program Pengembangan Ekonomi Kreatif ........... 25

Gambar 4.1

Garis Besar Pembagian Tugas Kedeputian Bekraf...................... 35

Gambar 4.2

Dukungan Infrastruktur Untuk Aplikasi dan Game Developer
dan Animasi ................................................................................. 42

v

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

KONDISI UMUM

Pengembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia secara sistematis dimulai dengan
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif,
yang berhasil merumuskan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia
tahun 2009-2025 oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Unit kerja
setingkat eselon I yang menangani urusan ekonomi kreatif baru terbentuk pada tahun
2011 dengan dibentuknya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pada Kabinet
Kerja Presiden Jokowi-Jusuf Kalla (2015-2019) dibentuk badan baru yaitu
Badan Ekonomi Kreatif melalui Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Badan Ekonomi Kreatif. Untuk dapat memenuhi tuntutan kompleksitas pengembangan
ekonomi kreatif Peraturan Presiden tersebut diubah menjadi Peraturan Presiden
Nomor 72 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun
2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif.
Dalam Rencana Strategis ini yang dimaksud dengan (1) Kreatifitas adalah
kapasitas atau daya upaya untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang unik
dan baru serta menciptakan solusi dari suatu masalah atau melakukan sesuatu yang
berbeda; (2) Ekonomi Kreatif adalah penciptaan nilai tambah yang berbasis kreativitas;
(3) Usaha Ekonomi Kreatif adalah entitas usaha baik yang berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum yang mentransformasikan dan memanfaatkan kreatifitas untuk
menghasilkan barang dan jasa serta yang diakui memiliki hak kekayaan intelektual
baik terdaftar maupun melekat.
Di dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015, produk-produk ekonomi
kreatif diklasifikasikan kedalam 16 subsektor yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
kemudian dirinci kedalam 206 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 5
digit. Rincian keenam belas subsektor ekonomi kreatif berturut-turut sesuai dengan
urutan KBLI adalah sebagai berikut:

01

Arsitektur

09

Musik

02

Desain Interior

10

Fesyen

03

Desain Komunikasi Visual

11

Aplikasi dan Game Developer

04

Desain Produk

12

Penerbitan

05

Film, Animasi, dan Video

13

Periklanan

06

Fotografi

14

Televisi dan Radio

07

Kriya

15

Seni Pertunjukan

08

Kuliner

16

Seni Rupa

1

Perkembangan pertumbuhan dan postur PDB ekonomi kreatif ditunjukan dalam
Tabel 1.1 dan Tabel 1.2. Postur PDB menunjukkan bahwa ada tiga subsektor
penyumbang paling besar, yaitu kuliner, fesyen, dan kriya dengan total kontribusi
sekitar 76%.
Tabel 1.1. Pertumbuhan PDB Subsektor Ekonomi Kreatif (persen)

Tabel 1.2. Distribusi PDB Menurut Subsektor Ekonomi Kreatif

2

Sejalan dengan perlambatan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi kreatif
juga melambat yaitu dari 6,33% tahun 2011, 5,72% tahun 2012, 5,75% pada tahun
2013, 5,19% pada tahun 2014 dan pada tahun 2015 hanya tumbuh 4,38%. Trend
pertumbuhan ini ditunjukkan dalam Gambar 1.1. Setelah tahun 2015 pertumbuhan
ekonomi kreatif kembali meningkat sejalan dengan pertumbuhan PDB yang juga
makin baik, namun tidak cukup untuk mampu meningkatkan kontribusi ekonomi kreatif
dalam perekonomian nasional karena pertumbuhannya tetap di bawah pertumbuhan
PDB. Oleh karena itu, dibutuhkan intervensi khususnya oleh Bekraf agar pertumbuhan
ekonomi kreatif secara bertahap dapat lebih tinggi dari pertumbuhan PDB.

Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kreatif 2011-2015

Ekspor
Ekspor produk-produk ekonomi kreatif dari tahun 2010-2015 ditunjukkan dalam
Gambar 1.2. Pada tahun 2010 total ekspor produk kreatif mencapai USD 13,51 miliar
dan meningkat menjadi USD 19,36 miliar pada tahun 2015. Dengan demikian dari
tahun 2010 hingga tahun 2014, rata-rata pertumbuhan ekspor mencapai 7,94%
dengan catatan variasinya sangat lebar, karena ada pertumbuhan negatif dan ada
pertumbuhan yang sangat kecil. Pada tahun 2015 sebagai tahun pertama RPJMN
2015-2019, ekspor produk kreatif tumbuh 6,6%. Lebih dari 95% dari nilai ekspor
tersebut berasal dari subsektor kuliner, fesyen dan kriya. Dengan demikian,
peningkatan ekspor produk kreatif dapat difokuskan pada ketiga subsektor ini.

