Kajian Aus Pahat pada pembubutan Baja Aisi 4340 Menggunakan Pahat Karbida PVD Berlapis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Pembubutan
Pembubutan (turning) adalah proses permesinan yang menghasilkan
bagian-bagian mesin berbentuk silinder yang dikerjakan dengan mengunakan
mesin bubut (lathe). Prinsip dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses
permesinan permukaan luar benda silindris atau bubut rata dengan benda kerja
yang berputar, dengan satu mata pahat bermata potong tunggal (single-point
cutting tool), dan dengan gerakan-gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda
kerja pada jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja.
Untuk setiap proses yang ditinjau akan diperkenalkan dua sudut pahat
yang penting yaitu sudut potong utama (principal cutting edge) dan sudut geram
(rake angle). Kedua sudut tersebut berpengaruh antara lain pada penampang
geram, gaya pemotongan, serta umur pahat. Dengean memperhatikan kedua sudut
ini pada setiap proses permesinan yang ditinjau dapatlah disimpulkan bahwa
sesungguhnya semua proses permesinan adalah serupa.
Proses bubut merupakan proses yang paling penting dan sangat sering
dilakukan dalam industri manufaktur komponen mesin. Hal ini didasari oleh
beberapa faktor, yaitu:
1. Kebanyakan dari bagian konstruksi mesin (poros) dan perkakas (bor)
2. Perkakas mesin bubut relative sederhana dan murah

3. Proses pembubutan dengan daya sayat yang baik dan mudah dicapai
Untuk mesin bubut Pahat dipasang pada dudukan pahat dan kedalaman
potong (a) diatur dengan mengeser peluncur silang melalui roda pemutar
menunjukan selisih harga diameter, dengan demikian kedalaman gerak translasi
bersama-sama dengan kereta dan gerak makannya diatur dengan lengan pengatur
pada rumah roda gigi.[5]

Universitas Sumatera Utara

Elemen dasar permesinan bubut dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut :
1. Kecepatan potong

Dimana:

�=

�. .

⁄min ...…………………………(2.1)


n = putaran poros utama benda kerja (rpm)
d = diameter rata- rata, yaitu:

Dimana:

=

�+ �

=

.......................................(2.2)

d0 = diameter awal benda kerja (mm)
dm = diameter akhir benda kerja (mm)
2. Kecepatan makan

Dimana:

�� = � . (


⁄ � )......................................(2.3)

f = gerak makan (mm/rev)
n = putaran poros benda kerja (rpm)

3. Waktu pemotongan

Dimana:

� =

�⁄

�� (min)................................................(2.4)

lt = panjang permesinan (mm)
vf = kecepatan pemakanan (mm/min)

4. Kedalaman potong


Universitas Sumatera Utara

=



...........................................(2.5)

5. Material Removal Rate

Dimana:

�� = �. . �

/ �

................................(2.6)

f = kecepatan makan (mm/min)

a = kedalaman potong (mm)
v = keceatan potong (m/min)

2.2 Pembubutan Keras
Pembubutan keras dilakukan pada material dengan kekerasan diantara 45
sampai 68 Rockwell menggunakan variasi mata potong yang solid, seperti CBN
(carbon boron nitride). Walaupun gerinda dikenal dengan memproduksi benda
kerja dengan permukaan yang baik pada laju pemakanan yang tinggi, pembubutan
dapat memproduksi sama baiknya atau lebih baik permukaan akhir pada MRR
(material removal rates) yang signifikan tinggi.
Pembubutan keras adalah keadaaan dimana permesinan dengan kecepatan
tinggi dengan kecepatan permukaan pada umumnya sekitar 250 m/min, terkadang
bahkan lebih dari ini. Jadi kemampuan alat mesin harus mencakup kekakuan alat
permesinan, kecepatan potong yang tinggi, permukaan yang tetap untuk
membentuk permukaan ahir yang baik dan akurasi yang tinggi dengan permintaan
permukaan akhir. Pembubutan keras kebanyakan dilakukan tanpa cairan
pendingin sementara banyak dari peneliti merasa bahwa cairan pendingin dapat
digunakan dalam pembubutan kering untuk meminimalisir ketebalan lapisan
putih.[1]
Keuntungan dari permesinan keras dibandingkan proses gerinda adalah

pengurangan harga yang cukup besar dari proses manufaktur, mengurangi dari
waktu proses permesinan; meningkatkan kekasaran permukaan akhir termesin dan
lebih ramah lingkungan yag disebabkan oleh tidak dipakainya cairan pendingin
yang berbahaya. Permesinan keras mengeliminasi proses dan waktu permesinan
yang panjang karenanya dapat meningkatkan produktivitas. [2]

