ANALISIS PERKEMBANGAN DESA DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2000 - 2004.

ANALISIS PERKEMBANGAN DESA DI KECAMATAN
AMPEL KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2000 - 2004

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S-1 Progam Studi Geografi

Oleh :
Lilik Indra Setiawan
Nirm : 01.6.106.09010.5.0071

FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2008

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian
Pembangunan adalah upaya sadar dan berencana untuk meningkatkan
mutu hidup dimana dalam pelaksanaanya akan menggunakan dan mengelola

sumber daya manusia, sumber daya alam maupun

sumber daya buatan (Sugeng

Martopo, 1987 dalam Siti Maemunah 2001). Salah satu akibat dari proses
pembangunan yang berlangsung terjadi fenomena pertumbuhan penduduk.
Menurut hasil sensus periode 1990 – 2000, pertumbuhan penduduk
Indonesia adalah sebesar 1,35%. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan
periode sebelumnya 1980 – 1990 yang mencapai 1,97%, meskipun demikian
angka itu masih tergolong tinggi (BPS 2000). Dengan demikian Indonesia
termasuk negara yang tergolong memiliki perkembangan sumber daya manusia
yang cepat sejalan dengan pertumbuhan serta kepadatan penduduk terjadi tuntutan
baik sandang, pangan, papan maupun fasilitas pelayanan umum yang harus
terpenuhi. Hal tersebut menimbulkan perubahan-perubahan bentuk dan fungsi dari
suatu wilayah.
Suatu wilayah dari waktu ke waktu akan mengalami perubahan,
perubahan tersebut dapat berupa kemajuan ataupun kemunduran. Dewasa ini
negara-negara berkembang seperti Indonesia mengalami suatu revolusi desa. Hal
ini mengandung makna bahwa sebagian besar wilayah yang berada di Indonesia,
sedang dan akan mengalami perubahan. Kepadatan penduduk yang semakin

meningkat

di

ikuti

peningkatan

penyediaan

fasilitas-fasilitas

umum,

mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi daerah-daerah pedesaan menuju
bentuk kondisi perkotaan. Penggolongan suatu daerah menjadi daerah pedesaan
dan perkotaan di perlukan karena karakteristik dan kebiasaan mereka berada.
Perbedaan tersebut muncul dalam karakteristik demografi, sosial dan ekonomi.
Wilayah dapat dikatakan desa apabila daerah tersebut mempunyai
jumlah nilai rangking indikator kepadatan penduduk, indikator presensi rumah

tangga pertanian dan indikator jumlah jenis fasilitas perkotaan kurang dari atau

2

sama dengan 12. Sedangkan desa kota adalah daerah dengan kondisi transisi
antara daerah perkotaan dan pedesaan yang mempunyai nilai rangking indikator
kepadatan penduduk, presensi rumah tangga dan jumlah jenis fasilitas perkotaan
berjumlah kurang atau sama dengan 22 (BPS, 2000).
Perkembangan wilayah Kabupaten Boyolali relatif kurang merata. Perkembangan
yang cukup pesat terjadi di wilayah utara dan selatan. Sedangkan wilayah sebelah
timur dan barat relatif lambat, dalam hal ini peneliti mengambil Kecamatan
Ampel sebagai daerah penelitian. Faktor yang cukup menonjol sebagai faktor
penghambat pertumbuhan di wilayah barat dan timur adalah topografi yang
mempuyai relief berombak hingga bergunung dengan kemiringan lereng 8 – 55
%. Struktur geologi yang menyusun daerah penelitian adalah batuan volkan dan
jenis tanah yang terdiri dari tanah litosol, latosol dan andosol, serta keadaan dan
ketersediaan air tanah yang sangat dalam di wilayah tersebut. Data yang telah di
peroleh dari BPS Kabupaten Boyolali (2004) menyebutkan bahwa Kecamatan
Ampel memiliki jumlah penduduk 68.783 jiwa dengan kepadatan penduduk 761
jiwa per km2. Mata pencaharian penduduk Ampel sebagian besar adalah di sektor

