EFIKASI DIRI PADA PECANDU NAPZA DALAM PROSES PEMULIHAN DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA ”SEHAT MANDIRI”KALASAN

  

EFIKASI DIRI PADA PECANDU NAPZA DALAM

PROSES PEMULIHAN DI PANTI SOSIAL PAMARDI

PUTRA ”SEHAT MANDIRI”KALASAN

  S k r i p s i Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  

Disusun Oleh :

  Dhoni Wisnugroho NIM : 029114102

  

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Kupersembahkan karya ini untuk

  1. Yesus Kristus dan Bunda Maria

  2. Anggela Ratna Sari dan Maximos Ivano Wasesadewa

  3. Keluarga besar Muja

  • – Muju dan Pakualaman

  4. Teman

  • – teman dan sahabat - sahabatku

  

EFIKASI DIRI PADA PECANDU NAPZA DALAM PROSES

PEMULIHAN DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA

“SEHAT MANDIRI” KALASAN

  

Dhoni Wisnugroho

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran efikasi diri para pecandu napza dalam proses pemulihan serta faktor

  • – faktor yang mempengaruhi efikasi diri para residen. Efikasi

    diri adalah keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya bahwa ia mampu

    berpenampilan memadai dalam situasi tertentu. Ada beberapa aspek efikasi diri yaitu : orientasi

    tugas, usaha, ketekunan, keyakinan dan perilaku. Adapun faktor
  • – faktor yang mempengaruhi

    efikasi diri yaitu : Sifat tugas yang dihadapi, Insentif Eksternal, Pengalaman Pribadi (Enative

  

attainment ), Pengalaman Orang lain (Vicarious experience), Dukungan Sosial (Social persuation),

Keadaan fisiologis.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif

kualitatif. Adapun subyek dalam penelitian berjumlah 3 orang residen. Metode yang digunakan

adalah metode wawancara semi terstruktur. Analisis data dilakukan melalui tahap – tahap, yaitu :

menulis trasnkrip wawancara, membaca transkrip, coding, dan interpretasi data.Hasil penelitian

menunjukkan bahwa para residen mempunyai 2 bentuk efikasi diri yang rendah. Dua dari tiga

subyek memiliki gambaran efikasi diri dengan orientasi tugas yang rendah sedangkan satu subyek

lainnya memiliki orientasi terhadap tugas yang baik apabila didukung dengan faktor pengalaman

pribadi (enative attainment) dan dukungan social (social persuation). Adapun faktor efikasi diri

yang mendukung adalah pengalaman orang lain (vicarious experience) dan dukungan social

(social persuation).

  Kata kunci : efikasi diri, pecandu napza, napza, deskriptif kualitatif.

  

SELF EFFICACY OF THE DRUG ADDICTS DURING THE

REHABILITATION PROCESS IN SOCIAL HOUSE PAMARDI PUTRA

“SEHAT MANDIRI” KALASAN

  

Dhoni Wisnugroho

ABSTRACT

This research aimed to find out the self efficacy of the drug addicts during the

rehabilitation process and the factors that influence the self efficacy of the residents. Self efficacy

is the individual belief to the ability which he has that he is able to act appropriately in certain

situation. There are some aspects of self efficacy, they are: task orientation, effort, diligence, and

belief. The factors that influence self efficacy are: the characteristics of the task he faces, external

incentive, enative attainment, vicarious experience, social persuasion, and physiological situation.

The researcher used descriptive approach in this research. The subjects of the research are three

residents. The researcher used semi-structured interview method. The data analysis was done in

three stages, they were: writing the interview script, reading the script, coding, and interpreting

the data. The result of the research shows that the residents have two kinds of low self efficacy.

Two of three subjects have self efficacy with a low task orientation, whereas the other subject has

a better task orientation if he is supported by enative attainment and social persuasion. Then the

supporting factors of self efficacy are vicarious experience and social persuasion.

  

The keywords are: self efficacy, drug addicts, drug and descriptive qualitative.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas bimbingan dan rahmatNya-lah penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Efikasi Diri Pada Pecandu Napza dalam Proses Pemulihan Di Panti

  

Sosial Pamardi Putra “SEHAT MANDIRI” Kalasan. Adapun penulisan ini

dimaksudkan untuk memenuhi syarat dalam mendapatkan gelar Sarjana Psikologi.

  Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis,

  1. Pihak Dekanat dan wakil-wakilnya, atas segala kesempatan dan kemudahan yang diberikan selama menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi.

