VERA MAHDALENA skripsi vera mahdalena

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN SUMBER INFORMASI
DENGAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG WATER BIRTH
DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BANDA ACEH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi
Diploma IV Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh

OLEH :

VERA MAHDALENA
NIM :121010210136

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH PROGRAM STUDI
DIPLOMA IV KEBIDANAN BANDA ACEH
TAHUN 2014

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara spontan,
beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan, bayi
lahir secara spontan dalam presentasi belakang kepala pada usia kehamilan 37-42
minggu lengkap dan setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat.
Menurut WHO sehat adalah suatu bentuk kedaan sempurna fisik, mental dan sosial serta
tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
Menurut APN (2008), Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Perslinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada
usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit. Sedangkan
menurut Sarwono (2009), persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama
persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama
perdarahan pasca persalinan.
Saat ini proses persalinan pevaginam telah berkembang, bertujuan memberi rasa
nyaman, aman dan menyenangkan, serta dapat mengurangi dan bila mungkin
meniadakan rasa cemas dan menegangkan. Ada beberapa metode nonfarmakologis yang
dapat diterapkan dalam mengurangi nyeri persalinan, yaitu pendampingan saat
persalinan, teknik pernapasan saat persalinan "Lamaze", hidroterapi (bersalin dalam air
"water birth", mandi, aromaterapi, audioanalgesia, akupuntur, Transcutaneus Electric
Nerve Stimulation (TENS), kompres dengan suhu dingin panas, sentuhan pijatan dan

hipnotis (Hartini.A, 2012).

Menurut Hariyasa Sanjaya (2010), salah satu hal penting yang terjadi pada proses
persalinan adalah nyeri persalinan. Dalam proses persalinan hal inilah yang paling
dirasakan tidak menyenangkan bahkan menakutkan bagi ibu. Saat ini proses persalinan
pervaginam telah berkembang yang bertujuan memberi rasa nyaman aman dan
menyenangkan serta dapat mengurangi bahkan meniadakan perasaan cemas dan
menegangkan. Salah satu metode alternative yang saat ini populer adalah persalinan
dalam air hangat atau dikenal sebagai water birth.
Menurut Aprillia (2013), Water birth merupakan salah satu metode alternatif
persalinan pervaginam, di mana ibu hamil aterm (normal) tanpa komplikasi melahirkan
bayinya melalui media air (yang dilakukan pada bathtub atau kolam). Secara prinsip,
persalinan dengan metode waterbirth tidaklah jauh berbeda dengan metode persalinan
normal di atas tempat tidur, hanya saja pada metode water birth persalinan dilakukan di
dalam air sedangkan pada persalinan biasa dilakukan di atas tempat tidur. Perbedaan
lainnya adalah pada persalinan di atas tempat tidur, calon ibu akan merasakan jauh lebih
sakit jika dibandingkan dengan persalinan menggunakan metode waterbirth. Ada yang
mengatakan persalinan dengan waterbirth dapat mengurangi rasa sakit hingga mencapai
40-70 %.
Metode ini merupakan metode waterbirth persalinan baru yang dipercaya dapat

melahirkan sang bayi dengan selamat, tanpa membuat sang ibu merasa kesakitan.
Metode ini biasa dilakukan oleh para ibu yang tinggal di kota besar, di dalam sebuah
kolam air hangat. Dengan demikian, rumah sakit bersalin yang melayani metode ini
wajib memiliki sebuah tempat yang menyerupai kolam air hangat sebagai tempat
persalinan (Garland D, 2010).
Menurut Aggus Subawa (2012) bahwa dalam hal trauma perineum, dukungan air
pada waktu kepala bayi crowning lambat akan menurunkan risiko robekan, dan dapat

mengurangi keperluan akan tindakan episiotomi. Dalam literatur water birth bahkan
tidak ditemukan angka kejadian episiotomi. Selain hal tersebut trauma perineum yang
terjadi dilaporkan tidak berat, dengan dijumpai lebih banyak kejadian intak perineum,
tetapi beberapa literatur mendapatkan frekuensi robekan sama pada persalinan primipara
di dalam maupun di luar air. The Birth Centre Network UK Nicoll a. et al mendapatkan
300 kelahiran pertahun, 150 diantaranya menggunakan water birth dengan episiotomy
rate 2%.
Menurut WHO (2007) sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan
atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara
berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran
bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51
negara persemakmuran.

Menurut Dian Widyatun (2012), metode water birth lebih menguntungkan ibu dan
bayi berupa pengurangan penggunaan analgesik, pemendekan persalinan kala I dan
pengurangan angka episiotomi. Retrospektif dilaporkan berkurangnya nyeri dan
meningkatnya kepuasan. Water birth merupakan suatu bentuk hydrotherapy, metode
penanganan nyeri yang efektif dan bermanfaat pada kondisi seperti low back pain (yang
umumnya menjadi keluhan ibu saat persalinan). Evaluasi terhadap 17 Randomized
Controlled Trial (RCT), 2 Contro- lled Studies, 12 Cohort Studies, dan 2 laporan kasus,
menyimpulkan terdapat keuntungan hydroterapy dalam penanganan nyeri, ber manfaat,
manjur dan memiliki efek mobilitas, kekuatan, dan keseimbangan, terutama pada ibu
dengan rematik dan nyeri pinggang bawah kronik.
Selama tahun 1980-1990, water birth bertumbuh pesat di Inggris, Eropa, dan
Kanada. Pada tahun 1985, The family Birthing di Upland, California Selatan yang di
pimpin oleh Dr. Michael Rosenthal menyarankan wanita untuk bersalin dan melahirkan

di air. Setelah 5 tahun akumulasi pengalaman water birth, pada tahun 1993 telah terjadi
1000 kelahiran, di Odent’s Birthing Center Pithiviers tanpa komplikasi atau infeksi pada
ibu atau bayi. Pada tahun 1989 Water Birth International Project, Barbara Harper
mengembangkan “Topic Of Gentle Alternatives In Childbirth”. Pada tahun 1991,
Monadnock Community Hospital di Peterborough, New Hampshire menjadi rumah sakit
pertama yang membuat protokol water birth. Pada tahun 1990, The Scientific Advisory

