BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - KEBIJAKAN KEPALA PEKON DALAM PROSES INTEGRASI SOSIAL SETELAH PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR MASYARAKAT (Studi di pekon Sukaraja dan pekon Karang Agung Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus) - Raden Intan Repository

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Judul skripsi ini adalah: “Kebijakan Kepala Pekon Dalam Proses Integrasi Sosial Setelah Penyelesaian Konflik antar masyarakat (Studi di Pekon Sukaraja

  dan Pekon Karangagung Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus )

  ”. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul skripsi ini terlebih dahulu dijelaskan kalimat yang terdapat di dalamnya.

  1 Kebijakan dalam Kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai

  kepandaian; kemahiran; kebijaksanaan. Menurut Miriam Budiardjo, kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang di ambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Lebih lanjut, kebijakan menurut Anderson adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh para

  2 pelakunya untuk memecahkan suatu masalah.

  Kesimpulan dari Beberapa penjelasan di atas, kebijakan adalah keputusan- keputusan, tindakan-tindakan yang di ambil oleh seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memecahkan suatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu. Sebutan Kepala Desa menggunakan istilah yang berbeda-beda pada tiap-tiap Daerah. Kepala Pekon adalah sebutan lain dari Kepala Desa yang masing masing 1 Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,ed. 3.

  • – cet. 4, (Jakarta: Balai Pustaka. 2007) , h. 149
  • 2 Suharto edi, Analisisi Kebijakan Publik:Panduan Praktis Mengkaji Masalah Dan

  Kabupaten di Daerah tertentu mempunyai sebutan lain selain Kepala Desa. Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung menggunakan sebutan Kepala Desa dengan istilah Kepala Pekon.

  Kepala Desa/Kepala Pekon adalah Pemimpin dari Desa di Indonesia. Kepala Desa Merupakan pimpinan dari Pemerintah Desa. Sesuai dengan

  3

  ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang berlaku dalam sistem Pemerintahan Indonesia, bahwa Kepala Desa adalah Kepala Pemerintahan Desa yang bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa dan Pemberdayaan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Kebijakan kepala pekon adalah keputusan-keputusan dan tindakan yang di ambil oleh Kepala Pekon dalam rangka memecahkan suatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu.

  Proses integrasi Sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga

  4 menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.

  5 Menurut pendekatan fungsionalisme structural, integrasi sosial senantiasa

  terjadi atas dua landasan sebagai berikut: 1.

  Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental.

2. Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus

  3 menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliations). 4 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 5 Maurice Duverger, Sosiologi Politik, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2002), h. 308 Integrasi Sosial pada hakikatnya membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat menjadi suatu kesatuan. Indikator minimal dari terwujudnya integrasi sosial adalah menjamin kelangsungan hidup individu maupun kelompok.

  Integrasi sosial akan terbentuk jika pemahaman masyarakat tentang arti pentingnya toleransi, saling menghargai, tenggang rasa cukup tinggi. Maka dari itu, integrasi sosial adalah peleburan unsur-unsur yang berbeda antar anggota masyarakat menjadi satu kesatuan yang utuh dan teratur.

  Konflik yaitu proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku. Penyelesaian konflik antar masyarakat adalah pertentangan dan perselisihan antar mayarakat yang di selesaikan dengan manajemen konflik dan menghasilkan keputusan-keputusan yang di sepakati oleh masyarakat yang terlibat konflik.

  Pekon Sukaraja dan Pekon Karang Agung merupakan Pekon yang berada di Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Secara geografis letak keduanya tidak terlalu berjauhan, Jarak antara kedua Pekon tersebut sekitar 5 Kilometer. Pekon Sukaraja dihuni oleh sebagaian besar masyarakat bersuku Jawa dan Pekon Karang Agung dihuni oleh sebagian besar masyarakat bersuku Lampung.

  Kebijakan kepala pekon dalam proses integrasi sosial setelah penyelesaian konflik antar masyarakat adalah keputusan-keputusan dan tindakan yang di ambil oleh Kepala Pekon untuk menyatukan cara pandang, toleransi, saling menghargai perbedaan-perbedaan dalam masyarakat pasca penyelesaian konflik melalui pembinaan masyarakat sehingga akan tercapai keteraturan sosial. Kebijakan Kepala Pekon akan menentukan terwujud atau tidaknya proses integrasi sosial pasca penyelesaian konflik.

B. Alasan Memilih Judul

  Judul dalam penelitian ini terbentuk, karena adanya sebuah masalah atau problem sehingga tergerak untuk dilakukan penelitian. Adapun hal-hal menarik atau alasan-alasan penulis dalam memilih judul proposal ini ialah sebagai berikut.