  2. Mas Gandung, Mbak Nani, Mas Muji, Mas Dony dan Pak ‘Gie… Makasih dan maaf ban get kalo aku banyak ngerepotin… 3.

  Bapak V. Didik Suryo Hantoko, S Psi., M Si, atas bimbingannya selama menyelesaikan skripsi… Maaf ya Pak, kalo aku lama ngerjainnya… Makasih udah mau ber sabar… selaku dosen penguji… Terimakasih sekali masukkannya… 4. Bu Sylvi, selaku Kaprodi...makasih ya bu..dah mau berbaik hati... Bu

  Nimas, selaku dosen pembimbing akademik. Makasih ya bu support- nya…

5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah membagi ilmu dan pengalamannya selama penulis menempuh bangku kuliah.

  6. Teman – teman PSPP “Sehat Mandiri” Kalasan, Bro Sigid, Bro Eko, Bro Deddy, Bro Imam, Pamungkas, Michael, Andre, Kholis, dll yang tidak bisa penulis sebutin satu persatu..kuucapkan terima kasih fami ly….sukses selalu buat kalian…sampai nanti…sampai mati bro…

  7. Buat Anggela Ratna Sari dan Maximos Ivano Wasesadewa…terima kasih buat cinta dan kesabarannya sayang….

  8. Saudara seperjuanganku, Andhika Mahardika, Frederik Herwindra, Agus

  • – Subarjo dan Tumindak Ngiwo Crew yang tidak bisa aku sebutin satu satu..makasih untuk tumpangan dan cupitan rokoknya…sukses selalu buat kalian… 9.

  Bapak, ibu, adikku serta semua saudara-saudara dari keluarga besarku makasih banyak atas dukungan. Maaf lulusnya telat lama … 10. Buat keluarga besar Pakualaman…terima kasih atas kesabarannya..berkah

  Dalem selalu… 11. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.. Matur Nuwun

  Sanget!!! Akhir kata, penulis juga hendak menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan kesalahan baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja. Semoga skripsi ini bisa berguna untuk siapa saja yang membacanya.

  Penulis

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv ABSTRAK ......................................................................................................... v ABSTRACT ....................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

  BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 A . Latar Belakang .................................................................................... 1 B . Rumusan Masalah ............................................................................... 5 C . Tujuan Penelitian ................................................................................ 5 D . Manfaat Penelitian .............................................................................. 5 BAB II. LANDASAN TEORI ........................................................................... 7 A . Pemulihan Ketergantungan Napza...................................................... 7 B . Efikasi Diri ......................................................................................... 14 C . Peranan efikasi diri dalam menjalankan program rehabilitasi napza . 18 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 25 A . Jenis Penelitian .................................................................................. 25 B . Subyek Penelitian ............................................................................... 25 C . Fokus Penelitian ................................................................................. 26 D . Metode Pengumpulan Data ................................................................ 27 E . Analisis Data ...................................................................................... 30 F . Kredibilitas Penelitian ........................................................................ 31 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 32 A . Proses Penelitian ................................................................................ 32 B . Hasil Penelitian .................................................................................. 34 C . Pembahasan ........................................................................................ 59

  A . Kesimpulan ........................................................................................ 65 B . Saran................................................................................................... 66

  DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 68 LAMPIRAN ...................................................................................................... 71

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Besarnya frekwensi kejadian penyalahgunaan narkoba, mendorong

  pemerintah dan masyarakat semakin gencar dalam usaha menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Banyak cara dilakukan untuk menanggulangi masalah ini baik secara preventif maupun kuratif. Menurut Budiarta (dalam Wresniwiro, 1999), upaya preventif merupakan pencegahan yang dilakukan agar seseorang jangan sampai terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan narkoba. Sedangkan upaya kuratif artinya usaha penanggulangan dan pemulihan pecandu narkoba yang mengalami ketergantungan. Budiarta menambahkan bahwa usaha-usaha kuratif dapat dilakukan dengan mendirikan panti-panti rehabilitasi maupun Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Di dalam RSKO atau panti Rehabilitasi itulah nantinya dilaksanakan program-program pemulihan bagi pecandu narkoba.

