BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual - DESKRIPSI KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 BUKATEJA - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual

  1. Kemampuan Representasi Matematis Matematika sebagai ilmu deduktif yang terstruktur memiliki objek kajian yang abstrak. Objek tersebut, antara lain adalah konsep. Konsep dalam matematika adalah ide abstrak yang dapat membedakan antara contoh dan bukan contoh. Contoh konsep, seperti: penjumlahan bilangan bulan. Untuk dapat dianalisis lebih lanjut atau agar dapat dipahami oleh individu lain, suatu objek matematika disajikan dalam bentuk yang konkrit. Cara menyajikan objek menjadi lebih konkret itu dinamakan sebagai suatu representasi.

  Lestari & Yudhanegara (2015) mengungkapkan bahwa kemampuan representasi matematis adalah kemampuan menyajikan kembali notasi, simbol, tabel, gambar, grafik, diagram, persamaan atau ekspresi matematis lainnya ke dalam bentuk lain. Menurut NCTM (2000) representasi merupakan konfigurasi atau sejenisnya yang berkorespondensi dengan sesuatu, mewakili, melambangkan atau menyajikan sesuatu. Representasi matematis yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya.

  7 Menurut Pape & Tchosnanov (Luitel, 2002) ada empat gagasan yang digunakan dalam memahami konsep representasi matematis, yaitu (1) representasi dapat dipandang sebagai abstraksi internal dari ide-ide matematika atau skema kognitif yang dibangun oleh siswa melalui pengalaman; (2) sebagai reproduksi mental dari keadaan mental yang sebelumnya; (3) sebagai sajian secara terstruktur melalui gambar, simbol ataupun lambang; (4) sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain

  Hiebert dan Carpenter (Sabirin, 2014) membagi representasi menjadi dua, yaitu representasi eksternal dan representasi internal. Proses berpikir mengenai ide matematika yang kemudian akan dikomunikasikan membutuhkan sebuah representasi eksternal yang wujudnya berupa bentuk verbal, gambar dan benda konkrit. Berpikir tentang ide matematika yang memungkinkan pikiran individu bekerja keras atas dasar ide tersebut dinamakan representasi internal. Pada intinya representasi internal merupakan sebuah proses berpikir untuk mendapatkan kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam ingatan dan penggunannya sangat terkait dengan pengkodean pengalaman di masa lalu. Proses representasi internal tidak dapat diamati secara kasat mata dan tidak dapat dinilai secara langsung karena merupakan aktivitas seseorang dalam pikirannya.

  Adapun represetasi eksternal merupakan hasil perwujudan dari representasi internal dalam bentuk tulisan atau lisan baik dalam bentuk kata-kata, simbol, ekspresi atau notasi matematik, gambar, grafik, diagram, tabel atau melalui objek fisik berupa alat peraga.

  Hiebert dan Wearne (Rangkuti, 2014) memandang bahwa pemahaman konsep yang dibangun dalam pengkonstruksian pemikiran akan menghubungkan beberapa representasi ide-ide matematik secara fisik, gambar, verbal, dan simbol. Lebih jauh, Hiebert dan Wearne memberi kesan bahwa pembangunan hubungan-hubungan antara representasi eksternal akan mendorong tumbuhnya pemahaman konsep dan representasi internal yang lebih terpadu dari ide-ide matematika.

  Berdasarkan penjelasan mengenai kemampuan representasi matematis siswa di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan representasi matematis adalah kemampuan siswa dalam mengungkapkan atau menyajikan kembali gagasan atau ide-ide matematis yang ditampilkan dalam sebuah model atau bentuk pengganti dari suatu permasalahan, yang akan digunakan untuk mempermudah dalam pencarian solusi. Dalam hal ini siswa dapat merepresentasikan gagasan atau ide matematis melalui gambar, persamaan atau ekspresi matematis dan kata-kata.

  Adapun indikator kemampuan representasi matematis siswa pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Representasi Visual, meliputi :

  Menyajikan kembali data atau informasi ke dalam bentuk simbol atau gambar geometri.

  2) Representasi Persamaan atau Ekspresi Matematis, meliputi : Membuat dan menyelesaikan masalah matematika menggunakan model matematika.

  3) Representasi Kata atau Teks Tertulis, meliputi : Menggunakan kata-kata/teks tertulis dalam menyelesaikan masalah matematika.