pertanian dan peternakan.
Kecamatan Ampel yang merupakan wilayah yang berbatasan langsung
dengan kota yang memiliki perkembangan yang cukup pesat, yaitu di sebelah
utara Kota Salatiga dan di sebelah selatan Kota Boyolali cenderung telah
mengalami perkembangan yang cukup tinggi. Keberadaan Kecamatan Ampel
sebagai perbatasan antara Kota Salatiga dan Kota Boyolali akan mempengaruhi
daerah tersebut ke dalam proses perkembangan desa menjadi kota, yang dapat di
lalui dengan dua tahap yaitu:
a. Desa dapat berubah menjadi desa-kota dan kemudian menjadi kota
b. Terjadi perubahan dari desa langsung kota.
Perubahan-perubahan tersebut bukan hanya mempunyai skala yang kecil
namun merupakan skala proses perkembangan yang berskala cukup besar.
Perubahan tersebut muncul terlihat pada jumlah penduduk yang meningkat
dengan pesat, maupun perubahan pada kondisi fisik dan nonfisiknya meliputi
sarana pendidikan dengan dibangunnya sekolah-sekolah yang baru, sarana

3

kesehatan seperti bertambahnya klinik kesehatan, sarana jalan, sarana ekonomi
dengan munculnya minimarket dan dan pusat perbelanjaan,dan perbaikan pasar,

serta sarana komunikasi.
Perkembangan suatu daerah pedesaan menuju suatu perkotaan tidak
mungkin terjadi secara drastis tetapi melalui suatu proses dimana daerah tersebut
akan melewati suatu kondisi transisi. Kondisi transisi adalah dimana daerah
tersebut dapat di katakan kota tetapi belum memenuhi ukuran yang ada,
sedangkan untuk dapat di katakan sebuah desa sudah mulai menunjukkan kondisi
kota. Daerah yang berada pada kondisi transisi desa dan kota memiliki potensi
untuk memacu perkembangan daerah sekitarnya. Penentuan distribusi daerah
transisi desa dan kota dapat di gunakan oleh pemerintah daerah untuk membuat
kebijakan pengembangan wilayah yang lebih baik
Dari

tahun

ke

tahun

wilayah


di

Kecamatan

Ampel

sudah

memperlihatkan perbedaan kenampakan dari sifat-sifat pedesaannya, sehingga
diperlukan suatu analisis yang mendalam mengenai tingkat perkembangan
wilayah di Kecamatan Ampel.
Berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik mengadakan
penelitian

dengan

judul

“ANALISIS


PERKEMBANGAN

DESA

DI

KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2000-2004”.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan

latar

belakang

di

atas

maka


didapatkan

berbagai

permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah tingkat perkembangan desa di Kecamatan Ampel tahun 20002004?
2. Bagaimanakah persebaran desa-desa yang mengalami perkembangan di
Kecamatan Ampel?

4

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis tingkat perkembangan desa di Kecamatan Ampel tahun 20002004.
2. Mengetahui persebaran desa-desa yang

mengalami perkembangan di

Kecamatan Ampel selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2000-2004.


1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna terutama sebagi berikut:
1. Sebagai syarat untuk memenuhi derajat sarjana pada Fakultas Geografi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Bahan pemikiran maupun masukan berupa koreksi kategori dari desa-kota bagi
penentu kebijaksanaan baik pemerintah, non pemerintah sebagai informasi
dalam rangka mengambil keputusan, terutama yang berkaitan dengan
perencanaan pengembangan wilayah.

1.5. Telaah Pustaka Dan Penelitian Sebelumnya
Permukiman dapat di katakan sebagai suatu tempat dimana penduduk
tinggal dan hidup bersama, dimana mereka membangun, rumah-rumah, jalanjalan, dan sebagainya guna kepentingan mereka (Bintarto, 1977). Di Indonesia
perwujudan permukiman dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu hunian desa dan
hunian kota.
Kota di timbulkan karena unsur fisiografis, artinya karena permukiman
yang di pilih manusia pada mulanya selalu memperhatikan topografi, tanah dan
keadaan iklim unsur sosialpun menjadi suatu pemicu timbul dan perkembangan
suatu permukiman, karena dalam kehidupan suatu tempat perlu adanya suatu
pergaulan dan kerjasama yang baik demi ketenangan dan ketentraman hidup.