  Menurut Wresniwiro (1999), rehabilitasi merupakan usaha untuk menolong, merawat dan merehabilitasi korban penyalahgunaan obat terlarang, sehingga diharapkan para korban dapat kembali ke dalam lingkungan masyarakat atau dapat bekerja serta belajar dengan layak. Lamanya proses pemulihan ini sangat tergantung dari keadaan masing –masing residen. Berdasarkan observasi dari Panti Sosial Pamardi Putra Sehat Mandiri melakukan rehabilitasi lebih dari dua kali. Kesadaran yang dimiliki seseorang bahwa mereka telah kecanduan dapat memakan banyak waktu dari beberapa minggu hingga beberapa bulan atau bahkan tahunan dan tergantung pada obat yang digunakan serta kemampuan para residen untuk mengatasi kebiasaannya tersebut (Broad & Hall dalam Bandura 1997). Pada masa rehabilitasi banyak orang yang mengalami masalah dengan obat-obatan tetap terperosok dalam tahap perenungan untuk merubah kebiasaan mereka. Perenungan tersebut tetap tidak berkembang karena mereka merasa tidak mampu untuk lepas dari obat- obatan dan bahkan mereka tidak berusaha untuk berhenti (Broad & Hall dalam Bandura 1997). Di dalam proses pemulihan, disamping faktor-faktor dari luar seperti mengikuti program-program pemulihan di panti rehabilitasi, ada faktor lain yang tampaknya juga penting, yaitu faktor dari dalam. Salah satu faktor yang berasal dari dalam adalah adanya keinginan individu untuk berhenti menggunakan narkoba serta memiliki keyakinan bahwa dirinya akan mampu melepaskan diri dari pengaruh narkoba tersebut.

  Istilah keyakinan itu disebut efikasi diri. Efikasi diri adalah penilaian seseorang terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan yang dibutuhkan dalam menghadapi situasi yang prospektif. Ketika individu dengan efikasi diri yang tinggi menghadapi hambatan atau kesulitan maka individu tersebut akan berusaha secara maksimal agar tetap bisa bertahan lebih lama dan berhasil dalam mencapai tujuannya (Lee & Bobko, 1994). Efikasi diri juga berkaitan dengan kepercayaan seseorang terhadap kapabilitasnya dan individu mempersepsikan dirinya memiliki kemampuan yang tinggi maka individu tersebut akan merasa yakin mampu mencapai tujuan tertentu yang lebih tinggi dibanding individu lain. Keyakinan tersebut menyebabkan individu berusaha secara maksimal dan mencurahkan segala perhatian dan usaha yang dimilikinya untuk mencapai tujuan (Kanfer, 1987). Oleh karena itu, keyakinan dari dalam diri individu bahwa dirinya mampu untuk melepaskan diri dari ketergantungan obat-obatan ini merupakan faktor yang penting dalam proses pemulihan. Hal tersebut dapat didukung oleh penelitian dari Bandura, Maddux, Salovey dkk, (dalam Aronson, 2005) yang menyatakan bahwa efikasi diri dapat digunakan untuk memprediksi perilaku sehat seperti berhenti merokok, menurunkan kadar kolesterol, mengontrol berat badan, melakukan olah raga.

  Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan efikasi diri seorang residen dalam proses pemulihan ketergantungan, terutama keyakinan diri seorang residen bahwa dirinya mampu menyelesaikan pekerjaan atau tugas yang diberikan oleh panti rehabilitasi dan mencapai tujuan pada proses pemulihan. Hasil wawancara dengan pengelola Panti Sosial Pamardi Putra “SEHAT MANDIRI” menyatakan bahwa treatment dan tugas diarahkan untuk proses perubahan atau pembentukan sikap dan penataan perilaku. Proses perubahan atau pembentukan sikap dan penataan perilaku dilakukan melalui dinamika kelompok atau group

  • – group terapi dan latihan tanggung jawab melalui kegiatan sehari
  • – hari. Tujuan yang ingin dicapai melalui program –
menolak segala macam bujukan yang bersifat negatif, meningkatkan ketrampilan komunikasi, dan mampu bertanggung jawab terhadap kebutuhan diri sendiri. Berdasarkan fakta tersebut peneliti memandang bahwa efikasi diri dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh panti rehabilitasi merupakan hal penting dalam proses pemulihan. Fungsi dari mengetahui efikasi diri residen terhadap tugas yang diberikan oleh panti rehabilitasi adalah sebagai langkah awal untuk memahami efikasi diri residen untuk mampu hidup tanpa napza. Selain itu penelitian ini juga mengkaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan mendorong munculnya keyakinan dan penilaian diri seorang residen dalam proses pemulihannya.

