Analysis of Drought in the District Sekotong with Standardized Precipitation Indeks (SPI) and Desil Methods Artikel Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil

  

ANALISA KEKERINGAN DI KECAMATAN SEKOTONG

DENGAN METODE STANDARDIZED PRECIPITATION

INDEX (SPI) DAN DESIL

  

Analysis of Drought in the District Sekotong with Standardized Precipitation

Indeks (SPI) and Desil Methods

Artikel Ilmiah

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil

  

Oleh:

CANDRI SILA ISNAINI RYZKIA

F1A 011 028

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MATARAM

  

2016

  

ANALISA KEKERINGAN DI KECAMATAN SEKOTONG DENGAN METODE STANDARDIZED

PRECIPITATION INDEX (SPI) DAN DESIL

  Candri Sila Isnaini Ryzkia 1 , Humairo Saidah 2 , M. Bagus Budianto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram

  

INTISARI

  Kekeringan merupakan salah satu fenomena yang terjadi sebagai dampak sirkulasi musiman yang selalu terjadi setiap tahun. Para ahli banyak berpendapat bahwa kekeringan biasanya berhubungan dengan gejala pergeseran antara musim hujan dengan musim kemarau di Indonesia. Berdasarkan data historis, kekeringan di Indonesia seringkali berasosiasi dengan fenomena El Nino. Pengaruh El Nino lebih kuat pada musim kemarau yang menyebabkan berkurangnya jumlah curah hujan yang turun dari normalnya serta udara menjadi lebih kering

  Studi ini bermaksud untuk mengetahui indeks kekeringan di Kecamatan Sekotong dengan menggunakan metode Standardized Precipitation Index (SPI) dan Desil. Metode SPI dan Desil dapat mengidentifikasi adanya potensi kekeringan, karena curah hujan merupakan indikator utama kekeringan meteorologis. Kemudian dianalisa kedekatannya terhadap El Nino (SOI). Dan untuk sebagai peringatan dini bagi masyarakat setempat akan ancaman bahaya kekeringan dimasa yang akan datang maka akan dilakukan prediksi kekeringan.

  Hasil analisis kekeringan dengan metode Standardized Precipitation Index (SPI) bahwa ketiga stasiun hujan yang berpengaruh di Kecamatan Sekotong yaitu stasiun hujan Sekotong mengalami kekeringan terparah dengan nilai indeks kekeringan sebesar -2.598, sedangkan metode Desil menunjukkan presentase kejadian kekeringan dimana keadaan curah hujan di bawah normal (kering) sebesar 32.667%. Indeks kekeringan berdasarkan metode SPI maupun Desil tidak berkorelasi kuat terhadap nilai SOI, namun berkolasi cukup kuat terhadap besarnya curah hujan. Prediksi indeks kekeringan metode SPI dan Desil yang menggunakan data curah hujan bangkitan output Thomas Fiering masih kurang tepat dalam memprediksi atau meramalkan indeks kekeringan di Kecamatan Sekotong.

  Kata Kunci : Kekeringan, Indeks Kekeringan, SPI, Desil, El Nino SOI

  I. PENDAHULUAN

  A. Latar Belakang

  Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting peranannya untuk makhluk hidup terutama manusia. Air tidak hanya berperan penting dalam metabolisme tubuh manusia saja tetapi juga digunakan untuk aktivitas sehari-hari seperti untuk irigasi pertanian, perikanan, pembangkit tenaga listrik, serta penyediaan air bersih untuk minum maupun mandi. Oleh karena itu dibutuhkan pemanfaatan, pengolahan, dan pengendalian yang tepat agar dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.

  Walaupun air adalah salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui, namun terkadang air tidak selalu tersedia sesuai dengan kuantitas yang memadai sehingga sering terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan ketersediaan air terutama ketika musim kemarau tiba. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan. Kekeringan merupakan salah satu fenomena yang terjadi sebagai dampak sirkulasi musiman yang selalu terjadi setiap tahun.

  Para ahli banyak berpendapat bahwa kekeringan biasanya berhubungan dengan gejala pergeseran antara musim hujan dengan musim kemarau di Indonesia. Berdasarkan data historis, kekeringan di Indonesia seringkali berasosiasi dengan fenomena El Nino. Pengaruh El Nino lebih kuat pada musim kemarau yang menyebabkan berkurangnya jumlah curah hujan yang turun dari normalnya serta udara menjadi lebih kering (Yosilia, 2015).

  Berdasarkan peta kejadian bencana kekeringan di Indonesia antara 1979 – 2009 yang dibuat oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), NTB mengalami 50 kali kejadian kekeringan. Beberapa kejadian kekeringan terparah di NTB yang dipengaruhi El Nino sangat dirasakan pada tahun 1995/1996 dan 1997/1998 (BPTPH, 1999). Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kelas I Kediri NTB (2015) kekeringan terjadi di 6 Kecamatan di Kabupaten Lombok Barat, salah satunya adalah Kecamatan Sekotong. Kecamatan Sekotong merupakan Kecamatan yang mengalami kekeringan terparah karena dari sembilan desa yang ada, hampir seluruhnya mengalami kekeringan. Maka perlu upaya untuk mengetahui kondisi kekeringan di Kecamatan

  D. Manfaat Penelitian

  Sekotong sebagai langkah antisipasi dini terhadap kekeringan.