Committee membuat pernyataan tentang water birth dengan penekanan pada pentingya
penelitian ilmiah. Pernyataan tersebut di revisi tahun 1994 tentang pentingnya keamanan
persalinan dan kelahiran di air, serta perlunya informasi yang tepat tentang manfaat dan
risiko water birth. Pada 1-2 april 1995 pada Wembley Conference Center di London,
Inggris, menggelar konferensi pertama water birth untuk mengekplorasi masalahmasalah yang berkembang, dihadiri 39 negara dengan data 19.000 persalinan di dalam
air. Konferensi berlanjut tahun 1996, 2004, dan bulan September 2007 (Febrina, 2010).
Water Birth telah diterima dan dipraktekkan di banyak Negara seperti Amerika
Serikat, Kanada, Australia, dan New Zealand. Di Negara-negara Eropa termasuk Inggris
dan Jerman terdapat banyak Maternity Clinics yang menggunakan birthing tubs. Pada
tahun 2006 Water Birth Internasional mencatat lebih dari 300 rumah sakit di Amerika
Serikat menawarkan fasilitas tersebut. The Royal College of Obstetricans and
Gynecologist dan The Royal College of Midwife mendukung persalinan dalam air bagi
wanita yang sehat tanpa komplikasi pada kehamilannya. Jika petunjuk praktis dijalankan
dengan baik dalam hal mengontrol infeksi, manajemen rupture tali pusat dan dengan
kepatuhan pada persyaratan yang ada, komplikasi akan dapat dikurangi (Febrina, 2010)
Di Bali telah ada sejak tahun 2003, Robin Lim dari klinik Yayasan Bumi Sehat
Desa Nyuh Kuning, Ubud-Bali telah menangani lebih dari 400 kasus Water Birth per

tahun. Sementara Rumah Sakit Umum di Bali yang pertama kali menyediakan fasilitas
Water Birth adalah Rumah Sakit Umum harapan Bunda (Rhudy, 2011).

Di Jakarta metode ini sudah diterapkan dibeberapa rumah sakit, salah satunya di
SamMary Family Healtcare pada tanggal 4 Oktober 2006 pukul 06.05 WIB. Liz Adianti
menjadi ibu pertama di Indonesia yang melakukan persalinan di air dengan bantuan
dokter spesialis kandungan dan kebidanan. Hingga saat ini telah tercatat sekitar 130 bayi
yang lahir dalam air di SamMary Family Healtcare.
Meski proses persalinan dalam air alias Water Birth sudah menjadi trend di kotakota besar tanah air, tak terkecuali di provinsi Aceh yang sudah mengenal teknik tersebut
sejak setahun belakangan, nyatanya Water Birth belum banyak diaplikasikan oleh bidanbidan lokal. Meski untuk pengetahuan dasarnya sudah diberikan saat perkuliahan, namun
teknik menyeluruh mengenai penanganan persalinan dalam air belum masuk di
kurikulum ilmu kebidanan. Hal tersebut tak dipungkiri oleh bidan senior Sumiatun
Sudemba, S.ST, S.Pd. Karena itulah, wanita yang akrab disapa Demba itu berharap
banyak pada kegiatan seminar maupun penyuluhan soal Water Birth. “Memang belum
semua bidan tahu. Saya setuju bila sosialisasi Water Birth terus digalakkan di kalangan
mahasisiwa maupun praktisi kebidanan karena banyak manfaat yang akan diperoleh
(Sulis Tiyani, 2012).
Di Aceh tidak ada data persalinan dengan water brith karena belum ada
penerapannya. Berdasarkan dari hasil survei di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh,
jumlah bidan yang ada di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh berjumlah 70 orang.
Peneliti melakukan wawancara terhadap 5 bidan mengenai Water Birth dan didapatkan
bahwa hampir semuanya tidak mengetahui apa itu Water Birth.
Dari hasil penelitian Rosmawar (2013) dengan judul Hubungan Pengetahuan

Dengan Motivasi Bidan Dalam Melaksanakan Water Birth di Rumah Sakit Ibu Dan

Anak Banda Aceh terdapat 49 bidan. Hasil penelitian menyatakan bahwasanya yang
berpengetahuan kurang tentang water birth sebanyak 41 orang (83,7%) sedangkan yang
berpengetahuan baik tentang water birth hanya 8 orang (16,3%).
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Hubungan
Tingkat Pendidikan Dan Sumber Informasi Dengan Pengetahuan Bidan Tentang Water
Birth Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh .

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan penelitian
adalah “Adakah Hubungan Tingkat Pendidikan dan Sumber Informasi Dengan
Pengetahuan Bidan Tentang Water Birth Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh “.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Sumber Informasi Dengan
Pengetahuan Bidan Tentang Water Birth di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Bidan

Tentang Water Birth di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh.
b. Untuk mengetahui Hubungan Sumber Informasi Dengan Pengetahuan Bidan
Tentang Water Birth di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang di peroleh dari penelitian adalah :
1. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, serta dapat mengaplikasikan
dan mendukung ilmu yang di pelajari di bangku kuliah serta dapat membandingkan
teori-teori yang dipelajari dengan kenyataan dilapangan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Peneliti berharap semoga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan menjadi referensi
tambahan perpustakaan yang telah ada.
3. Bagi Tempat Penelitian
Dapat dijadikan bahan masukan bagi tempat penelitian dalam usaha meningkatkan
kualitas belajar dimasa yang akan datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Water Birth
1.

Pengertian Water Birth
Metode persalinan waterbirth atau persalinan dalam air sejak beberapa dekade
lalu telah ada di beberapa negara, seperti Prancis, Rusia, dan Selandia Baru. Namun
di Indonesia baru di kenal bulan Oktober 2006, sementara di Bali populer 20 Juli
2007.
Water Birth merupakan salah satu metode alternative persalinan pervaginam,
dimana ibu hamil aterm tanpa komplikasi bersalin dengan jalan berendam di air
hangat (yang dilakukan pada bathtub atau kolam) dengan tujuan mengurangi rasa
nyeri kontraksi dan memberi rasa nyaman (Bayuningrat, 2008).
Water birth adalah proses persalinan yang dilakukan dalam air. Sang ibu yang
akan melakukan proses persalinan memasuki air kolam saat mulut rahim sudah
tahap pembukaan 6 (Anik maryunani, 2010).
Waterbirth merupakan salah satu metode alternatif persalinan pervaginam, di
mana ibu hamil aterm (normal) tanpa komplikasi melahirkan bayinya melalui media
air (yang dilakukan pada bathtub atau kolam). Secara prinsip, persalinan dengan
metode waterbirth tidaklah jauh berbeda dengan metode persalinan normal di atas

tempat tidur, hanya saja pada metode waterbirth persalinan dilakukan di dalam air
sedangkan pada persalinan biasa dilakukan di atas tempat tidur. Perbedaan lainnya
adalah pada persalinan di atas tempat tidur, calon ibu akan merasakan jauh lebih
sakit jika dibandingkan dengan persalinan menggunakan metode waterbirth. Ada

yang mengatakan persalinan dengan waterbirth dapat mengurangi rasa sakit hingga
mencapai 40-70 persen.

2.

Metode Water Birth
Ada 2 metode water birth :
a. Water birth murni, ibu masuk ke kolam persalinan setelah mengalami pembukaan
6 sampai proses melahirkan terjadi.
b. Water birth emulsion, ibu hanya berada di dalam kolam hingga masa kontraksi
akhir. Proses melahirkan tetap dilakukan di tempat tidur (Rhudy, 2011).

3.

Keuntungan Water Birth

Banyak manfaat dan keuntungan yang bisa diperoleh ketika melahirkan di
dalam air (waterbirth). Dengan adanya peningkatan jumlah rumah sakit yang secara
rutin telah menyediakan fasilitas ini di Amerika Serikat, Eropa bahkan di Indonesia,
ditambah lagi berbagai data tentang keamanannya, dengan penyedia layanan yang
lebih berpengalaman terhadap risiko dan keuntungannya, serta bagaimana
menanganinya dengan prosedur monitoring yang lebih ketat, sehingga mampu
berkontribusi dalam meningkatkan keamanan metode ini.
Metode Water Birth memiliki banyak keuntungan bagi ibu dan bayi
dibandingkan dengan metode persalinan tradisional. Ini dihubungkan secara
signifikan dengan adanya pengurangan penggunaan analgesic pemendekan
persalinan kala I dan pengurangan angka episiotomi jika dibandingkan dengan
persalinan lainnya ( Rhudy, 2011 ).
a. Keuntungan Bagi Ibu
1). Mengurangi Nyeri

2). Meningkatkan efek relaksasi
3). Meningkatkan Privasi dan Kontrol diri
4). Mempersingkat lama kala I
5). Mengurangi resiko robekan jalan lahir
6). Mengurangi trauma lahir/birth trauma
7). Mengurangi resiko penggunaan intervensi
8). Menurunkan dan menstabilkan tekanan darah ibu
9). Memungkinkan ibu bersalin untuk tetap melakukan mobilisasi selama proses
persalinan
10). Mampu merubah atmosfer ruang persalinan lebih nyaman
11). Membantu ibu untuk menghemat energinya.
12). Memfasilitasi persalinan disfungsional.
13). Memfasilitasi tahap kedua (kala II) persalinan.
14). Meningkatkan kepuasan saat melahirkan
15). Menciptakan pengalaman positif melahirkan
16). Keterlibatan ayah yang Lebih besar.
17). Menyediakan alternatif yang aman & higienis

b. Keuntungan bagi Bayi
Persalinan sendiri dapat menjadi masalah, mungkin juga mengganggu dan
merupakan pengalaman bagi bayi. Water Birth memberikan keuntungan terutama
saat kepala bayi masuk ke jalan lahir, dimana persalinan akan menjadi lebih
mudah. Air hangat dengan suhu yang tepat suasananya menyerupai lingkungan
intrauterine sehingga memudahkan transisi dari jalan lahir ke dunia luar. Air
hangat juga dapat mengurangi ketegangan perineum dan memberi rasa nyaman