  2. Self-Efficacy Istilah self-efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Albert Bandura pada 1997, dengan mendefinisikan self-efficacy sebagai kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap kemampuan untuk menghasilkan atau menunjukkan tingkat kemampuan dalam mengerjakan latihan yang mempengaruhi peristiwa yang terjadi dalam kehidupan (Ghufron dan Risnawati, 2012). Self-efficacy menentukan keyakinan bagaimana seseorang merasa, berfikir, memotivasi dirinya dalam berkelakuan.

  Keyakinan menghasilkan perbedaan yang berdampak melalui empat aspek yaitu kognitif, motivasi, afektif dan aspek lain.

  Sementara itu, Alwisol (2009) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan dalam diri individu terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk menentukan dan melaksanakan tindakan apa yang sesuai untuk meraih pencapaian tujuan tertentu. Self-efficacy mempengaruhi tindakan setiap individu dalam meraih sesuatu, seberapa banyak usaha yang diupayakan, dan berapa lama individu mampu bertahan dalam menyelesaikan rintangan atau kegagalan selama proses tersebut. Self-

  efficacy merupakan kunci sumber tindakan manusia (human egency), apa

  yang orang pikirkan, percaya dan rasakan mempengaruhi bagaimana mereka bertindak.

  Menurut Bandura (Ghufron dan Risnawati, 2012) efikasi diri dapat ditumbuhkan atau dipelajari melalui empat sumber informasi utama.

  Berikut ini adalah empat sumber informasi tersebut : 1) Pengalaman Keberhasilan (Mastery Experiences)

  Pengalaman keberhasilan merupakan cara paling efektif dalam memperoleh sebuah informasi yang berpengaruh terhadap keyakinan seseorang terhadap keberhasilan. Keberhasilan akan membangun kepercayaan yang kuat terhadap kemampuan, dan sebaliknya kegagalan akan merusak kerpercayaan, terlebih lagi jika kegagalan terjadi sebelum seseorang meraih keberhasilan.

  Kesulitan yang dialami manusia dalam setiap kegiatan berguna sebagai pelajaran bahwa setiap keberhasilan diperoleh dari usaha yang berkelanjutan. Keberhasilan yang sering diperoleh akan memberikan pengaruh dalam peningkatkan self-efficacy, sedangkan kegagalan akan memberikan pengaruh dalam menurunnya self-efficacy seseorang. Self-

  

efficacy akan berkembang kuat melalui serangkaian keberhasilan, yang

  diperoleh setelah melalui hambatan yang besar dan atas kerja keras sendiri, dampak negative dari kegagalan akan berkurang sehingga akan memotivasi diri bahwa sebesar apapun kesulitannya pasti dapat dihadapi dengan kegigihan dan usaha yang terus menerus.

  2) Pengalaman orang lain (Vicarious Experience) Melalui pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang sebanding dalam mengerjakan suatu tugas, akan meningkatkan keyakinan individu dalam mengerjakan tugas yang sama. Begitu pula sebalinya, pengamatan terhadap kegagalan orang lain dengan kemampuan yang sebanding, akan menurunkan keyakinan individu mengenai kemampuannya dan individu akan mengurangi usaha yang akan dilakukan.

  Dengan kata lain self-efficacy dipengaruhi oleh kesamaan pengalaman dari orang lain dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas yang sama. Semakin besar kesamaan yang diasumsikan, akan semakin mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan individu. Jika individu melihat orang lain yang sangat berbeda dari dirinya, maka self-

  

efficacy tidak dipengaruhi oleh tingkah laku dan pencapaian model

tersebut.

  3) Persuasi Verbal (verbal persuasion) Pada persuasi verbal, individu diarahkan dengan saran, nasihat, dan bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan yang dimiliki untuk membantu mencapai tujuan yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan. Menurut Bandura (1997), pengaruh persuasi verbal tidaklah terlalu besar karena tidak memberikan suatu pengalaman yang dapat langsung dialami atau diamati individu. Dalam kondisi yang tertekan dan kegagalan terus- menerus, pengaruh sugesti akan cepat lenyap karena pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut. 4) Kondisi fisiologis (physiological state)

  Sebagian individu akan bergantung pada keadaan fisik dan keadaan emosional mereka dalam menilai kemampuan yang dimiliki.

