MAKALAH FILSAFAT ILMU EPISTEMOLOGI MAGIS

MAKALAH FILSAFAT ILMU
“EPISTEMOLOGI”
Dosen Pengampu : Dr. Ani Purwanti, S.H., M.Hum.

DISUSUN OLEH :
NAMA

: LAILATUSSAFAAH I

NIM

: 11010116410101

Disusun Dalam Rangka Pemenuhan Ujian Mata Kuliah Filsafat Ilmu

MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bias terpenuhi secara cepat dan
mudah. Ilmu juga meruupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai
tujuan hidupnya.
Berbicara tentang filsafat ilmu, pasti akan menjumpai istilah epistimologi,
sebab manusia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja, Akan tetapi
manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan
sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkali
melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu
informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan. Pengetahuan
sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat
yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak jarang
manusia harus mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori
pengetahuan karena mengkaji seluruh tolak ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk
ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan
pondasi segala ilmu dan pengetahuan.
Epistemology merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan
tentang bagaimana cara mendapatkan ilmu yang benar. Epistemologiadalah
istilah yang berasal dari bahasa yunani, episteme dan logos. Episteme biasa

diartikan sebagai pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata,
atau teori. Epistemology secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang
benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa
nasional menjadi theory of knowledge.
Dalam makalah ini membahas tentang masalah cara mendapatkan ilmu.
artinya untuk mendapatkan sebuah ilmu atau pengetahuan, seseorang harus
menggunakan cara bagaimana mendapatkan ilmu atau pengetahuan tersebut
dengan benar.

B. Permasalahan
1. Apa pengertian Epistemologi ?
2. Apa ruang lingkup dan aliran – aliran epistemologi ?
C. Tujuan penulisan
1. Memahami pengertian dari epistemologi
2. Mengetahui apa saja ruang lingkup dan aliran – aliran epistemologi

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata episteme dan logos, berasal dari bahasa

Yunani. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos menunjukkan adanya
pengetahuan sistematik. Jadi Epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan
sistematik mengenai pengetahuan (Theory of Knowledge). Atau menurut Webster
Third New International Dictionary mengartikan epistemologi sebagai "The Study
of method and ground of knowledge, especially with reference to its limits and
validity". Paul Edwards, dalam The Encyclopedia of Philosophy, menjelaskan
bahwa epistemologi adalah "the theory of knowledge." Pada tempat yang sama ia
menerangkan bahwa epistemologi merupakan "the branch of philosophy which
concerned with the nature and scope of knowledge, its presuppositions and basis,
and the general reliability of claims to knowledge."1
Beberapa tokoh juga mendefinisikan tentang Epistemologi antara lain kedua
tokoh dari Indonesia yaitu: P.Hardoyo Hadi menyatakan bahwa Epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan
skop pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta bertanggung
jawab atas pernyataan tentang pengetahuan yang dimiliki (Gallagher,1994:5).
Sedangkan menurut D.W. Hamlyn bahwasannya epistemologi adalah sebagai
cabang dari filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
dasar dan pengendalian-pengendaliannya serta secara umum hal itu dapat di
andalkannya


sebagai

penegasan

bahwa

orang

memiliki

pengetahuan

(Edward,1967:8-9).
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi,
logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor
mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor
mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan
lingkup epistemologi. Epistemologi juga dikaitkan bahkan disamakan dengan
suatu disiplin yang disebut Critica, yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria
dan patokan untuk menentukan pengetahuan yang benar dan yang tidak

benar. Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal utama
1 Surajiyo. 2005, Ilmu Filsafat suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 23

untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan
syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”, yang menjadi pusat
perhatian dari tujuan epistemologi adalah memiliki potensi untuk memeroleh
pengetahuan.2
Istilah-istilah lain yang setara maksudnya dengan ‘epistemologi’ dalam
berbagai

kepustakaan

filsafat

kadang-kadang

disebut

juga


logika

material, criteriology, kritika pengetahuan,gnosiology dan dalam bahasa Indonesia
lazim dipergunakan istilah ‘Filsafat Pengetahuan :3
1) Logika material
Logika material merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersangkutan
dengan kebenaran materiil, yang kadang-kadang disebut juga dengan
kebenaran autentik atau otentisitas isi pemikiran.
2) Kriteriologi
Istilah kriteriologia berasal dari kata kriterium yang berarti ukuran, yang berarti
ukuran untuk menetapkan benar-tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan
tertentu. Sehingga kriteriologi merupakan suatu cabang filsafat yang berusaha
untuk menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan berdasarkan
ukuran tentang kebenaran.
3) Kritika pengetahuan
Kritika