Dalam perkembangan suatu kota tidak pula di lupakan pengaruh kultur antara
penghuni sendiri, ataupun karena pengaruh timbal balik antara kota atau daerah
dengan kota atau daerah lainnya (Bintarto, 1977)

5

Terdapat teori perkembangan wilayah yang mendukung dalam penelitian
yaitu, Teori tempat pusat, teori ini di kemukakan oleh (Christaller 1933 dalam
Hadi Sabari 1991), dalam tulisannya “Die zentrallen orte sud Deutschland”
Christaller memberikan perhatian terhadap persebaran permukiman desa dan kota
yang berbeda-beda ukuran luas, persebaran baik yang bersifat mengelompok,
bergerombol maupun yang terpecah terpisah antara yang satu dengan yang lain.
Menurut asumsi dan observasi Christaller suatu tempat memiliki batasbatas pengaruh yang merupakan lingkaran komplementer ini adalah daerah yang
di layani oleh tempat pusat (Hagget, 1975 dalam Reksopoetranta, S 1992). Teori
tempat pusat yang di kemukakan oleh Christaller ini selain dapat di gunakan
untuk menganalisis pusat-pusat pelayanan dan kegiatan ekonomi yang sudah ada
terhadap daerah di sekitarnya, dapat pula digunakan untuk merencanakan kegiatan
perencanaan lokasi pusat perniagaan, pasar, rumah sakit, sekolahan dan pelayanan
sosial


lainnya,

mengingat

adanya

perkembangan

teknologi,

kemajuan

transportasi-komunikasi, kondisi fisik daerah dan lain sebagainya, maka teori ini
harus di modifikasi dengan kondisi yang ada.
Suatu tempat pusat kota, pusat perbelanjaan pasar, Rumah sakit dan lain
sebagainya memiliki kekuatan pengaruh yang berbeda-beda. Pada dasarnya
hirarki tempat pusat dengan wilayah komplementernya dapat di kelompokkan
menjadi tiga macam yaitu: pertama, hirarki K=3, kedua hirarki K=4, dan yang
ketiga adalah hirarki K=7. Ketiga hirarki tersebut dapat di asumsikan sebagai
berikut:
1. MARKET PRINCIPLE (K=3)
Setiap pusat tingkat atas melayani dua pusat dari tingkat bawahnya, di
tambah dengan dirinya sendiri dimana K menunjuk ke jumlah pusat-pusat
dari tingkat bawahnya yang di layani oleh suatu pusat dari tingkat atas.
2. TRAFFIC PRINCIPLE (K=4)
Tempat-tempat pusat tidak hanya melayani barang dan jasa bagi pribadi,
tempat-tempat

tersebut

mengandung

fungsi

seperti

menyajikan

pendidikan, hiburan bagi umum seperti tempat seni, taman perpustakaan
dan lain-lain.