  Salah satu parameter yang dapat dijadikan pengukur tingkat keparahan kekeringan adalah indeks kekeringan. Indeks kekeringan seperti

  Standardized Precipitation indeks (SPI) dan Desil

  telah terbukti sebagai alat penting yang baru diketemukan dan telah diterima oleh masyarakat luas di berbagai Negara. Berdasakan deklarasi Lincoln 8

  E. Batasan Masalah 1. Penelitian dilakukan di Kecamatan Sekotong.

  Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian Ini adalah untuk membantu pemerintahan setempat dengan memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang tepat untuk menghadapi kekeringan.

  • – 11 Desember 2009 dalam pembahasan mengenai standar indeks kekeringan dan pedoman untuk sistem peringatan dini kekeringan (Drought Early

  Oleh karena itu, penulis ingin menerapkan metode Standardized Precipitation indeks (SPI) dan Desil dalam menganalisa kekeringan di Kecamatan Sekotong sehingga untuk kedepannya dapat dilakukan tindakan pencegahan sedini mungkin terhadap kekeringan. Maka penulis tertarik mengambil judul

  “Analisa Kekeringan di Kecamatan Sekotong dengan Metode Standardized P recipitation Index (Spi) dan Desil”.

  analisa diketahui persentase kejadian kekeringan pada periode 1 bulanan di bulan Januari keadaan curah hujan dibawah normal (kering) di semua stasiun hujan adalah 31,58%, Februari 31,58% - 36,84%, Maret 31,58% - 36,85%, April 31,58%, Mei 31,58% - 36,85%, Juni 36,84% - 57,90%, Juli 57,89% - 89,47%, Agustus 68,42% - 89,50%,

  Untuk Analisa Kekeringan Menggunakan Metode Desil Pada DAS Widas Kabupaten Nganjuk”, dari

  Fitria Nuril Umami (2013), melakukan penelitian “Aplikasi Sistem Informasi Geografi

  dari analisa didapat indeks kekeringan menggunakan metode Standardized Precipitation Index (SPI) pada periode defisit 1, 4, 6, 12 dan 24 dengan nilai indeks kekeringan masing- masing (-4,014), (-3,614), (-3,750), (-3.819 dan (- 3,066). Dari tiap periode defisit didapatkan bahwa kekeringan terparah terjadi pada tahun 1997 dengan tingkat kekeringan ”amat sangat kering”. Kekeringan meteorologi yang terjadi juga memiliki hubungan terhadap nilai SOI. Ketika terjadi nilai defisit maka SOI bernilai negatif, begitu juga sebaliknya ketika terjadi nilai surplus maka SOI bernilai positif. SOI tersebut merupakan indikator terjadinya El Nino, semakin kecil nilai SOI maka akan terjadi El Nino yang kuat hal tersebut menyebabkan terjadinya kekeringan yang panjang.

  “Analisa Indeks Kekeringan Dengan Metode Standardized Precipitation Index (SPI) dan sebaran kekeringan dengan Geographic Information System (GIS) pada DAS Ngrowo”,

  Hadi Muliawan (2012), melakukan penelitian

  A. Tinjauan Pustaka

  II. DASAR TEORI

  Precipitation Index (SPI) dan Desil.

  5. Analisis kekeringan dalam penelitian ini menggunakan metode Standardized

  4. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur kekeringan meteorologis.

  3. Analisis pembangkitan data curah hujan dipakai Model Thomas Fiering yang digunakan untuk prediksi data curah hujan. Metode ini digunakan hanya sebagai alat bantu untuk memprediksi data hujan periode tahun 2015 – 2020.

  2. Data curah hujan yang digunakan dari Stasiun Hujan Sekotong dengan panjang data 25 tahun (1990 – 2014).

  Warning System) menyatakan bahwa metode

  SPI direkomendasikan sebagai metode indeks kekeringan untuk monitoring dan mengkarakterisasikan tingkat kekeringan meteorologis diseluruh dunia (Hayes dkk, 2011). Sedangkan metode Desil dipilih sebagai ukuran kekeringan oleh Austalian Drought Watch

  System karena relatif sederhana untuk dihitung (Sudhian Aryadipura, 2012).

B. Rumusan Masalah

  4. Untuk mengetahui prediksi indeks kekeringan Kecamatan Sekotong.

  3. Untuk mengetahui ketelitian antara indeks kekeringan metode SPI dan metode Desil terhadap besarnya curah hujan.

  2. Untuk mengetahui ketelitian antara indeks kekeringan metode SPI dan metode Desil terhadap El Nino (SOI).

  1. Untuk mengetahui indeks kekeringan Kecamatan Sekotong dengan menggunakan metode Standardized Precipitation Index (SPI) dan Desil.

  3. Bagaimana ketelitian antara indeks kekeringan metode SPI dan metode Desil terhadap besarnya curah hujan?

  2. Bagaimana ketelitian antara indeks kekeringan metode SPI dan metode Desil terhadap El Nino (SOI)?

  Desil?