3

Gambar 1.2. Perkembangan Ekspor Produk Kreatif (USD Miliar)

Tenaga Kerja
Sektor ekonomi kreatif termasuk sektor perekonomian yang padat tenaga kerja
dengan pertumbuhan tenaga kerja yang senantiasa positif. Pada tahun 2010, jumlah
penduduk yang bekerja di sektor ekonomi kreatif adalah 14,35 juta orang yang
meningkat menjadi 15,17 juta orang pada tahun 2014 dan 15,96 juta orang pada tahun
2015. Sejalan dengan kontribusinya pada PDB, 3 subsektor besar penyedia lapangan
kerja adalah fesyen, kuliner, dan kriya, lihat Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Tenaga Kerja di Sektor Ekonomi Kreatif, 2010-2015 (juta orang)

4

1.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN
Faktor Internal dan Eksternal
Tahun 2015 menjadi dimulainya era globalisasi atau pasar global. Semua orang
dari seluruh dunia mempunyai kesempatan untuk dapat bekerja di negara lain dengan
bebas. Dengan berlakukannya ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, maka pasar globalisasi antar tenaga
kerja di wilayah ASEAN semakin terbuka. Setiap individu di berbagai bidang ekonomi
terutama ekonomi kreatif berkompetisi untuk mendapatkan pekerjaan. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia perlu diarahkan untuk menciptakan lulusan yang lebih
berkualitas, meningkatkan keterampilan tenaga kerja, serta mendorong sertifikasi
kompetensi pekerja agar dapat berdaya saing di pasar ASEAN maupun internasional.
WTO sebagai badan yang mengatur perdagangan di dunia mengeluarkan kebijakan
perdagangan bebas yang memberikan kebebasan semua negara di dunia untuk
memasarkan produknya di negara lain sehingga persaingan antarnegara sangat ketat
dalam memasarkan produk atau jasa ekonomi kreatifnya.
Beberapa faktor kelemahan pengembangan ekonomi kreatif antara lain: Sumber
Daya Manusia (SDM), infrastruktur, regulasi, permodalan, pemasaran, penegakan
hukum, distribusi. Dari segi SDM, pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia
terkendala oleh terbatasnya kuantitas dan kualitas pelaku kreatif baik menurut
keahlian bidang maupun kemampuan untuk menjalankan dan mengelola usaha. Dari
sisi infrastruktur, terkendala oleh terbatasnya jumlah layar bioskop, pusat pelatihan,
laboratorium riset, inkubator bisnis, kurangnya fasilitas sarana dan prasarana kreasi
(creative center), pasar dan galeri seni, tempat pertunjukan yang permanen dan
berstandar internasional, kota kreatif, techno park, belum adanya sistem pengarsipan
karya-karya kreatif Indonesia sebagai sumber inspirasi penciptaan karya baru ke
depan, dan ketersediaan akses internet berkecepatan tinggi dengan persebaran yang
merata hingga ke pelosok daerah, e-commerce dan payment gateway.
Dari sisi regulasi kerapkali menjadi hal yang memberatkan pelaku kreatif, seperti
ketentuan mengenai perpajakan, perizinan usaha yang rumit, penugasan
pengembangan subsektor ekonomi kreatif yang di jalankan oleh lebih dari satu K/L
sehingga berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan. Dari sisi permodalan,
beberapa kelemahan yang dihadapi adalah permasalahan yang terkait kuantitas dan
kualitas lembaga pembiayaan, alternatif pembiayaan bagi industri kreatif, dan
matchmaking pembiayaan bagi industri kreatif. Kuantitas lembaga pembiayaan yang
dimaksudkan adalah lembaga pembiayaan yang dapat memberikan pembiayaan bagi
pelaku kreatif dengan pendekatan nonkonvensional.
Dari sisi penegakan hukum pembajakan karya dalam industri musik, aplikasi dan
game developer, penerbitan, film, dan animasi merupakan salah satu permasalahan
utama terkait HKI di Indonesia. Penegakan hukum yang lemah dan tidak konsisten
menyebabkan pembajakan terus berkembang. Dari sisi pemasaran, kurangnya
sinergitas arah kebijakan dan program pemerintah dengan Pemerintah Daerah, serta
tumpang tindihnya program pemasaran produk dan jasa kreatif lintas
Kementerian/Lembaga dalam mengembangkan produk dan jasa kreatif. Dari sisi
5