6

3. ADMINISTRATION PRINCIPLE (K=7)
Pola permukiman tersusun begitu rupa sehingga setiap tempat bertingkat
bawah tetap di dalam batas-batas wilayah tempat pusat dari tingkat atas.
Suatu wilayah dapat di definisikan sebagai suatu daerah tertentu di
permukaan bumi yang dapat di bedakan dengan daerah tetangganya, atas dasar
karakteristik atau properti yang menyatu (Tylon 1950 dalam Hadi Sabari Yunus,
1991).
Perwilayahan dalam suatu program perencanaan memegang peranan
yang sangat penting sehingga mutlak perlu di pahami oleh para perencana, hal ini
perwilayahan sangat berguna untuk mengetahui variasi karakter dalam wilayah
tertentu. Perwilayahan adalah usaha untuk membagi-bagi permukaan bumi atau
bagian permukaan bumi tertentu. Pembagiannya dapat mendasarkan pada kriteriakriteria tertentu seperti politis, ekonomis, sosial kultur, fisis geografi dan
sebagainya. Perwilayahan di Indonesia berkaitan erat dengan pemerataan
pembangunan dan mendasarkan pembagiannya pada sumber daya lokal sehingga
prioritas pembangunan dapat di rancang serta di kelola dengan sebaik-baiknya.
Pewilayahan untuk perencanaan pengembangan wilayah di Indonesia bertujuan
untuk:
a. Menyebaratakan pembangunan sehingga dapat di hindarkan adanya pemusatan
kegiatan pembangunan yang berlebihan pada daerah tertentu.
b. Menjamin keserasian dan koordinasi antara kegiatan pembangunan yang ada
pada tiap-tiap daerah-daerah tertentu.
c. Memberikan pengarahan kegiatan pembangunan bukan hanya pada aparatur
pemerintahan, baik tingkat pusat maupun pada tingkat daerah tetapi juga pada
masyarakat umum dan pengusaha (Hadi Sabari Yunus, 1991)
Alvin L Bertrand (1967 dalam Bintarto, 1977) menyatakan bahwa desa
yang mengalami perkembangan mempunyai arah persebaran yang berbeda-beda,
hal ini di karenakan adannya perbedaan dalam susunan bangunan dan jalan-jalan
desa sebagai akibat dari keadaan geografis yang berbeda, pembagian persebaran
desa di dasarkan pada:

7

a. Nucleated Village, yaitu dimana penduduk desa hidup bergerombol membentuk
suatu kelompok yang di sebut Nukleus.
b. Line Village, yaitu dimana penduduk desa menyusun tempat tinggalnya
mengikuti jalur sungai atau jalur jalan dan membentuk deretan perumahan
atau permukiman.
c. Open Country Village, yaitu dimana penduduknya memilih atau membangun
tempat-tempat kediamannya tersebar di suatu daerah pertanian hingga di
mungkinkan adanya suatu hubungan dagang, karena perbedaan produksi dan
kebutuhan, pola ini di sebut juga Trade Center Comunity.
Kota-kota besar terdapat beraneka ragam aktivitas jasa pelayanan
berskala besar. Semakin kecil kotanya semakin sedikit dan semakin kecil pula
skala aktivitas dan jasa pelayanan. Setiap jasa pelayanan membutuhkan penduduk
untuk mendukung pelayanan tersebut agar jasa pelayanan seimbang dengan
kebutuhan penduduk dan seimbang pula dengan jasa yang dikeluarkan yang
disebut penduduk ambang atau threshold population. Pnduduk ambang adalah
jumlah penduduk minimum yang dapat mendukung suatu jasa yang ditawarkan.
Badan pusat Statistik (1977 dalam BPS 2000) mengklasifikasikan daerah
perkotaan sebagai wilayah-wilayah yang paling sedikit memenuhi satu dari tiga
kriteria di bawah ini:
a. Kepadatan penduduk lebih atau sama dengan 5000 orang /km 2 .
b Persentase rumah tangga pertanian kurang dari satu atau sama dengan 25%.
c. Jumlah jenis fasilitas perkotaan lebih besar dari atau sama dengan 8.
Bila indikator-indikator di atas mempunyai hubungan yang sempurna
maka salah satu indikator saja sudah cukup untuk menentukan status desa atau
kota. Jika nilai suatu indikator tidak memenuhi kriteria nilai perkotaan, namun
nilai indikator yang lain cukup tinggi, maka daerah tersebut sudah cukup layak
untuk di katakan sebagai daerah perkotaan. Untuk mengatasi masalah penentuan
desa, desa-desa dan kota, ketiga indikator tersebut dapat di kombinasikan dengan
menggunakan “rangking”.

