T1 192009008 Full text

PENGGUNAAN KARTUN SEBAGAI INSTRUMEN DIAGNOSA
MISKONSEPSI TENTANG GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA
BENDA DIAM DAN BERGERAK

Oleh,
Tri Panji Kristi Yudianti
NIM: 192009008

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan
Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014

i


PENGGUNAAN KARTUN SEBAGAI INSTRUMEN DIAGNOSA
MISKONSEPSI TENTANG GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA
BENDA DIAM DAN BERGERAK
Oleh,
Tri Panji Kristi Yudianti
NIM: 192009008
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan
Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan

Disetujui oleh,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ferdy S. Rondonuwu, S.Pd., M.Sc.


Dra. Marmi Sudarmi, M.Si.

Diketahui oleh,
Kaprogdi,

Disahkan oleh,
Dekan,

Dra. Marmi Sudarmi, M. Si.

Dr. Suryasatriya Trihandaru, M.Sc.nat.

Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2014

ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Tri Panji Kristi Yudianti

NIM

: 192009008

Program Studi : Pendidikan Fisika
Fakultas

: Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
PENGGUNAAN KARTUN SEBAGAI INSTRUMEN DIAGNOSA
MISKONSEPSI TENTANG GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA
BENDA DIAM DAN BERGERAK
Yang dibimbing oleh:
1. Prof. Dr. Ferdy S. Rondonuwu, S.Pd., M.Sc.

2. Dra. Marmi Sudarmi, M.Si.
adalah benar-benar karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan
atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam
bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah
sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau
sumber aslinya.

Salatiga, 6 Desember 2013
Yang Memberi Pernyataan,

Tri Panji kristi Yudianti

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini,

Nama
: Tri Panji Kristi Yudianti
NIM

: 192009002

Program Studi : Pendidikan Fisika
Fakultas

: Fakultas Sains dan Matematika

Jenis Karya

: Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
UKSW hak bebas royalty non-ekseklusif (non-exclusive royalty free light) atas
karya saya berjudul:
PENGGUNAAN KARTUN SEBAGAI INSTRUMEN DIAGNOSA
MISKONSEPSI TENTANG GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA

BENDA DIAM DAN BERGERAK
beserta perangkat yang ada (jika perlu).
Dengan hak bebas royalty non-ekseklusif ini, UKSW berhak untuk menyimpan,
mengalihmediakan/mengalihformatkan, mengelola, dalam bentuk pengkalan data,
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Salatiga
Pada tanggal : 6 Desember 2013
Yang menyatakan,

Tri Panji Kristi Yudianti
Mengetahui,
Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ferdy S. Rondonuwu, S.Pd., M.Sc.


iv

Dra. Marmi Sudarmi, M.Si.

MOTTO

o Berbahagialah setiap orang yang takut
akan Tuhan, yang hidup menurut jalan
yang ditunjukkan-Nya! (Mzm. 128: 1)
o Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah
tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu
ditinggikan pada waktunya. Serahkan
segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab
ia memelihara kamu. (1 Petrus 5: 6-7)

v

Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena
penulis menyadari bahwa hanya karena kasih karunia-Nya saja penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Penyusunan Tugas Akhir ini tidak dapat terlepas dari bantuan dan kerjasama
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Bapak Prof. Dr. Ferdy S. Rondonuwu, S.Pd., M.Sc., selaku pembimbing I,
terima kasih atas ide-ide yang cemerlang,
berharga,

dan diskusi-diskusi yang menarik,

masukan-masukan yang
terima kasih juga atas

motivasi yang diberikan kepada penulis saat masa-masa sulit sehingga
akhirnya penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini. Selaku dosen,
Bapak selalu mampu membuat perkuliahan menjadi menarik dan
menyenangkan.
2.


Ibu Dra. Marmi Sudarmi, M.Si., selaku pembimbing II, terima kasih atas
waktu yang diberikan kepada penulis, masukan-masukan yang berharga,
serta ide-ide cerdik yang membuat hal rumit menjadi sederhana. Kuliahkuliah kependidikan dari Ibu Marmi sungguh-sungguh “memukul kepala”,
sehingga penulis menyadari bagaimana cara mendidik dengan benar.

3.

Keluarga tercinta (Fy. Yudi Utomo, Rg. Endang Wijiati, St. Agung Dwi
Pramono, Gr. Honorita Yudiati dan keluarga), terima kasih atas doa dan
dukungannya, sehingga penulis mampu menjalani setiap proses studi dan
akhirnya mampu menyelesaikannya. Terima kasih pula atas kekeluargaan
yang hangat dan ceria sehingga memberi kesegaran saat jiwa dilanda
kepenatan.

4.

Kepala sekolah, guru mata pelajaran fisika, serta para siswa dari SMA
Kristen Satya Wacana dan SMA N 1 Salatiga yang telah memberikan waktu
dan kesempatan bagi penulis untuk mengadakan penelitian.


5.

Dosen-dosen Fisika dan Pendidikan Fisika, terima kasih atas bekal ilmu
pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.

vi

6.

Mahasiswa Fisika dan Pendidikan Fisika angkatan 2009 yang telah menjadi
rekan kerja, dan teman setia selama masa-masa perkuliahan. Terima kasih
atas kebersamaannya.

7.

Teman-teman LK FSM periode 2010-2011 yang mengajari penulis
membangun kerja sama dan berorganisasi.

8.


Laboran Fisika UKSW (Pak Tafip, Mas Sigit dan Mas Tri). Terimakasih
atas segala bantuan yang telah diberi. Maaf jika selalu merepotkan dengan
berbagai peralatan yang harus disiapkan saat praktikum.

9.

Teman-teman

Komunitas

Sacra

Familia

(KSF)

yang

senantiasa

memberikan siraman rohani yang selalu membawa penulis berpaling
kepada-Nya, Sang Sumber Kehidupan. Kebersamaan kita sungguh-sungguh
berarti. Damai dan segala yang baik selalu besertamu.
10.