  Standardized Precipitation Index (SPI) dan

  1. Berapa indeks kekeringan yang terjadi di Kecamatan Sekotong menggunakan metode

4. Bagaimana prediksi indeks kekeringan Kecamatan Sekotong .

C. Tujuan Penelitian

  3. Kekeringan hidrologi (hydrological drought) Didefinisikan sebagai kekurangan pasok air permukaan dan air tanah dalam bentuk air di danau dan waduk, aliran sungai, dan muka air tanah. Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka air sungai, waduk, danau dan air tanah

  September 84,21% - 89,47%, Oktober 31,58% - 57,89%, November 31,58% dan Desember 31,58%. Pada periode 3 bulanan DJF 31,58% - 33,33%, MAM 63,16% - 94,74% , JJA 100% dan SON 89,47%- 100%. Pada Periode 6 bulanan SONDJF 27,78% - 33,33% dan MAMJJA 78,95%

  • 100% sedangkan pada periode 12 bulan adalah 31,58%. Dan hasil Analisa jika dikaitkan dengan kejadian El Nino mengindikasikan adanya keterkaitan karena adanya kemiripan tren kejadian kekeringan pada stasiun pengamatan dengan kejadian El Nino. Kejadian El Nino terparah terjadi pada tahun 1997, pada tahun tersebut semua stasiun pengamatan menunjukkan adanya kekeringan. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh El Nino terhadap curah hujan yang turun.

  Kekeringan Meteorologis Menggunakan SPI (Standardized Precipitation Index ) Di Pulau Bali”,

  Indeks kekeringan merupakan suatu perangkat utama untuk mendeteksi, memantau, dan mengevaluasi kejadian kekeringan. Untuk menduga nilai indeks kekeringan suatu wilayah terdapat beberapa metode yang dalam proses perhitungannya dapat memanfaatkan beberapa data, baik data iklim maupun kelengasan tanah.

  Index (SOI)

  2. Indeks Osilasi Selatan / Southern Oscillation

  Samudra Pasifik ekuator bagian tengah dan timur memanas, yakni suhu berada di atas normal. Sebaliknya, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik ekuator bagian barat atau di sekitar wilayah perairan Indonesia menjadi lebih dingin dari biasanya, yaitu suhu berada di bawah normal. Keadaan inilah yang menjadi salah satu parameter yang mengindikasikan terjadinya El Nino. Kondisi sebaliknya mengindikasikan terjadinya La Nina.

  1. Anomali Suhu Permukaan Laut Ketika terjadi El Nino, suhu permukaan laut di

  Terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi terjadinya El Nino, antara lain:

  Sumber : (Solikhati, 2013, dalam Anggun 2015) 3) El Nino

  Tabel 1 Beberapa metode indeks kekeringan dan masukan data yang dibutuhkan dalam perhitungan

  2) Metode Indeks Kekeringan

  dari analisa didapat hubungan El Nino dengan kekeringan meteorologis yang dicerminkan masing-masing oleh nilai SOI dan nilai SPI adalah positif. Hal tersebut diuji dengan menggunakan nilai SPI skala waktu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Nilai R2 yang paling besar didapatkan pada korelasi antara nilai SOI dengan nilai SPI-6 bulan, yaitu 0,5066 pada stasiun hujan Ngurah Rai dan 0,5587 pada stasiun hujan Celuk.

  .

  Mira Anantha Yosilia (2014), melakukan penelitian “Analisis Hubungan El Nino Dengan

1) Kekeringan

  Kekeringan ini berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam tanah (lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan air bagi tanaman pada suatu periode tertentu. Dicirikan dengan kekurangan lengas tanah.

  2. Kekeringan pertanian (agricultural drought) Kekeringan pertanian ini terjadi setelah terjadinya gejala kekeringan meteoro-logis.

  Didefiniskan sebagai kekurangan hujan dari yang normal atau diharapkan selama periode waktu tertentu. Perhitungan tingkat kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama terjadinya kondisi kekeringan.

  drought)

  1. Kekeringan meteorologi (meteorology

  Kekeringan diawali dengan berkurangnya jumlah curah hujan dibawah normal pada satu musim, kejadian ini adalah kekeringan meteorologis yang merupakan tanda awal dari terjadinya kekeringan. Tahapan selanjutnya adalah berkurangnya kondisi air tanah yang menyebabkan terjadinya stress pada tanaman (disebut kekeringan pertanian), tahapan selanjutnya terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah yang ditandai menurunya tinggi muka air sungai ataupun danau (disebut kekeringan hidrologis). Kekeringan dibagi menjadi 3 jenis yaitu: El Nino juga memiliki intensitas yang dikategorikan menurut besarnya penyimpangan suhu muka air laut yang menyebabkan perubahan tekanan udara di atas nilai rata- ratanya. Perubahan tekanan udara tersebut dapat dibaca dengan Indeks Osilasi Selatan (South Oscillation Index / SOI). Biasanya nilai SOI yang dipakai untuk kepentingan analisis klimatologi berskala bulanan, sebab nilai SOI dengan skala harian atau mingguan dapat dipengaruhi oleh pola-pola cuaca harian. SOI mengindikasikan adanya El Nino ataupun La Nina di Samudra Pasifik dengan melihat perbedaan tekanan atmosfer antara Tahiti dan Darwin. Darwin merupakan perwakilan dari wilayah Hindia