  Kelemahan fisik dan stamina dalam menghadapi situasi yang menekan, dianggap sebagai tanda ketidakmampuan kerana dapat melemahkan performansi kerja individu.

  Bandura (1994) memaparkan proses dari self-efficacy, diantaranya mengenai proses kognitif, proses motivasi, proses afektif dan proses selektif. Berikut uraian mengenai proses self-efficacy : 1) Proses Kognitif

  Semakin kuat self-efficacy yang dirasakan, semakin tinggi pula tujuan dan komitmen yang ditetapkan setiap individu. Sebagian besar tindakan, pada awalnya diatur dan berdasarkan pemikiran. Keyakinan yang dimiliki individu merupakan bentuk dari antisipasi mereka untuk membangun dan berlatih. Individu dengan self-efficacy yang tinggi akan merencanakan sebuah panduan yang positif untuk mendukung kinerja mereka demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Individu dengan keraguan terhadapat self-efficacy akan merencanakan banyak hal yang salah, oleh sebab itu sulit mencapai keberhasilan bila di dalam diri kita memiliki keraguan

  2) Proses Motivasi Self-efficacy memberikan peranan dalam pengaturan motivasi.

  Individu akan memotivasi dan membimbing diri sendiri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan diwujudkan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif yang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab, yang berasal dari teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari teori nilai pengharapan.

  Self-efficacy memberikan pengaruh terhadap atribusi penyebab,

  dimana individu yang memiliki self-efficacy tinggi menilai kegagalan yang dialami saat mengerjakan tugas, disebabkan oleh kurangnya usaha, sedangkan individu dengan self-efficacy rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan.

  Dalam teori nilai pengharapan memandang bahwa motivasi diatur oleh pengharapan akan hasil (outcome expectation) dan nilai hasil (outcome value) tersebut. Outcome expectation merupakan suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat khusus bagi individu. Outcome value merupakan nilai yang mempunyai arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi untuk mendukung outcume expectation.

  3) Proses Afektif Proses afektif merupakan keyakinan orang terhadap kemampuan mereka dalam mengatasi stress dan depresi dalam menghadapi situasi yang sulit. Self-efficacy memberikan peranan penting dalam mengontrol kecemasan. Individu dengan kepercayaan mampu mengontrol diri mereka, membuat pola pikir mereka menjadi tidak terganggu. Tetapi individu dengan kepercayaan tidak mampu mengontrol diri mereka, menyebabkan kecemasan. Inidividu akan memikirkan kekurangan dalam diri mereka, melihat lingkungan sekitar sebagai sebuah ancaman dan semakin parah dengan khawatir bila sesuatu akan terjadi. Pemikiran seperti itu akan memberikan dampak negative bagi mereka.

  Dalam hal ini, self-efficacy memberikan pengaruh terhadap kecemasan setiap individu. Semakin tinggi self-efficacy maka semakin berani individu dalam menghadap sebuah tantangan. Kecemasan tidak hanya dipengaruhi oleh self-efficacy tetapi juga dipengaruhi oleh pemikiran mereka. 4) Proses Seleksi

  Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tindakan dan lingkungan yang sesuai, sehingga dapat diperoleh tujuan yang sesuai harapan. Ketidakmampuan individu dalam menyeleksi tindakan membuat setiap individu tidak percaya diri, bingun dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit.

  

Self-efficacy mampu mebentuk hidup setiap individu melalui proses pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang dirasa mampu ditangani. Individu akan memelihara kompetensi, minatm hubungan social atas pilihan yang ditentukan.

  Menurut Bandura (Ghufron dan Risnawati, 2012; Zimmerman, 2000), self-efficacy pada diri setiap individu akan berbeda antara individu satu dengan yang lainnya berdasarkan tiga dimensi. Berikut ini adalah tiga dimensi tersebut: 1) Dimensi tingkat (Level)

  Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan suatu tugas yang dihadapi setiap individu, untuk mengetahui apakah individu tersebut merasa mampu atau tidak untuk menyelesaikannya. Keyakinan individu terhadap suatu tugas pasti akan berbeda-beda, mungkin beberapa individu akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dimiliki. Keyakinan individu berimplikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuannya.