Pihak-pihak lain yang tidak dapat dituliskan namanya satu persatu yang
turut terlibat dalam penulisan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan dan

penyelesain skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk hasil yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Apabila dalam penyusunan skripsi ini ada kata-kata yang kurang berkenan di hati
pembaca, penulis mohon maaf. Akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat dan
menjadi berkat bagi pembaca khususnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Salatiga, 6 Desember 2013

Penulis

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

i

LEMBAR PENGESAHAN

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

iii

LEMBAR HAK BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI

iv

LEMBAR MOTTO

v

KATA PENGANTAR

vi

DAFTAR ISI

viii

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

ABSTRAK

1

ABSTRACT

2

PENDAHULUAN

3

METODA

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

KESIMPULAN

21

DAFTAR PUSTAKA

21

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Jenis miskonsepsi dan jumlah soal pada kelompok
benda diam

5

Tabel 2

Jenis miskonsepsi dan jumlah soal pada kelompok
benda bergerak

5

Tabel 3

Prosentase jawaban konsisten salah dominan dan
jumlah ragam jawaban konsisten salah lainnya pada
soal bentuk kartun

14

Tabel 4

Prosentase jawaban konsisten salah dominan dan
jumlah ragam jawaban konsisten salah lainnya pada
soal bentuk teks

14

Tabel 5

Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal

16

1.1
Tabel 6

Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal
1.2

16

Tabel 7

Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal
2.1

18

Tabel 8

Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal

20

2.3 dan 2.4

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1

Pola jawaban siswa

10

Gambar 2

Prosentase masing-masing kategori jawaban pada
kelompok soal 1.1

11

Gambar 3

Prosentase masing-masing kategori jawaban pada
kelompok soal 1.2

12

Gambar 4

Prosentase masing-masing kategori jawaban pada
kelompok soal 2.1

12

Gambar 5

Prosentase masing-masing kategori jawaban pada
kelompok soal 2.2

12

Gambar 6

Silinder besi yang terletak di permukaan spon,
cuplikan gambar pada soal bentuk kartun kelompok
1.2

17

Gambar 7

Beruang meluncur dipermukaan es (gesekan
diabaikan). Cuplikan gambar pada soal bentuk
kartun kelompok 2.1

18

Gambar 8

Monyet menekan pegas. Cuplikan gambar pada
soal bentuk kartun kelompok 2.2

19

Gambar 9

Prosentase masing-masing kategori jawaban pada
kelompok soal “kondisi gerak ketika gaya
dihilangkan”.

20

x

PENGGUNAAN KARTUN SEBAGAI INSTRUMEN DIAGNOSA
MISKONSEPSI TENTANG GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA
BENDA DIAM DAN BERGERAK
Tri P. K. Yudianti1, Marmi Sudarmi1,2, Ferdy S. Rondonuwu1,2
1

Progam Studi Pendidikan Fisika dan 2Fisika Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro No. 52-60 Telp. (0298) 7100396 Salatiga 50711
Jawa Tengah - Indonesia
Email: 192009008@student.uksw.edu Telp. +6285726861104

ABSTRAK
Instrumen yang digunakan untuk mengindentifikasi miskonsepsi pada konsep
gaya dan gerak, umumnya dikembangkan menggunakan teks dan gambar
diagram. Soal bentuk teks sangat membutuhkan kemampuan memahami bacaan.
Keterbatasan memahami bacaan dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam
memaknai soal, sehingga resiko yang dapat muncul akibat kesalahpahaman
tersebut adalah inkonsistensi jawaban siswa. Untuk mengurangi resiko ini, soal
perlu diubah ke bentuk yang lebih mudah dipahami, salah satu alternatifnya
adalah bentuk kartun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen
diagnosa miskonsepsi menjadi lebih efektif jika dibuat dalam bentuk kartun. Tipe
soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah pilihan ganda yang disajikan
dalam bentuk kartun dan teks.

Soal dalam bentuk kartun dibagikan kepada

sekelompok siswa, dan soal dalam bentuk teks dibagikan sekelompok siswa
lainnya sebagai kelompok kendali. Jawaban dari siswa yang mendapat soal
dalam bentuk kartun dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: acak, konsisten
salah, dan konsisten benar. Pengelompokan yang sama dilakukan pada jawaban
dari siswa yang mendapat soal dalam bentuk teks.
menunjukkan bahwa dengan bentuk kartun,

Data yang diperoleh

instrumen diagnosa dapat

menghasilkan jawaban yang lebih konsisten sehingga lebih berfungsi untuk
mengelompokkan siswa ke dalam kategori benar atau miskonsepsi. Selain itu,
dengan soal bentuk kartun, jawaban konsisten salah lebih terkelompok ke jenis
1

jawaban yang diduga kuat sebagai miskonsepsi, sehingga instrumen diagnosa
lebih mampu mendeteksi miskonsepsi pada siswa. Konsistensi jawaban pada soal
kartun yang lebih tinggi, membuat jawaban-jawaban konsisten salah yang muncul
dengan prosentase kecil lebih mungkin untuk diduga sebagai miskonsepsi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen diagnosa miskonsepsi
dengan bentuk kartun lebih efektif.

KATA KUNCI: kartun, konsistensi jawaban, miskonsepsi

THE USE OF CARTOON AS AN INSTRUMENT TO DIAGNOSE
MISCONCEPTIONS ABOUT FORCES THAT ACT ON STATIC AND
MOVING OBJECTS
ABSTRACT
The instrument used to identify misconceptions on the concept of force and
motion are generally developed through texts and diagram pictures. Questions
written in a text form require excellent reading comprehension ability. Lacking in
comprehending the text may lead to misunderstandings, which will raise the risk
of having inconsistent answers from the students. To reduce this risk, the
questions need to be changed into another form that can be easily understood by
the students. One of the alternatives suggested is through a cartoon form. This
study aims to determine whether the diagnostic instrument of the misconceptions
become more effective in the form of cartoons. In this study, multiple choices
questions were used and presented in the form of cartoons and texts. The
questions in cartoons form were distributed to a group of students, while the
questions in texts form were distributed to another group of students that acts as a
control group. The answers from the students who got the questions in cartoons
form are divided into three categories; random, consistently incorrect, and
consistently correct. The same grouping was done to the control group’s answers
as well. The data obtained showed that in the form of cartoons, diagnostic
instrument can produce more consistent answers to classify the students better into
the category of corrects or misconceptions. Moreover, with the questions in the

2

cartoon form, the consistently incorrect answers were more easily clustered into
kinds of answers which are allegedly as misconceptions, therefore diagnostic
instrument is more capable to detect the misconception on the students. The
higher consistency of answers from the questions in the cartoon form made the
consistently incorrect answers that appeared in a lower percentage tends to be
considered as misconceptions.