1. Alasan objektif Dewasa ini marak terjadinya perilaku menyimpang dalam masyarkat.

  Dinamika yang berkembang dimasyarakat yang mengakibatkan konflik sosial. Khususnya di Pekon yang akan penulis teliti yakni Peko Sukaraja dan Pekon Karang Agung Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus. Peristiwa tersebut pada mulanya aksi main hakim sendiri sehingga terjadi kontak fisik antar pihak yang berkonflik yaitu warga Pekon Sukaraja dan warga Pekon Karang Agung. Konflik tersebut sudah selesai melalui proses mediasi yang ditempuh oleh kedua kepala Pekon. Pada tahap selanjutnya untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat dan mewujudkan masyarakat yang teratur maka kedua kepala pekon melakukan proses integrasi sosial. Kedua kepala pekon melakukan pembinaan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma sosial kepada masayarakat.

  2. Melalui Kebijakan-kebijakan kepala pekon dalam proses integrasi sosial dalam rangka penyatuan perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat, diharapkan dapat menjamin kelangsungan hidup individu maupun kelompok. khususnya di Pekon yang akan penulis teliti. Sehingga penulis dapat menganalisa kebijakan-kebijakan dalam proses integrasi sosial yang berlangsung.

  3. Judul tersebut sesuai dengan kompetensi keilmuan yang penulis peroleh dari Jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, lokasi penelitian mudah di jangkau, dan tersedianya bahan (data) baik primer maupun sekunder yang berkaitan dengan penelitian.

C. Latar Belakang Masalah

  Konflik sosial merupakan fenomena dinamika yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat, bahkan konflik selalu hadir dalam setiap hubungan kerja antara individu dan kelompok. Konflik menurut definisi Coser adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi dimana pihak-pihak yang berselisih tidak hanya berselisih untuk memperoleh barang yang diinginkan melainkan juga memojokan atau

  6 menghancurkan lawan mereka .

  Ruang lingkup dalam kehidupan bermasyarakat terdiri dari individu dan kelompok yang selalu berinteraksi, baik dalam kerja sama maupun perbedaan.

  Perbedaan ini merupakan situasi ketidak sepahaman antara dua individu atau lebih terhadap suatu masalah yang mereka hadapi di dalam sebuah masyarakat.

  Perbedaan pada individu merupakan potensi manusia yang dapat menjadi potensi 6 Soerjono Soekanto, Struktur Dan Proses Sosial ( Jakarta: CV Rajawali 1984), h.

  10 positif maupun negatif. Upaya menumbuhkan/mengembangkan potensi positif dan meminimalkan potensi negatif adalah upaya penanganan konflik Penanganan konflik terkait dengan kapasitas seseorang menstimulasi konflik, mengendalikan konflik, dan mencari solusi pada tingkat yang optimum.

  Kemampuan yang diperlukan dalam rangka penanganan konflik ini terwujud dalam bentuk keluasan pandangan dan wawasan seseorang dalam memandang setiap persoalan, baik yang memiliki perbedaan, maupun yang sama dengan kerangka pemikirannya. Keterampilan penanganan konflik terwujud dalam bentuk pencarian solusi terhadap konflik-konflik yang terjadi sehingga tidak berdampak buruk terhadap individu maupun masyarakat.

  Proses mediasi dan cara penyelesaian konflik yang lain menjadi salah satu alat untuk memfasilitasi proses pengorganisasian. konflik dapat ditangani dan diminimalisir dengan baik. Proses mediasi harus mampu mengendalikan konflik untuk menuju masyarakat yang harmonis.

  Seperti halnya Konflik yang terjadi di Pekon Sukaraja Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus. Pihak yang berkonflik yaitu antar warga Pekon Sukaraja (Suku Jawa) dengan warga Pekon Karang Agung (Suku Lampung) yang terjadi di Pekon Sukaraja Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung.

  Konflik terjadi Pada hari Rabu tanggal 30 bulan Juli tahun 2014, tepatnya pada

  7

  hari ketiga perayaan Idul fitri. Kedua Pekon tersebut masuk dalam wilayah administrative Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus. Secara geografis letak keduanya tidak terlalu berjauhan, jarak kedua Pekon hanya sekitar 5 kilometer. 7

  Konflik tersebut mengakibatkan beberapa orang meninggal di karenakan kesalah pahaman dan aksi main hakim sendiri. Akibatnya masyarakat dari kedua Pekon tersebut berkonflik secara fisik.

  8 Kapolres Tanggamus AKBP Adri Effendi menuturkan bahwa awal mula

  kejadian tersebut yaitu seseorang yang bernama Kudai warga pekon Karang Agung Kecamatan Semaka, bersama rekannya tertangkap mencuri sepeda motor di sebuah Masjid yang pemiliknya sedang melaksanakan shalat maghrib.

  Syahyani alias Kudai tertangkap warga dan dihakimi oleh warga hingga tewas di Dusun Mojoroto Pekon Sukaraja. Sementara salah seorang rekannya yang ikut melakukan aksi pencurian motor berhasil kabur. Pada saat yang bersamaan salah seorang warga dari Pekon Padawaras bernama Reval sambil menuntun sepeda motor melintas disekitar lokasi dimana pelaku pencurian sedang dihakimi massa.