pengetahuan

pengetahuan


yang

dalap

diartikan

berdasarkan

menunjuk

tinjauan

kepada

secara

suatu

mendalam


ilmmu

berusaha

menentukan benar tidaknya suuatu pikiran atau pengetahuan manusia. Kritikan
disini dapat dikatakan sejenis usaha manusia untuk menetapkan, apakah suatu
pikiran atau pengetahuan manusia itu sudah benar atau tidak denar dengan
jalan meninjaunya secara sedalamm-dalamnya.
4) Gnoselogia
Istilah gnoselogia berasal
pengetahuan

yang

dari

bersifat

kata gnosis dan logos.


keilahian, logos berarti

ilmu

Gnosis berarti
pengetahuan.

Sehingga, gnoselogia berarti ilmu pengetahuan atau cabangfilsafat yang
berusaha untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pengetahuan,
khususnya mengenai pengetahuan yang bersifat keilahian.
5) Filsafat pengetahuan
2 Ibid. halaman 25
3 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terj. Alimandan (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2003), 5-6

Filsafat

pengetahuan


merupakan

salah

satu

cabang

filsafat

yang

mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan.
Epistemologi sangat berkaitan erat dengan ilmu-ilmu lain. Contoh kaitannya
dengan ilmu Biologi adalah ketika seseorang melakukan penelitian tentang
ikan, dimana ikan ini termasuk ke dalam hewan vertebrata. Maka muncul
beberapa pertanyaan seperti :


Apakah benar ikan itu termasuk ke dalam vertebrata ?




Bagaimana cara kita mengetahui bahwa ikan termasuk hewan
vertebrata ?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka di jawab dengan
epistemology karena epistemology itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari
tentang bagaimana cara mendapatkan ilmu yang benar.
2. Ruang Lingkup dan aliran – aliran Epistemologi
2.1. Ruang lingkup epistemologi
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber,
dan validitas pengetahuan. Mudlor Ahmad merinci menjadi enam aspek
yaitu hakekat, unsur, macam, tumpuan, batas dan sasaran pengetahuan,
bahkan A. M. Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup
pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa
sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan
benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai itu, mungkinkah kita
mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai di
manakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua
masalah

pokok;

masalah

sumber

ilmu

dan

masalah

benarnya

ilmu(Saefuddin,1991:31).4
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih
banyak terbatas pada dataran asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan
secara konseptual-filosofis. Penyederhanaan makna epistemologi itu
berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama untuk tahapan
pemula.
2.2. Aliran-aliran Epistemologi
4 Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003. Halaman 79

Ada beberapa aliran yang membicarakan tentang ini yaitu: 5
1) Empirisme
Empirisme berasal dari kata yunani yaitu empeirikos yang berasal dari
kata empiria, artinyapengertian. Menurut aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Dan apabila dikembalikan pada kata
Empiria maka pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi
yaitu pendengaran, penglihatan dan lain-lain. Sehingga dapat dicontohkan
bahwa manusia tahu tentang es dingin karena kita menyentuhnya.
John Locke (1632-1704) adalah bapak aliran ini dan pada zaman
modern mengemukakan sebuah teori yang bernama Tabula Rasa yang
secara bahasa berarti meja lilin. Maksud dari teori ini adalah bahwa
manusia pada mulanya kosong dari penetahuan, lantas pengalamanpengalaman manusia tersebut yang akan mengisi kekosongan tersebut.
Mula-mula pengetahuan yang di tangkap melalui indra manusia itu
sederhana akan tetapi lama kelamaan akan menjadi semakin ruwet baru
akan tersusun pengetahuan yang hakiki. Ini berarti bagaiman pun
kompleks ruwetnya suatu pengetahuan manusia, Ia selalu dapat dicari
ujungnya pada pengalaman indera. Dan dapat dikatakan sesuatu yang
tidak dapat diamati dengan indera bukan pengalaman yang benar. Jadi
pengalaman indera adalah pengetahuan yang sebenarnya.Oleh karena itu
metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode
eksperimen.
Kelemahan aliran ini cukup banyak. Kelemahan pertama adalah indera
manusia sangatlah terbatas.Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil dan
apakah bendah tersebut kecil? Tentu tidak. Dari contoh diatas dapat
dikatakan bahwa keterbatasan kemampuan indera ini dapat melaporkan
objek tidak sebagaimana aslinya atau adanya. Dan dari sini akan
menimbulkan suatu pengetahuan yang salah. Kelemahan yang kedua
adalah indera manusia dapat menipu. Misalnya ketika seseorang sakit
malariah gula rasanya pahit dan udara panas akan di anggapnya sangat
dingin. Dan ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
Kelemahan yang ketiga adalah objek yang menipu. Contohnya ilusi,
fatamorgana. Jadi, objek itu sebenarna tidak di tangkap oleh alat indera.
5 Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003. Halaman 24