In conclusion, the diagnostic instrument of

misconceptions are more effective in the form of cartoons.

KEY WORDS: cartoon, consistency of answer, misconception

I.

PENDAHULUAN

Pada umumnya, soal tes tertulis, termasuk soal tes diagnosa miskonsepsi
menggunakan teks sebagai media utama penyampaian informasi. Dalam konsep
gaya dan gerak, instrumen diagnosa umumnya dikembangkan dengan teks dan
gambar diagram, gambar diagram berfungsi untuk memberikan gambaran ringkas
mengenai informasi dari teks [1-5]. Penyampaian informasi melalui teks
melibatkan aktivitas membaca, oleh karena itu dalam mengerjakan soal berbentuk
teks kemampuan memahami bacaan sangat dibutuhkan. Dalam penelitian
miskonsepsi, konsep-konsep alternatif siswa dapat dilihat dari konsistensi
jawaban [6]. Keterbatasan dalam memahami bacaan dapat menimbulkan
kesalahpahaman dalam memaknai soal yang dapat mempengaruhi konsistensi
siswa dalam menjawab soal.

Resiko yang dapat muncul akibat kesalahpahaman

memahami bacaan ini adalah inkonsistensi jawaban dari siswa. Proses
indentifikasi yang dapat menggolongkan siswa ke dalam kategori benar atau
miskonsepsi tidak dapat dilakukan jika jawaban yang muncul tidak konsisten.
Untuk mengurangi resiko munculnya jawaban tidak konsisten, soal perlu diubah
ke bentuk yang lebih mudah dipahami, salah satunya adalah bentuk kartun.
Kartun adalah alat visual yang mengkombinasikan antara gambar karakter yang
dilebih-lebihkan dengan dialog yang berhubungan kejadian sehari-hari [7].
Mengubah soal bentuk teks menjadi soal bentuk kartun merupakan suatu upaya
visualisasi yang bertujuan membantu siswa memahami soal.

3

Memahami teks

merupakan proses menghubungkan informasi yang telah diterima dari teks dengan
informasi yang telah tersimpan dari pengalaman terkait kejadian dalam teks yang
dimiliki pembaca [8]. Pembaca yang memvisualisasikan soal bentuk teks ketika
membaca memperoleh ingatan akan pengalaman yang terkait dengan kejadian
dalam soal [9]. Melalui gambar kartun yang memvisualisasikan kejadian-kejadian
dalam soal,

pengalaman siswa terkait kejadian-kejadian dalam soal tersebut

dihadirkan kembali, sehingga siswa dibantu untuk memahami maksud soal
dengan baik. Selain memerlukan pemahaman, mengerjakan soal bentuk teks juga
perlu dilakukan dalam keadaan sadar dan terkontrol [10]. Soal bentuk kartun yang
menonjolkan karakter menarik secara visual [11], sehingga dapat memfokuskan
perhatian siswa dan mengundang siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
mengerjakan soal. Soal bentuk kartun yang lebih mudah dipahami dan menarik
secara visual ini dapat membawa siswa ke performa terbaiknya saat mengerjakan
soal, sehingga jawaban yang dihasilkan sungguh-sungguh muncul dari proses
pemikiran yang terstruktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
instrumen diagnosa miskonsepsi menjadi lebih efektif jika dibuat dalam bentuk
kartun.
Pada penelitian ini narasi-narasi pada soal teks yang menceritakan suatu kejadian
seluruhnya diubah ke dalam bentuk gambar kartun. Gambar kartun dibuat dengan
menonjolkan karakter atau obyek-obyek yang terlibat dalam sebuah kejadian dan
meminimalkan penggunaan teks. Tipe soal yang digunakan adalah pilihan ganda.
Soal-soal dibuat untuk mencari jenis-jenis miskonsepsi yang terdapat pada
literatur yang kemungkinan dimiliki oleh siswa.

II.

METODA

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sampel yang digunakan
adalah 166 siswa SMA yang berasal dari dua sekolah. Sampel tersebut dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang mendapat soal bentuk kartun dan
kelompok yang mendapat soal bentuk teks yang berfungsi sebagai kelompok
kendali. Kelompok yang diberi soal bentuk kartun berjumlah 81 siswa,
sedangkan kelompok yang diberi soal bentuk teks berjumlah 85 siswa. Masing-

4

masing kelompok tersebut berasal dari dua sekolah yang berbeda dengan kualitas
yang hampir sama sehingga kemampuan siswanya hampir setara.
Tipe soal yang digunakan adalah pilihan ganda. Soal-soal yang dibuat digunakan
untuk mengidentifikasi jenis-jenis miskonsepsi tertentu yang ditemukan dalam
literatur.

Untuk setiap jenis miskonsepsi terdapat sekelompok soal yang

berjumlah antara 6-17. Soal-soal tersebut memiliki konteks permasalahan yang
sama namun dalam situasi yang berbeda-beda, atau jika situasinya sama, maka
benda-benda yang menjadi obyek pertanyaan dibuat berbeda. Berikut merupakan
tabel jenis miskonsepi beserta jumlah masing-masing soalnya pada kelompok soal
benda diam dan benda bergerak.
Tabel 1. Jenis miskonsepsi dan jumlah soal pada kelompok benda diam
No.

Jumlah
soal

Jenis Miskonsepsi

1.1 Semua benda cenderung bergerak ke tempat
istirahat alamiah pada permukaan bumi.
Sehingga ketika tiba di tanah gaya gravitasi bumi
(Fg) menghilang [12].
1.2 Dominance Idea (benda yang terlihat lebih kuat
mengerjakan gaya yang lebih besar) [13].
1.3 Fg harus lebih besar dari gaya normal (N), jika
tidak benda akan melayang di udara [14].
1.4 Benda mati tidak dapat mengerjakan gaya. Pada
benda diam N tidak ada [15].