8

Ketiga indikator tersebut kemudian di jumlahkan menjadi nilai skor.
Nilai skor inilah yang di jadikan ukuran apakah suatu desa di katakan pedesaan,
desa-kota atau perkotaan. Berdasarkan penggolongan pedesaan dan perkotaan
dalam sensus penduduk (2000) yang baru adalah sebagai berikut :
a. Desa adalah daerah yang mempunyai jumlah nilai rangking indikator kepadatan
penduduk, indikator persentase rumah tangga pertanian dan indikator jumlah
jenis fasilitas perkotaan berjumlah kurang dari atau sama dengan 12.
b. Desa-kota adalah daerah dengan kondisi transisi antara daerah pedesaan dan
perkotaan yang mempunyai nilai rangking indikator kepadatan penduduk,
indikator persensi rumah tangga pertanian dan indikator jumlah jenis fasilitas
perkotaan berjumlah kurang atau sama dengan 22.
c. Kota adalah daerah yang mempunyai nilai rangking indikator-indikator
kepadatan penduduk, indikator persentase rumah tangga pertaniaan dan
indikator jenis fasilitas perkotaan berjumlah lebih besar atau sama dengan 21
(BPS, 2000).
Siti maimunah (2001), melakukan penelitian tentang Klasifikasi
Tipologi Desa di Kecamatan Malinting Kabupaten Lampung Timur. Penelitian ini
bertujuan untuk mengungkapkan variasi tipologi desa dan faktor-faktor yang
mempengaruhi dan yang paling berpengaruh terhadap tipologi desa di Kecamatan
Malinting. Adapun metode yang di gunakan adalah analisa data sekunder dan di
bantu dengan survei lapangan, langkah-langkah yang di ambil adalah meliputi
penentuan daerah sampel, pengumpulan data dan analisa data. Hasil akhir dari
penelitian ini berupa klasifikasi tipologi desa di perwakilan Kecamatan Malinting
Kabupaten Lampung Timur.

1.6. Kerangka Penelitian
Perkembangan suatu daerah pedesaan menuju suatu perkotaan tidak
mungkin terjadi secara drastis tetapi melaui suatu proses dimana daerah tersebut
akan melewati suatu kondisi transisi. Kondisi transisi adalah dimana daerah
tersebut dapat di katakan kota tetapi belum memenuhi ukuran yang ada,
sedangkan untuk dapat dikatakan desa sudah mulai menunjukkan kondisi kota.

9

Daerah yang ada pada kondisi daerah sekitarnya penentuan distribusi daerah
transisi desa dan kota dapat di gunakan oleh pemerintah daerah untuk membuat
kebijaksanaan pengembangan wilayah yang lebih baik.
Pengambilan data dalam penelitian ini di lakukan dengan cara
pengumpulan data sekunder yang telah di terbitkan oleh instan si terkait kemudian
di perkuat dengan survei lapangan. Data itu antara lain meliputi data sosial
ekonomi yang di lalamnya termasuk sarana pendidikan, pendapatan, mata
pencaharian, saran ekonomi, sarana kesehatan, kondisi fisik meliputi; iklim,
topografi serta data pendukung lainnya. Selain melakukan pencatatan data di
perlukan juga pustaka-pustaka penunjang berupa penelitian sebelumnya dan
pengenalan fenomena wilayah penelitian. Setelah semua data yang di perlukan
terkumpul

kemudian

di

lakukan

penggolongan

status

daerah

dengan

menggunakan metode yang di gunakan Badan Pusat Statistik (BPS tahun 2000),
yaitu menggunakan tiga indikator yang telah di tetapkan berupa kepadatan
penduduk, persentase rumah tangga, pertanian, dan jumlah jenis fasilitas
perkotaan. Penjumlahan indikator tersebut di gunakan untuk mengklasifikasikan
daerah tersebut masuk dalam kategori daerah desa, desa-kota, atau kota. Selain
ketiga indikator di atas, di gunakan pula faktor fisik dan sosial sebagai faktor
penimbang. Faktor fisik terdiri dari iklim dan jenis tanah. Sedangkan faktor sosial
terdiri dari ketersediaan dan sarana pendidikan, sarana ekonomi, saran jalan,
sarana kesehatan.
Dengan penggunaan harkat atau skoring, faktor sosial dan faktor fisik
tersebut merupakan penguat atau pelemah indikator klasifikasi, Baru kemudian di
dapatkan evaluasi hasil akhir dari klasifikasi desa-kota. Untuk lebih jelasnya dapat
di lihat pada diagram alir penelitian sebagai berikut :