Universitas Sumatera Utara

2.3 Pembubutan Kering
Pada saat ini pemotongan logam dan industri tidak ramah lingkungan.
Lebih buruknya, tempat kerja tidak aman dan sehat untuk industri seperti ini.
Yang ada sekarang dalam dunia manufaktur mengdindikasikan bahwa kondisi ini
tidak dapat diterima di masa depan dan usaha yang dapat dipertimbangkan adalah
hal – hal yang perlu dilakukan untuk menyempurnakan peraturan lingkungan.
Permesinan hijau semakin terkenal mengacu kepada kebersihan, keselamatan
perkerja, biaya dan kualitas benda kerja yang dihasilkan.[6]
Untuk pembubutan baja yang dikeraskan, pembubutan kering sangat
direkomendasikan dengan permukaan alat dilapisi dengan kekerasan yang tinggi.
Suhu pemotongan yang tinggi pada pembubutan kering dari baja yang dikeraskan
akan melunakkan benda kerja yang membuat produksi geram yang lebih baik,

pemotongan yang stabil, dan permukaan akhir benda kerja yang baik. Permesinan
tanpa cairan pemotong atau permesinan kering sangat diperlukan sekali untuk
bersih, aman, dan biaya yang efektif dengan kualitas produk yang tinggi.
Permesinan kering atau permesinan hijau dapat diterima ketika permesinan
tersebut dapat menjamin bahwa kualitas bahan dan waktu produksi setara dengan
permesinan basah atau dapat ditingkatkan.[2]
Penggunaan cairan pendingin untuk meingkatkan umur pahat adalah suatu
pokok persoalan dengan pandangan yang cukup beragam. Terdapat perbedaan,
ada yang menemukan bahwa cairan pendingin menaikkan umur pahat dalam
permesinan. Kerapuhan yang melekat pada karbida membuat pahat tersebut rentan
untuk kerusakan yang berat oleh retak jika beban panas tiba – tiba diberikan
kepada pahat. Konig dan Klinger juga mengklaim bahwa performa pahat karbida
lebih baik jika dilakukan dalam kondisi pemotongan kering.[9]

2.4 Keausan pahat
Selama proses pembentukan geram berlangsung pahat dapat mengalami
kegagalan dari fungsinya yang normal karena berbagai sebab antara lain:
1. Keausan yang secara bertahap membesar (tumbuh) pada bidang aktif
pahat


Universitas Sumatera Utara

2. Retak yang menjalar sehingga menimbulkan patahan pada mata
potong pahat
3. Deformasi plastik yang akan mengubah bentuk dan geometri pahat
Jenis kerusakan yang terakhir diatas jelas disebabkan tekanan temperature
yang tinggi pada bidang aktif pahat dimana kekerasan dan kekuatan material pahat
akan turun bersama dengan naiknya temperatur. Keretakan dan terutama keausan
disebabkan oleh berbagai faktor, oleh sebab itu akan dibahas secara terpisah.
Keausan dapat terjadi dapat terjadi pada bidang geram (
bidang utama (

�)

�)

dan/atau pada

pahat. Karena bentuk dan letaknya yang spesifik, keausan pada


bidang geram disebut dengan keausan kawah (crater wear) dan keausan pada
bidang utama/ mayor dinamakan sebagai keausan tepi (flank wear).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai keausan pahat dapat
disimpulkan bahwa penyebab keausan dan kerusakan pahat dapat merupakan
suatu faktor yang dominan atau gabungan dari beberapa factor yang tertentu.
Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain :
a. Proses Abrasif
Permukaan dapat rusak / aus karena adanya partikel yang keras pada
benda kerja yang menggesek bersama – sama dengan aliran material
benda kerja pada bidang geram dan bidang utama pahat. Partikel –
partikel keras dalam struktur besi tuang yang berupa karbida, oksida
ataupun nitride (juga dalam struktur baja paduan Ni) akan mampu
merusakkan permukaan pahat HSS yang sebagian besar strukturnya
terdiri atas martesit atau pahat karbida dengan persentase pengikat
cobalt yang cukup besar. Proses abrasif merupakan faktor dominan
sebagai penyebab keausan pada pahat HSS dengan kecepatan potong
yang relative rendah (sekitar 10 sampai 20 m/min). Bagi pahat karbida
pengaruh proses abrasif ini tidak begitu mencolok karena sebagian
besar struktur pahat karbida merupakan karbida – karbida yang sangat
keras.