  Untuk memperoleh gambaran efikasi diri seorang residen dalam proses pemulihan, penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif. Dari sudut pendekatan dan prosesnya, di antara karakteristik penggunaan metode kualitatif adalah untuk memahami fenomena atau gambaran efikasi diri seorang residen secara menyeluruh, memahami efikasi diri dari sudut pandang dan pengakuan dari residen yang diteliti sehingga dapat menemukan apa yang disebut sebagai fakta fenomenologis ( Muslimin, 2002)

  Dengan metode kualitatif hasil penelitian diharapkan bisa memberikan pemahaman yang mendalam tentang makna yang mendasari gambaran efikasi diri residen, makna dibalik perilaku residen dengan cara mendiskripsikan latar belakang dan interaksi yang komplek dari para mendalam dan rinci (David D. William dalam Muslimin, 2002) Selain itu metode kualitatif digunakan karena anggota populasi yang relatif kecil sehingga semua anggota populasi dapat dijadikan informan untuk membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil (Sugiyono,2006).

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

  1. Bagaimanakah efikasi diri yang meliputi keyakinan dan penilaian diri residen terhadap kemampuannya menyelesaikan tugas yang diberikan oleh panti rehabilitasi? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi efikasi diri pecandu napza dalam proses pemulihan ketergantungan?

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengeksplorasi gambaran efikasi diri yang meliputi keyakinan penilaian diri residen terhadap kemampuannya menyelesaikan tugas yang diberikan oleh panti rehabilitasi serta faktor

  • –faktor yang mempengaruhi tingkat efikasi diri pecandu napza dalam proses pemulihan ketergantungan.

D. Manfaat Penelitian

  Melalui penelitian ini, peneliti mengharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti, baik secara teoritis ataupun secara praktis.

  1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi sosial dalam hal efikasi diri pecandu napza dalam proses pemulihan ketergantungan.

  2. Manfaat praktis a.

  Bagi para residen yang masih menempuh rehabilitasi maupun mantan pecandu narkoba, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi atau bahan untuk penganalisaan diri selama proses menjalani kehidupan.

  b.

  Bagi para praktisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai efikasi diri para pecandu napza guna menunjang keberhasilan rehabilitasi napza.

BAB II LANDASAN TEORI A. Pemulihan Ketergantungan Napza 1. Pengertian Napza Narkotika (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997

  tentang Narkotika) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

  Narkotika dibedakan kedalam golongan-golongan : 1. narkotika golongan I : hanya digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Memiliki potensi yang sangat tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan (Contoh:heroin/putauw, kokain, ganja) 2. narkotika golongan II : digunakan untuk pengobatan, terapi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Memiliki potensi tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin) 3. narkotika golongan III : bisa digunakan untuk pengobatan, terapi, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Memiliki potensi ringan untuk mengakibatkan ketergantungan. (Contoh : kodein)

  Psikotropika (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang

  Psikotropika ), yang dimaksud psikotropika adalah zat atau obat, baik melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut: 1.

  Psikotropika Golongan I: hanya digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD) 2. Psikotropika Golongan II: bisa digunakan untuk pengobatan, terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan tetapi masih mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh amfetamin,

  metilfenidat atau ritalin ) 3.

  Psikotropika Golongan III: bisa digunakan untuk pengobatan dan terapi. Mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh: pentobarbital, Flunitrazepam).

  4. Psikotropika Golongan IV: digunakan untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh: diazepam, bromazepam, Fenobarbital,

  klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).

  Zat Adiktif Lain: Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi:

  1. Minuman beralkohol: Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu:

  • Golongan A: kadar etanol 1-5%, (Bir)
  • Golongan B: kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
  • Golongan C: kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, vodca, TKW, Manson

  House, Johny Walker, Kamput. ) 2. Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap

  berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah gunakan, antara lain: Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.

  3. Tembakau: Pada upaya penanggulangan napza di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan.

2. Pecandu Napza

  Menurut Gordon (1999), pecandu napza adalah mereka yang seolah- olah tidak bisa hidup tanpa napza, mereka “sangat” senang memakainya, Secara sederhana, seorang pecandu adalah individu yang kehidupannya dikendalikan oleh napza. Mereka adalah orang-orang dalam cengekeraman penyakit berkelanjutan dan berkembang semakin parah yang akhirnya selalu sama: penjara, institusi, dan kematian. Mereka adalah orang-orang yang menggunakan zat pengubah dari suasana hati, yang telah menyebabkan masalah disetiap segi kehidupan mereka ( Yayasan Kita NA Group, 2001).