bagi ibu dan bayi, sehingga bayi lahir kurang mendapatkan trauma (oleh karena
adanya efek dapat melenturkan dan meregangkan jaringan perineum dan vulva)
dibandingkan pada persalinan air dingin dan tempat bersalin umumnya (
Rhudy.2011).
Bayi yang lahir di dalam air tidak segera menangis, bayi tampak menjadi
tenang. Bayi tidak tenggelam jika dilahirkan di air, karena selama kehamilan bayi
hidup dalam lingkungan air (amnion) sampai terjadi transisi persalinan dari uterus
ke permukaan air. Demikian pula masalah lilitan tali pusat di leher, tidak menjadi
masalah, sepanjang tidak ada deselerasi denyut jantung bayi (yang menunjukkan
fetal distress) sebagai akibatnya ketatnya lilitan tali pusat di leher. Pemendekan
persalinan kala I selain memudahkan persalinan bagi ibu juga baik untuk bayi
yaitu mencegah trauma atau resiko cedera kepala bayi, kulit menjadi lebih bersih,
menurunkan risiko bayi keracunan air ketuban ( Rhudy,2011 ).

4.

Patofisiologi
a. Pengurangan Rasa Nyeri menurut Siswosuhardjo (2011)
Keuntungan yang diperoleh dengan motede persalinan ini adalah
berkurangnya rasa nyeri ketika persalinan berlangsung. Hal ini disebabkan oleh
keadaan sirkulasi darah uterus yang menjadi lebih baik, berkurangnya tekanan
abdomen, serta meningkatnya produksi endorphin (stress related hormone).
Berendam dalam air selama persalinan akan mengurangi tekanan pada
abdomen ibu, dan mengapung mengakibatkan kontraksi uterus lebih efisien dan
sirkulasi darah lebih baik. Ini menyebabkan sirkulasi dan oksigenasi darah otot
uterus menjadi lebih baik. Persalinan dalam air memberi keleluasaan ibu untuk
bergerak bebas, dapat memberi rasa lebih rileks dan nyaman sehingga ibu hamil

mampu berkonsentrasi pada persalinannya dan oleh karena itu kondisi ibu
nyaman, maka sirkulasi darah dan oksigen dari plasenta ke janin berlangsung
lebih baik, suhu tubuh bayi menjadi hangat sesuai suhu tubuh ibu. Suhu tubuh
yang baik ini akan mempengaruhi oksigenasi bayi, sehingga bayi mampu
beradaptasi terhadap lingkungan di luar rahim dengan baik.
Air hangat dan tekanan dari pusaran air kolam tersebut merupakan salah
satu sumber penghilang rasa sakit selama persalinan dengan jalan mengurangi
beban gravitasi secara alami, sehingga ibu hamil dapat berubah posisi tanpa
beban saat berendam di air. Berendam dalam air hangat dapat merangsang respon
fisiologi pada ibu hamil, sehingga dapat mengurangi nyeri termasuk redistribusi
volume darah, yang mana akan merangsang pelepasan oksitosin dan vasopressin,
sehingga akan meningkatkan level oksitosin dalam darah. Selain itu ada hipotesa
yang menyatakan bahwa air hangat akan dapat merelaksasi otot-otot dan mental
selanjutnya

menyebabkan

peningkatan

pelepasan

katekolamin,

yang

memungkinkan peningkatan perfusi, relaksasi dan kontraksi uterus, sehingga
dapat mengurangi nyeri kontraksi dan pemendekan fase persalinan.
b. Pengurangan Risiko Aspirasi menurut Rosanna (2007)
Ada beberapa faktor yang mencegah bayi menghirup air sewaktu bersalin.
Pertama, terdapat faktor penghambat yang secara normal ada pada setiap bayi.
Bayi dalam kandungan mendapatkan oksigen dari plasenta melalui tali pusat dan
bernapas dengan menggerakkan otot-otot intercostal dan diafragma dengan pola
teratur sejak usia kehamilan 10 minggu.
Janin menerima oksigen selama kehamilan melalui tali pusat sampai waktu
ketika tali pusat dipotong atau plasenta terlepas dari dinding rahim, rata-rata 2-10
menit setelah lahir hingga 30 menit. Kerja otot diafragma dan intercostals