  • – Australia, sedangkan Tahiti mewakili wilayah Amerika Selatan. Ketika El Nino terjadi, tekanan udara rata- rata di Darwin lebih tinggi daripada di Tahiti, ditunjukkan dengan nilai SOI yang negatif, sedangkan nilai SOI positif mengindikasikan terjadinya La Nina. Intensitas El Nino dikatakan semakin kuat apabila nilai SOI- nya semakin negative. Hal tersebut dijelaskan oleh Salmawati (2010) tentang tingkatan intensitas El Nino dan La Nina :

  a. El a. Nino dikatakan lemah, apabila nilai SOI - 5 s/d 0 dan berlangsung minimal 3 bulan berturut-turut.

  b. El Nino dikatakan sedang, apabila nilai SOI - 10 s/d -5 dan berlangsung minimal 3 bulan berturut-turut.

  c. El Nino dikatakan kuat, apabila nilai SOI lebih kecil dari -10 dan berlangsung minimal 3 bulan berturut-turut.

  Tabel 2 Klasifikasi nilai Indeks Osilasi Selatan /

  Southern Oscillation Index (SOI) Sumber : Based on Oceanic Nino Index Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des 1990 -1.1 -17 -8.5 -0.5 13.1

1

5.5 -5 -7.6 1.8 -5.3 -2.4 1991 5.1 0.6 -11 -13 -19 -5.5 -1.7 -7.6 -17 -13 -7.3 -17 1992 -25 -9.3 -24 -19

0.5 -13 -6.9

1.4 0.8 -17 -7.3 -5.5 1993 -8.2 -7.9 -8.5 -21 -8.2 -16 -11 -14 -7.6 -14 0.6 1.6 1994 -1.6 0.6 -11 -23 -13 -10 -18 -17 -17 -14 -7.3 -12 1995 -4 -2.7 3.5 -16 -9 -1.5 4.2 0.8 3.2 -1.3 1.3 -5.5 1996 8.4 1.1 6.2 7.8 1.3

13.9

6.8 4.6 6.9 4.2 -0.1 7.2 1997 4.1 13.3 -8.5 -16 -22 -24 -9.5 -20 -15 -18 -15 -9.1 1998 -24 -19 -29 -24 0.5

9.9

14.6 9.8 11.1 10.9 12.5 13.3 1999 16 8.6 8.9 18.5 1.3

1

4.8 2.1 -0.4 9.1 13.1 12.8 2000 5.1 12.9 9.4 16.8

3.6 -5.5 -3.7

5.3 9.9 9.7 22.4 7.7 2001 8.9 11.9 6.7 0.3 -9 1.8 -3 -8.9 1.4 -1.9 7.2 -9.1 2002 2.7 7.7 -5.2 -3.8 -15 -6.3 -7.6 -15 -7.6 -7.4 -6 -11 2003 -2 -7.4 -6.8 -5.5 -7.4 -12 2.9 -1.8 -2.2 -1.9 -3.4 9.8 2004 -12 8.6 0.2 -15 13.1 -14 -6.9 -7.6 -2.8 -3.7 -9.3 -8 2005 1.8 -29 0.2 -11 -15

2.6

0.9 -6.9 3.9 10.9 -2.7 0.6 2006 13 0.1 13.8 15.2 -9.8 -5.5 -8.9 -16 -5.1 -15 -1.4 -3 2007 -7.3 -2.7 -1.4 -3 -2.7 5 -4.3 2.7 1.5 5.4 9.8 14.4 2008 14 21.3 12.2 4.5 -4.3

5

2.2 9.1 14.1 13.4 17.1 13.3 2009 9.4 14.8 0.2 8.6 -5.1 -2.3 1.6 -5 3.9 -15 -6.7 -7 2010 -10 -15 -11 15.2 10

1.8

20.5 18.8 25 18.3 16.4 27.1 2011 20 22.3 21.4 25.1 2.1

0.2

10.7 2.1 11.7 7.3 13.8 23 2012 9.4 2.5 2.9 -7.1 -2.7 -10 -1.7 -5 2.7 2.4 3.9 -6 2013 -1.1 -3.6 11.1 0.3 8.4

13.9

8.1 -0.5 3.9 -1.9 9.2 0.6 2014 12 -1.3 -13 8.6 4.4 -1.5 -3 -11 -7.5 -8 -10 -5.5 Sumber : Australian Government Bureau of Meteorology (http://www.bom.gov.au/climate/current/soi2.shtml)

Tabel 3 Nilai Indeks Osilasi Selatan / Southern Oscillation Index (SOI)

B. Analisa kekeringan untuk skala waktu tertentu.

1) Uji Konsistensi Data Kekeringan terjadi pada waktu SPI secara

  Untuk memperoleh hasil analisis yang baik, berkesinambungan negatif dan mencapai data hujan harus dilakukan pengujian konsistensi intensitas kekeringan dengan SPI bernilai -1 atau terlebih dahulu untuk mendeteksi penyimpangan kurang, sedangkan kekeringan akan berakhir ini. Uji konsistensi dilakukan dengan metode apabila nilai SPI menjadi positif. RAPS.