Universitas Sumatera Utara

Untuk pemotongan material benda kerja yang sangat abrasif (misalnya
chilled iron rolls), diperlukan jenis pahat karbida dengan persentase
pengikat Co yang rendah dengan besar butir karbida yang halus.
b. Proses Kimiawi
Dua permukaan yang saling bergesekan dengan tekanan yang cukup
besar beserta lingkungan kimiawi yang aktif (udara maupun cairan
pendingin dengan kondisi tertentu) dapat meyebabkan interaksi antar
material pahat denga benda kerja. Permukaan benda kerja yang baru
saja terbentuk (permukaan geram dan permukaan benda kerja yang
telah terpotong) sangat kimiawi aktif sehingga mudah bereaksi kembali
dan menempel pada permukaan pahat.
Pada kecepatan potong yang rendah, oksigen dalam udara pada celah –
celah diantara pahat dengan geram atau benda kerja mempunyai
kesempatan / peluang untuk bereaksi dengan material benda kerja
sehingga akan mengurangi derajat penyatuan (afinitas) dengan
permukaan pahat. Akibatnya daerah kontak dimana pergeseran antara
metal dengan metal (pahat dengan geram / benda kerja) akan lebih luas

sehingga proses keausan karena gesekan akan terjadi lebih cepat. Pada
kecepatan potong yang rendah, temperatur pemotongan masih cukup
tinggi untuk mengubah air atau cairan pendingin / pelumas menjadi uap
yang dapat berfungsi sebagai oksigen sebagaimana yang dibahas diatas.
Dengan demikian, pelumas amat diperlukan untuk mengurangi kontak
antara metal dengan metal (boundary lubrication), seperti halnya yang
dilakukan dalam praktek untuk proses penggurdian (kecepatan potong
didekat sumbu gurdi amat rendah) atau proses gear hobbing (waktu
pemotongan untuk setiap gigi pahat hob sangat singkat).
c. Proses Adhesi
Pada tekanan dan temperature yang relatif tinggi, permukaan metal
yang baru saja terbentuk akan menempel (bersatu seolah - olah dilas)
dengamn permukaan metal yang lain. Proses adhesi tersebut terjadi di
sekitar mata potong pada bidang geram dan bidang utama pahat.

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian permukaan bidang geram dan bidang utama di dekat
mata potong tidak pernah mengalami gesekan langsung dengan aliran
material benda kerja (geram). Kontak hanya mungkin terjadi pada
daerah di sebelah belakang daerah penempelan tersebut. Karena pada
semua keadaan / kondisi pemotongan, proses adhesi didaerah dekat
mata potong hampir selalu terjadi, maka pada daerah tersebut dapat
dinamakan sebagai daerah aliran (flow zone). Hal ini dapat
diumpamakan sebagai aliran fluida yang mempunyai kecepatan aliran
nol pada batas pemisah (dinding pipa).
Bentuk dan distribusi kecepatan aliran metal tergantung pada jenis
material benda kerja dan kondisi pemotongan sebagai contoh:


Benda kerja nickel (dan paduannya) dengan pahat karbida
(cemented carbide) mempunyai afinitas yang besar sehingga
geram akan menempel dengan kuat, sebaliknya benda kerja
mangnesium mempunyai afinitas yang lemah terhadap pahat
HSS.



Pada kecepatan potong rendah aliran metal (lapisan tipis diatas
daerah penempelan) akan kurang teratur (irregular), sedangkan
pada kecepatan potong yang tinggi aliran metal tersebut lebih
teratur (seperti halnya aliran laminar daris suatu fluida didekat
batas pemisah).

Karena aliran metal yang kurang teratur pada kecepatan potong yang
rendah dan bila daya adhesi atau afinitas antar material benda kerja dan
material pahat cukup kuat maka akan terjadi proses penumpukan
lapisan material benda kerja pada bidang geram didaerah dekat mata
potong. Penumpukan lapisan material tersebut dalam proses permesinan
terkenal dengan nama BUE (Built Up Edge) yang mengubah geometri
pahat (sudut geram ỳo) karena berfungsi sebagai mata potong yang baru
dari pahat yang bersangkutan. BUE merupakan struktur yang dinamik,
sebab selama proses pemotongan pada kecepatan potong rendah
berlangsung.