  Adiksi telah mengisolasi mereka dari lingkungan sosial, kecuali pada saat mereka mendapatkan, menggunakan, dan memakai alat serta alat untuk memperoleh lebih. Mereka menjadi penuh dendam, berpusat pada diri sendiri dan mementingkan diri sendiri, mereka menjadi putus dengan hubungan dunia luar.

  Adiksi atau kecanduan adalah penyakit perkembangan dan manifestasinya dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik, psikososial, dan lingkungan. Ditandai dengan hilangnya kendali atas pemakaian zat adiktif. Penggunaan zat secara kompulsif, penggunaan yang berkelanjutan meskipun dihadapkan pada resiko masalah, timbulnya obsesi terhadap napza (Gordon & Gordon, 2004).

  Ada dua hal yang perlu diperhatikan mengenai psikologis residen, yaitu split personality dan drugs induce retardation. Split personality adalah istilah yang berarti bahwa seorang residen memiliki dua kepribadian yang terbelah atau terbagi dan berbeda satu sama lain, yaitu kepribadian lama mereka yang menyenangkan dan kepribadian baru mereka yang

  exist artinya terkadang yang berbicara adalah pribadi yang normal namun

  juga terkadang pribadi residen, dan hal ini disadari oleh residen. Drugs

  induce retardation adalah sifat kekanak

  • – kanakan yang terjadi pada diri residen sebagai akibat penggunaan napza. Hal ini terjadi karena napza menyebabkan umur mental tidak berkembang sesuai dengan umur kronologis.

3. Pemulihan Ketergantungan a. Pengertian Pemulihan

  Menurut Lukman (1994) pemulihan adalah proses, cara, perbuatan memulihkan. Proses pemulihan ketergantungan napza dapat dilakukan dengan cara rehabilitasi. Proses pemulihan ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar, karena proses ini sangat tergantung dari keadaan tiap-tiap residen. Masa rehabilitasi erat kaitannya dengan proses pemulihan adiksi terhadap napza yang berarti terbebas dari napza. Bersamaan dengan itu pecandu berusaha memperbaiki hidupnya agar lebih memuaskan bagi dirinya sendiri dan lebih berharga melalui proses tersebut.

b. Tujuan, Harapan Terapi dan Rehabilitasi

   Secara garis besar tujuan dari terapi dan rehabilitasi

  penyalahgunaan narkoba adalah menghentikan sama sekali penggunaan narkoba. Menurut (Badan Narkotik Nasional, 2003) tujuan dan terapi rehabilitasi narkoba adalah :

1) Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan narkoba.

  2) Pengurangan frekuensi dan keparahan relapse. Sasaran utama adalah untuk mengurangi resiko untuk menggunakan kembali para residen yang telah berhenti mengkonsumsi narkoba.

  3) Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial, sehingga residen dapat menghadapi permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari tanpa menggunakan narkoba.

  Masih menurut sumber yang sama, dengan rehabilitasi diharapkan pada residen dapat: 1)

  Mempunyai motivasi untuk tidak kembali menyalahgunakan narkoba 2)

  Mampu menolak tawaran penyalahgunaan narkoba 3)

  Pulih kepercayaan dirinya dan hilang rasa rendah dirinya 4)

  Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja 5)

  Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan di lingkungannya.

  Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 996/Menkes/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya, komponen kegiatan dalam rehabilitasi yaitu :

  • komponen fisik :
    • memperbaiki gizi dengan makanan yang bermutu dalam jumlah
    • memulihkan kebugaran jasmani dengan senam dan olah raga

  • melatih penyalahguna napza mengatasi ketegangan otot dan mental bila mengalami stress melalui terapi relaksasi
    • komponen psikologis

  • meningkatkan konsep diri melalui psikoterpi kognitif behavioral
  • membangkitkan kembali kepercayaan diri dan sikap optimis
  • rekreasi didalam maupun diluar sarana rehabilitasi
  • memahami kemungkinan dual diagnosis (gangguan mental lain)
    • Komponen spiritual

  • pembinaan spiritual dan agama sesuai kepercayaan dan keyakinan masing-masing
    • Komponen sosial