  Reval bermaksud menanyakan perihal kejadian tersebut. Warga menduga bahwa Reval merupakan rekan Syahyani yang berhasil kabur dan berpura-pura bertanya, massa itu pun akhirnya memukuli Reval. Reval ikut menjadi korban amuk massa oleh warga Pekon Sukaraja. Padahal antara Reval dan Syahyani tidak ada

  9 hubungan sama sekali.

  Tindakan main hakim sendiri serta salah paham tersebut yang mengakibatkan terjadinya penyerbuan ke Desa Sukaraja oleh Desa karang agung yang ada di Kecamatan Semaka, massa tidak terima terhadap tindakan Desa Sukaraja yang main hakim sendiri memukuli syahyani alias kudai. Aksi pengrusakan dan pembakaran rumah warga Sukaraja terjadi hingga tiga kali. 9 Kristianto,

  “Konflik antar kampung di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus” Pertama terjadi sekitar pukul 19:00 WIB, aksi kedua pada pukul 21:00, dan yang

  10 ketiga pada hari kamis pukul 02:00” kata kapolres tanggamus.

  Konflik tersebut dapat diselesaikan oleh kedua kepala Pekon, yakni kepala Pekon Sukaraja dan Kepala Pekon Karang Agung. Kedua Kepala Pekon dari masing-masing Pekon menempuh proses mediasi untuk menyatukan pandangan pihak yang berkonflik sehingga di harapkan dapat terwujud keteraturan sosial dan kedamaian. Proses penyelesaian konflik melalui mediasi tersebut mampu mengakhiri konflik dan menghasilkan maklumat perjanjian damai.

  Meskipun konflik tersebut sudah selesai melalui mediasi, akan tetapi konflik-konflik kecil sering bermunculan dan meluas di tengah masyarakat antara kedua Pekon tersebut, seperti konflik yang disebabkan oleh permainan sabung ayam, sepak bola dan permainan burung dara. Konflik tersebut hanya dilakukan oleh sekelompok orang namun meluas di masyarakat. Isu yang muncul dan berkembang di tengah-tengah masyarakat selalu dikaitkan pada peristiwa konflik

  11 sebelumnya yakni konflik yang disebabkan oleh aksi main hakim sendiri.

  Peristiwa diatas menunjukan bahwa konflik telah selesai dengan cara mediasi oleh kedua Kepala Pekon, namun keteraturan dan kesatuan antara warga Sukaraja dan warga Karang Agung belum tercapai. Sedangkan yang terpenting setelah konflik perlu adanya integrasi sosial. Integrasi sosial adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki 10 Fadli Hamzah, 11konflik yang tak berkesudahan” Kamis (31/7/2014).

  Pra Survey, 1 januari 2015

  12

  keserasian fungsi. Maka dari itu, kebijakan Kedua Kepala Pekon yaitu Sukaraja dan Karang Agung melakukan proses integrasi sosial melalui pembinaan untuk menanamkan pemahaman kepada masyarakat tentang arti pentingnya hidup dalam berbagai macam perbedaan-perbedaan dalam masyarakat.

  Kedua Kepala Pekon tersebut saling berkordinasi dan saling memberi masukan. Kebijakan kedua Kepala Pekon tersebut diharapkan dapat menghasilkan perilaku masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial. Sehingga terdapat penyesuaian norma-norma yang konsisten dan dapat membentuk struktur masyarakat yang jelas. Maka dari itu, peniliti perlu mengkaji lebih jauh tentang kebijakan yang diambil oleh kepala Pekon Sukaraja dan Kepala Pekon Karang Agung dalam menyelesaikan konflik sosial dan upaya-upaya integrasi sosial.

  Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk menentukan penelitian lebih lanjut dan hasil penelitian ini di tuangkan dalam bentuk skripsi.

  Peneliti akan memfokuskan kajian pada kebijakan Kepala Pekon dalam proses Integrasi sosial setelah penyelesaian konfllik antar masyarakat (studi di Pekon Sukaraja dan Pekon Karang Agung Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus).

D. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan dari penelitian ini, yaitu: 12 Maurice Duverger, Sosiologi Politik, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2002), h. 308

  1. Kebijakan apa saja yang dibuat oleh kepala Pekon Sukaraja dan Karang Agung dalam mendorong terciptanya integrasi sosial pasca resolusi konflik di kedua Pekon?

  2. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan oleh kepala Pekon Sukaraja dan Karang Agung untuk mensosialisasikan kebijakan tersebut? 3. Apakah kebijakan yang dibuat berhasil menciptakan integrasi sosial pada kedua pekon?

  4. Kondisi apa saja yang menunjukan telah terjadi atau tidak terjadinya integrasi sosial pada kedua pekon?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Setelah identifikasi masalah dan batasan masalah selesai dirumuskan, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan dan manfaat penelitian.

  Tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu untuk mengetahui : 1. kebijakan-kebijakan Kepala Pekon Sukaraja dan Karang Agung dalam proses integrasi social.

  2. Langkah-langkah yang dilakukan oleh kedua kepala pekon dalam rangka mensosialisasikan kebijakan kebijakan yang dibuat.