menyebabkan lebih banyak darah mengalir ke organ vital termasuk otak sehingga
dapat dilihat penurunan Fetal Beat Movement (FBM) pada profil biofisik. Pada
24-48 jam sebelum onset persalinan spontan, bayi mengalami peningkatan level
prostaglandin E2 dari plasenta yang menyebabkan perlambatan dan penghentian
gerakan napas. Secara normal terlihat pergerakan otot kira-kira 40%. Ketika bayi
lahir dan level prostaglandin masih tinggi, otot bayi untuk pernapasan sederhana
belum bekerja, hal tersebut merupakan respon penghambatan pertama.
Respon penghambat kedua adalah fakta bahwa bayi-bayi yang lahir
mengalami hipoksia akut atau kekurangan oksigen, ini merupakan respon proses
kelahiran.Hipoksia menyebabkan apnea dan menelan bukan bernapas ataupun
mengap-mengap. Jika janin mengalami kekurangan oksigen berat dan lama, maka
mengap-mengap dapat terjadi setelah lahir, mungkin air akan terhirup ke dalam
paru-paru. Jika bayi bermasalah selama persalinan, variabilitasnya akan melebar
yang tercatat pada Fetal Heart Rate, hal ini mengakibatkan prolonged bradicardia,
sehingga penolong akan meminta ibu untuk meninggalkan kolam sebelum bayi
lahir.
Faktor ketiga yang menghambat bayi dalam pernapasan ketika berada di
dalam air adalah perbedaan temperatur. Temperatur air dibuat sesuai temperatur
badan ibu. Temperatur air kolam serupa dengan cairan amnion yang dapat
menjadi faktor penghambatan. Penelitian terbaru dan observasi di Jerman,
Jepang, dan Rusia memberi kesan bahwa temperatur rendah pada waktu lahir
berkontribusi pada vigorous baby.
Cairan paru diproduksi dalam paru-paru dan secara kimia menyerupai
cairan lambung. Cairan ini akan keluar melalui mulut dan ditelan oleh janin. Bayi
baru lahir sangat cerdas dan dapat mendeteksi substansi apa yang mengenainya,

dapat membedakan antara cairan amnion, air, susu, dan ASI yang diakibatkan
oleh adanya Dive Reflex. Pada kondisi bayi normal (dilihat dari monitoring Fetal
Heart Rate selama persalinan), kombinasi faktor-faktor tersebut mencegah bayi
bernapas di dalam air sampai bayi berada di atas permukaan air, dimana akan
merangsang mammalian diving reflex yang berhubungan dengan tekanan udara
daerah nervus trigeminus wajah.
Pada pernapasan bayi pertama kali terjadi adalah dengan merubah sirkulasi
bayi, penutupan shunt pada jantung, membuat sirkulasi pulmonal, merubah
tekanan pada paru-paru, mendorong cairan keluar yang akan mempersiapkan
ruangan paru-paru dan mengizinkan pertukaran oksigen dan karbondioksida.
Proses ini memerlukan beberapa menit untuk memulai secara lengkap. Selama
waktu tertentu bayi masih menerima oksigen dari tali pusat. Tidak ada ancaman
bahwa bayi akan menghirup air selama proses kelahiran karena factor pencetus
untuk menghirup oksigen tidak aka nada sampai kepala bayi kontak dengan
udara.
c. Pemendekan Fase Persalinan menurut Rosanna (2007)
Persalinan dalam air kadangkala dihubungkan dengan penurunan intensitas
kontraksi, sehingga menyebabkan perlambatan persalinan. Tidak ada bukti kuat
kriteria kapan saat yang tepat untuk berendam pada persalinan kala I, sehingga
persalinan awal akan lebih baik jika ditangani dengan mobilisasi daripada
berendam.Ada

juga

laporan

bahwa

air

kadang-kadang

memberi

efek

melambatkan bahkan menghentikan persalinan jika digunakan terlalu dini dan
banyak dilaporkan bahwa kontraksi kurang efektif jika ibu berendam terlalu awal.
d. Pengurangan Perdarahan Postpartum menurut Siswosuhardjo (2011)

Hilangnya darah ibu selama water birth sangat sedikit. Rata-rata darah yang
hilang paa water birth 5,26 g/l secara bermakna lebih rendah daripada land birth
8,08 g/l. Kehilangan darah pada persalinan ini sukar dinilai terutama jika
diakibatkan oleh penolong yang kurang berpengalaman pada persalinan dalam
air.

5.

Kekurangan Water birth Menurut Anik maryunani (2010)
a. Rasa nyaman pada sang ibu saat berendam di dalam air membuat ibu malas untuk
mengejan.
b. Persalinan di air menyebabkan terbatasnya pemberian analgesia yang lain.
c. Peningkatan resiko infeksi.
d. Pada saat melahirkan, sulit mengontrol jumlah darah yang hilang.
e. Monitoring janin jadi lebih longgar.
f. Air dapat memberikan efek sebaliknya, yaitu kontraksi menjadi tidak aktif.
g. Peningkatan bayi menjadi beresiko, seperti ; aspirasi air (air terhisap masuk ke
paru-paru), hipoksia (kekurangan oksigen), peningkatan infeksi, keterlamatan
pertolongan apabila terjadi gawat janin (fetal distress).

6.

Syarat-syarat water birth Menurut Anik maryunani (2010)
a. Kehamilan tunggal > 37 minggu.
b. Hasil pemeriksaan CTG menunjukan janin non-reassuring.
c. Ibu dan janin harus dapat dimonitor dengan baik.
d. Tidak ada kontraindikasi untuk wate birth.

e. Ibu memiliki kemauan yang kuat dan rajin berlatih dirumah, latihan dilakukan
rutin dari awal kehamilan.
f. Keberhasilan metode ini sangat trgantung pada keseriusan ibu dalam
mempersiapkan kelahiran.
g. Lebih baik selalu didampingi suami, karena peran suami sangat penting dalam
memberikan dukungan bagi ibu dan janin.

7.

Indikasi
a. Merupakan pilihan ibu
b. Kehamilan normal ≥ 37 minggu
c. Fetus tunggal presentasi kepala
d. Tidak menggunakan obat-obat penenang
e. Ketuban pecah spontan < 24 jam
f. Kriteria non klinik seperti staf atau peralatan
g. Tidak ada komplikasi kehamilan (preeklampsia, gula darah tak terkontrol, dll)
h. Denyut jantung normal
i. Cairan amnion jernih
j. Persalinan spontan atau setelah menggunakan misoprostol atau pitocin
(Rhudy,2011).