  Tabel 4 Klasifikasi nilai SPI Persamaan yang digunakan adalah sebagai * berikut :

  • * S * k Sk D y

  K = 0,1,2, … , n n 2 YY i

    2i 1 Dy k n * Sumber : Hayes, “Revisiting the SPI :

  SYY kii 1 Clarifying the Process”, 2000

  

  1. Menghitung rata-rata : k = 1,2,3, … , n

  xx =

  dengan :

  n

  n = jumlah data hujan Dengan :

  Y i x = nilai rata-rata kejadian hujan (mm)

  = data curah hujan (mm)

  = jumlah kejadian hujan (mm)  x

  Y

  = rerata curah hujan (mm) n = jumlah data

  S , S , D k k y

  menghitung di Microsoft Excel dengan fungsi = nilai statistik

  = AVERAGE (first : last)

  2. Menghitung Standar Deviasi : Nilai statistik Q * *

   ( xx ) Qmaks S k

   kn Sdn

  Dengan : S = standar deviasi Nilai Statistik R (Range) * * * * menghitung di Microsoft Excel dengan fungsi

  R maks S min S   k k

  = STDEV (first : last)

   knkn

  3. Menghitung alpha : dengan : 2 Q = nilai statistik

  x  

  n = jumlah data hujan 2 Sd Dengan :

  Dengan melihat nilai statistik di atas maka dapat

  x Qy n Ry n

  / / = Nilai rata-rata kejadian hujan (mm) dicari nilai dan

  Sd = Standar deviasi Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai

  4. Menghitung beta :

  Qy n Ry n

  / / syarat dan syarat.

  x  

   2) Metode Standardized Precipitation Index Dengan : (SPI) x

  = Nilai rata-rata kejadian hujan (mm) SPI untuk suatu lokasi dihitung berdasarkan

   = Nilai bentuk (shape)/alpha

  data hujan yang cukup panjang untuk periode yang diinginkan.

  McKee et al (1993) menggunakan klasifikasi dibawah ini untuk mengidentifikasikan intensitas kekeringan, dan juga kriteria kejadian

  • untuk 0 < H(x) ≤ 0.5
  • 3 3 2 2 1 2 2 1<
  • untuk 0.5 &lt; H(x) ≤ 1.0
  • 3 3 2 2 1 2 2 1

      Perbandingan ini bertujuan untuk mengetahui apakah nilai El Nino SOI mempengaruhi terjadinya kekeringan dengan cara mencari angka koefisien korelasinya, dimana nilai SPI dan Desil merupakan nilai model (Isim), sedangkan nilai SOI merupakan nilai pengamatan lapangan (Iobs).

      = Batas bawah rentang interval Desil-1 (nyata) b

      cf = Frekwensi kumulatif di bawah Desil-1

      yang dicari

      d f

      = Frekwensi pada interval Desil-1 yang dicari

      N

      = Jumlah seluruh frekwensi dalam distribusi

      n

      = Desil yang dicari (

      n = 1) i

      = lebar interval Tabel 5 Makna peringkat Desil (Gibbs dan

      Maher, 1967)

      Sumber : H. Ghasemi, 2011 4) Evaluasi Ketelitian Kekeringan tehadap El Nino (SOI) dan Besarnya Curah Hujan

      a.

      membatasi 10 % frekwensi yang terbawah dalam distribusi.

      Koefisien Korelasi Yang dimana nilai r = 1 berarti bahwa korelasi antara peubah y dan x adalah positif

    3) Metode Desil

      (meningkatnya nilai x akan mengakibatkan meningkatnya nilai y), sebaliknya jika r = -1, berarti korelasi antara peubah y dan x adalah negatif (meningkatnya nilai x akan mengakibatkan menurunnya nilai y). Nilai r = 0 menyatakan tidak ada korelasi antar peubah. Bentuk persamaan koefisien korelasi sebagai berikut :

           

             n i n i j

      Isim Isim obs

      I Iobs Isim Isim obs

      I Iobs r 1 2 2 1 ) ( ) ( ) ( ) (

      Dimana : Iobs = Nilai pengamatan

      obs

      I

      = Rata-rata nilai pengamatan

      Isim = Nilai model Isim

      = Rata-rata nilai model

      Bb

      Dimana :

      5. Menghitung gamma distribusi :

      Dengan :

      dx e t a G dx x g x x x x a

       

         

         1 ) ( 1 ) ( ) (

      menghitung di Microsoft Excel dengan fungsi = GAMMADIST (x, β, α, true)

      6. Menghitung transfom gamma distribution :

         

         2 ) (

      1 ln H x t untuk 0 &lt; H(x) ≤ 0.5

         

          2 )) (

      1 (

      1 ln H x t untuk 0.5 &lt; H(x) ≤ 1.0

      ) ( ) ) 1 ( ( x G q q x H   

        

      q = m/n dengan m adalah jumlah kejadian hujan 0 mm dalam deret seri data hujan.

      7. Menghitung nilai SPI

      1 ( t d t d t d t c t c c

      SPI t Z     

         

      1 ( t d t d t d t c t c c

      SPI t Z     

         

      Dengan : c = 2.515517 d 1 = 1.432788 c 1 = 0.802853 d 2 = 0.189269 c 2 = 0.010328 d 3 = 0.001308

      Metode ini dikembangkan oleh Gibbs dan Maher (1967) kata desil berasal dari satu per sepuluh, dimana rentetan data diurut menjadi 10 kelompok. Kelompok pertama adalah hujan dengan kemungkinan lebih kecil, 10 % dari seluruh kejadian. Kelompok kedua adalah curah hujan dengan kemungkinan lebih kecil, 20 % dari seluruh kejadian.

      i f N cf n

      Bb D d b .