  3. Berhasil atau tidaknya integrasi sosial pada Kedua Pekon.

  4. Kondisi masyarakat yang terjadi pasca dilakukannya kebijakan kedua Kepala Pekon dalam proses Integrasi sosial.

  Sedangkan Manfaat penelitian yaitu:

  1. Diharapkan dari penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang ilmu sosial dan politik melalui kajian kebijakan kepala pekon dalam proses integrasi sosial 2. Diharapkan dari penelitian ini mampu memberikan pemahaman bagi masyarakat arti pentingnya integrasi sosial khususnya pihak yang berkonflik yaitu antara Desa Sukaraja dan Desa Karang Agung. Bahwa konflik yang berujung kekerasan akan berdampak negative dan harus kita hindari.

F. Metode Penelitian

  Metode merupakan suatu cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan dengan teknik dan alat tertentu. Metode penelitian berarti proses pencarian data meliputi penentuan penjelasan konsep dan pengukurannya, cara- cara pengumpulan data dan teknik analisisnya.

  13 Proses pencarian data yang

  diperlukan dalam penelitian (skripsi) ini, penulis menggunakan tekhnik penelitian sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian a.

  Jenis Penelitian Dilihat dari tempat pelaksanaannya penelitian ini termasuk kedalam penelitian lapangan (Field Rreseacrh). Menurut Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi

  14

  , penelitian lapangan (Field Rreseacrh), yaitu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu kelompok sosial, individu, lembaga atau masyarakat. Sedangkan 13 Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi aksara, 2010), h. 01. 14 Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h.

  menurut M, Iqbal Hasan penelitian lapangan (Field Rreseacrh), yaitu penelitian yang langsung dilakukan dilapangan atau responden.

  Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian. Metode penlitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik, karena penelitian dilakukan dalam kondisi yang alamiah atau sesuai dengan kondisi dan situasi

  15

  sesungguhnya . proses penelitian ini yaitu, mengangkat data dan permasalahan yang ada dilapangan yang dalam hal ini adalah kebijakan kepala pekon dalam proses integrasi sosial setelah penyelesaian konflik antara masyarakat Desa Sukaraja dan masyarakat Desa Karang Agung.

  b.

  Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan suatu hal seperti kondisi apa adanya

  16

  yang ada dilapangan. Jadi penelitian ini menggambarkan sifat-sifat suatu individu, gejala-gejala, keadaan dan situasi kelompok tertentu secara tepat.

  Menurut Sumradi Suryabrata penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk penggambaran (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kej adian-kejadian tertentu. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto 15 M, Iqbal Hasan, Metode Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),

  h. 38 16

  “apabila penelitian bermaksud untuk mengetahui keadaan suatu mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak dan sejauh mana dan sebagainya, maka penelitiannya

  17 bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan atau menerangkan suatu peristiwa.

  Jadi sifat penelitian ini adalah deskriptif dan data yang diperoleh langsung dari objek penelitian, yaitu tentang kebijakan kepala pekon dalam proses Integrasi sosial di Pekon Sukaraja dan pekon Karangagung Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus.

2. Sumber Data

  Sumber data yang penulis gunakan dalam peneitian ini ada dua sumber data yaitu data primer dan sata sekunder.

  a.

  Data Primer Abdurrahmat Fathoni mengungkapkan bahwa data primer adalah data

  18

  yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertama. Sumber data primer adalah data utama dalam suatu penelitian, digunakan sebagai pokok yang diperoleh melalui interview, observasi, dan dokumentasi, dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah masyarakat kedua pekon yakni Sukaraja dan Karang Agung.

  b.

  Data Sekunder Data sekunder menurut Abdurrahmat Fathoni adalah data yang sudah jadi, biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen, misalnya mengenai data demografis suatu daerah dan sebagainya. 17 18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1989), h. 117 Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang diperoleh dari buku-buku literatur dan informan lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian kepala pekon dan aparat desa dari kedua pekon dalam rangka mendapatkan informasi mengenai kebijakan dan langkah-langkah mensosialisasikannya. Data tersebut merupakan data obyektif yang ada di

  19 lapangan dan tentunya sangat penting untuk menunjang hasil penelitian .

3. Populasi dan teknik sampling a.

  Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti

  20

  untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa yang dimaksud dengan populasi adalah “keseluruhan objek

  21 penelitian”.

  Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

  22

  untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan masyarakat pekon sukaraja dan pekon karang agung. Subjek penelitian ini adalah orang yang dapat memberikan informasi, yaitu Kepala Pekon Sukaraja dan Karang Agung Sedangkan yang menjadi objek 19 20 Ibid.

h. 40.

  Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&R, (Bandung : Alfabeta, 2013), h.117. 21 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), Cet, Ke-4 Edisi Revisi III, h. 62. 22 Sugiono, Metode Penelitian Adminitrasi, (Bandung: Alfabeta, 2001), h. 57. penelitian ini adalah proses integrasi sosial setelah penyelesaian konflik antara masyarakat Pekon Sukaraja dan Karang Agung.

  b.