distribusi, persaingan yang makin tajam muncul dari metode distribusi produk dan jasa
kreatif yang semakin dekat dengan konsumen. Masih kurangnya inovasi yang dapat
mendorong konsumen semakin mudah mendapatkan produk dan jasa kreatif nasional.
Pengembangan ekonomi kreatif Indonesia memiliki kekuatan berupa kekayaan
Kearifan Lokal Indonesia. Sumber daya budaya merupakan kekayaan peradaban
Indonesia yang berasal dari interaksi sosial masyarakat, yang menjadi bagian dari
kepribadian dan identitas suatu masyarakat, yang dapat dijadikan sebagai bahan baku
dalam proses kreasi dan produksi karya kreatif. Setidaknya tercatat bahwa Indonesia
memiliki lebih dari 199 tarian dari 724 bahasa daerah dari 1.340 suku bangsa.
1.2.1. Potensi
Pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia sangat strategis dari berbagai
aspek baik sumberdaya manusia, keragaman budaya, dan pasar domestik yang
besar. Dari sisi karakteristik demografis sangat potensial untuk mengembangkan
ekonomi kreatif. Jumlah penduduk dengan angkatan kerja yang tinggi dapat diarahkan
untuk memperkuat industri kreatif lokal. Ketersediaan sumber daya kreatif (orang
kreatif) yang bersumber dari jumlah penduduk yang tinggi akan menjadi modal sosial
yang besar bagi pengembangan ekonomi kreatif.
Meningkatnya jumlah orang kreatif ini merupakan akibat dari semakin
berkembangnya pemahaman masyarakat mengenai industri kreatif sehingga
mendorong peningkatan permintaan produk kreatif. Walaupun jumlah orang kreatif
sudah meningkat, namun ketersediaan dan kualitas orang kreatif masih belum
memadai untuk dapat meningkatkan skala produksi industri kreatif. Secara demografi,
Indonesia memiliki peluang yang besar karena berdasarkan data sensus penduduk
yang dilakukan pada tahun 2010, 60% dari 237 juta penduduk Indonesia berada dalam
usia produktif (15-55 tahun), dan 27% adalah generasi muda (16-30 tahun). Peluang
untuk mendapatkan bonus demografi sangat besar, namun tanpa strategi dan
kebijakan yang tepat maka jumlah usia produktif yang besar dapat menimbulkan
masalah bagi Indonesia. Penduduk di usia produktif ini dapat diarahkan menjadi orang
kreatif yang berkualitas untuk mendorong pengembangan ekonomi kreatif.
Peningkatan jumlah dan kualitas orang kreatif dipengaruhi oleh dua aspek utama, yaitu
pendidikan kreatif dan peningkatan kapasitas tenaga kerja kreatif.
1.2.2. Permasalahan
Pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia dihadapkan pada berbagai
permasalahan sebagai berikut:
a)

Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga kerja. Akselerasi pertumbuhan
ekonomi kreatif memerlukan dukungan tenaga kerja yang memiliki mindset
kreatif dan inovatif.

b)

Kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah belum mendukung
pengembangan ekonomi kreatif sepenuhnya. Kendala tersebut dihadapi oleh
hampir semua pelaku kreatif di setiap subsektor ekonomi kreatif.

6

c)

Sektor ekonomi kreatif belum banyak menarik investor untuk menanamkan
modalnya. Sampai saat ini sektor tersebut masih dianggap belum memiliki daya
tarik yang kuat untuk berinvestasi. Prospek bisnis di sektor ekonomi kreatif
masih rendah dan dinilai masih berisiko tinggi sehingga sulit untuk
mendapatkan pembiayaan perbankan.

d)

Pengembangan ekonomi kreatif masih menghadapi sulitnya akses pasar
produk kreatif. Hal ini disebabkan belum terbangunnya rantai distribusi produk
kreatif Indonesia ke pasar dunia. Saat ini data pasar produk kreatif domestik
maupun internasional belum terhimpun secara lengkap, akurat dan terkini.

e)

Bahan baku yang dapat dimanfaatkan untuk produk kreatif masih terbatas,
pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku alternatif bagi produk
mode hanya sampai pada tahap eksperimentasi. Berbagai riset mengenai
sumber daya alam Indonesia yang akan dijadikan bahan baku produk mode
belum ada yang dipublikasikan dan belum ada pula yang diproduksi dalam
jumlah besar.

f)

Ketersediaan infrastruktur dan teknologi merupakan persyaratan utama untuk
meningkatkan daya saing industri kreatif Indonesia. Namun demikian kondisi
infrastruktur bagi ekonomi kreatif masih belum memadai.

g)

Partisipasi dan sinergi para pemangku kepentingan secara keseluruhan belum
cukup kuat. Koordinasi dan sinergi lintas kementerian/lembaga masih belum
intensif, dan kreativitas belum menjadi prinsip utama dalam pembangunan
nasional.

Berdasarkan uraian kondisi umum, potensi dan permasalahan dalam
pengembangan ekonomi kreatif nasional maka diperlukan dokumen perencanaan
strategis Badan Ekonomi kreatif 2015-2019 sebagai rujukan terhadap arah, kebijakan,
strategi, program dan kegiatan yang bersifat menyeluruh, terintegrasi dan akuntabel
untuk mencapai sasaran strategis pembangunan ekonomi kreatif dalam RPJMN 20152019.
1.2.3. Kondisi Umum Subsektor Ekonomi Kreatif
01

Peran arsitektur di Indonesia sangatlah penting. Dalam hal budaya,
keanekaragaman arsitektur lokal dan daerah menunjukkan karakter
Bangsa Indonesia yang mempunyai beraneka ragam budaya.
Sedangkan dalam hal pembangunan, arsitektur juga berperan dalam
merancang dasar pembangunan sebuah kota. Karena potensinya yang
sangat besar, Bekraf memasukkan arsitektur sebagai salah satu sub
sektor yang layak untuk dikelola secara lebih serius.
Saat ini, sub sektor arsitektur menghadapi berbagai macam tantangan.
Salah satu di antaranya adalah kurangnya arsitek di Indonesia. Menurut
data anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), jumlah arsitek di Indonesia
hanya 15 ribu orang, sangat kurang jika dibandingkan dengan 250 juta
penduduk Indonesia. Sedangkan tantangan lain adalah para
pengembang besar lebih banyak menggunakan jasa arsitek asing
daripada arsitek lokal.
Meski begitu, pembangunan sarana dan prasarana di Indonesia masih
sangat membutuhkan peran arsitek. Arsitektur menjadi bagian penting
dari pengembangan industri nasional yang sedang bergeser dari raw
based economy menjadi knowledge-based economy. Para arsitek pun

7

saat ini mulai memunculkan inovasi produk arsitektur yang menyiratkan
karakter budaya dan kearifan lokal.