      10 1     

          

    1 D = Desil-1 yang dicari pada suatu titik yang

      Tabel 6 Skala nilai r

      p = Curah hujan rerata bulan ke-j (mm) j Nilai Koefisien Korelasi Keterangan

      3. Menghitung koefisien korelasi tiap-tiap bulan

      0,000 - 0,199 Sangat Rendah

      dengan rumus berikut : n

      0,200 - 0,399 Rendah ( p p ) ( p p )   

        i , j j i , j 1 j 1 

       0,400 - 0,599 Cukup i 1 rj

      0,600 - 0,799 Kuat n 2 2 ( pp )  ( pp ) 0,800 - 1,000 Sangat Kuat

       i , j i , jj j 1   1i1 Sumber : Sudjana (1982) dalam Anggraeni

      Dengan:

      (2008)

      r j = Koefisien korelasi curah hujan rerata bulan ke-j dengan bulan ke-j-1 Akan tetapi pada penelitian ini akan digunakan p i,j = Curah hujan tahun ke-i, bulan ke-j (mm) rumus korelasi pada Microsoft Excel.

      p = Curah hujan rerata bulan ke-j (mm) j

    5) Model Bangkitan Data dengan Model

      p i,j-1 = Curah hujan tahun ke-i, bulan ke j- 1 (mm)

      Thomas Fiering

      = Curah hujan rerata bulan ke j-1 (mm)

      p -1 j

      Bentuk persamaan metode Thomas Fiering

      4. Menghitung koefisien regresi bulanan (Fiering, 1971). i, j = j . + t i,,j. s ( 2 dengan rumus berikut :

      1 r ) p p + b ( pp )  jj i , j 1 j j 1 r s j jbj

      Dengan :

      s j 1p i, j = Curah hujan hasil pembangkitan yang

      Dengan : dicari (pada tahun ke-i, bulan ke-j) b j = Koefisien regresi bulan ke-j

      p i,j-1 = Curah hujan pada tahun ke-i, bulan ke j-

      r j = Koefisien korelasi curah hujan rerata bulan 1 (pada bulan sebelumnya) ke-j dengan bulan ke-j-1

      p = Nilai rerata curah hujan bulan ke-j j

      S j = Simpangan baku bulan ke-j = Nilai rerata curah hujan pada bulan S j-1 = Simpangan baku bulan ke-j-1

      p j 1

      5. Menentukan rangkaian bilangan acak sebelumnya (bulan ke-j-1) diperoleh dari program Minitab v.16. r j = koefisien korelasi curah hujan bulan ke-j

      6. Membangkitkan rangkaian data dengan dengan bulan ke-j-1 menggunakan rumus Thomas Fiering. b j = Koefisien regresi bulan ke-j-1 2 S j = Simpangan baku bulan ke-j

      p i, j = j . + t i,,j. s ( 1  r ) p + b ( pp ) j i , j 1 j 1 j j

      t i,j = Nilai acak berdistribusi normal baku (pada tahun ke-i, bulan ke-j) Parameter-parameter statistiknya yaitu:

      1. Menghitung curah hujan rerata tiap-tiap bulan dari data historis yang tersedia dengan rumus sebagai berikut: n

      p i , ji 1 pj n

      Dengan:

      p = Curah hujan rerata bulan ke-j (mm) j

      p ij = Curah hujan ke-I, bulan ke-j (mm) n = Panjang data bulan ke-j

      2. Menghitung simpangan baku (standar deviasi) tiap-tiap bulan sepanjang data curah hujan historis dengan rumus sebagai berikut: n 2

      ( pp ) i , j ji 1

       sj n

    1 Dengan :

      Sj = Simpangan baku bulan ke-j pi,j = Curah hujan tahun ke-I, bulan ke-j (mm)

    III. Metoda Penelitian

      Lokasi penelitian Sumber : Google Maps

      Gambar 2 Lokasi penelitian 2) Uji Konsistensi Data Hujan

      Dalam pencatatan ini, uji konsistensi data curah hujan dilakukan dengan metode RAPS. Berikut adalah hasil dari uji dengan menggunakan metode RAPS.

      Contoh analisis uji konsistensi data curah hujan stasiun hujan Sekotong pada tahun 1990 adalah sebagai berikut :

      1. Curah hujan tahun 1990 (Xi) = 1258 mm

      2. Jumlah data hujan (n) = 25

      3. Nilai rata-rata keseluruhan hujan (

      X ) =

    • * 1362,588 mm

      4. Nilai Statistik (S K ) = ( xx ) i = 1258 – 1362,588 = -104,588 mm

      2 ( ) 2 Xi

      X

      5. Nilai Statistik (D y ) =

      n

      2

    • ( 1258 1362,588 )

      Gambar 1 Bagan Alir Penelitian = = 437,542

      25 2

      6. Dy =  D = = 241,028

      IV. Analisa dan Pembahasan 58094,260 y SK *

    • 104,588

    1) Lokasi Penelitian

    • ** Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan

      7. Nilai Statistik S K = =

      Dy 241,028

      Sekotong, Kabupaten Lombok Barat dengan tiga stasiun hujan berpengaruh yaitu stasiun hujan

    • ** = -0,434 Sekotong.