Universitas Sumatera Utara

BUE akan tumbuh dan pada suatu saat lapisan atas atau seluruh BUE
akan tergeser / terkelupas dan berulang dengan proses penumpukan
lapisan metal yang baru. Karena telah mengalami regangan yang tinggi,
BUE dalam proses pemotongan baja akan menjadi sangat keras (strain
hardenend) dengan kekerasan antara 600 sampai 700 HV, dengan
struktur perlit yang patah dan tersebar. Jikalau kecepatan potong
dinaikkan maka temperatur.
d. Proses Difusi
Pada daerah dimana terjadi pelekatan (adhesi) antara material benda
kerja dengan pahat di bawah tekanan dan temperatur yang tinggi serta
adanya aliran metal (geram dan permukaan potong relatif terhadap
pahat) akan menyebabkan timbulnya proses difusi tergantung pada
beberapa faktor, antara lain:


Daya larut (solubility) dari berbagai fasa dalam struktur pahat
terhadap material benda kerja



Temperatur



Kecepatan aliran metal yang melarutkan

Untuk pahat HSS, atom besi dan karbon terdifusi sehingga butir
karbidanya akan kehilangan pegangan dan terkelupas terbawa oleh
geseran metal benda kerja yang melekat karena adanya tegangan geser
yang tinggi. Pada pahat karbida (cemented carbide) cobalt sebagai
pengikat butiran karbida akan terdifusi, akan tetapi butiran karbida tidak
mudah terkelupas. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, pertama karena
ikatan antara butiran karbida cukup kompak (80% volumenya terdiri
atas butiran karbida) dan kedua karena atom besi dari benda kerja akan
terdifusi ke dalam struktur pahat sehingga menggantikan cobalt sebagai
pengikat. Atom karbon dalam karbida sendiri tidak mudah terdifusi,
karena ikatan karbon dalam karbida sangat kuat dan stabil. Apabila
temperatur dan kecepatan aliran metal yang melarutkan makin tinggi,
karbon dalam karbida akan terdifusi.

Universitas Sumatera Utara

e. Proses Oksidasi
Pada kecepatan potong yang tinggi (temperatur yang tinggi) ketahanan
karbida atas proses oksidasi akan menurun.
Karbida dapat teroksidasi apabila temperaturnya cukup tinggi dan tidak
ada perlindungan terhadap serangan oksigen dalam atmosfir. Akibatnya
struktur material pahat akan lemah dan tidak tahan akan deformasi yang
disebabkan oleh gaya pemotongan. Cairan pendingin dalam batas –
batas tertentu mampu mencegah terjadinya oksidasi.
f. Proses Deformasi Plastik
Kekuatan pahat untuk menahan tegangan tekan (compressive stress)
merupakan sifat material pahat yang diperngaruhi oleh temperature. Hal
inilah yang merupakan faktor utama yang membatasi kecepatan
penghasilan geram bagi suatu jenis pahat. Penampang geram harus
direncanakan supaya tekanan yang diderita ujung / pojok pahat tidak
melebihi batas kekuatan pahat untuk menghindari terjadinya proses
deformasi plastik. Pahat HSS jauh lebih lemah dibandingkan dengan
pahat karbida, sehingga kekerasan benda kerja yang dapat dipotong
dengan HSS umumnya tidak lebih dari 350 HV (mungkin juga sampai
450 HV asalkan kecepatan potong dan penampang geram diperkecil).
Pojok pahat harus diberi radius yang disesuaikan dengan besarnya
penampang geram, sebab deformasi akibat tegangan akan dimulai pada
pojok pahat.
g. Proses Keretakan dan Kelelahan
Umur pahat mungkin sangat singkat karena diakibatkan oleh patahnya
pojok pahat sebelum timbul tanda terjadinya keausan. Hal ini umumnya
terjadi bila pojok pahat menderita beban kejut (impact load) seperti
halnya yang sering terjadi pada proses permulaan pemotongan dengan
gerak makan atau kedalaman potong yang besar. Untuk itu perlu dipilih
pahat dari jenis yang lebih ulet (ductile, misalnya pahat karbida dengan
presentasi Co yang besar atau dipilih pahat HSS) atau digunakan
geometri yang cocok (sudut penanmpang dan atau sudut miring yang
besar dengan sudut potong utama yang kecil dan radius pojok besar).