10

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Fenomena Wilayah
Penelitian

Penelusuran
Data

Pustaka Penunjang

Faktor Sosial Penunjang
h Sarana Pendidikan
h Sarana Ekonomi,
Pasar dan Pusat
Perbelanjaan.
h Sarana Transportasi
h Sarana Kesehatan
h Sarana Komunikasi

Faktor Fisik Penunjang
h Iklim
h Jenis Tanah

Indikator Klasifikasi
h Kepadatan Penduduk
h Persentase Rumah Tangga
Pertanian
h Jumlah Jenis Fasilitas
Perkotaan

Status Wilayah Penelitian

Desa

Desa - Kota

Evaluasi Perkembangan Desa DI
Kecamatan Ampel

Peta Persebaran Desa
Sumber : Penulis

Kota

11

1.7. Hipotesa
1. Sebagian besar wilayah penelitian yang memperlihatkan perubahan fisik dan
nonfisik adalah wilayah yang berada di sepanjang jalur raya Solo-Semarang.
2. Berdasarkan faktor geografis dan ketersediaan sarana sosial ekonomi,
umumnya desa-desa yang mengalami perkembangan berada di sepanjang jalur
transportasi, dalam hal ini jalan.

1.8. Metode Penelitian
Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis data sekunder. Data sekunder merupakan data mentah olahan instansi
yang terkait sehingga masih perlu di analisa sehingga menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi penelitian. Diperlukan pula hasil penelitian yang telah di lakukan
oleh peneliti sebelumnya serta pelaksanaan survei lapangan untuk memahami
fenomena daerah penelitian.
8.1. Teknik Penelitian
Langkah-langkah yang di lakukan untuk mencapai tujuan penelitian
adalah sebagai berikut :
a. Penentuan Daerah Sampel
Penelitian di lakukan di daerah Kabupaten daerah tingkat II Boyolali yang
secara administrasi terbagi dalam 20 wilayah Kecamatan. Penelitian ini
mengambil daerah penelitian pada Kecamatan Ampel yang terbagi menjadi
20 desa yaitu:
Tabel 2. Desa-desa di Kecamatan Ampel
No. Desa
N0. Desa
1
Ngagrong
11 Candi
2
Seboto
12 Urutsewu
3
Tanduk
13 Kaligentong
4
Banyuanyar
14 Gladagsari
5
Sidomulyo
15 Kembang
6
Ngargosari
16 Candisari
17 Ngargoloko
7
Selodoko
8
Ngenden
18 Sampetan
19 Ngadirojo
9
Ngampon
10 Gondang Slamet
20 jlarem
Sumber: Kec.Ampel dalam angka tahun 2004

12

b. Alasan memilih daerah penelitian
Alasan pemilihan wilayah tersebut untuk di jadikan daerah sampel adalah
karena wilayah Kecamatan Ampel merupakan wilayah yang berada
sepanjang

pada

jalan raya Solo-Semarang dan Kecamatan Ampel merupakan

perbatasan antara dua kota yang berkembang cukup pesat yaitu Kota Boyolali
dan Salatiga, dimana kedua kota tersebut mempunyai pengaruh yang cukup
kuat pada daerah-daerah di sekitarnya, sehingga di perlukan suatu evaluasi
yang mendalam mengenai tingkat perkembangan di Kecamatan Ampel karena
sifat-sifat pedesaan maupun dalam hal jumlah sarana dan prasarana sosial
ekonomi masyarakatnya. Pertimbangan lain yang di gunakan adalah:
a. Belum pernah diadakan penelitian mengenai tingkat perkembangan desa yang
terkait dengan kebijaksanaan pembangunan dan pengembangan wilayah di
Kabupaten Boyolali.
b. Ketersediaan dana, data serta kemudahan birokrasi dalam pengunpulan data di
daerah penelitian.