11

11

No. Soal
1-6, 7,10, 12,
14, 16
1, 2, 4, 7-12,
14, 16

14

1-12, 14, 16

17

1-16, 18

Tabel 2. Jenis miskonsepsi dan jumlah soal pada kelompok benda bergerak
No.

Jenis Miskonsepsi

2.1 Gaya sebanding dengan kecepatan [16].

Jumlah
No. Soal
soal
6
27-29, 32, 34

2.2 Gaya searah dengan kecepatan [17].

9

17, 19-26

2.3 Benda yang sedang bergerak cenderung berhenti
jika tidak ada gaya yang bekerja padanya [18].
2.4 Jika gaya yang bekerja pada benda dihilangkan
maka benda berhenti bergerak [19].

9

27- 35

9

27-35

5

Terlihat pada tabel bahwa soal-soal tertentu dapat digunakan untuk mencari lebih
dari satu jenis miskonsepsi, hal ini dapat dilakukan karena soal tersebut dapat
memunculkan peluang lebih dari satu miskonsepsi. Contohnya adalah soal-soal
dari kelompok 1.1, kecuali soal no. 3, 5 dan 6, soal-soal tersebut dapat digunakan
untuk mencari miskonsepsi jenis 1.2, dan seluruh soal kelompok 1.1 dan 1.2 dapat
digunakan untuk mencari miskonsepsi 1.3 dan 1.4. Jumlah total soal yang
digunakan dalam penelitan ini ada 35 butir. Agar jawaban yang diperoleh dari
penelitian ini benar-benar mewakili pemikiran masing-masing siswa, maka kelas
perlu dikondisikan agar tidak ada kerja sama antar siswa saat mengerjakan soal.
Untuk itu, urutan kelompok soal dan opsi jawaban dibuat acak sehingga siswasiswa yang duduk berdekatan tidak mendapat soal yang sama. Susunan soal pada
tabel 1 merupakan salah satu urutan diantara empat urutan yang ada.

Kelompok soal pada tabel 1 dan 2 disajikan dalam bentuk kartun dan bentuk teks.
Soal bentuk kartun dibuat dengan menggambarkan kejadian-kejadian dalam soal,
sedangkan soal bentuk teks dibuat dengan menarasikan kejadian-kejadian
berdasarkan gambar pada soal kartun ke dalam bentuk teks.

Jadi menurut

urutannya, soal bentuk kartun lebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan
pembuatan soal-soal bentuk teks. Soal yang telah disiapkan dibagikan kepada
sampel untuk dikerjakan. Setelah soal selesai dikerjakan, lembar jawab
dikumpulkan. Jawaban dari siswa kemudian dikelompokkan menurut kelompok
soalnya untuk dianalisa.

Analisis data ditujukan untuk melihat perbedaan antara soal bentuk kartun dan
soal bentuk teks yang telah dibuat, serta pengaruhnya terhadap konsistensi
jawaban siswa. Konsistensi jawaban dilihat dari opsi yang dipilih siswa. Jika
opsi yang dipilih siswa membentuk sebuah pola pemikiran yang tetap ketika
diberi permasalahan yang sama namun dalam situasi yang berbeda-beda, atau
ketika situasinya sama, namun obyek yang ditanyakan berbeda, maka siswa
tergolong konsisten. Misalnya dalam sekelompok soal yang menanyakan gayagaya yang bekerja pada benda yang diam di suatu landasan, dan benda yang diam
di tanah setelah jatuh dari landasan.

Jika siswa selalu menjawab ada gaya

6

gravitasi bumi (Fg) dan gaya normal (N) ketika benda masih berada di landasan,
dan selalu menjawab hanya ada N ketika benda sudah diam di tanah, maka
jawaban siswa ini tergolong konsisten. Batas minimal jawaban konsisten pada
masing-masing kelompok soal adalah 60%, jadi jika 60% jawaban siswa pada
satu kelompok soal konsisten, maka jawaban tersebut dianggap konsisten.

Setelah melihat pengaruh soal bentuk kartun dan soal bentuk teks terhadap
jawaban siswa, selanjutnya seluruh jawaban siswa baik dari soal bentuk kartun
maupun soal bentuk teks dikategorikan ke dalam tiga jenis jawaban yaitu
konsisten salah, konsisten benar, dan acak. Konsisten salah merupakan jawaban
yang secara konsisten salah atau tidak sesuai dengan teori, konsisten benar
merupakan jawaban yang secara konsisten benar atau sesuai dengan teori, dan
acak adalah jawaban yang tidak konsisten. Prosentase dari masing-masing jenis
jawaban ditampilkan dalam diagram pie. Dari diagram pie tersebut prosentase
masing-masing jenis jawaban dari soal kartun dan soal teks dapat dibandingkan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbedaan antara soal bentuk teks dan soal bentuk kartun dapat dilihat pada
kejadian-kejadian di bawah ini. Kejadian-kejadian ini merupakan bagian dari soalsoal kelompok 1.1
Kejadian 1- Soal bentuk teks
Kelereng yang berada di atas kaleng diletakkan di meja. Ketika hembusan angin
mengenai kaleng, kelerengnya jatuh sampai ke kursi, menggilinding dan akhirnya
diam di kursi, sedangkan kaleng menumbuk tepi kursi, kemudian jatuh dan
akhirnya diam di permukaan tanah.
meja

kelereng
kursi
kaleng

Permukaan
tanah

7

Kejadian 2- Soal bentuk teks
Sebuah kaleng diletakkan di penopang kayu. Setelah karet ketapel ditarik dan
dilepaskan, batu meluncur dan kemudian menumbuk kaleng. Akhirnya batu dan
kaleng tersebut jatuh dan diam di permukaan tanah.