02

Selama dua dekade terakhir ini, perkembangan sub sektor desain
interior menunjukkan kemajuan yang sangat pesat. Masyarakat mulai
mengapresiasi estetika ruangan secara lebih baik. Penggunaan jasa
desainer interior untuk merancang estetika interior hunian, hotel, dan
perkantoran pun semakin meningkat. Sudah jelas bahwa potensi
ekonomi dari industri desain interior sangat menjanjikan.
Itu bisa menjadi momentum positif bagi sub sektor desain interior yang
sebaiknya jangan disia-siakan. Munculnya berbagai sekolah,
konsultan, perusahaan, dan asosiasi desain interior menunjukkan
adanya semangat dari sub sektor ini untuk berkembang di pasar
nasional bahkan internasional. Selain itu, desain interior dengan
karakter otentik Indonesia, tentu bisa dikembangkan untuk
menunjukkan identitas bangsa.
Bekraf melihat ada beberapa hal yang masih perlu digarap dalam sub
sektor ini, antara lain adalah proteksi terhadap para pelaku kreatif
desain interior di pasar domestik, adanya sertifikasi untuk menciptakan
standar, dan perlindungan hak cipta. Selain itu Bekraf juga akan
menginisiasi promosi desain interior melalui berbagai program, salah
satunya dengan mengadakan event atau pameran berskala
internasional secara rutin. Sub sektor desain interior dengan segala
potensinya tentu bisa bersaing secara domestik ataupun global.

03

Desain Grafis (Desain Komunikasi Visual, DKU) punya peran yang
sangat penting dalam mendukung pertumbuhan bisnis pengusaha
swasta, pemilik merek, dan bahkan kelancaran program-program
pemerintah. Potensi pasar domestik sangat menjanjikan, terutama
dengan semakin banyaknya praktisi DKV lokal yang lebih memahami
situasi pasar, pengetahuan, dan nilai-nilai lokal.
Potensi ini masih harus ditingkatkan, seperti kesadaran pasar tentang
pentingnya desain. Hasil karya desainer grafis sering dinilai dengan
harga yang kurang layak. Padahal para desainer grafis membutuhkan
proses yang cukup panjang dalam bekerja, dari memikirkan filosofi,
mengolah desain sehingga mempunyai makna, dan menghasilkan
produk jadi. Ajakan kepada para pengusaha untuk menggunakan jasa
desainer grafis lokal pun perlu lebih lantang diserukan.
Bekraf dengan segala wewenangnya akan ikut membangun DKV
menjadi subsektor yang unggul dan mampu bersaing baik di dalam
negeri dan internasional. Beberapa program yang bisa dilakukan
adalah dengan mempromosikan serta memublikasikan hasil karya
subsektor ini, membuat regulasi supaya para pekerja desain lokal
mendapatkan prioritas dalam menggarap proyek perusahaan domestik
daripada para desainer luar, terutama setelah kesepakatan MEA
diberlakukan.

04
Desain produk merupakan proses kreasi sebuah produk yang
menggabungkan unsur fungsi dengan estetika sehingga bermanfaat
dan memiliki nilai tambah bagi masyarakat. Tren sub sektor ini sangat
positif. Dengan populasi penduduk yang didominasi oleh usia produktif,
potensi terbentuknya interaksi antara pelaku industri dan pasar pun
sangat besar. Ditambah lagi masyarakat dan pasar sekarang memiliki
apresiasi terhadap produk yang berkualitas.
Sub sektor desain produk juga didukung oleh para pelaku industri yang
memiliki craftmanshift andal. Para desainer produk mampu menggali
dan mengangkat kearifan lokal, kekayaan budaya Indonesia yang
beraneka ragam, dalam setiap karya-karyanya. Sebagai wakil
pemerintah, Bekraf akan mengelola sub sektor ini dan mendampingi
para pelaku kreatif dalam mengembangkan bisnisnya.
Beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk subsektor ini adalah
dengan mengelola industri dari hulu ke hilir, bekerja sama dengan

8

berbagai asosiasi untuk meningkatkan penggunaan desain produk
lokal Indonesia, dan mendirikan pusat desain sebagai hub lintas
subsektor. Untuk jangka panjang, perlu adanya undang-undang atau
peraturan yang menetapkan supaya setiap retail dan mall menjual
minimal 20-30% produk-produk lokal.