  Responden Teknik sampling yang digunakan adalah teknik non random sampling yaitu tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk

  23

  ditugaskan menjadi anggota sampel. Cara ini dianggap paling tepat untuk dipilih menjadi anggota sampel sehingga keobjektifan hasil penelitian dapat terjamin.

  Pengambilan sampel digunakan jenis (purposive sampeling) yaitu pemilihan sekelompok subjek yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu

  24 yang dipandang memiliki sangkut paut dengan permasalahan yang diteliti.

  Sampel diambil tidak secara acak, melainkan ditentukan sendiri oleh peneliti. Karena peneliti hanya akan mengambil sampel dengan beberapa pihak yang terlibat proses integrasi sosial pasca resolusi konflik. Maka dari itu, Kriteria dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu kepala Pekon Sukaraja dan Kepala Pekon Karang Agung. Pertimbangan kriteria ini, karena kepala pekon merupaka pimpinan tertinggi di pekon yang bertanggung menyelesaikan masalah dengan membuat beberapa kebijakan kepada masyarakat. kebijakan tersebut tentunya mengarah pada proses integrasis sosial. sampel berikutnya, yaitu terdiri atas: 12 warga, dari masing masing warga sukaraja berjumlah 7 orang dan warga karang agung berjumlah 5 orang. Pertimbangan kriteria ini, karena ke 12 warga tersebut terlibat aktif dalam proses integrasi sosial 23 Hadi Sutrisno, Metodelogi Research I, ( Yogyakarta: YP Fak. Prikologi UGM, 1985), h.

  89. 24 Kontjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia,1981), h.

  pasca resolusi konflik serta mengikuti pembinaan yang diakukan oleh bapak kepala pekon. Sehingga peneliti sangat membutuhkan data primer dari responden yang tepat.

4. Alat Pengmpul Data

  Untuk mengetahui data sesuai dengan tujuan penelitian yang objektif, maka penulis menggunakan metode interview, metode observasi, dan metode dokumentasi.

  a.

  Metode Observasi Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung ke obyek penelitian untuk mengetahui dari dekat kegiatan yang dilakukan. Observasi

  25

  menurut Kartini Kartono adalah “studi yang sengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala- gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan”. Sedangkan Karl Weick, mendefinisikan observasi sebagai “penelitian, pengubahan, pencatatan dan pengodean serangkaian prilaku dan suasana yang

  26

  berkenaan dengan organisme tertentu, sesuai dengan tujuan- tujuan empiris”.

  Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan apabila, penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi non partisipan yang maksudnya adalah mengadakan pengamatan terhadap obyek penelitian dalam melakukan aktifitasnya tanpa terlibat langsung dalam aktifitasnya. 25 Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 1996), h.

  157. 26 Jalaludin Rahmat, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya,

  b.

  Metode interview (wawancara) Metode interview/ wawancara menurut Usman dan Purnomo Setiady

  27 Akbar adalah “tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung”.

  Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview adalah sebagai berikut :

  1. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

  2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar apa adanya dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

  3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh

  28 peneliti.

  Dari beberapa pendapat diatas, dapat penulis simpulkan bahwa interview atau wawancara adalah metode tanya jawab antara pewawancara sebagai pengumpul data terhadap nara sumber sebagai responden secara langsung untuk memperoleh

  29 informasi atau keterangan yang diperlukan.

  Adapun metode interview yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode interview terpimpin yaitu metode interview yang menggunakan pertanyaan untuk diajukan kepada subyek penelitian namun iramanya diserahkan kepada kebijakan pewawancara. Dapat diambil kesimpulan bahwa dalam penelitian ini penulis menggunakan metode interview terpimpin sebagai metode 27 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial, (Bumi Aksara: Jakarta, 2001), h. 57. 28 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&R, (Bandung: Alfabeta, 2013), h.194. 29

  pokok untuk memperoleh data yang penulis peroleh dari Kepala Pekon Sukaraja, Kepala Pekon Karang Agung. untuk mengetahui dan menganalisisi kebijakan kebijakan kepala pekon sukaraja dan karangagung dalam proses integrasi sosial.

  Metode dokumentasi.

  c.

  Metode dokumentasi Metode dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal variable yang

  30

  berupa catatan atau dokumen, surat k abar, majalah dan lain sebagainya”. Adapun penelitian ini metode dokumentasi yang penulis ambil yaitu : Catatan harian kepala pekon disertai foto dokumen.

5. Teknik Pengolahan Data

  31 Mengolah data yaitu “menimbang mengatur dan mengklasifikasikan”.

  Jadi dalam hal ini yang dimaksud pengolahan data adalah memilih secara hati- hati, menggolongkan, menyusun, dan mengatur data yang relevan, tepat dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam pengolahan data ini adalah : a.

  Pemeriksaan (editing) Yaitu pembenaran apakah data yang terkumpul melalui observasi, wawancara dan dokumentasi dianggap lengkap, relevan, jelas lalu data tersebut dijabarkan dengan bahasa yang lugas dan mudah difahami.

  a.