  • meningkatkan sikap tegas untuk mampu menolak segala macam bujukan atau ajakan yang bersifat negatif melalui psikoterapi asertif
  • meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal melalui dinamika kelompok, konseling
  • memperbaiki disfungsi keluarga melalui terapi keluarga
  • melakukan konseling keluarga bagi semua anggota keluarga agar dapat mendukung proses pemulihan
  • melatih tanggung jawab melalui kegiatan sehari-hari
  • melatih tanggung jawab melalui kegiatan sehari-hari

  Keterampilan pendukung

  • mempelajari suatu keterampilan sesuai dengan minat
  • mengikutkan penyalahguna napza dalam pekerjaan sehari-hari
  • Komponen medis
    • mewaspadai komplikasi medik

  • B.

   Efikasi Diri 1. Definisi Efikasi Diri

  Efikasi diri merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya bahwa ia mampu berpenampilan memadai dalam situasi tertentu, dengan demikian individu tersebut disebut mampu mempengaruhi kontrol terhadap lingkungannya (Bandura, 1986). Efikasi diri dinyatakan sebagai penilaian individu terhadap kapabilitasnya dalam mengorganisasir dan melaksanakan kegiatan yang mensyaratkan pencapai tingkat kinerja tertentu atau menghadapi situasi yang prospektif. Lebih lanjut Bandura mengungkapkan bahwa individu dengan efikasi diri tinggi bersifat positif, berorientasi kesuksesan dan berorientasi tujuan. Selain itu jika mereka membutuhkan bantuan dalam penentuan tujuannya, mereka mencari bantuan nyata dan bukan dukungan emosional atupun penentraman hati.

  Efikasi diri bukan merupakan faktor bawaan dan keturunan. Efikasi diri merupakan sesuatu yang dipelajari dan sangat dipengaruhi oleh faktor berkembang melalui pengamatan individu terhadap akibat-akibat tindakannya dalam situasi tertentu. Keyakinan akan efikasi diri yang diperoleh melalui pengalaman tersebut akan mempunyai pengaruh yang besar dalam tindakan yang akan dipilih oleh individu tersebut. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi apabila mengalami kegagalan justru akan berusaha lebih giat untuk mencapai tujuannya. Hal ini disebabkan karena individu tersebut merasa yakin bahwa ia mampu mencapai tujuan tersebut.

2. Efikasi diri dalam penerapannya

  Menurut Pajares (2000), perilaku seseorang dapat diprediksi dengan melihat bagaimana keyakinan orang tersebut tentang kemampuannya.

  Keyakinan individu dapat membantu menentukan apa yang akan dilakukan individu yang bersangkutan itu dengan segala pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Fenomena yang terjadi di kalangan residen narkoba adalah kembalinya pengkonsumsian narkoba oleh residen yang disebabkan oleh ketidakyakinan mereka terhadap kemampuan mereka menolak narkoba, dan bukan karena rasa tidak ingin berhenti menkonsumsi narkoba. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana residen tersebut berperilaku, maka lebih baik apabila diprediksi dengan cara melihat keyakinan individu tersebut

  • – terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk melaksanakan program program yang diberikan dengan tujuan untuk menolak narkoba.

3. Efikasi diri dalam sikap individu

  Efikasi diri didefinisikan sebagai wujud atau perefleksian dari penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Wood dan Bandura (1989) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki efikasi diri tinggi mampu memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan segala usaha yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan tujuan yang telah ditetapkan. Efikasi diri mempunyai pengaruh terhadap pola pikir dan reaksi emosi, misalnya stress kerja dan gelisah, dan memiliki peran dalam memprediksi kerja (Bandura, 1986).

4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Efikasi Diri

  Menurut Bandura (1986), efikasi diri individu dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: a.

  Sifat tugas yang dihadapi. Semakin komplek dan sulit tugas bagi individu maka semakin besar keraguan terhadap kemampuannya.

  Sebaliknya jika individu dihadapkan pada tugas yang sederhana dan mudah, maka dirinya sangat yakin pada kemampuannya untuk berhasil.

  b.