05

Perfilman Indonesia saat ini sedang mengalami perkembangan yang
positif. Para rumah produksi mulai berlomba-lomba menggenjot
produktivitasnya menggarap film yang berkualitas dari segi cerita
sekaligus menguntungkan secara komersial. Ini tak lepas dari potensi
penonton Indonesia yang sangat besar dan bisa mengapresiasi film
produksi lokal secara positif.
Sub sektor ini memiliki potensi yang bisa dikembangkan menjadi lebih
baik, walapun masih harus menghadapi berbagai tantangan. Beberapa
di antaranya adalah minimnya SDM yang benar-benar mempunyai
keahlian di bidang film, sehingga pilihan untuk memperoleh tim dari
sutradara, penulis skenario, kru, dan pemain film, sangat terbatas.
Permasalahan lain yang tak kalah penting adalah layar bioskop yang
terbatas dan tidak merata penyebarannya, serta belum adanya proteksi
terhadap hak karya cipta sehingga aksi pembajakan masih marak.
Sebagai lembaga pemerintah, Bekraf akan menyediakan fasilitasi
untuk memperkuat industri perfilman Indonesia. Bekraf menggarap
beberapa program, seperti mengeluarkan peraturan untuk melindungi
hak karya intelektual di industri film, membuka akses investasi dan
permodalan, serta membuka akses lebih lebar terhadap para penonton.

06

Perkembangan subsektor fotografi yang cukup pesat tak lepas dari
banyaknya generasi muda yang sangat antusias belajar fotografi. Tak
sedikit pula dari mereka yang kemudian memutuskan terjun di bidang
ini sebagai profesional. Masyarakat pun memberikan apresiasi yang
positif terhadap dunia fotografi.
Beberapa pelaku memberikan pendapatnya tentang apa yang masih
harus digarap dalam bidang fotografi ini. Pertama, belum adanya
perlindungan HKI terutama untuk hak penggunaan karya fotografi.
Kedua, belum adanya pengarsipan karya-karya fotografi Indonesia.
Dan ketiga, Bekraf diharapkan bisa membantu para fotografer
Indonesia mendapatkan perhatian internasional.
Salah satu program yang dilakukan oleh Bekraf adalah sertifikasi
terhadap para fotografer. Dengan adanya sertifikasi ini diharapkan ada
standar yang jelas terhadap profesi fotografer. Bekraf juga akan
memfasilitasi perlindungan HKI terhadap karya-karya fotografi, dan
meningkatkan eksposur fotografer lokal ke kancah internasional.

07

Seni kriya merupakan salah satu sub sektor yang menjadi ciri khas
Bangsa Indonesia dan sangat dekat dengan industri pariwisata. Dilihat
dari materialnya, kriya meliputi segala kerajinan yang berbahan kayu,
logam, kulit, kaca, keramik, dan tekstil. Ketersediaan bahan baku
material yang berlimpah dan kreativitas para pelaku industri menjadi
faktor utama majunya subsektor ini.
Indonesia memiliki banyak pelaku seni kriya yang kreatif dan piawai
dalam berbisnis. Bisnis kriyanya pun beragam. Banyak dari mereka
berhasil memasarkan produknya sampai ke pasar luar negeri. Produkproduk kriya Indonesia terkenal dengan ‘buatan tangan’-nya, dan
memanfaatkan hal tersebut sebagai nilai tambah sehingga bisa
dipasarkan dengan harga yang lebih tinggi.
Sebagai lembaga pemerintah, Bekraf mempunyai tanggung jawab
untuk mengelola subsektor ini dengan menyediakan berbagai fasilitasi
yang relevan. Bekraf menyediakan fasilitasi kerja sama antara
desainer, UKM, dan manufaktur sehingga terbentuk kolaborasi antar
pelaku subsektor. Promosi produk-produk kriya di dalam dan luar
negeri, serta membuka akses permodalan juga menjadi programprogram utama Bekraf untuk subsektor kriya ini.

9

08

Sub sektor kuliner memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu 30%
dari total pendapatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Industri
kuliner mempunyai potensi yang sangat kuat untuk berkembang, oleh
karena itu pemerintah akan mendukung sub sektor ini supaya lebih
maju.
Beberapa pelaku industri kuliner melihat ada beberapa hal yang harus
diperbaiki dan dikelola secara lebih serius. Salah satu di antaranya
adalah perlunya akses perizinan usaha melalui satu pintu sehingga
lebih mudah dan efektif. Para pebisnis kuliner baru sebaiknya
mendapatkan panduan dari pemerintah, bisa dari pelatihan bisnis,
informasi perizinan, sampai pada pendampingan hukum dalam proses
pendirian usaha.
Sebagai wakil dari pemerintah Bekraf berperan serta dalam
mendampingi sub sektor kuliner ini. Bekraf menyediakan fasilitasi
seperti pelatihan bisnis, akses permodalan, dan pendampingan
pendirian usaha. Bekraf juga akan berpartisipasi dalam
mempromosikan kuliner Indonesia yang sangat beraneka ragam ini di
pasar domestik dan luar negeri.