kaleng
batu
Penopang
kayu

ketapel

Permukaan tanah

Kejadian 1- Soal bentuk kartun

8

Kejadian 2- Soal bentuk kartun

Perbedaan antara soal bentuk teks dan soal bentuk kartun terletak pada cara
penyampaian informasi ke siswa. Pada soal bentuk teks, penyampaian informasi
menggunakan narasi dan sedikit gambar. Gambar hanya digunakan untuk
mengilustrasikan kejadian di awal cerita, dan dari awal kejadian tersebut siswa
diminta untuk menggambarkan sendiri kejadian selanjutnya dengan mengikuti
narasi pada soal. Sedangkan pada soal bentuk kartun, penyampaian informasi
banyak menggunakan gambar, teks digunakan untuk menyampaikan informasi
dalam bentuk narasi-narasi singkat. Dalam soal bentuk kartun, seluruh kejadian
divisualisasikan melalui gambar, sehingga siswa difasilitasi untuk melihat secara
langsung kejadian-kejadian dalam soal melalui gambar, dengan cara ini siswa
dibantu untuk lebih cepat memahami konteks soal.
Pembuatan gambar pada soal bentuk kartun dan soal bentuk teks juga berbeda.
Pada soal bentuk teks, komponen yang utama adalah narasi soal, oleh karena itu
gambar pada soal bentuk teks hanya berupa sketsa-sketsa yang sederhana.
Sedangkan pada soal bentuk kartun, komponen gambar lebih utama dibandingkan
narasi, karena digunakan sebagai sarana utama penyampaian informasi. Oleh
karena itu gambar harus dibuat seolah-olah berbicara kepada pembaca. Cara yang
digunakan agar gambar seolah-olah berbicara adalah dengan menggambarkan
tanda-tanda yang mencirikan keadaan yang dialami benda. Contohnya adalah
garis-garis angin yang merupakan tanda bahwa benda sedang bergerak, seperti
pada frame 5 dan frame 7 di kejadian 1, di mana garis-garis angin terdapat pada

9

kaleng, dan frame 4 di kejadian 2, di mana garis-garis angin terdapat pada kaleng
dan batu. Selain itu, agar gambar terlihat menarik, kesan kaku pada gambar harus
dihilangkan, misalnya garis tepi pada setiap obyek gambar dibuat lengkung, atau
dengan menambahkan karakter manusia seperti pada kejadian 2. Pada soal kartun
Narasi-narasi singkat tetap diperlukan untuk mengarahkan siswa pada alur
kejadian.
Pengaruh penggambaran kejadian di atas, baik pada soal bentuk kartun maupun
soal bentuk teks dapat dilihat dari jawaban dua orang siswa di bawah ini. Dari dua
siswa tersebut, satu siswa berasal dari kelompok yang diberi soal bentuk kartun,
dan siswa lainnya berasal dari kelompok yang diberi soal bentuk teks.

(a)

(b)

Gambar 1. Pola jawaban siswa. (a) pola jawaban dari soal bentuk kartun, (b) pola
jawaban dari soal bentuk teks. Kotak-kotak berwarna abu-abu gelap merupakan
pola jawaban miskonsepsi 1.1 (tabel 1), dan kotak-kotak berwarna abu-abu terang
merupakan pola jawaban miskonsepsi 1.3. Kotak-kotak yang memiliki dua warna
merupakan opsi jawaban yang dapat digunakan untuk kedua jenis pola
miskonsepsi. Kotak-kotak yang bergaris tepi tebal adalah jawaban siswa. Soalsoal bertanda bintang (*) merupakan bagian dari soal bernomor.

10

Berdasarkan gambar 1, terlihat bahwa pada soal bentuk kartun, sebagian besar
jawaban siswa pada mengikuti pola jawaban miskonsepi 1.1, hanya ada dua
nomor (no.12 dan 14) yang tidak mengikuti pola. Sedangkan pada soal bentuk
teks, jawaban siswa tidak mengikuti kedua jenis pola miskonsepsi atau dapat
dikatakan bahwa jawaban siswa acak.

Dengan demikian, soal bentuk kartun

menghasilkan jawaban yang lebih konsisten dibandingkan dengan soal bentuk
teks. Jenis miskonsepsi yang muncul dari soal bentuk kartun adalah pemikiran
bahwa ketika sampai di tanah, Fg yang awalnya bekerja pada benda menghilang
(miskonsepsi 1.1 pada tabel 1). Kejadian 1 dan kejadian 2 yang digambarkan di
atas menghasilkan soal no.1-6, sedangkan soal no.7, 10, dan seterusnya dihasilkan
dari kejadian-kejadian yang digambarkan dengan cara yang sama seperti kejadian
1 dan 2.

Berikut merupakan jawaban dari seluruh siswa yang mendapatkan soal bentuk
kartun dan soal bentuk teks, seluruh jawaban dikelompokkan menjadi tiga
kategori, yaitu acak, konsisten salah, dan konsisten benar

(b)

(a)

Gambar 2. Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 1.1.
(a) soal bentuk teks, dan (b) soal bentuk kartun. A= acak, B= konsisten salah, dan
C= konsisten benar

11

(a)

(b)

Gambar 3. Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 1.2.
(a) soal bentuk teks, dan (b) soal bentuk kartun. A= acak, B= konsisten salah, dan
C= konsisten benar

(a)

(b)

Gambar 4. Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 2.1.
(a) soal bentuk teks, dan (b) soal bentuk kartun. A= acak, B= konsisten salah, dan
C= konsisten benar

(a)

(b)

Gambar 5. Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 2.2.
(a) soal bentuk teks, dan (b) soal bentuk kartun. A= acak, B= konsisten salah, dan
C= konsisten benar

12

Gambar-gambar diagram dari 2 sampai 5 menunjukkan bahwa soal bentuk kartun
memiliki jawaban acak yang prosentasenya lebih kecil dibandingkan dengan soal
bentuk teks. Jawaban acak merupakan jawaban tanpa didasari pertimbangan (asal
tebak) sehingga tidak menunjukkan adanya aktivitas berpikir yang terstruktur.
Prosentase jawaban acak pada soal bentuk kartun yang lebih rendah dibandingkan
soal bentuk teks menunjukkan bahwa soal kartun lebih mendorong siswa untuk
berpikir secara terstruktur. Soal dalam bentuk kartun lebih mudah dipahami dan
menarik secara visual sehingga perhatian siswa terfokus untuk mengerjakan soal,
dalam hal inilah kartun memudahkan siswa untuk berpikir secara sistematis
sehingga mampu menjawab pertanyaan secara konsisten.