8.

Kontraindikasi
a. Infeksi yang dapat ditularkan melalui kulit dan darah
b. Infeksi dan demam pada ibu
c. Herpes genitalis
d. HIV, Hepatitis

e. Denyut jantung abnormal
f. Perdarahan pervaginam berlebihan (Rhudy,2011).

9.

Prosedur Persalinan
a. Beberapa instrument essential yang harus dipersiapkan pada persalinan dengan
metode water birth antara lain:
1). Termometer air
2). Termometer ibu
3). Doppler anti air
4). Sarung tangan
5). Apron
6). Jaring untuk mengangkat kotoran
7). Alas lutut kaki, bantal, instrument partus set
8). Shower air hangat, portable/permanent pool
9). Handuk
10). Selimut
11). Warmer dan peralatan resusitasi bayi
b. Selama Berlangsungnya Persalinan
1). Ibu masuk berendam ke dalam air direkomendasikan saat pembukaan 4-5 cm
dengan kontraksi uterus baik, ibu dapat mengambil posisi persalinan yang
disukainya.
2). Volume air di dalam kolam berada di bawah pusar ibu, di isi air dengan suhu
tubuh sekitar 37º C (sesuai dengan suhu air ketuban dalam rahim).
3). Observasi dan monitoring antara lain:

(a) Fetal Heart Rate (FHR) dengan doopler atau fetoskop setiap 30 menit
selama persalinan kala I aktif, kemudian setiap 15 menit selama
persalinan kala II. Auskultasi dilakukan sebelum, selama, setelah
kontraksi.
(b) Penipisan dan pembukaan serviks dan posisi janin. Pemeriksaan vagina
(VT) dapat dilakukan di dalam air atau pasien di minta sementara keluar
dari air untuk diperiksa.
(c) Status ketuban, jika terjadi ruptur ketuban, periksa FHR dan periksa
adanya prolaps tali pusat. Jika cairan ketuban mekonium pasien harus
meninggalkan kolam.
(d) Tanda vital ibu diperiksa setiap 3 jam, dengan suhu setiap 2 jam (atau
jika diperlukan). Jika ibu mengalami pusing, periksa vital sign, ajarkan
ibu mengatur napas selama kontraksi.
(e) Dehidrasi ibu. Dehidrasi dibuktikan dengan adanya takikardi ibu dan
janin dan peningkatan suhu badan ibu. Jika tanda dan gejala dehidrasi
terjadi, ibu diberikan cairan. Jika tidak berhasil pasang infus ringer laktat
(RL).

4). Manajemen Kala II
(a) Mengedan seharusnya secara fisiologis. Ibu diperkenankan mengedan
spontan, risiko ketidakseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam
sirkulasi maternal-fetal berkurang, dan juga akan dapat melelahkan ibu
dan bayi.
(b) Persalinan, bila mungkin metode “hand off”. Ini akan meminimalkan
stimulasi.

(c) Tidak diperlukan palpasi tali pusat ketika kepala bayi lahir, karena tali
pusat dapat lepas dan melonggar ketika bayi lahir. Untuk meminimalkan
risiko tali pusat terputus dengan tidak semestinya hindari tarikan ketika
kepala bayi ke permukaan air. Tali pusat jangan diklem dan dipotong
ketika bayi masih ada di dalam air.
(d) Bayi seharusnya lahir lengkap dalam air. Kemudian sesegera mungkin
dibawa kepermukaan. Pada saat bayi telah lahir kepala bayi berada
diatas permukaan air dan badannya masih di dalam air untuk
menghindari hipotermia. Sewaktu kepala bayi telah berada di atas air,
jangan merendamnya kembali.
5). Manajemen Kala III
(a) Manajemen aktif dan psikologi tetap diberikan sampai ibu keluar kolam.
(b) Saat manajemen aktif kala III, syntometrine dapat diberikan.
(c) Estimasikan perdarahan.
(d) Penjahitan perineum dapat di tunda sekurang-kurangnya 1 jam untuk
menghilangkan retensi air dalam jaringan (jika perdarahan tidak
berlebihan).

B. Pengetahuan
1.

Pengertian
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan (knowledge) adalah hasil “tahu”
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavoir). Karena dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang di dasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak di sadari oleh pengetahuan.
Menurut Lukman (2008), hal-hal yang mempengaruhi pengetahuan seseorang
itu adalah umur, intelegensi, sosial budaya, lingkungan, pendidikan, informasi, dan
pengalaman.
Sedangkan

menurut

Mubarak

(2007)

ada

tujuh

faktor-faktor

yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu: Pendidikan, Pekerjaan, Umur, Minat,
Pengalaman, Kebudayaan, dan Informasi.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Wikipedia (2013) yang mempengaruhi pengetahuan adalah
pendidikan, media, informasi. Sedangkan menurut Notoatmodjo. S, (2007)
pengetahuan dipengaruhi oleh usia, pendidikan, pekerjaan, lingkungan, pengalaman,
informasi, sosial budaya, ekonomi.
Suatu perbuatan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan orang yang mengadopsi
perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses sebagai berikut:
a.

Kesadaran (Awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap obyek (Stimulus).

b.

Merasa tertarik (Interest) terhadap Stimulus atau obyek tertentu. Disini sikap
subyek sudah mulai timbul.

c.