09

Musik merupakan industri cukup menjanjikan dalam dunia showbiz.
Besarnya minat dan antusiasme para musisi muda untuk terjun ke
dalam bidang ini menunjukkan bahwa musik punya potensi menjadi
industri yang lebih besar. Bekraf optimistis menempatkan musik
sebagai salah satu sub sektor yang akan dikelola secara lebih
maksimal.
Meskipun sub sektor musik punya potensi yang sangat besar, beberapa
pelaku melihat permasalahan yang harus segera diselesaikan. Salah
satu tantangan terbesar pembajakan yang masih marak sehingga
menyebabkan perkembangan industri musik di Indonesia terhambat.
Pembajakan tentunya menyebabkan turunnya kualitas dan kuantitas
produksi, menurunnya apresiasi masyarakat terhadap musik, dan
turunnya minat investasi di bidang ini.
Bekraf menyediakan fasilitasi untuk para pelaku industri musik.
Beberapa fasilitasi yang akan disediakan oleh Bekraf antara lain
perlindungan HKI sehingga bisa mengurangi pembajakan, menginisiasi
terbentuknya inkubator-inkubator musik, membuka akses permodalan
untuk industri musik, membangun ekosistem bisnis musik yang sehat,
dan program-program lain.

10

Tren fesyen senantiasa berubah dengan cepat. Dalam hitungan bulan,
selalu muncul mode fesyen baru. Ini tak lepas dari produktivitas para
desainer fesyen lokal yang inovatif merancang baju-baju model baru,
dan munculnya generasi muda kreatif yang antusias dengan industri
fesyen ini. Masyarakat sebagai pasar pun juga semakin cerdas dan
berselera tinggi dalam memilih fesyen.
Di sisi lain, subsektor ini harus menghadapi banyak tantangan. fesyen
lokal masih menjadi anak tiri, pasar memprioritaskan ruangnya untuk
produk-produk impor, sehingga fesyen lokal kurang mendapatkan
tempat. Sedangkan tantangan lain yang tak kalah penting adalah
sinergi industri hulu ke hilir, mulai dari pabrik tekstil/garmen, perancang
busana, sampai ke urusan pasar.
Dengan optimisme bahwa industri fesyen bisa bersaing di MEA, Bekraf
akan melakukan pendampingan melalui fasilitasi-fasilitasi yang bisa
mendorong sub sektor ini menjadi semakin besar. Bekraf akan
mengeluarkan kebijakan untuk mendorong penggunaan karya fesyen
dalam negeri, melancarkan ketersediaan bahan baku, sampai pada
promosi produk-produk fesyen dalam negeri di pasar domestik dan
global.

10

11

Meningkatnya penetrasi pemanfaatan gadget oleh masyarakat tak
lepas dari peran aplikasi yang tertanam di dalamnya. Masyarakat sudah
fasih menggunakan berbagai jenis aplikasi digital seperti peta atau
navigasi, media sosial, berita, bisnis, musik, penerjemah, permainan
dan lain sebagainya. Berbagai aplikasi tersebut didesain supaya
mempermudah pengguna dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Maka
tak heran jika potensi subsektor aplikasi dan pengembang permainan
sangat besar.
Di lain pihak, subsektor ini masih menghadapi berbagai tantangan.
Beberapa di antaranya adalah keterbatasan sumber daya manusia
(SDM) baik secara kuantitas atau kualitas, sedikitnya minat investor
pada industri ini, dan belum adanya kebijakan proteksi yang memihak
pada kepentingan developer domestik. Situasi inilah yang
menyebabkan ekosistem subsektor ini belum terbangun secara
maksimal.
Melalui peran setiap deputi, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengelola
subsektor aplikasi dan pengembang permainan lebih serius dengan
menginisiasi munculnya lebih banyak inkubator pengembang aplikasi
dan permainan, memasukkan unsur-unsur aplikasi dan permainan ke
dalam dunia pendidikan, memproteksi para pengembang lokal, dan
membantu mereka dalam mempromosikan karya-karyanya.

12

Pasar industri penerbitan memang tidak sebesar sub sektor yang lain,
namun industri ini punya potensi yang tak kalah kuat. Banyak
penerbitan besar dan kecil yang masih bermunculan meramaikan
industri ini. Ditambah lagi perkembangan teknologi yang
memungkinkan buku diterbitkan dalam bentuk digital.
Penerbitan turut berperan aktif dalam membangun kekuatan
intelektualitas bangsa. Munculnya sastrawan, penulis, peneliti, dan
para cendekiawan, tak lepas dari peran industri ini. Walaupun saat ini
profesi penulis masih dianggap kurang menjanjikan, banyak para
penulis muda yang sangat antusias, silih berganti menerbitkan karyakaryanya.
Bekraf akan turut mengelola industri penerbitan sebagai salah satu sub
sektor unggulan. Peran Bekraf adalah menyediakan berbagai fasilitasi,
seperti membuka akses di pasar domestik (daerah) dan global, fasilitasi
kebijakan perpajakan yang bisa meringankan industri penerbitan, dan
lain sebagainya. Bekraf optimistis sub sektor penerbitan bisa
berkembang menjadi lebih besar.