Karena objek tersebut membohongi alat indra manusia maka dapat
menimbulkan pengetahuan indrawi yang salah. Yang kelemahan yang
keempat berasal dari indera dan objek sekaligus. Dalam hal ini dapat di
contohkan indera yang paling berperan adalah indera penglihatan tidak
mampu melihat seekor kerbau secara keseluruan dan kerbau itu juga tidak
mampu memperlihatkan badannya secara keseluruan.
Artinya jika kita melihat kerbau tersebut dari depan maka yang hanya
terlihat adalah kepalahnya saja dan kerbau pada saat itu tidak dapat
memperlihatkan ekornya. Dan dapat disimpulkan bahwa empiris lemah
karena keterbatasan indera manusia oleh karena itu, muncul aliran
resionalisme dan terdapat aliran yang mirip dengan empirisme yaitu
sensasionalisme. Sensasi artinya rangsangan inderawi dan secara kasar
sensasi adalah pengalaman inderawi.
2) Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar
kepastian pengetahuan. Dan dapat di artikan pengetahuan yang benar
diperoleh dan diukir dengan akal. Manusia, menurut aliran ini memperoleh
pengetahuan dengan kegiatan akal dalam menangkap objek. Orang
mengatakan bahwa bapak dari aliran ini adalah Rene Descarte (15961650) akan tetapi, sesunguhnya psham seperti ini sudah ada sejak dahulu.
Dan ini diwujudkan bahwa orang-orang yunani kuno telah meyakini juga
bahwa akal adalah alat dalam memperoleh pengetahuan yang benar.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunan indera dalam memperoleh
pengetahuan akan tetapi pengalaman indera diperlukan untuk merangsang
akal dan memberikan bahan-bahan akal agar dapat berkerja secara baik.
Tetapi Laporan indera menurut rasionalisme merupakan bahan yang belum
jelas.Bahan ini kemudian dipertimbangkan oleh akal melalui pengalaman
berpikir.Jadi akal bekerja karena danya bahan dari indera.Akan tetapi akal
juga dapat menghasilkan pengtahuan yang tidak berasalkan inderawi
sekalipun.Akan tetapi gabungan antara indera dan akal masih belum untuk
mampu memperoleh pengetahuan yang lengkap. Hal ini dikarenaka
dengan indera manusia hanya mampu mengetahui bagian-bagian tertentu

tentang tentang objek.di bantu degnan akal manusia juga belum mampu
memperoleh pengetahuan yang utuh.
Kerjasama antara empirisme dan rasionalisme inilah yang melahirkan
pengetahuan sains(scientific Epistemol) yang dalam bahasa Epistemol
diartikan