  2) Dimensi kekuatan (Streght) Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan setiap individu mengenai kemampuannya. Inividu dengan keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya, akan bertahan dengan usaha mereka meskipun mendapatkkan kesulitan dan hambatan dalam menyelesaikan suatu tugas. Dalam hal ini pengalaman memiliki pengaruh yang besar terhadap self-efficacy individu. Pengalaman yang kuat akan memberikan kekuatan keyakinan pada individu, begitu pula sebaliknya. Individu dengan keyakinan yang kuat akan kemampuannya, tidak akan mudah menyerah atau frustasi dalam menghadapi rintangan dalam tugas yang dihadapi, dan cenderung memiliki peluang keberhasilan yang lebih besar dari pada individu dengan keyakinan yang lemah

  3) Dimensi generalisasi (generality) Dimensi ini berkaitan dengan keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan tugas di berbagai aktivitas dan situasi tertentu. Aktivitas dan situasi yang bervariasi menuntut apakah idividu merasa yakin atau tidak yakin atas kemampuanya dalam melaksanakan tugas

  Ciri-ciri seseorang yang memiliki self-efficacy menurut Omrod (2008: 22), yaitu : 1) Seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi lebih mungkin mengerahkan segenap tenaga ketika mencoba suatu tugas baru dan gigih tidak mudah menyerah. 2) Seseorang yang memiliki self-efficacy rendah akan lebih mungkin bersikap setengah hati dan begitu cepat menyerah ketika menghadapi kesulitan.

  Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa self-

  

efficacy secara umum adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuan-

  kemampuannya dalam mengatasi beraneka ragam situasi yang muncul dalam hidupnya. Self-efficacy tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki, tetapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal yang dapat dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa pun besarnya.

  Indikator self-efficacy pada penelitian ini dikembangkan dari dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Bandura (Ghufron dan Risnawati, 2012). Dimensi tersebut yaitu Dimensi tingkat/ level (Derajat kesulitan tugas yang dihadapi, dimana seseorang mampu atau tidak untuk menyelesaikannya), Dimensi kekuatan/ streght (Tingkat kekuatan dari keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki individu), dan Dimensi Generalisasi/ generality (Berkaitan dengan keyakinan seseorang akan kemampuannya melaksanakan tugas diberbagai aktivitas atau situasi tertentu).

Tabel 2.1 Indikator yang digunakan dalam penelitian Dimensi Indikator

  1. Dimensi tingkat (Level)  Keyakinan siswa pada kemampuannya Derajat kesulitan tugas untuk melakukan perencanaan dan yang dihadapai, dimana pengaturan diri dalam belajar. seseorang mampu atau

   Keyakinan siswa pada kemampuannya tidak untuk untuk menyelesaikan tugas-tugas belajar menyelesaikannya. yang memiliki derajat kesulitan yang bervariasi.

  2. Dimensi kekuatan  Keyakinan siswa pada kemampuan (Streght) usahanya dalam mewujudkan tujuan Tingkat kekuatan dari belajar yang diharapkan. keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki individu.

   Keyakinan siswa pada kemampuannya untuk bertahan dalam usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan belajar.

  3. Dimensi Generalisasi  Keyakinan siswa pada kemampuannya (Generality) untuk menjadikan pengalaman

  Berkaitan dengan sebelumnya sebagai kekuatan dalam keyakinan seseorang akan mencapai prestasi belajar kemampuannya

   Keyakinan siswa pada kemampuannya melaksanakan tugas dalam pelajaran matematika merupakan diberbagai aktivitas atau keahlian yang dapat diandalkan untuk situasi tertentu. sukses dalam berbagai situasi atau tugas.