      8. Harga Mutlak | S K | = 0,434 Hasil perhitungan untuk tahun-tahun selanjutnya stasiun hujan Sekotong dapat dilihat pada Tabel 7.

    • Menghitung β ;

         

      93.844 637 .

      

    2 200 .

         

      Contoh perhitungan bulan Januari tahun 1990 stasiun hujan Sekotong : H(x) = + 1 − . = 0 + (1

      x   = 2.637 152 405 .

      247.508 2 2

      

    x

      

      =

      2 247.508 

    • Menghitung gamma distribusi : Contoh perhitungan bulan Januari tahun 1990 stasiun hujan Sekotong :

      Contoh perhitungan dengan 0.5 &lt; H(x) ≤ 1.0 bulan Januari tahun 1990 :

      dx e x a G dx x g x x x x a

       

      = 0.934

         1 ) ( 1 ) ( ) (

      = 1

      ( ) ( −1) −( )

    • Menghitung probabilitas kumulatif H(x)
      • – 0 ) x 0.934 = 0.934

    • Menghitung transform gamma distribusi : Contoh perhitungan dengan 0 &lt; H(x) ≤ 0.5 yaitu bulan Januari tahun 1992 :

      1 ln t = 1.796

      1 (

         

        

    2 ) 934 .

      Tabel 7 Uji RAPS stasius hujan Sekotong

      Sumber : Hasil perhitungan

      Dari hasil perhitungan untuk Uji RAPS data curah hujan, didapatkan nilai n Q

      /

      &lt; n Q

      /

      ijin 90% serta n R / &lt; n R / ijin 90 % memenuhi syarat. Berdasarkan uji konsistensi data dengan menggunakan metode RAPS (Rescaled Adjusted Parsial Sums) hasil pengujian pada stasiun hujan Sekotong adalah konsisten. Data yang konsisten menunjukan bahwa data curah hujan yang digunakan pada analisa ini tidak mengalami perubahan sifat atau pun pergeseran nilai rata-ratanya (mean).

      = 1 93.844 2.637 x (2.637) 505 (2.637

      2 796 . 1 ( 3 2 2 x x x x x

      . 1 010328 796 . . 1 802853 515517 .

          ) 796 . . 1 001308 796 . . 1 189269 796 . . 1 432788

      SPI t Z     

      1 ( 3 3 2 2 1 2 2 1 t d t d t d t c t c c

      )

      1 ln t = 2.332

      −1) −( 505 93.844 )

    • Menghitung nilai SPI : Contoh perhitungan dengan 0 &lt; H(x) ≤ 0.5 yaitu bulan Januari tahun 1992 :

    3) Analisa Kekeringan

    a. Metode SPI

    • Menghitung rata-rata :
    • Menghitung Standar Deviasi :

      x

      Contoh perhitungan pada sasiun hujan Sekotong bulan Januari :

      = 1.508 No Tahun Hujan SK* I SK** I 1 2 3 4 7 1 1990 1258 -104.588 0.434 2 1991 1459 -8.175 0.034 3 1992 1260 -110.763 0.460 4 1993 1420 -53.350 0.221 5 1994 1264 -151.938 0.630 6 1995 1229 -285.525 1.185 7 1996 1229 -419.113 1.739 8 1997 1047 -734.700 3.048 9 1998 1510 -587.288 2.437 10 1999 1762 -187.875 0.779 11 2000 1101 -449.463 1.865 12 2001 1351 -461.050 1.913 13 2002 1344 -479.638 1.990 14 2003 1585 -257.225 1.067 15 2004 961 -658.813 2.733 16 2005 1018 -1003.400 4.163 17 2006 1517.500 -848.488 3.520 18 2007 1813.500 -397.575 1.650 19 2008 1287.000 -473.163 1.963 20 2009 1373.750 -462.000 1.917 21 2010 1396.938 -427.650 1.774 22 2011 972.000 -818.238 3.395 23 2012 1564.300 -616.525 2.558 24 2013 1865.800 -113.313 0.470 25 2014 1475.900 0.000 0.000 Total 34064.688 Rata-Rata 1362.588 Hasil akar n 25 S k ** maks 0.000 S k ** min -4.163 Q 4.163 R 4.163 Q / (n) (1/2) hit 0.833 &lt; 90% = 1.11 Konsisten R / (n) (1/2) hit 0.833 &lt; 90% = 1.37 Konsisten Sumber : Hasil perhitungan R / (n) (1/2) tabel Q / (n) (1/2 ) tabel S k ** maks = maks kolom 6 S k ** min = min kolom 6 Q = maks kolom 7 R = SK** maks - SK** min Tabel 4.1 Uji RAPS stasiun hujan Sekotong DY² SK** 5 6 437.542 -0.434 371.815 -0.034 420.968 -0.460 131.848 -0.221 388.780 -0.630 713.825 -1.185 713.825 -1.739 3983.819 -3.048 869.218 -2.437 6381.214 -0.779 2737.121 -1.865 5.371 -1.913 13.820 -1.990 1978.693 -1.067 6450.901 -2.733 4749.622 -4.163 10128.913 959.915 -3.520 8132.883 -1.650 228.539 -1.963 4.984 -1.917 47.197 -1.774 6102.344 -3.395 1627.517 -2.558 -0.470 241.028 513.589 0.000 58094.260

             

      2 332 . 2 ( 3 2 2 x x x x x

      . 2 010328 332 . . 2 802853 515517 .