Berkurangnya jawaban acak menyebabkan prosentase jawaban konsisten
meningkat. Peningkatan dapat terjadi pada jawaban konsisten salah atau jawaban
konsisten benar. Pada soal bentuk kartun (gambar 2 sampai 4) terlihat bahwa
prosentase jawaban konsisten salah dan konsisten benar yang lebih

besar

dibandingkan prosentase jawaban konsisten salah dan konsisten benar pada soal
bentuk teks.

Pada gambar 5 terlihat bahwa soal bentuk kartun memiliki

prosentase jawaban konsisten salah lebih besar dibandingkan dengan soal bentuk
teks. Dengan karakteristik diagram seperti pada gambar-gambar tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa soal bentuk kartun lebih berfungsi untuk mengelompokkan
siswa ke dalam kategori benar atau miskonsepsi.

Terkait dengan peluang jawaban miskonsepsi, pada gambar 2, 3, dan 4, baik pada
diagram dari soal bentuk teks maupun diagram dari soal bentuk kartun terdapat
sejumlah jawaban konsisten salah yang memiliki prosentase kecil. Jawabanjawaban konsisten salah tersebut belum dapat diyakini sebagai miskonsepsi
karena prosesentasenya yang kecil dan ragam jawabannya yang banyak.
Sedangkan suatu jawaban konsisten salah berpeluang besar untuk diduga sebagai
miskonsepsi jika jawaban tersebut memiliki prosentase yang besar.

Terlihat pada gambar 2-4 bahwa jawaban konsisten salah yang memiliki
prosentase besar mempengaruhi jumlah ragam jawaban salah konsisten lainnya

13

yang muncul. Untuk lebih jelasnya, berikut ditampilkan prosentase jawaban
konsisten salah dominan I (jawaban konsisten salah yang prosentasenya terbesar
diantara jawaban konsisten salah lainnya), prosentae jawaban konsisten salah
dominan II (jawaban konsisten salah yang prosentasenya terbesar no.2 setelah
jawaban konsisten salah dominan I), dan jumlah ragam jawaban konsisten salah
pada soal bentuk kartun dan teks. Jika ada dua atau lebih jawaban konsisten salah
dominan yang prosentasenya sama, maka yang ditampilkan adalah salah satu
diantaranya.

Tabel 3. Prosentase jawaban konsisten salah dominan dan jumlah ragam jawaban
konsisten salah lainnya pada soal bentuk kartun.
Jumlah ragam
Kelompok
Jawaban konsisten
Jawaban konsisten
jawaban konsisten
soal
salah dominan I
salah dominan II
salah lainnya
1.1
7,4 %
4,9 %
6
1.2

49,4 %

6,2 %

6

2.1

63,0 %

7,41 %

3

Tabel 4. Prosentase jawaban konsisten salah dominan dan jumlah ragam jawaban
konsisten salah lainnya pada soal bentuk teks.
Jumlah ragam
Kelompok
Jawaban konsisten
Jawaban konsisten
jawaban konsisten
soal
salah dominan I
salah dominan II
salah lainnya
1.1
3,5 %
2,4 %
7
1.2

41,2 %

5,9 %

10

2.1

37,6 %

20,0 %

4

Pada tabel 3 dan 4 terlihat bahwa prosentase jawaban konsisten salah dominan I
dan II pada seluruh kelompok soal bentuk kartun (kecuali kelompok soal 2.1)
lebih besar dibandingkan jawaban konsisten salah dominan yang ada pada soal
bentuk teks. Selain itu, pada soal bentuk kartun, ragam jawaban pada semua
kelompok soal lebih sedikit dibandingkan dengan ragam jawaban pada soal
bentuk teks. Berdasarkan tabel di atas dapat dikatakan bahwa soal bentuk kartun
dapat menghasilkan jawaban konsisten salah dominan dengan prosentase yang
lebih besar, sehingga mengurangi ragam jawaban konsisten salah lainnya yang

14

memiliki prosentase kecil. Pada soal kelompok 2.1, jawaban konsisten salah
dominan

II pada soal bentuk kartun memiliki prosentase yang lebih kecil

dibandingkan jawaban konsisten salah II pada soal bentuk teks. Hal ini terjadi
karena pada kelompok 2.1, jawaban konsisten salah pada soal kartun terpusat
pada jawaban konsisten salah dominan I. Namun fakta tersebut tidak berdampak
pada karakteristik ragam jawaban pada soal bentuk kartun yang lebih sedikit.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa jawaban konsisten salah dominan
yang memiliki prosentase besar diduga kuat sebagai miskonsepsi, dan sebaliknya
jawaban konsisten salah lainnya yang memiliki prosentase kecil kurang diyakini
sebagai miskonsepsi. Karakteristik jawaban konsisten salah pada soal kartun
adalah lebih terkelompok ke jenis jawaban yang diduga kuat sebagai miskonsepsi.
Dengan demikian, ragam jawaban yang kurang diyakini sebagai miskonsepsi
berkurang. Dari fakta tersebut dapat dikatakan bahwa soal bentuk kartun lebih
mampu mendeteksi miskonsepsi pada siswa.

Terkait dengan konsistensi, jawaban konsisten salah dengan prosentase kecil yang
muncul dari soal kartun lebih mungkin diduga sebagai miskonsepsi dibandingkan
dengan jawaban konsisten salah yang muncul dari soal teks, karena konsistensi
jawaban pada soal kartun lebih tinggi dibandingkan dengan konsistensi jawaban
pada soal teks.