Menimbang-nimbang (evaluation) terhadap baik dan tidaknya terhadap
Stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah tidak baik
lagi.

d.

Trial, dimana subyek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh Stimulus.

e.

Adopsi(adoption), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap Stimulus.

2.

Tingkat Pengetahuan
Notoatmodjo, (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a.

Tahu ( Know )
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima

b.

Memahami (Comperehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.

c.

Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajaripada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d.

Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk mengambarkan suatu materi atau suatu
objek kedalam suatu organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis dapat dilihat dengan menggunakan kata kerja seperti
penggambaran, membedakan, mengelompokan dan sebagainya.
e.

Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,
dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.

f.

Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan.

C. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Sumber Informasi Dengan Pengetahuan Bidan
Tentang Water Birth
1.

Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat (Wikipedia, 2012).
Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh kemampuan dan perilaku
melalui pengajaran sehingga dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur dan
hubungan dengan proses belajar tingkat pendidikan, juga merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide
dan teknologi baru (Arikunto, 2008).
Menurut Notoadmojo (2005), tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
pengetahuan, khususnya dalam pembentukan prilaku semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin tinggi kesadaran seseorang tentang sesuatu hal dan
semakin matang pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan.
Notoatmodjo (2005), juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan
landasan seseorang dalam berbuat sesuatu. Pendidikan responden yang mayoritas
tinggi dapat mempengaruhi pengetahuan dalam pembentukan sikap mereka tentang
tindakan persalinan.
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauhmana
tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan
pendidikannya (Akiraali, 2010).
Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang
nyata (manifes). Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah, fungsi
laten lembaga sebagai wadah pendidikan, melalui pendidikan di sekolah orang tua
melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah (Bagus,
2012).
Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di
masyarakat. Hal ini tercermin dengan danya perbedaan pandangan antara sekolah
dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.
Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya
untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan status yang ada dalam
masyarakat. Memilih dan mengajarkan peranan sosial (Bagus, 2012).

Faktor Pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang kepada
sesuatu yang baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang, informasi yang dimiliki
lebih luas dan lebih mudah diterima termasuk informasi tentang water birth.
Sedangkan bila tingkat pendidikan seseorang rendah maka informasi yang diberikan
akan dibiarkan begitu saja. Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok dan masyarakat, sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo,
2007).
Latar belakang pendidikan akan mempengaruhi kualitas kerja bidan.
Kualifikasi pendidikan bidan berdasarkan Men Kes No 369/Menkes/SK/III/2007
adalah:
a. Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan,
merupakan bidan pelaksanan, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan
praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
b. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV/S1 merupakan bidan profesional,
yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi
pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi
layanan, pengelola dan pendidik.
c. Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional
yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi
pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka berperan sebagai pemberi
layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan.

2.

Sumber Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek (Immediate Impact) sehingga

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
tersedia macam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang informasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain, mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan pendapat dan kepercayaan masyarakat
(Notoatmodjo, 2007).
Jajang (2005), mengemukakan bahwa, informasi adalah suatu keterangan,
penerangan, atau data yang telah diproses kedalam suatu bentuk yang mempunyai
arti bagi penerima dan mempunyai nilai yang nyata, sehingga dapat dipakai sebagai
dasar untuk mengambil keputusan untuk massa yang akan datang. Informasi
mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin sering seseorang mendapat
informasi maka akan semakin baik pada pengetahuannya. Informasi yang didapat
dari seseorang tergantung pada tiga hal yaitu:
a.

Akurat, berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan yang
menyesatkan. Akurat juga berarti harus jelas mencerminkan maksudnya.

b.

Tepat pada waktunya berarti informasi yang datang pada penerima tidak boleh
terhambat.

c.

Relevan, berarti informasi tersebut mempunyai manfaat untuk pemakainya.
Informasi dapat diperoleh melalui berbagai sumber dalam bentuk lisan

maupun tulisan yang disebut dengan sumber informasi. Sumber informasi dapat
berbentuk media tulis cetak, seperti buku, koran, tabloid, majalah, ensiklopedia,
surat, buletin, jurnal, dan selebaran. Sumber informasi dapat pula berbentuk media
elektronik, seperti radio, televisi, internet. Sumber informasi juga didapat langsung
dari narasumber yang bersangkutan dengan melalui percakapan, wawancara, diskusi,

seminar, dan lain-lain. Narasumber tentunya orang-orang yang dianggap ahli
dibidangnya, seperti tokoh agama, para guru, dan ilmuwan (Kusuma, 2012).

D. Kerangka Teoritis
E.
Menurut Lukman, (2008)
Mempengaruhi Pengetahuan :
1. Umur
2. Intelegensi
3. Sosial Budaya
4. Lingkungan
5. Pendidikan
6. Informasi
7. Pengalaman

Yang

Menurut Mubarak, (2007)
Mempengaruhi Pengetahuan :
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Umur
4. Minat
5. Pengalaman
6. Kebudayaan
7. Informasi

Yang

Menurut Wikipedia, (2013)
Mempengaruhi Pengetahuan :
1. Pendidikan
2. Media
3. Informasi

Yang

Menurut Notoatmodjo. S, (2007)
Pengetahuan Dipengaruhi Oleh :
1. Usia
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Lingkungan
6. Pengalaman
7. Informasi
8. Sosial Budaya
9. Ekonomi