      1 332 .

      1

          ) 332 . . 2 001308 332 . . 2 189269 332 . . 2 432788

      SPI t Z     

      1 ( 3 3 2 2 1 2 2 1 t d t d t d t c t c c

      )

      = -0.843 Contoh perhitungan dengan 0.5 &lt; H(x) ≤ 1.0 bulan Januari tahun 1990 :

             

      =

      : 2 2 Sd

      1 796 .

      1

      nx

      =

      25 2014) . . . 1991 (1990 Jan hujan Curah   

      =

      247.508

      25 6187.700  mm

      1 ) ( 2     n x x

      Sd

      = 2 2 2

      1

      25 247.508) - 478.3 ( ... ) 508 . 247 356 ( ) 247.508 - 505 (     

      = 152.405

    • Menghitung 

      = 99.000 – 80.000 = 19.000 Data diatas dimasukkan kedalam rumus desil :

      25

      i

      i f N cf n

      Bb D d b .

      10

      1       

           

        000 .

      19 .

      1

      2

      10

      2007 301.000 0.703 0.000 0.703 0.840 1.557 0.527 0.532 N 2008 99.000 0.142 0.000 0.142 1.977 0.553 -1.073 -1.049 CK 2009 57.000 0.045 0.000 0.045 2.491 0.303 -1.697 -1.598 SK 2010 152.000 0.302 0.000 0.302 1.547 0.848 -0.518 -0.514 N 2011

      1 500 .

      89

      1       

           

        D

      = 99.000 mm Proses perhitungan untuk mencari D 2 , D 3 , D 4 , D 5 ,

      D 6 , D 7 , D 8 , D 9 , dan D 10 tidak berbeda Tabel 10 Perhitungan nilai desil bulan Januari stasiun hujan Sekotong

      211.200 0.483 0.000 0.483 1.206 1.149 -0.042 -0.042 N 2012 629.300

      0.934 0.000 0.934 0.369 2.332 1.440 1.508 SB 1991 356.000 0.796 0.000 0.796 0.675 1.784 0.816 0.829 N 1992 119.000 0.200 0.000 0.200 1.796 0.667 -0.843 -0.830 N 1993 363.000 0.806 0.000 0.806 0.656 1.812 0.851 0.864 N 1994 171.000 0.362 0.000 0.362 1.426 0.948 -0.353 -0.351 N 1995 99.000 0.142 0.000 0.142 1.977 0.553 -1.073 -1.049 CK 1996 99.000 0.142 0.000 0.142 1.977 0.553 -1.073 -1.049 CK 1997 112.000 0.179 0.000 0.179 1.856 0.627 -0.920 -0.904 N 1998 121.000 0.206 0.000 0.206 1.779 0.678 -0.822 -0.810 N 1999 334.000 0.762 0.000 0.762 0.737 1.695 0.705 0.714 N 2000 249.000 0.586 0.000 0.586 1.034 1.327 0.215 0.216 N 2001 293.000 0.686 0.000 0.686 0.867 1.523 0.482 0.485 N 2002 132.000 0.239 0.000 0.239 1.691 0.740 -0.708 -0.700 N 2003 440.000 0.891 0.000 0.891 0.481 2.104 1.194 1.230 CB 2004

      206.000 0.468 0.000 0.468 1.232 1.124 -0.079 -0.079 N 2005 80.000

      = 1

      d f

      = 1

      bulan Januari stasiun hujan Sekotong

      Tabel 8 Perhitungan SPI untuk bulan Januari stasiun hujan Sekotong

      Sumber : Hasil perhitungan

      Berikut adalah grafik nilai SPI masing-masing stasiun : Gambar 3 Grafik SPI stasiun hujan Sekotong

      Kekeringan terparah jatuh pada tahun 1990 dengan nilai SPI amat sangat kering dengan nilai SPI -2.598.

      2 5 99.000 1 4 0.000 99.000 3 7.5 120.000 1 7 2.000 121.000 4 10 142.000 1 9 20.000 162.000 5 12.5 208.600 1 12 5.200 211.200 6 15 258.000 1 14 18.000 276.000 7 17.5 307.450 1 17 12.900 313.900

      Mean 247.508 St. Dev 152.405 α (Alpha) 2.637 β (Beta) 93.844

      0.976 0.000 0.976 0.219 2.735 1.815 1.982 SB 2013 313.900 0.727 0.000 0.727 0.798 1.612 0.598 0.604 N 2014 478.300 0.919 0.000 0.919 0.412 2.240 1.343 1.396 CB Jumlah 6187.700

      f

      dan b

      cf

      Sumber : Hasil perhitungan

      n

      Setelah diketahui letak D 1 maka dengan melihat tabel 10 dapat diketahui :

      Bb

      = 500 .

      89

      2 000 .

      . 80 000

      99   b cf

      = 2 ;

      N

      = 25 ;

      0.093 0.000 0.093 2.181 0.441 -1.325 -1.280 CK 2006 267.000 0.629 0.000 0.629 0.962 1.409 0.328 0.330 N