sebagai

penetahuan

ilmiah

atau

ilmu

pengetahuan.dan

lanjutannya empirisme dan rasionalisme didalam filsafat pengetahuan
adalah aliran epistemolo. 6
3) Positivisme
Tokoh aliran ini adalah Aguste Compte (1798-1857). Ia adalah
penganut alirab Empirisme. Ia berpandangan bahwa indera itu aman
penting dalam memperoleh pengetahuan, akan tetapi harus dipertajam
dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Contoh simpelnya
adalah panas di ukur dengan menggunaka derajat panas, jauh diukur
dengan meteran, berat di ukur dengan neraca atau timbangan. Kita tidak
dapat mengatakan kopi itu panas, panas sekali, atau tidak panas sebelum
kita menelitinya. Dan dari sinilah kemajuan sains benar-benar dimulai.
Kebenaran diperoleh dari akal, didukung bukti empiris yang terukur.
“Terukur” itulah sumbangan Epistemologi.
Jadi, pada dasarnya positivme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri
sendiri. Ia hanya menyempurkan empirisisme dan rasionalisme. Yang
saling berkerjasama. Dengan kata lain, ia menyampurkan metode ilmiah
dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran. Jadi, pada
dasarnya epistemologi itu sama dengan empirisme plus rasionalisme.
4) Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh alian ini. Ia berpendapat bahwa
tidak hanya indera, akal yang terbatas akan tetapi objek-objek yang kita
tangkap selalu berubah. Jadi pengetahuan kita tentangnya tidak pernah
tetap. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal, Bergson
mengembangkan satu pengetahuan tingkat pemahaman yang tinggi.
Kemampuan itu mirip dengan instinct (instuisi) akan tetapi kemampuan ini
6 Ibid. halaman 25

memerlukan suatu usaha dan unik. Jadi indera dan akal hanya mampu
menghasilkan pengetahuan yang tidak utuh (spatial), sedangkan instuisi
dapat menghasilkan pengetahuan yang utuh dan tetap. 7
5) Kritisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru di mana
seseorang ahli pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan
antara rasionalisme dengan empirisme. Seorang ahli pikir Jerman
Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan persoalan di atas.
Pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran
empirisme. Akhirnya Kant mengakui peranan akal harus dan keharusan
empiris, kemudian dia mencoba mengadakan sintesis. Walaupun semua
pengetahuan

bersumber

pada

akal

(Rasionalisme),

tetapi

adanya

pengertian timbul dari pengalaman (empirisme). 8

6) Idelisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia
fisik hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah
idealisme diambil dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa.
Pandangan

ini

dimiliki

oleh

plato

dan

pada

filsafat

modern.

Idealisme memunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu,
tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit
tidak disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen
epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum
berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab epistemologi yang
mengajarkan bahwa pengetahuan deduktif dapat diperoleh dari manusia
dengan akalnya.

7 Jujun S. Suriasumantri. 2003. FILSAFAT ILMU SEBUAH PENGANTAR POPULER. PT
Pancaranintan Indahgraha : Jakarta. Halaman 71
8 Ahmad Tafsir. 2004. FILSAFAT ILMU. PT Remaja Rosdakarya : Bandung. Halaman 36

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian mengenai sumber-sumber epistemologi tersebut maka
dapat disimpulkan, bahwa epistemologi adalah teori pengetahuan yang merupakan

cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Dengan adanya penjelasan
mengenai epistemologi, maka akan diketahui asal mulanya pengetahuan, terjadinya
pengetahuan, dan sumber-sumber pengetahuan. Sehingga kita mengetahui dengan
jelas dari mana kita mendapatkan pengetahuan dan cara memperolehnya.
Sumber-sumber pengetahuan tersebut antara lain adalah alam, akal, hati,
pengalaman indera, sejarah, intuisi, keyakinan, dan lainnya. Pengetahuan yang
diperoleh manusia melalui akal, indra, dan sumber-sumber tersebut mempunyai
metode tersendiri dalam pengetahuan tersebut. Dan tanpa sumber-sumber tersebut
maka kita tidak tahu darimana pengetahuan itu berasal.

DAFTAR PUSTAKA
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terj. Alimandan
(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003)
Ahmad Tafsir. 2004. FILSAFAT ILMU. PT Remaja Rosdakarya : Bandung.

Jujun S. Suriasumantri. 2003. FILSAFAT ILMU SEBUAH
PENGANTAR

POPULER.PT Pancaranintan Indahgraha : Jakarta.

Muhyar Fanani. 2008. METODE STUDI ISLAM. Pustaka Pelajar : Semarang.
Surajiyo.2007. FILSAFAT ILMU dan PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA. Bumi
Aksara : Jakarta
Stefanus Supriyanto,Ms. 2013. FILSAFAT ILMU. Prestasi Pustaka : Surabaya

Surajiyo. 2005, Ilmu Filsafat suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2003.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003.