13

Periklanan adalah sub sektor ekonomi kreatif yang karyanya memiliki
daya sebar paling tinggi. Hal ini tak lepas dari peran sinergi para pemilik
modal yang ingin memasarkan produk dan jasa mereka dengan media
yang dimanfaatkan. Sampai saat ini, iklan masih menjadi medium
paling efisien untuk memublikasikan produk dan jasa.
Potensi industri ini pun tak perlu diragukan lagi. Pertumbuhan belanja
iklan nasional bisa mencapai 5-7% setiap tahunnya. Ditambah lagi,
iklan mempunyai soft power berperan dalam membentuk pola
konsumsi, pola berpikir, dan pola hidup masyarakat. Oleh karena itu
sangat penting apabila subsektor ini dikuasai oleh SDM lokal.
Bekraf pun akan menyediakan fasilitasi terkait dengan penguatan SDM
lokal, mengatur kebijakan pembatasan investasi asing di industri iklan
Indonesia, memperkuat otoritas dewan periklanan Indonesia, dan
pembatasan penayangan iklan adaptasi dari regional atau global.
Bekraf melihat masih ada banyak ruang yang bisa dikerjakan untuk
subsektor ini.

11

14

Meskipun tidak semuktahir ponsel dan gadget lainnya, televisi dan radio
masih mempunyai peran yang sangat besar dalam penyebaran
informasi. Saat ini, kepemilikan televisi dan radio sudah merata,
sehingga setiap lapisan masyarakat bisa mengakses teknologi ini.
Pertumbuhan jumlah stasiun televisi dan stasiun radio pun masih terus
bertambah.
Namun, pertumbuhan dan potensi tersebut belum disertai dengan
tayangan televisi yang berkualitas. Mayoritas program televisi, karena
mengejar rating tinggi, tak lagi memperhatikan kualitas program yang
ditayangkan. Industri ini kekurangan rumah produksi dan SDM yang
bisa merancang program-program berkualitas.
Sebagai wakil dari pemerintah untuk menangani industri kreatif, Bekraf
akan menyediakan berbagai fasilitasi yang dibutuhkan oleh sub sektor
televisi dan radio. Fasilitasi tersebut akan meliputi banyak hal, mulai
dari program-program acara yang berkualitas, mendukung
pembentukan SDM yang berkualitas, dan segala hal yang berkaitan
dengan kekreativitasan dalam subsektor ini.

15

Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman seni dan tradisi
pertunjukan, seperti wayang, teater, tari, dan lain sebagainya. Seni
pertunjukan dari masing-masing daerah sudah tersebar secara
sporadis ke seluruh wilayah di Indonesia. Banyaknya jumlah seni
pertunjukan baik tradisi maupun kontemporer yang selama ini
dikreasikan, dikembangkan, dan dipromosikan, telah mendapatkan
apresiasi dunia international.
Peran pemerintah tentu sangat diperlukan, terutama dalam
menentukan regulasi yang komprehensif untuk mendorong sub sektor
seni pertunjukan ini supaya lebih berkembang. Tak hanya itu, peran
pemerintah dalam menfasilitasi pembangunan gedung atau tempat
pertunjukan yang representatif dan bisa diakses oleh semua lapisan
masyarakat juga mutlak diperlukan.
Sebagai lembaga pemerintah, Bekraf akan mendukung perkembangan
sub sektor seni pertunjukan. Bekraf akan menyediakan fasilitasi
regulasi, pembangunan tempat pertunjukan, fasilitasi pembentukan
performing art board/council untuk memetakan platform dan menjaga
standar seni pertunjukan, festival-festival pertunjukan seni, dan lain
sebagainya. Bekraf optimistis sub sektor ini bisa berkembang secara
maksimal.

16

Industri seni rupa dunia sedang memusatkan perhatiannya ke Asia
Tenggara. Indonesia pun tak luput dari perhatian mereka. Di mana
Indonesia mempunyai potensi terbesar baik secara kualitas, kuantitas,
pelaku kreatif, produktivitas, dan potensi pasar. Seni rupa Indonesia
juga sudah memiliki jaringan yang sangat kuat baik dalam negeri
ataupun di luar negeri.
Berbagai festival seni rupa diadakan secara rutin. Sudah ada empat
perhelatan seni rupa yang reputasinya diakui secara internasional.
Mereka adalah Jogja Biennale, Jakarta Biennale, Art Jog, dan OK
Video Festival. Bahkan sudah lebih dari 160 pelaku kreatif seni rupa
Indonesia terlibat dalam forum dan acara internasional.
Melihat potensi yang sangat besar ini, Bekraf antusias untuk
memberikan dukungan sesuai dengan kewenangannya sebagai
lembaga pemerintah. Bekraf akan menyediakan berbagai fasilitiasi
seperti pembangunan ruang seni dan budaya, fasilitasi forum dan ajang
seni rupa bertaraf internasional, serta mewujudkan supaya Indonesia
menjadi pusat seni rupa Asia Tenggara. Dengan memasukkannya ke
dalam 16 sub sektor, Bekraf berkomitmen mengelola seni rupa secara
lebih serius.