8.2. Pengumpulan Data
Data-data yang di gunakan dalam penelitian adalah data sekunder yaitu
data-data yang di terbitkan oleh instansi pemerintah. Data-data tersebut meliputi
data fisik berupa iklim, dan jenis tanah, sedangkan data sosial ekonomi meliputi
sarana komunikasi, sarana jalan, dan sarana kesehatan. Data sekunder yang
digunakan merupakan data Time Series dengan interval lima tahun yaitu tahun
2000 - 2004.
8.3 Analisa Data
Data yang telah di kumpulkan nantinya akan di analisa dengan
menggunakan analisa deskriptif. Analisa tersebut disesuaikan dengan data yang di
peroleh dan sesuai dengan tujuan penelitian. Unit analisa yang digunakan dalam
penelitian ini adalah desa. Penggolongan status suatu daerah menggunakan
metode yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik
berikut :

2000 seperti pada tabel

13

Tabel 1.1. Cara Pemberian Rangking Indikator Perkembangan Desa

No

KPD
(Jiwa/Km 2 )

Nilai
Rangking

PRT
(%)

Nilai
Rangking

JFU

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

5000

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

>95
91 < 95
86 < 90
76 < 80
66 < 75
56 < 65
46 < 55
36 < 45
26 < 35
≤ 25

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

0
1
2
3
4
5
6
7
>8

Nilai
Jumlah
Rangking
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

3
6
9
12
15
18
21
24
27
30

Sumber Badan Pusat Statistik, 2000

Dalam mencari ketiga indikator di atas menggunakan rumus :
KPD =

Jumlah Penduduk ( jiwa )
Luas Wilayah (km 2 )

Peta ni + Buruh ta ni
× 100
Jumlah Peke rja dalam satu daerah

PRT =
Dimana :

KPD = Kepadatan Penduduk
JFU = Jumlah Fasilitas Perkotaan
PRT = Jumlah Presensi Rumah Tangga
Jumlah jenis fasilitas perkotaan adalah jumlah fasilitas – fasilitas
perkotaan di suatu daerah yang bersangkutan yang digunakan pada sensus
penduduk tahun 2000 adalah:
1. Sekolah Dasar dan sederajat
2. Sekolah Menengah Pertama dan sederajat
3. Sekolah Menengah Atas dan sederajat
4. Gedung bioskop

14

5. Rumah sakit
6. Rumah sakit bersalin/BKIA
7. Puskesmas/Klinik/Balai Pengobatan
8. Jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor roda 3 dan 4
9. Pesawat telepon/Kantor Pos
10. Pasar dengan bangunan
11. Kelompok Pertokoan
12. Bank
13. Pabrik
14. Restoran/rumah makan
15. Listrik Umum (PLN/non PLN)
16. persewaan alat pesta
Klasifikasi perkembangan desa diperoleh dengan cara sebagai berikut:
Nilai rangking tertinggi – Nilai rangking terendah
3

berarti:

30 – 3
-------- = 9
3

Tabel 1.2. Kelas Perkembangan
No

Nilai rangking

Kelas perkembangan

1.

3 - 12

Rendah

2.

13 – 22

Sedang

3.

> 22

Tinggi

Sumber: Hasil perhitungan
Selain menggunakan analisa data deskriptif juga digunakan pula analisa
peta. Analisa ini digunakan untuk mengetahui persebaran desa yang berada di
Kecamatan Ampel. Sedangkan peta yang dianalisis adalah hasil dari

15

penggolongan status suatu daerah atau desa apakah daerah itu masuk dalam desa,
desa-kota, atau kota.