  Penandaan data (coding) Yaitu pemberian tanda pada data yang diperoleh baik berupa penomoran, penggunaan data, atau kata tertentu yang menunjukkan golongan, kelompok 30 31 Jalaludin Rahmat, Op. Cit. h. 97 Muhammad Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, klasifikasi dan menurut jenis atau sumbernya dengan tujuan untuk menyajikan data secara sempurna memudahkan rekontruksi serta analisa data.

  b.

  Penyusunan sistem data (sistematizing) Yaitu menguraikan hasil penelitian sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Menempatkan data menurut kerangka sistematika berdasarkan urutan masalah. Dalam hal ini yaitu mengelompokkan data secara sistematika, data yang

  32 diedit dan diberi tanda, menurut klarifikasi dan urutan masalah.

6. Teknik Analisa Data

  Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif, menurut Suharsimi Arikunto analisa kualitatif digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan dan diangkat sekedar untuk mempermudah dua penggabungan dua fariabel,

  33

  selanjutnya dikualifikasikan kembali. Setelah data tersebut diolah, kemudian dapat dianalisis dengan menggunakan cara berfiki r induktif, yaitu “berangkat dari fakta-fakta atau pristiwa-pristiwa yang kongkrit kemudian dapat ditarik

  34 kesimpulan yang bersifat umum ke khusus”.

  Jadi karena data yang akan dianalisis merupakan data kualitatif yang mana cara menganalisisnya menggambarkan kata-kata atau kalimat sehingga dapat disimpulkan, maka dalam peneitian ini penulis menggunakan metode berfikir induktif, untuk menarik kesimpulan dari data yang diperoleh yaitu 32 33 Ibid.

h. 93.

34 Suharsimi Arikunto, Op. Cit. h.209.

  Nana Sujana, Karya Ilmiah, Makalah, Skripsi, Tesis, Desertasi, (Semarang : Sinar Baru, 1987), h. 6. berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang kongkrit dan umum kemudian ditarik menjadi kesimpulan yang bersifat khusus.

G. Tinjauan Pustaka

  Guna mendukung penelaahan lebih lanjut sebagaimana yang dikemukakan pada latar belakang masalah di atas maka penulis berusaha untuk melakukan penela’ahan lebih awal terhadap sumber-sumber data pustaka yang ada, seperti halnya buku-buku maupun jurnal antara lain :

  1. Skripsi yang berjudul “Peranan Kepala Adat Dalam Penyelesaian

  Sengketa Tanah Ulayat Suku Wombonda Untuk Mewujudkan Kepastian Hukum Di Kabupaten Supiori Provinsi Papua

  ”. oleh Roby Herman Mniber jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2013. Skripsi tersebut membahas tentang peranan Kepala Adat dalam penyelesaian sengketa tanah.

  2. Skripsi yang berjudul “Peranan Kepala Desa Sebagai Motivator

  Pembangunan Desa

  ” (Studi di Desa Ngancar Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri) oleh Septiana Nur Utami, Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2011. Skripsi tersebut mengulas tentang peran seorang kepala desa sebagai motovator pembangunan desa.

  3. Skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pemerintahan Desa Di

  Kecamatan Karang Kobar Kabupaten Banjarnegara Tentang APBD Desa Tahun 2012 . Oleh Rifky akbar cahyawan, jurusan ilmu hukum fakultas syariah dan hukum, Universitas Sunan kalijaga jogjakarta tahun 2015.

  Skripsi tesebut menggambarkan tentang implementasi kebijakan-kebijakan pemerintahan desaterkait APBD dinamika serta peta konflik yang terjadi.

  Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan kajiannya pada kebijakan-kebijakan kepala pekon dalam proses integrasi sosial antar masyarakat pasca resolusi konflik. Serta peneliti berusaha untuk menggali data dimasyarakat terkait tingkat keberhasilan kebijakan yang dilakukan oleh kepala pekon serta menggambarkan kondisi sosial yang terjadi setelah pelaksanaan kebijakan-kebijakan di kedua pekon. Studi di Pekon Sukaraja dan pekon Karang Agung Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus..

BAB II PEMERINTAHAN PEKON, KONFLIK SOSIAL DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konsep Pemerintahan pekon, Kepala pekon dan peraturan pekon 1. Pengertian Pemerintahan Pekon Pemerintahan Pekon adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pekon dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan

  mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara

35 Pemerintahan Desa.

  Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 12 menegaskan bahwa (desa) Pekon tidak lagi merupakan wilayah administratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksana daerah, akan tetapi menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri masyarakat pekon yang berada dalam wilayah Kabupaten, sehingga setiap Pekon berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang ada di lingkungan masyarakatnya. Pemerintah Desa berfungsi untuk mengatur dan menyelenggarakan Pemerintahan di Desa, segala kegiatan yang dilakukan di Desa tersebut di koordinir oleh kepala Pekon (Kepala Desa). Menurut Bayu Suryaningrat Pemerintah Desa adalah suatu kegiatan dalam penyelenggaraan 35 Adisa Smita, Rahardjo. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan, (Yogyakarta: Graha Pemerintahan yang di laksanakan oleh organisasi Pemerintahan yang terendah langsung di bawah Camat, yaitu Pemerintahan Desa dan Pemerintahan

36 Kelurahan.

  Pemerintah desa merupakan organisasi pemerintahan desa yang terdiri atas: a.