Uraian jenis jawaban konsisten salah dominan yang ditemukan dalam soal bentuk
kartun, serta prediksi miskonsepsinya dapat dilihat pada tabel berikut.
Miskonsepsi yang terdapat dalam literatur ditandai dengan tanda bintang (*).
Jawaban konsisten salah dominan pada soal bentuk kartun menjadi prioritas untuk
ditampilkan pada tabel karena prosentasenya yang lebih besar dibandingkan
dengan soal bentuk teks. Hampir semua jawaban konsisten salah dominan yang
dipilih dari soal bentuk kartun juga ditemukan pada soal bentuk teks. Pada kolom
jumlah siswa, angka depan merupakan jumlah dari siswa yang diberi soal bentuk
kartun, dan angka belakang merupakan jumlah dari siswa yang diberi soal bentuk
teks.

15

Tabel 5. Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 1.1
No.

Jawaban
Miskonsepsi
Siswa
Gaya gravitasi bumi (Fg) Gaya ke atas dari landasan

Jumlah siswa

lebih kecil dari gaya normal yang lebih besar dari gaya
1

(N), baik saat benda berada di ke bawah diperlukan untuk
landasan, maupun saat benda menahan

6/2

kecenderungan

diam di tanah setelah jatuh benda yang selalu bergerak
dari landasan
Saat

tiba

ke bawah
di

Fg Setiap benda cenderung

tanah

menghilang

ingin

bergerak

menuju

tanah, karena tanah adalah
2

4/0

tujuan akhir dari gerak
benda, maka saat tiba di
tanah

Fg

sudah

tidak

diperlukan lagi.*

Jawaban yang diduga sebagai miskonsepsi 1.3 dan 1.4 juga dapat ditemukan
dengan kelompok soal 1.1 ini. Khusus untuk miskonsepsi 1.4, terdapat tambahan
soal mengenai benda-benda yang diam di landasan yang berupa benda hidup,
seperti telapak tangan dan kepala. Namun jawaban ini hanya ditemukan pada
sedikit siswa, yaitu antara 1 sampa 2 siswa, baik pada soal bentuk teks maupun
soal bentuk kartun. Oleh karena itu jawaban-jawaban tersebut kurang dapat
dipercaya sebagai miskonsepsi.

Tabel 6. Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 1.2
No.
Fg
1

Jawaban siswa
lebih besar N,

Miskonsepsi
pada Benda yang terlihat kuat

landasan yang berdeformasi

mengerjakan gaya yang
lebih besar.*

16

Jumlah siswa
40/35

Landasan menahan benda
dengan gaya ke atas yang
lebih besar sampai pada

2

Pada landasan datar Fg lebih

batas tertentu, jika benda

kecil dari N. Pada landasan

terlalu

kuat,

maka

5/2

berdeformasi Fg lebih besar N landasan tidak mampu menahan

lagi,

sehingga

besarnya N menjadi lebih
kecil dari Fg

Miskonsepsi no.1 pada tabel 6 di atas dialami oleh sebagian besar siswa.
Miskonsepsi tersebut muncul ketika siswa dihadapkan pada situasi berikut

Gambar 6. Silinder besi yang terletak di permukaan spon, cuplikan gambar
pada soal bentuk kartun kelompok 1.2
Gambar 6 di atas jelas menimbulkan kesan bahwa besi lebih kokoh (rigid)
dibandingkan dengan spon yang berada di bawahnya, sehingga memunculkan
miskonsepsi bahwa “benda yang terlihat kokoh mengerjakan gaya yang lebih
besar”. Dalam kasus ini, benda yang kokoh dapat didefinisikan sebagai “yang
kuat”. Jawaban ini merupakan jenis miskonsepsi 1.2 pada tabel 1.
Pada kelompok benda bergerak, dugaan miskonsepsi terhadap jawaban konsisten
adalah sebagai berikut.

17

Tabel 7. Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 2.1
No.

1

Jawaban siswa
Jika kecepatan (V) konstan,

Miskonsepsi

Jumlah siswa

maka gaya (F) konstan. Jika F sebanding dengan
V bertambah secara konstan, V.*

51/32

maka F bertambah
Benda yang bergerak
konstan,
Jika V konstan, maka F permukaan
2

pada
licin

berkurang. Jika V bertambah sekalipun, lama-lama
secara

konstan,

bertambah.

maka

F akan berhenti, dengan

6/17

demikian, gaya pada
benda perlahan-lahan
mengecil.

Miskonsepsi no.1 pada tabel 7 dialami oleh sejumlah besar siswa. Miskonsepsi
tersebut muncul ketika siswa dihadapkan pada situasi benda bergerak konstan
dan dipercepat seperti pada gambar berikut

Gambar 7. Beruang meluncur dipermukaan es (gesekan diabaikan). Cuplikan
gambar pada soal bentuk kartun kelompok 2.1

18

Pada gambar 7, terlihat bahwa beruang bergerak di permukaan es yang miring
dengan kecepatan semakin besar, dan ketika mencapai permukaan es yang datar,
kecepatan beruang konstan.

Dengan melihat gambar di atas, siswa yang

menyimpan konsep bahwa gaya sebanding dengan kecepatan akan menjawab ada
gaya (F) yang besarnya tetap ketika benda bergerak konstan, dan ada F yang
bertambah ketika benda bergerak dengan percepatan (a) konstan.

Kelompok soal 2.2 menghasilkan satu kemungkinan jawaban miskonsepsi, yaitu
bahwa “gaya selalu searah dengan kecepatan benda” (miskonsepsi 2.2, tabel 2).
Pada soal bentuk kartun, siswa yang mengalami miskonsepsi ini mencapai 57
atau 34,3 % siswa, sedangkan pada soal bentuk teks, siswa yang mengalami
miskonsepsi ini mencapai 54 atau 32,5 % siswa. Miskonsepsi ini muncul ketika
siswa dihadapkan pada situasi berikut.

Gambar 8. Monyet menekan pegas. Cuplikan gambar pada soal bentuk
kartun kelompok 2.2
Berdasarkan gambar 8, siswa yang miskonsepsi berpikir bahwa arah gaya pegas
ke bawah mengikuti arah gerakan pegas. Pada kelompok soal 2.2 terdapat soal
yang menanyakan tentang arah gaya gravitasi pada monyet yang terjun ke bawah
dan terpental ke atas. Siswa yang menjawab benar mengenai arah gaya gravitasi
namun mengalami miskonsepsi ketika diberi kasus serupa dengan gambar 8 tetap
digolongkan sebagai siswa miskonsepsi, karena konsep gaya gravitasi yang
dimilikinya dianggap sebagai hafalan yang tidak melibatkan aktivitas berpikir.