1.9. Batasan Operasional
Wilayah adalah tempat tertentu yang di dalamnya terdapat banyak sekali hal yang

berbeda-beda, namun secara artifial bersama-sama saling menyesuaikan
untuk membentuk kebersamaan ( Vidal der’ la BLACHE dalam Hadi
Sabari 1991)
Jumlah jenis fasilitas perkotaan adalah banyaknya jenis fasilitas perkotaan yang

di miliki oleh suatu daerah. ( Badan Pusat Statistik 2000)
Perkembangan adalah suatu proses perubahan keadaan dari keadaan yang lain

menjadi lebih baik dalam waktu yang berbeda. Dalam hal ini
menyangkut proses yag berjalan secara alami maupun yang berjalan
secara artifisial.
Analisis adalah kegiatan yang di lakukan untuk mengoreksi atas kegiatan yang

telah di lakukan pada waktu lalu untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik.
Desa

adalah daerah yang mempunyai jumlah nilai rangking indikator
kepadatan penduduk, indikator persentase rumah tangga pertanian dan
indikator jumlah jenis fasilitas perkotaan berjumlah kurang dari atau
sama dengan 12 (Badan Pusat Statistik, 2000)

Desa-kota adalah daerah dengan kondisi transisi antara pedesaan dan perkotaan

dan daerah yang mempunyai rangking indikator kepadatan penduduk,
indikator persentase rumah tangga pertanian dan indikator jumlah jenis
fasilitas perkotaan berjumlah berjumlah kurang atau sama dengan 22 (
Badan Pusat Statistik, 2000 ).
Kota

adalah daerah yang mempunyai jumlah nilai rangking indikatorindikator kepadatan penduduk, indikator persentase rumah tangga
pertanian dan indikator jumlah jenis fasilitas perkotaan berjumlah lebih
besar dari 22 ( Badan Pusat Statistik, 2000 ).

16

Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk di suatu daerah di setiap 1

kilometer persegi luas wilayah daerah tersebut ( Badan Pusat Statistik,
2000 ).Persentase rumah tangga pertanian adalah banyaknya rumah
tangga yang penghasilannya bergantung pada sektor pertanian satuannya
adalah persen (%) ( Badan Pusat Statistik, 2000 ).
Penduduk ambang threshold population adalah jumlah penduduk minimum

yang dapat mendudkung suatu jasa yang ditawarkan.

17

Dokumen yang terkait

ANALISIS PERMINTAAN BERAS DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2000-2014 Analisis Permintaan Beras Di Kabupaten Boyolali Tahun 2000-2014.

0 2 13

ANALISIS PERMINTAAN BERAS DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2000-2014 Analisis Permintaan Beras Di Kabupaten Boyolali Tahun 2000-2014.

0 2 14

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESADI DESA CANDI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESA DI DESA CANDI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI.

0 0 11

PENDAHULUAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESA DI DESA CANDI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI.

0 0 14

ANALISIS PERKEMBANGAN WILAYAH KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI ANALISIS PERKEMBANGAN WILAYAH KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2004 DAN 2008.

0 1 13

PENDAHULUAN ANALISIS PERKEMBANGAN WILAYAH KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2004 DAN 2008.

0 1 14

ANALISIS PERKEMBANGAN KECAMATAN KARTASURA ANTARA TAHUN 1998 DAN 2004 Analisis Perkembangan kecamatan kartasura antara tahun 1998 dan 2004.

0 2 12

TOLERANSI DI KALANGAN INTERN UMAT ISLAM (Studi Kasus Di Desa Seboto Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali) Toleransi Di Kalangan Intern Umat Islam (Studi Kasus Di Desa Seboto Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali).

0 3 14

TOLERANSI DI KALANGAN INTERN UMAT ISLAM (Studi Kasus Di Desa Seboto Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali) Toleransi Di Kalangan Intern Umat Islam (Studi Kasus Di Desa Seboto Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali).

0 1 15

Perkembangan Desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Sebagai Desa Santri Pada Tahun 1994-2004.

0 0 2