12

BAB II
VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS
1. Fungsi dan Struktur Organisasi Badan Ekonomi Kreatif
Pengembangan ekonomi kreatif telah dimulai sejak tahun 2009 dengan terbitnya
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 yang bertujuan untuk mengkoordinasikan
pengembangan
ekonomi
kreatif
yang
dilaksanakan
oleh
berbagai
Kementerian/Lembaga. Unit kerja yang melaksanakan urusan pengembangan
ekonomi kreatif masih bersifat ad-hoc di Kementerian Perdagangan. Kemudian pada
Tahun 2011 dibentuk unit kerja setingkat eselon 1 yang mengurusi ekonomi kreatif di
Kementerian
Pariwisata
dan
Ekonomi
Kreatif.
Dalam
pemerintahan
Joko Widodo – Jusuf Kalla dibentuk Badan Ekonomi Kreatif melalui Peraturan
Presiden Nomor 6 Tahun 2015 juncto Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015
tentang Badan Ekonomi Kreatif, lihat Gambar 2.1

Gambar 2.1. Perkembangan Kelembagaan Ekonomi Kreatif

2009
•Inpres 6/2009
•Koordinasi
Pengembangan
Ekonomi Kreatif
•Kelembagaan Adhoc
di Kementerian
Perdagangan

2011

2015

•Pembentukan
Kementerian
Pariwisata & Ekraf
•Dirjen Ekraf Seni
Budaya (EKSB) dan
Dirjen Ekraf Berbasis
Media, Desain, dan
Iptek (EKMDI)

•Perpres 6/2015:
Pembentukan BeKraf
•Perpres 72/2015
•Fungsi: perumusan,
penetapan dan
pelaksanaan kebijakan

Fungsi dan struktur organisasi Badan Ekonomi Kreatif diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif juncto Peraturan
Presiden Nomor 72 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor
6 Tahun 2015. Berdasarkan kondisi umum, potensi dan permasalahan yang akan
dihadapi ke depan sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I sebelumnya, maka
Badan Ekonomi Kreatif telah menetapkan Visi dan Misi Badan Ekonomi Kreatif yang
akan dicapai melalui pencapaian tujuan dan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
RPJMN 2015-2019.
Dalam konteks pelaksanaan tugas kepemerintahan dan pembangunan,
Badan Ekonomi Kreatif ditugaskan oleh Presiden untuk membantu Presiden dalam
merumuskan, menetapkan, mengkoordinasikan, dan sinkronisasi kebijakan di bidang
ekonomi kreatif yaitu aplikasi dan game developer, arsitektur, desain interior, desain
komunikasi visual, desain produk, fesyen, film, animasi, dan video, fotografi, kriya,
13

kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, dan televisi dan
radio, dengan fungsi yaitu:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan
Ekonomi Kreatif menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan ekonomi kreatif di bidang
aplikasi dan game developer, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual,
desain produk, fesyen, film, animasi, dan video, fotografi, kriya, kuliner, musik,
penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, dan televisi dan radio;
b. perancangan dan pelaksanaan program ekonomi kreatif di bidang aplikasi dan
game developer, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain
produk, fesyen, film, animasi, dan video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan,
periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, dan televisi dan radio;
c.

pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan kebijakan
dan program ekonomi kreatif di bidang aplikasi dan game developer, arsitektur,
desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fesyen, film, animasi, dan
video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni
rupa, dan televisi dan radio;

d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan kebijakan dan
program ekonomi kreatif di bidang aplikasi dan game developer, arsitektur, desain
interior, desain komunikasi visual, desain produk, fesyen, film, animasi, dan video,
fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa,
dan televisi dan radio;
e. pelaksanaan pembinaan dan pemberian dukungan kepada semua pemangku
kepentingan ekonomi kreatif di bidang aplikasi dan game developer, arsitektur,
desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fesyen, film, animasi, dan
video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni
rupa, dan televisi dan radio;
f.

pelaksanaan komunikasi dan koordinasi dengan Lembaga Negara, Kementerian,
Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pemerintah Daerah, dan pihak lain yang
terkait; dan

g. pelaksanaan fungsi lain yang ditugaskan Presiden yang terkait dengan ekonomi
kreatif.
Dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya Badan Ekonomi Kreatif
dilengkapi dengan struktur organisasi yang dibagi berdasarkan fungsi dengan rincian
unit kerjanya yang tergambarkan dalam Gambar 2.2.

14

Gambar 2.2. Struktur Organisasi Badan Ekonomi Kreatif

Selanjutnya dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015 diatur bahwa pejabat:
1.

Kepala diberikan hak keuangan, administrasi, dan fasilitas lainnya paling tinggi
setingkat Menteri, dapat dijabat oleh ASN atau Bukan ASN

2.

Sekretaris Utama adalah jabatan struktural eselon I.a. atau jabatan pimpinan
tinggi madya.

3.

Wakil Kepala dan Deputi yang bukan ASN diberikan hak keuangan, administrasi,
dan fasilitas lainnya paling tinggi setingkat jabatan eselon Ia.

4.

Direktur yang bukan ASN diberikan hak keuangan, administrasi, dan fasilitas
lainnya paling tinggi setingkat jabatan eselon IIa.

5.

Kasubdit yang bukan ASN diberikan hak keuangan, administrasi, dan fasilitas
lainnya paling tinggi setingkat jabatan eselon IIIa.

Di samping pejabat struktural dan staf organik, Badan Ekonomi Kreatif juga diberi
kewenangan membentuk Satuan Tugas yang terdiri atas Tenaga Profesional sesuai
dengan bidang tugasnya