  Unsur pimpinan, yaitu kepala desa b.

  Unsur pembantu kepala desa yang terrdiri atas; 1)

  Sekretariat desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh sekretaris desa 2)

  Unsur pelaksana teknis, yaitu unsur pembantu kepala desa yang melaksanakan urusan teknis dilapangan seperti urusan pengairan, keagamaan dan lain-lain. 3)

  Unsur kewilayahan, yaitu pembantu kepala desa diwilayah kerjanya seperti kepala dusun

2. Kepala Pekon

  Sebutan Kepala Desa menggunakan istilah yang berbeda-beda pada tiap- tiap Daerah. Kepala Pekon adalah sebutan lain dari Kepala Desa yang masing masing Kabupaten di Daerah tertentu mempunyai sebutan lain selain Kepala Desa. Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung menggunakan sebutan Kepala Desa dengan istilah Kepala Pekon. Kepala Desa/Kepala Pekon adalah Pemimpin dari Desa di Indonesia. Kepala Desa Merupakan pimpinan dari Pemerintah Desa.

  37 Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

  yang berlaku dalam sistem Pemerintahan Indonesia, bahwa Kepala Desa adalah 36 Bayu Suryaningrat, Pemerintah Administrasi Desa dan Kelurahan, (Jakarta: Aksara

  Baru, 1970), h. 74 37

  Kepala Pemerintahan Desa yang bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa dan Pemberdayaan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

  Kepala desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya kepala desa

  38

  mempunyai wewenang : a.

  Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD b. mengajukan rancangan peraturan desa c. menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD d. menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBD

  Desa untuk di bahas dan ditetapkan bersama BPD e. membina kehidupan masyarakat desa f. membina perekonomian desa g. mengoordinasikan pembangunan desa secara pasrtisipatif h. mewakili desanya di dalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang- undangan; dan i. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan

  Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya kepala desa mepunyai kewajiban: 38 Hanief Nurholis, pertumbuhan dan penyelenggaraan pemerintahan desa, (Jakarta: a.

  Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan undang- undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat d.

  Melaksanakan kehidupan demokrasi e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi nepotisme f.

  Menjalin hubunga kerja dengan seluruh mitra kerjapemerintahan desa g.

  Menaati dan menegakan seluruh peraturan perundang-undangan h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik i. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa j. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa k.

  Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa.

3. Peraturan Desa

  Peraturan desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala desa bersama Badan Permusyawaratan Desa. Definisi Peraturan ini berlaku di wilayah desa tertentu. Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat.

  Berdasarkan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, Desa atau yang disebut dengan nama lain diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka pengaturan kepentingan masyarakat, maka guna meningkatkan kelancaran dalam penyelenggaraan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan perkembangan dan tuntutan reformasi serta dalam rangka mengimplementasikan pelaksanaan UU No. 32 Th. 2004, ditetapkanlah Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang

39 Desa .

  Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, dengan demikian maka Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, serta harus memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat, dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka pendek.

  Selain Peraturan Desa yang wajib dibentuk, Pemerintahan Desa juga dapat membentuk Peraturan Desa yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya setempat, antara lain

1. Peraturan Desa tentang Pembentukan panitia pencalonan, dan pemilihan

  Kepala Desa 2. Peraturan Desa tentang Penetapan yang berhakmenggunakan hak pilih 39 dalam pemilihan Kepala Desa

  Lorianus Neris , “peraturan desa” (on-line) tersedia di: http (12

  3. Peraturan Desa tentang Penentuan tanda gambar calon, pelaksanaan kampanye, cara pemilihan dan biaya pelaksanaan pemilihan Kepala Desa

  4. Peraturan Desa tentang Pemberian penghargaan kepada mantan kepala desa dan perangkat desa

  5. Peraturan Desa tentang Penetapan pengelolaan dan pengaturan pelimpahan/pengalihan fungsi sumber-sumber pendapatan dan kekayaan desa 6. Peraturan Desa tentang Pungutan desa A.

   Mekanisme Persiapan, Pembahasan, Pengesahan Dan Penetapan Peraturan Desa 1.

  Rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa dan dapat berasal dari usul BPD

  2. Masyarakat dan Lembaga Kemasyaralcatan, berhak memberikan masuk-kan terhadap hal-hal yanmg berkaitan dengan materi Peraturan Desa, baiksecara tertulis maupun lisan terhadap Rancangan Peraturan Desa dan dapat dilakukan dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Desa 3. Rancangan Peraturan Desa dibahas secara bersama oleh Pemerintah

  Desa dan BPD 4. Rancangan Peraturan Desa yang bersal dari Pemerintah Desa, dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama BPD

5. Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujuibersama oleh Kepala

  Desa dan BPD selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejah tanggal perse-tujuan bersama, disampaikan oleh Pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut;

  6. Peraturan Desa wajib mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaan

  7. Peraturan Desa sejak ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku dan mem-punyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali ditentukan lain di

  40

  dalam Peraturan Desa tersebut, dan t.idak boleh berlaku surut 8. Peraturan Desa yang telah ditetapkan, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan 9. Khusus Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan

  Belanja Desa, pungutan, dan penataan ruang, yang telah disetujui bersama dengan BPD.