Universitas Sumatera Utara

Retak yang sangat lembut (micro crack, retak rambut) dapat terjadi
pada mata potong atau pojok pahat.
Retak tersebut makin lama makin besar (menjalar) sampai akhirnya
terjadi konsentrasi tegangan (stress concentration) yang besar sehingga
pahat akan patah. Gejala ini sering disebut sebagai kelelahan (fatique).
Kelelahan dapat dianggap sebagai kelelahan mekanik atau kelelahan
termik ataupun gabungan dari kedua hal tersebut. Kelelahan mekanik
disebabkan oleh beban yang berfluktuasi misalnya dalam proses freis
atau proses bubut dengan permukaan benda kerja yang tidak rata (hasil
tuang atau tempa).
Kelajuan Aus pahat yang terjadi pada mata pahat dapat dihitung dengan
symbol � ̇ dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:

�̇ =

��


(mm/sec).......................................(2.7)

� ̇ = kelajuan aus pahat (mm/sec)
� = aus pahat (mm)

� = waktu pemotongan (sec)

2.5 Umur pakai pahat

Semakin besar keausan/kerusakan yang diderita pahat maka kondisi pahat
akan semakin kritis. Jikalau pahat tersebut masih tetap digunakan maka
pertumbuhan keausan akan semakin cepat dan pada suatu saat ujung pahat akan
sama sekali rusak.
Kerusakan fatal seperti ini tidak boleh terjadi sebab gaya pemotongan akan
sangat tinggi sehingga dapat merusak seluruh pahat, mesin perkakas dan benda
kerja , serta dapat membahayakan operator yang menjalankan mesin tersebut.
Oleh sebab itu, untuk menghindari hal tersebut ditetapkan suatu batas harga
keausan (dimensi dari keausan tepi dan keausan kawah) yang dianggap sebagai
batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan

Universitas Sumatera Utara

Pengukuran

dimensi

keausan

secara

langsung

memerlukan

penghentian/interupsi, proses permesinan, pengambilan pahat, pengukuran
keausan dengan mikroskop dan pemasangan kembali. Dalam praktek hal ini tidak
selalu mudah untuk dilakukan, terutama dalam proses produksi yang
sesungguhnya dimana gangguan atas kelancaran proses produksi tidaklah
diizinkan.
Keausan pahat akan menimbulkan efek samping yaitu:
1. Kenaikan gaya potong
2. Getaran/chatter
3. Penurunan kehalusan permukaan
4. Perubahan dimensi/geometri produk
Kenaikan gaya potong (atau momen punter) dapat dilakukan bila mesin
perkakas dilengkapi dengan dynamometer. Karenakan kenaikan gaya akan
mengakibatkan kenaikan daya maka Wattmeter atau mungkin juga Amperemeter
(bila ada pada mesin perkakas) dapat digunakan untuk mengetahui pada saat
penggantian pahat. Getaran atau chatter, yang dapat diketahui dari kebisingan
yang ditmbulkan, dapat pula digunakan sebagai tanda bahwa pahat harus diganti
Dengan menentukan kriteria saat habisnya umur pahat seperti diatas maka umur
pahat dapat ditentukan yaitu mulai dengan pahat baru (setelah diasah) sampai
pahat yang bersangkutan dianggap tidak bisa digunakan lagi.
Dimensi dari umur dapat merupakan besaran waktu (menit), yang dapat
dihitung secara langsung dengan mengorelasikan terhadap besaran lain. Hal
tersebut dimaksudkan untuk mempermudah prosedur penghitungan sesuai dengan
jenis pekerjaan yang dilakukan, sebagai contoh dimensi umur pahat ditentukan
oleh :
1. �
2.

3.
4.

= waktu total pemotongan sesungguhnya (min)
"

= jumlah total geram yang dihasilkan (

)

= panjang total permesinan (mm)
= jumlah produk yang dihasilkan (buah)