Pengetahuan
Bidan Tentang
Water Birth

F. Kerangka Konsep Penelitian
Menurut APN (2008) Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada
usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit.
Aprillia (2013) mengatakan bahwa Waterbirth merupakan salah satu metode
alternatif persalinan pervaginam, di mana ibu hamil aterm (normal) tanpa komplikasi
melahirkan bayinya melalui media air (yang dilakukan pada bathtub atau kolam).
Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang, yaitu: Pendidikan, Pekerjaan, Umur, Minat, Pengalaman, Kebudayaan, dan
Informasi.
Karena keterbatasan waktu dan tenaga, maka peneliti hanya meneliti variable
Tingkat Pendidikan dan Sumber Informasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
kerangka konsep dibawah ini :

Variabel Independen

Variabel Dependen

B.
Tingkat Pendidikan
Pengetahuan Bidan
Tentang Water
Birth
Sumber Informasi

Gambar 2.1 Kerangka konsep
G. Hipotesa
a.

Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan bidan tentang
Water Birth di Rumah sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh.

b.

Ada hubungan antara sumber informasi dengan pengetahuan bidan tentang Water
Birth di Rumah sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh.

H. Defenisi Operasional
Tabel 2.1 Definisi Operasional
N
Defenisi
Variabel
o
Operasional
Variabel Dependen
1 Pengetahuan Segala
Bidan Tentang sesuatu yang
Water Birth diketahui
oleh bidan
tentang
water birth.
Variabel Independen
1
Tingkat
Jenjang
Pendidikan pendidikan
terakir yang
di tempuh
bidan.

2

Sumber
Informasi

Sumber
informasi
yang
diperoleh
bidan
tentang
water birth.

Cara Ukur

Alat
Ukur

Hasil Ukur

Menyebarkan
Kuesioner Baik
kuesioner yang
Kurang
berisi 12 pertanyaan
Baik: jika jawaban
x>7
Kurang: jika
jawaban x 0,05 artinya tidak ada hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependent.
Analisa hasil dari veriabel bebas yang diduga mempunyai hubungan dengan
veriabel terikat. Analisa yang digunakan adalah tabulasi silang dengan
menggunakan rumus Chi-Squere pada tingkat kemaknaannya 95% ( P≤ 0,05),
sehingga dapat di ketahui ada tidaknya hubungan yang bernakna secara statistik
dengan menggunakan program komputer SPSS for windows.
Melalui perhitungan ujic hi-square test selanjutnya ditarik pada kesimpulan
bila nilai p lebih kecil dari alpha (35 tahun
Jumlah

f
18
25
27
70

%
25.7
35.7
38.6
100

Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)

Dari tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa, dari 70 responden yang diteliti
mayoritas umur responden berada pada kategori >35 tahun sebanyak 27 orang
(38,6%).
b. Persepsi Bidan Terhadap Water Birth
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Persepsi Bidan Terhadap Water Birth Di Rumah Sakit Ibu
dan anak Banda Aceh
No
1.
2.
3.

Persepsi Bidan Terhadap Water Birth
Belum Direkomendasikan
Belum Ada Fasilitas
Belum Ada Pelatihan
Jumlah

f
31
11
28
70

(%)
44
16
40
100

Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa dari 70 responden, 31
orang (44%) yang menyatakan belum direkomendasikan dan 28 orang (40%)
menyatakan belum ada pelatihan. Sedangkan 11 orang (16%) menyatakan
belum ada fasilitas.

2. Analisa Univariat
a. Tingkat Pendidikan

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden Di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh
No
1.
2.

Tingkat Pendidikan
Tinggi
Menengah
Jumlah

f
14
56
70

(%)
20
80
100

Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa dari 70 responden
terdapat 56 orang (80%) yang berpendidikan menengah.

b. Pengetahuan Bidan Tentang Water Birth
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan Tentang Water Birth
Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh
No

Pengetahuan Bidan Tentang
Water Birth
Baik
Kurang
Jumlah

1.
2.

f

(%)

34
36
70

48.6
51.4
100

Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)

Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa dari 70 responden
terdapat 36 orang (51.4%) yang berpengetahuan kurang.
c. Sumber Informasi
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Tentang Water Birth
Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh
No
1.
2.
3.

Sumber Informasi
Media
Narasumber
Tidak Pernah
Jumlah

f
40
11
19
70

(%)
57
15
27
100

Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)

Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa dari 51 responden
terdapat 40 orang (78.43%) yang bersumber informasi dari media dan 11 orang
(21.57%) yang bersumber informasi dari narasumber.

3. Analisa Bivariat
Tabulasi silang hubungan antara tingkat pendidikan dan sumber informasi dengan
pengetahuan bidan tentang water birth di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh dapat
dilihat dari tabel dibawah ini :
a. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Bidan Tentang Water Birth
Tabel 4.6
Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Bidan Tentang Water
Birth Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh

No

Tingkat
Pendidikan

1. Tinggi
2. Menengah

Pengetahuan Bidan Tentang
Water Birth
Baik
Kurang
f
%
f
%
7
50
7
50
27
48.2 29
51.8

Jumlah
f
14
56

%
100
100

P

1.000

Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)

Dari tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa dari 56 responden dengan
pendidikan menengah sebanyak 29 orang (51.8%) yang berpengetahuan kurang.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square dengan
tingkat kepercayaan 95% dimana nilai P≤0,05 didapatkan bahwa nilai pada P-Value
1,000 (P≥0,05). Dengan demi