B. Sidang/Rapat Pembahasan Dan Penetapan Peraturan Desa 1.

  Naskah Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Pemerintah Desa, disampaikan kepada para anggota BPD selambat-lambatnya 3 (tiga) hari atau tiga lzali 24 jam sebelum Rapat Pembahasan 2. Naskah Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari BPD, disampaikan kepada Pemerintah Desa selambat-lambatnya 3 (tiga) hari atau tiga kali 40 24 jam sebelum Rapat Pembahasan

  Abdul kohar, “Pengertian, Manfaat, Dan Jenis Peraturan Desa” (on-line), tersedia di: http (20 mei 2012)

  3. Pemerintah Desa dan BPD mengadakan rapat pembahasan yang harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota BPD dan rapat dianggap tidalz sah apabila jumlah anggota BPD yang hadir kurang dari ketentuan tersebut

  4. Apabila rapat BPD dinyatakan tidak sah , Kepala Desa dan Ketua BPD menentukan waktu untuk mengadakan rapat berikutnya dengan me-minta persetujuan Camat selambat-lambatnya 3 hari setelah rapat pertama

  5. Rapat pembahasan Rancangan Peraturan Desa dapat dihadiri oleh lembaga kemasyarakatan dan pihak-pihak terkait sebagai peninjau

  6. Pengambilan keputusan dalam persetujuan Rancangan Peraturan Desa dilaksanakan melalui musyawarah mufakat

  7. Apabila dalam musyawarah mufakat tidak mendapatlzan kesepakatan yang bulat, dapat diambilvotingberdasarkan suara terbanyak

8. Persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Desa menjadi Peraturan

  Desa dituangkan dalam Berita Acara Rapat Pembahasan Rancangan Peraturan Desa 9. Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama tersebut, disampaikan oleh Pimpinan BPD paling lambat 7 (tujuh) hari kepada

  Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa; Kepala Desa wajib menetapkan Rancangan Peraturan Desa tersebut, dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut.

  10. Peraturan Desa dimuat dalam Berita Daerah oleh Sekretaris Daerah dan disebarluaskan oleh Pemerintah Desa (Pasa160 PP No. 72 Th. 2005) Proses jalannya sidang/rapat pembahasan

  41 C.

   Teknik Penyusunan

  Kerangka struktur Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa terdiri dari 1.

  Penamaan/Judul 2. Pembukaan 3. Batang Tubuh 4. Penutup 5. Lampiran (jika diperlukan) Aturan Penyusunan Peraturan Desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa.Aturan TurunanUntuk melaksanakan Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa. Nama istilah Peraturan Desadapat bervariasi di Indonesia.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - MAKNA GELAR ADAT LAMPUNG SAIBATIN (Studi di Pekon Kenali Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat) - Raden Intan Repository

0 2 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Peranan orang tua dalam membina ibadah sholat wajib anak di pekon Banding Agung Kabupaten Tanggamus - Raden Intan Repository

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - PERAN MAJLIS ULAMA INDONESIA LAMPUNG TENGAH DALAM MENGATASI KONFLIK SOSIAL (Studi Kasus konflik Jawa-Lampung di Kecamatan Anak Tuha) - Raden Intan Repository

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERLOMBAAN MEMANCING DENGAN SISTEM GALATAMA (Studi Pada Balong Pemancingan Desa Karang Sari Kecamatam Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan) - Raden Intan Repository

0 1 10

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - PRAKTIK GADAI POHON CENGKEH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Sumberjaya Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran) - Raden Intan Repository

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - PENYELESAIAN KONFLIK ANTARA PEMERINTAH THAILAND DAN MINORITAS MUSLIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM - Raden Intan Repository

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - SEWA-MENYEWA POHON MANGGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi kasus pada Masyarakat di Desa Cipanas Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon) - Raden Intan Repository

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - ANALISIS STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF PRODUKTIF DALAM MENINGKATAN KESEJAHTERAAN UMAT (Studi Pada Masjid Riyadlusolikhin Desa Margodadi Kecamatan Sumberjo Kabupaten Tanggamus) - Raden Intan Repository

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - ANALISIS KEBIJAKAN PERBANKAN SYARIAH DALAM PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH (Studi Pada Bank BRI Syariah Kantor Cabang Pembantu Natar) - Raden Intan Repository

0 1 14

KEBIJAKAN KEPALA PEKON DALAM PROSES INTEGRASI SOSIAL SETELAH PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR MASYARAKAT (Studi di pekon Sukaraja dan pekon Karang Agung Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus) - Raden Intan Repository

0 0 14