19

Dari kelompok soal yang telah dibahas, masih ada kelompok soal benda bergerak
yaitu bertujuan untuk mengetahui kondisi gerak setelah gaya yang bekerja pada
benda dihilangkan. Prosentase jawaban dari kelompok soal tersebut dapat dilihat
pada diagram berikut:

(a)

(b)

Gambar 9. Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal
“kondisi gerak ketika gaya dihilangkan”. (a) soal bentuk teks, dan (b) soal bentuk
kartun. A= acak, B= konsisten salah, dan C= konsisten benar
Diagram di atas menunjukkan bahwa prosentase jawaban acak pada soal bentuk
kartun lebih tinggi dibandingkan prosentase jawaban acak pada soal bentuk teks.
Karakteristik diagram pada kelompok soal ini berkebalikan dengan karakteristik
diagram kelompok soal lainnya. Sehingga kemungkinan untuk kelompok ini,
soal perlu diperbaiki. Jenis jawaban konsisten salah pada soal bentuk teks dan
soal bentuk kartun sama, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 2.3 dan 2.4
No.

Jawaban Siswa

Miskonsepsi

1. Pada kondisi tanpa gesekan, ketika

Benda

yang

sedang

bergerak

gaya dihilangkan, kecepatan benda

cenderung berhenti jika tidak ada

lama-lama berkurang, dan benda

gaya yang bekerja padanya.*

akhirnya berhenti
2 Pada kondisi tanpa gesekan, ketika

Gaya

menyebabkan

benda

gaya di-hilangkan benda yang

bergerak, maka, jika tidak ada

sedang bergerak akan langsung

gaya yang bekerja pada benda,

berhenti

benda tidak lagi bergerak.*

20

3 Ketika gaya dihilangkan benda

Saat gaya yang bekerja pada ben-

tetap bergerak dengan kecepatan

da

dihilangkan,

konstan

permukaan

semakin

bidang

licin

sentuh,

semakin lama benda berhenti.
Maka jika bidang sentuh licin
sempurna

atau

diabaikan,

benda

bergerak

gesekannya
akan

walaupun

terus
gaya

dihilangkan

Jawaban konsisten pada tabel 8 no. 3 dikategorikan sebagai konsisten salah,
karena sekelompok siswa yang memilih jawaban ini mengalami miskonsepsi F
sebanding V ketika mengerjakan kelompok soal 2.1. Jadi tidak menunjukkan
adanya pemahaman konsep hukum Newton I.

IV.

KESIMPULAN

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan bentuk kartun, instrumen
diagnosa dapat menghasilkan jawaban yang lebih konsisten sehingga lebih
berfungsi untuk mengelompokkan siswa ke dalam kategori benar atau
miskonsepsi. Selain itu, dengan soal bentuk kartun, jawaban konsisten salah
lebih terkelompok ke jenis

jawaban yang diduga kuat sebagai miskonsepsi,

sehingga instrumen diagnosa lebih mampu mendeteksi miskonsepsi pada siswa.
Konsistensi jawaban pada soal kartun yang lebih tinggi, membuat jawabanjawaban konsisten salah yang muncul dengan prosentase kecil lebih mungkin
untuk diduga sebagai miskonsepsi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
instrumen diagnosa miskonsepsi dengan bentuk kartun lebih efektif.

V.
[1]

DAFTAR PUSTAKA
Adam Lark, 2007, Student Misconception in Newtonian Mechanics, Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar master
S2, Perguruan tinggi Bowling Green.

21

[2]

Sengül Atasoy dan Ali Riza Akdeniz, 2007, Developing and Applying a
Test Related to Appearing Misconceptions about Newtonian Laws of
Motion: Journal of Turkish Science Education, vol. 4, no.1, 45-59.

[3][6] Antti Savinainen dan Jouni Viiri, 2007, The Force Concept Inventory as A
Measure of Students Conceptual Coherence, International Journal of
Science and Mathematics Education, no. 6, 719-740
[4]

Rebecca Rosenblatt dan Andrew F. Heckler, 2011, Systematic study of
student understanding of the relationships between the directions of force,
velocity, and acceleration in one dimension, American Physical Society,
ISSN: 1554-9178, vol. 11, no. 7, 1-20.

[5]

Aysegül Saglam-Arslan dan Yasemin Devecioglu, 2010, Student teachers’
levels of understanding and model of understanding about Newton's laws
of motion, Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, vol.11,
no. 7, 1-20.

[7]

Sebnem Kandil Ingec, 2008, Use of Concept Cartoon as an Assessment
Tool in Physics Education, Turkey: Department of Physics Education,
Education Faculty, Gazi University, ISSN: 1548-6613, vol. 5, no. 11, 4754.

[8][10] Jens Allwood dan Yanhia Abelar, 1984, Lack of Understanding,
Misunderstanding and Language Acquisition, AILA-Conference
[9]

http://upv.es/laboluz/books/manuales/oreilly_visualizing_data.pdf,
diunduh pada tanggal 11 Januari 2013, pukul 14:18

[11]

Taher Bahrani dan Rahmatollah Soltani. 2011. The pedagogical values of
cartoons. The International Institute for Science, Technology and
Education. ISSN: 2224-5766, vol. 1, no.4, 19-22.

[12][14][15][17][18] E. van den Berg, 1991, Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi,
Universitas Kristen Satya Wacana.
[13]

Sule Bayraktar, 2007, Misconceptions of Turkish Pre-Service Teachers
about Force and Motion, International Journal of Science and
Mathematics Education, no.7, 273-291.

[16]

David Hestenes, Malcolm Wells, dan Gregg Swackhamer, 1992, Force
Concept Inventory, The Physics Teacher. Vol. 30, 141-158

22

[19]

Ihab Obaidat dan Ehab Malkawi, 2009, The Grasp of Physics Concepts of
Motion:

Identifying

Particular

Patterns

in

Students’

Thingking.

International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. Vol. 3,
no. 1, 1-17.

23