B. Penelitain Relevan

  Hasil penelitian yang dilakukan Yudhanegara dan Lestari (2014), menunjukkan bahwa kemampuan representasi siswa kelas VIII G yang diberikan pembelajaran berbasis masalah terbuka lebih baik dari pada siswa kelas VIII H yang diberikan pembelajaran konvensional di SMP Negeri 1 Pagaden. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti mengenai kemampuan representasi matematis siswa, sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah tidak menelaah dan menyimpulkan mengenai pembelajaran berbasis masalah tetapi penelitian ini ingin mendeskripsikan kemampuan representasi matematis dan self-efficacy siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bukateja.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewanto (2008), menunjukkan bahwa: 1) Kemampuan representasi multiple matematis mahasiswa kelas dengan PBM lebih baik dari kemampuan mahasiswa dalam kelas konvensional, 2) Kualitas self-efficacy mahasiswa kelas dengan PBM lebih baik dari self-efficacy mahasiswa dalam kelas konvensional, terutama pada aspek „mengatasi diri dalam belajar‟ dan „kemampuan berkomunikasi dengan pengajar.‟ Self-efficacy mahasiswa kelas dengan PBM tergolong positif sedangkan self-efficay mahasiswa kelas konvensional tergolong netral. Persamaannya dengan penelitian ini yaitu meneliti kemampuan representasi matematis dan self-efficacy. Sedangkan perbedaannya yaitu penelitian ini ingin melihat pengaruh kemampuan akademik awal, self-efficacy, dan variabel nonkognitif lain terhadap pencapaian kemampuan representasi multipel matematis mahasiswa melalui pembelajaran berbasis masalah, namun penelitian ini ingin mendeskripsikan kemampuan representasi matematis dan self-efficacy siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bukateja.

C. Kerangka Pikir

  Kemampuan representasi matematis merupakan kemampuan menyajikan kembali notasi, simbol, tabel, gambar, grafik, diagram, persamaan atau ekspresi matematis lainnya ke dalam bentuk lain. Dimana representasi matematis terdiri atas representasi visual, gambar, teks tertulis, persamaan atu ekspresi matematis. Sehingga kemampuan representasi matematis di dalam pembelajaran matematika merupakan hal yang penting sebagai usaha siswa untuk mengembangkan kemampuan matematika mereka. Representasi, baik secara internal maupun eksternal perlu dilakukan dalam proses pembelajaran matematika karena dapat membantu siswa dalam mengorganisasikan fikirannya, memudahkan pemahamannya serta memfokuskannya pada hal-hal yang esensial dari masalah matematika yang dihadapinya, dan juga dapat membantu siswa dalam membangun konsep atau prinsip matematik yang sedang dipelajarinya.

  Untuk menyelesaikan masalah matematika, diperlukan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dan tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Keyakinan menentukan bagaimana orang merasa, berpikir, memotivasi diri dan berperilaku itulah yang dinamakan self-efficacy. Self efficacy yang nantinya akan mempengaruhi pembelajaran, prestasi siswa, pilihan aktivitas, tujuan dan usaha. Individu dengan self-efficacy tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya, sedangkan individu dengan self-

  efficacy rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya,

  khususnya untuk tugas-tugas yang menantang. Hal ini yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap self-efficacy dan kemampuan representasi matematis. Melalui penelitian ini akan diketahui bagaimana gambaran kemampuan representasi matematis dan self-efficacy siswa.

Dokumen yang terkait

BAB II Kajian Pustaka A. Deskripsi Teori a. Tinjauan Tentang Berpikir Reflektif 1. Pengertian Berpikir - ANALISIS BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH TEOREMA PHYTAGORAS DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KAMPAK TAHUN

0 5 62

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 01 SELAKAU

0 2 13

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

0 0 12

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Manajemen a. Pengertian Manajemen Pembelajaran - BAB 2 Revisi Cetak 2017

0 1 28

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Akuntabilitas Manajerial a. Definisi Akuntabilitas - AKUNTABILITAS MANAJERIAL (Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akuntabilitas Manajerial di PTAIS Kopertais Wilayah 1 Jakarta) - Raden Intan Reposito

0 0 122

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kinerja Pendidik ( Y ) a. Pengertian Kinerja Pendidik - PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP KINERJA PENDIDIK DI SD NEGERI KECAMATAN GUNUNG ALIP KABUPATEN TANGGAMUS - Raden Intan

0 0 46

PENGARUH METODE HYPNOTEACHING TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP IT INSAN MULIA BATANGHARI TAHUN AJARAN 20162017

0 1 184

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANYUMAS PRINGSEWU - Raden Intan Repository

0 1 108

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian 1. Definisi Pengelolaan - Pengelolaan program ekstrakurikuler di MTs. Negeri 1 Tulang Bawang - Raden Intan Repository

0 0 25

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual - NUR EKA SARI BAB II

0 0 32