Universitas Sumatera Utara

2.6 Material Pahat
Proses pembentukan geram dengan cara permesinan berlangsung dengan
cara mempertemukan dua jenis material, untuk menjamin kelangsungan proses ini
maka jelas diperlukan material pahat yang lebih unggul daripada material benda
kerja. Keunggulan tersebut dapat dicapai karena pahat dibuat memperhatikan
berbagai segi yaitu :
1. Kekerasan yang cukup tinggi melebihi kekerasan benda kerja tidak
saja pada temperature ruang melainkan juga pada temperature tinggi
pada saat proses pembentukan geram berlangsung.
2. Keuletan yang cukup besar untuk menahan beban kejut yang terjadi
sewaktu permesinan dengan interupsi maupun sewaktu pemotongan
benda kerja yang mengandung partikel/bagian yang keras (hard spot).
3. Ketahanan beban kejut termal diperlukan bila terjadi perubahan
temperature yang cukup besar secara berkala/periodik.
4. Sifat adhesi yang rendah untuk mengurangi afinitas benda kerja
terhadap pahat, mengurangi laju keausan, serta penurunan gaya
pemotongan.
5. Daya larut elemen/komponen material pahat yang rendah dibutuhkan
demi untuk memperkecil laju keausan akibat mekanisme difusi.
Secara berurutan, material-material tersebut akan diurutkan dari yang
paling “lunak” tetapi “ulet” sampai yang paling “keras” tetapi “getas” yaitu :
1. Baja karbon (High Carbon Steels; Carbon Tool Steels; CTS)
Baja dengan kandungan karbon relative tinggi (0,7%-1,4% C)
tanpa unsur lain dengan persentase unsur lain yang rendah (0,2% Mn,
W, Cr) mampu mempunyai kekerasan permukaan yang cukup tinggi.
2. HSS (High Speed Steels; Tool Steels)
Pada tahun 1898 ditemukan jenis baja paduan tinggi dengan unsur
paduan krom (Cr) dan tungsten/wolfram (W), melalui proses
penuangan (molten metallurgy) kemudian diikuti pengerolan ataupun
penempahan, baja ini dibentuk menjadi batang atau silinder.

Universitas Sumatera Utara

Pada kondisi lunak (annealed) bahan tersebut dapat diperoses
secara permesinan menjadi berbagai bentuk pahat potong. Setelah
proses laku panas dilaksanakan, kekerasannya akan cukup tinggi
sehingga dapat digunakan pada kecepatan potong yang tinggi (sampai
3 kali kecepatan potong pahat CTS yang dikenal pada saat itu sekitar
10 m/menit, sehingga dinamakan dengan “baja kecepatan tinggi” ;
HSS, (High Speed Steel)
3. Paduan Cor Non Ferro (Cast Nonferous Alloys; Cast Carbides)
Sifat-sifat paduan cor non ferro adalah diantara HSS dan Karbida
(Cemented Carbide) dan digunakan dalam hal khusus diantara pilihan
dimana karbida terlalu rapuh dan HSS mempunyai hot hardness dan
wear resistance yang terlalu rendah. Jenis material ini dibentuk secara
tuang menjadi bentuk-bentuk yang tidak terlampau sulit misalnya tool
bit (sisipan) yang kemudian diasah menurut geometri yang dibutuhkan
4. Karbida (Cemented Carbides; Hardmetals)
Jenis karbida yang

“disemen” (cemented carbides) ditemukan

pada tahun 1923 (KRUPP WIDIA) merupakan bahan pahat yang
dibuat dengan cara menyinter (sintering) serbuk karbida (Nitrida,
Oksida) dengan bahan pengikat yang umumnya dari cobalt (Co),
dengan carburizing masing-masing bahan dasar (serbuk) Tungsten
(Wolfram,W) Titanium (Ti), Tantalum (Ta) dibuat menjadi karbida
yang kemudian digiling (Ball Mill) dan disaring. Salah satu atau
campuran serbuk karbida tersebut dicampur dengan bahan pengikat
(Co) dan dicetak tekan dengan memakai bahan pelumas (lilin).
Setelah itu dilakukan presintering (1000℃ pemanasan mula untuk
menguapkan bahan pelumas) dan kemudian sintering (1600℃)
sehingga bentuk keeping (sisipan) sebagai hasil proses cetak tekan
(Cold, atau HIP) akan menyusut menjadi sekitar 80% dari volume
semula. Hot hardness karbida yang disemen (diikat) ini akan menurun
bila terjadi pelunakan elemen pengikat. Semakin besar persentase
pengikat Co maka kekerasannya menurun dan sebaliknya keuletannya
membaik.

Universitas Sumatera Utara

Modulus elastisitasnya sangat tinggi demikian pula berat jenisnya
(density, sekitar 2 kali baja). Koefisien muainya setengah daripada baja
dan konduktivitas panas HSS. Ada 3 jenis utama pahat karbida sisipan,
yaitu :
1. Karbida tungsten (WC+Co) yang merupakan jenis pahat
karbida untuk memotong besi tuang (cast iron cutting grade).
Karbida tungsten (WC+Co)
Merupakan jenis yang paling sederhana dimana hanya terdiri
dari dua elemen yaitu karbida tungsten (WC) dan pengikat
colbat (Co), jenis yang cocok untuk permesinan dimana
mekanisme keausan pahat terutama disebabkan oleh proses
abrasi seperti pada permesinan bebagai jenis besi tuang.
Apabila digunakan pada benda kerja baja (geram kontinu) akan
terjadi keausan yang berlebihan.
2. Karbida tuang paduan (WC-TiC+Co; WC-TaC-TiC+Co; WCTaC+Co; WC-TiC-TiN+Co; TiC+Ni, Mo)
Karbida WC-TiC-Co
Pengaruh dari TiC adalah mengurangi tendensi dari geram
untuk melekat pada muka pahat (BUE, Built Up Edge) serta
menaikan daya tahan terhadap keausan kawah. Hot hardness
dinaikkan, sebaliknya tranverse repture strength, compressive
strength dan impact strength menurun dengan penambahan
TiC. Dengan memperhalus butir WC dan mengurangi pengikat
Co dapat memperbaiki transverse rapture strength sampai
sekitar 30%.
Karbida WC-TaC-TiC+Co
Penambahan TaC memperbaiki efek samping TiC yang
menurunkan transverse rupture strength. Hot hardeness dan
compressive strength dipertinggi, sehingga ujung pahat tahan
terhadap deformasi plastik.

Universitas Sumatera Utara

Karbida WC-TaC+Co
Pengaruh TaC adalah hamper serupa dengan pengaruh TiC,
akan tetapi TaC lebih lunak dibandingkan dengan TiC. Jenis
ini lebih tahan terhadap thermal shock sehingga cocok untuk
penggunaan khusus seperti pembuatan alur dalam pada mana
penggunaan cairan pendingin (cutting fluid) sulit dilakukan
sedangkan panas akibat pemotongan relatif besar.
3. Keramik (Ceramics)
Keramik menurut definisi sempit adalah material paduan
metalik dan non metalik, sedangkan menurut definisi yang luas
berarti semua material kecuali metal dan material organic.
Keramik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, keramik
tradisional dan keramik industri.
4. CBN (Cubic Boron Nitrides)
CBN termasuk dalam jenis keramik, diperkenalkan oleh GE
(USA, 1957, Borazon). Dibuat dengan penekanan panas (HIP,
60 kbar, 1500℃) sehingga serbut graphit putih nitride boron
dengan struktur atom heksagonal berubah menjadi struktur
kubik.
5. Intan (Sintered Diamonds and Natural Diamonds)
Sintered Diamonds (GE, 1995) merupakan proses sintering
serbuk intan tiruan dengan bahan pengikat Co (5%-10%).
Hot hardness sangat tinggi dan tahan terhadap deformasi
plastik. Sifat ini ditentukan oleh besar butir intan serta
presentase dan komposisi material pengikat.[5]

2.6.1

Pahat Karbida PVD Berlapis
Coated cemented carbide pertama kali diperkenalkan pada tahun
1968 dan sampai sekarang terus berkembang dan banyak dimanfaatkan
dalam berbagai proses permesinan (di negara-negara maju).

Universitas Sumatera Utara

Umumnya sebagai material dasar karbida tungsten (WC-Co) yang
dilapisi dengan bahan keramik (karbida, nitride, dan oksida yang keras
tahan temperatur tinggi serta non-adhesif). Karbida lapis (coated cemented
carbides) merupakan jenis pahat karbida tungsten yang dilapis (satu atau
beberapa lapisan) karbida, nitride atau oksida lain yang lebih rapuh tetapi
kekerasannya tinggi.
Sejak 1970 banyak penemuan baru yang telah dibuat pada alat
pemotongan untuk meningkatkan umur pahat dan juga kecepatan potong.
Lapisan

pada

alat

potong

karbida

ditemukan

biasanya

dengan

menggunakan teknik chemical vapor deposition (CVD). Sekarang ini,
untuk mata potong HSS

dan mata potong karbida, cara pelapisan

melibatkan Physical vapor deposition (PVD). Yang menarik dari proses
PVD adalah proses ini jauh lebih bersih dan formasi kerapuhan antara
substrat dari mata potong dan coating – yang dimana bertanggung jawab
untuk adhesi yang lebih rendah dari coating dengan substrat mata potong –
yang dieliminasi untuk jangkauan yang luas, sejak suhu substrat lebih kecil
dibandingkan dengan proses CVD (450o daripada 1000oC).[3]
PVD (physical vapor deposition) adalah teknik dasar pelapisan
dengan cara penguapan, yang melibatkan transfer material pada skala
atomik. Lapisan setebal 1-8 micron diperoleh dari CVD (Chemical Vapour
Deposition) atau PVD (Physical Vapour Deposition). Pelapisan CVD
menghasilkan ikatan yang lebih kuat daripada PVD. CVD dilaksanakan
dengan mengendapkan elemen atau paduan elemen (keramik) yang terjadi
akibat reaksi pada fase uap antara elemen/paduan tersebut dengan gas
pereaksi sehingga menempel dengan kuat pada material yang dilapisi.
Pelapisan dapat diulang untuk kedua atau ketiga kalinya dengan
menggunakan elemen pelapis yang berbeda.
Kegunaan PVD adalah sebagai berikut:


Meningkatkan kekerasan dan ketahanan terhadap aus



Mengurangi gesekan



Meningkatkan ketahanan oksidasi

Universitas Sumatera Utara

Keuntungan Proses PVD:


Material yang telah dilapisi memiliki sifat yang lebih baik jika
dibandingkan dengan material yang sebelumnya



Proses PVD lebih ramah lingkungan

Perbandingan PVD dan CVD dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Perbandingan PVD dan CVD
PVD

CVD

Tidak ada reaksi kimia pada

Terjadi reaksi kimia pada

permukaan

permukaan

Kualitas lebih baik karena lapisan

Selalu terdapat pengotor pada

yang dihasilkan lebih murni

lapisan yang dihasilkan

Konduktivitas lebih baik

Konduktivitas rendah

Ikatan tidak terlalu kuat

Ikatan lebih kuat

2.6.1.1 Lapisan AlTiN
Lapisan AlTiN mempunyai spesifikasi sebagai berikut:


Warna : hitam



Kekerasan lapisan : 90 HRc



Ketebalan : 1 – 4 micron



Temperature maksimal : 900oC



Kekasaran Permukaan : 15 μm

Aplikasi dan Penggunaan: Umumnya digunakan untuk drilling,
milling, permesinan kering, lapisan untuk mata pahat dengan karbida;
dengan kadar aluminium yang lebih tinggi dan tahan terhadap panas.
2.7 Material Benda Kerja
Bahan logam ferro adalah suatu logam yang memiliki dasar paduan besi
(ferrous), sedangkan unsur lain hanyalah sebagai unsur tambahan untuk
mendapatkan sifat bahan sesuai dengan aplikasi penggunaannya.

Universitas Sumatera Utara

Bahan logam ferro diantaranya adalah :

1. Besi tempa (wrought iron)
2. Baja karbon (carbon steel)
3. Baja paduan
4. Baja dan besi tuang

2.7.1 Baja AISI 4340
Baja AISI 4340 merupakan baja paduan rendah yang tersedia di pasaran
setelah mengalami proses pengerolan hitam atau kondisi normalisasi.
Baja tersebut memiliki kekuatan tarik sebesar 930 – 1080 MPa, densitas
7.85 g/cm3 dan titik lebur adalah 1427oC. Baja AISI 4340 ini memiliki
karakteristik mampu dilas, mampu ketermesinan, kekuatan yang
tangguh serta ketahanan impak. Baja yang digunakan di sini yaitu Baja
AISI 4340 banyak digunakan untuk memproduksi komponen mobil dan
alat – alat permesinan seperti roda gigi, spindle, gigi transmisi dan
kopling.
Komposisi kimia dan sifat mekanis Baja AISI 4340 dapat dilihat pada
tabel 2.2 dan 2.3 di bawah ini:
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Baja AISI 4340
Elemen

Kadar

Karbon, C

0.410 %

Silika, Si

0.220 %

Cu

0.050 %

Mangan, Mn

0.650 %

Fosfor, P

0.015 %

Sulfur, S

0.006 %

Nickel, Ni

1.790 %

Chromium, Cr

0.790 %

Molibdenum, Mo

0.220 %

V

0.020 %

Aluminium, Al

0.021 %

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Sertifikat uji bahan PT. SUMINSURYA MESINDOLESTARI Tahun 2016

Tabel 2.3 Sifat Mekanis Baja AISI 4340
Sifat Mekanis

Besaran

Kekuatan Tarik, Maks

935 MPa

Kekuatan Tarik, lulur

795 MPa

Elongasi pada saat patah (dalam

22.0 %

ukuran 50 mm)
Reduksi Area

55.0 %

Modulus Elastisitas

190 GPa – 210 GPa

Modulus Bulk

140 GPa

Modulus Geser

80 GPa

Sumber: Sertifikat uji bahan PT. SUMINSURYA MESINDOLESTARI Tahun 2016

Universitas Sumatera Utara