  Insentif eksternal. Adanya insentif berupa hadiah (reward) dari orang lain untuk merefleksikan keberhasilan individu dalam menguasai atau melakukan suatu tugas (competence contingent insentif) akan meningkatkan efikasi dirinya. Dalam hal ini insentif yang tepat atau yang menarik akan meningkatkan motif individu, misalnya pemberian pujian, status sosial (kebangsawanan, sarjana), atau materi (uang, hadiah) c. Status individu dalam lingkungan. Individu yang memiliki status sosial dibandingkan individu yang berstatus sosial lebih rendah. Status sosial yang tinggi membuat individu memperoleh pengaharapan lebih dari orang yang menghormatinya, sehingga member pengaruh pula terhadap efikasi dirinya. Misalnya seorang pemimpin akan dinilai memiliki efikasi diri yang lebih tinggi dibandingakan dengan bawahannya.

  d.

  Informasi tentang kemampuan diri. Efikasi diri akan meningkat jika individu mendapatkan informasi yang positif tentang dirinya. Demikian sebaliknya, efikasi diri akan menurun jika individu mendapatkan informasi yang negatif mengenai kemampuannya.

  Informasi tentang kemampuan diri individu (Bandura, 1986) tersebut, dapat dinyatakan akurat atau tidak, berdasarkan empat sumber, yaitu : 1.

  Pencapaian hasil yang nyata (enative attainment), merupakan sumber informasi yang paling dominan dan berpengaruh karena berdasarkan pengalaman

  • – pengalaman langsung individu dalam menuntaskan suatu tugas. Pengalaman dapat berwujud keberhasilan atau kegagalan. Pengalaman keberhasilan akan meningkatkan penilaian terhadap efikasi diri. Namun demikian pengalaman keberhasilan juga dapat mengurangi kegagalan, khususnya bila kegagalan tersebut muncul di awal terjadinya peristiwa. Efikasi diri individu yang berhasil cenderung diperluas pada situasi
  • – situasi yang berbeda lainnya, terutama pada tugas dan situasi yang serupa.

  2. Pengalaman yang telah diperoleh orang lain (vicarious experience), sumber ini memang lebih lemah dibandingkan dengan mastery

  experience , tetapi ketika seseorang menjadi tidak yakin akan

  kemampuannya maka pengalaman orang lain bisa dijadikan sumber keyakinan kedua

  3. Dukungan sosial (sosial persuation) atau pesan-pesan sosial yang diterima dari orang lain. Sumber ini merupakan yang lebih lemah dari

  vicarious experience . Dukungan sosial bisa menambah keyakinan seseorang akan kemampuannya.

  4. keadaan fisiologis (physiological state), seperti kecemasan, stress, kelelahan dan suasana hati (mood).

C. Peranan efikasi diri dalam menjalankan program rehabilitasi napza

  Dalam menjalankan perilaku hidup sehat, efikasi diri dibagi menjadi dua yaitu Action self efficacy dan Coping Self Efficacy

1. Action self efficacy

  Action self efficacy adalah mengenai keyakinan individu pada

  saat sebelum terjadi tindakan. Action self efficacy akan memberikan perbedaan pada saat sebelumnya terjadinya tindakan (Baggozi & Edward, dalam Schwarzer & Renner, 2000). Berdasarkan hal tersebut bisa ditarik kesimpulan kesimpulan bahwa Action self efficacy akan memberikan peranan terhadap proses kognitif, motivasi dan perilaku a. proses kognitif

  Baggozi & Edward (dalam Schwarzer & Renner, 2000) efikasi diri akan mempengaruhi individu melalui bayangan hasil suatu tugas. Individu dengan efikasi diri yang tinggi akan membayangkan kesuksesan dari sebuah tugas yang berkaitan dengan perilaku hidup sehat. Begitu juga sebaliknya, individu dengan efikasi diri yang rendah cenderung membayangkan kesulitan dan kegagalan dari sebuah tugas.

  Pendapat di atas sejalan dengan pendapat dari Krueger dan Dickson (dalam Bandura, 1997) yang menyatakan bahwa individu dengan efikasi diri yang tinggi akan membayangkan skenario kesuksesan yang merupakan pembimbing positif bagi sebuah tindakan. Hal tersebut juga didukung oleh sejumlah penelitian dari (Bandura, 1986; Corbin, 1972; Feitz & Landers, 1983; Kazdin, 1978) yang menyatakan bahwa stimulasi kognitif yang positif mengenai sebuah keberhasilan dalam menjalankan perilaku tertentu maka hal tersebut dapat meningkatkan perilaku tersebut dalam kehidupan nyata (dalam Bandura, 1997). Berbeda dengan individu yang memiliki efikasi diri yang rendah, mereka cenderung membayangkan kegagalan di masa yang akan datang. Menurut Powel (dalam Bandura, 1997) proses kognitif yang negatif bahwa individu tersebut memiliki kekurangan ataupun gambaran mengenai bagaimana mereka melakukan kesalahan merupakan cara yang baik untuk mengurangi motivasi dan prestasi yang dimilikinya.

  Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa efikasi diri akan mempengaruhi pola pemikiran individu yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan memiliki persepektif positif tentang masa depannya, begitu pula sebaliknya (Bandura & Wood, 1989; Locke & Latham, 1990, dalam Bandura, 1997) b. motivasi

  Baggozi & Edwar (dalam Schawarzer & Renner, 2000) menyatakan bahwa efikasi diri akan mendorong timbulnya tindakan antisipasi berbagai macam strategi untuk mensukseskan perilaku hidup sehat. Bandura (1997) menyatakan munculnya tindakan antisipasi yang dimiliki oleh individu akan digerakkan oleh motivasi kognitif, sedangkan motivasi tersebut digerakkan oleh efikasi diri.

  Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa efikasi diri mempunyai peranan penting dalam pengaturan motivasi secara kognitif. Pengaturan motivasi secara kognitif ini dapat mendorong dan menuntun individu pada tindakan antisipasi melalui sebuah pelatihan pemikiran. Pelatihan pemikiran ini melibatkan keyakinan mengenai apa yang dapat mereka lakukan, antisipasi kemungkinan hasil yang negatif dan positif dari berbagai strategi yang berbeda dan perencanaan berbagai tindakan untuk merealisasikan masa depan yang bernilai (Bandura, 1997).

  c.

  Perilaku Menurut Baggozi & Edwar (dalam Schwaezer & Renner,

  2000) inisiatif individu untuk mengadopsi perilaku hidup sehat dipengaruhi oleh efikasi diri. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan segera mengambil inisiatif untuk mengadopsi perilaku hidup sehat. Begitu pula sebaliknya, individu yang memiliki efikasi diri yang rendah akan seringkali menangguhkan adopsi perilaku hidup sehat.

  Pendapat di atas didukung oleh Pervin (2005) dan Seydel (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa efikasi diri yang dimiliki oleh individu akan menyebabkan individu segera membuat keputusan - keputusan menyelesaikan permasalahan yang dialami misalnya penyalahgunaan narkoba dan menimbulkan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perilaku hidup sehat atau perilaku ketaatan rekomendasi medis.

  Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa efikasi diri akan mempengaruhi pengambilan keputusan pemilihan perilaku untuk mengejar tujuan yang diinginkan (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006).

2. Coping Self Efficacy

  Coping Self Efficacy berbicara mengenai keyakinan individu

  mengenai kemampuan yang dimilikinya untuk mengatasi rintangan yang muncul selama mengadopsi perilaku hidup sehat. Peranan efikasi diri di sini adalah memberikan usaha dan ketekunan yang dimiliki oleh individu

  Menurut Bagozzi & Edward (dalam Schwaezer & Renner, 2000) efikasi diri yang dimiliki individu akan mempengaruhi besarnya usaha dan ketekunan yang dikeluarkan oleh individu untuk mengatasi rintangan dan kesulitan yang mungkin muncul selama mengadopsi perilaku hidup sehat.

  Individu dengan efikasi diri yang tinggi akan mengeluarkan usaha dan ketekunan yang tinggi untuk mengatasi berbagai kesulitan yang mungkin muncul selama menjalankan program rehabilitasi narkoba. Apabila mereka mengalami kegagalan maka mereka akan segera mengejar kembali tujuan yang telah ditentukan. Namun individu yang memiliki efikasi diri yang rendah cenderung mengeluarkan usaha dan mudah menyerah apabila mengalami kesulitan yang mungkin muncul selama menjalankan program rehabilitasi.

  Pendapat di atas didukung oleh pendapat Bandura (dalam Smet, 1994) yang menyatakan efikasi diri yang dimiliki oleh individu akan mempengaruhi setiap perubahan yang terjadi selama mengadopsi yang berkaitan dengan perilaku hidup sehat, b) besarnya usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, c) seberapa baik perubahan dipelihara.

  Besar

  • – kecilnya usaha dan perubahan yang dimiliki individu selama menjalankan program rehabilitasi dapat dilihat pemulihan residen pada waktu rehabilitasi narkoba.

  Untuk mengukur pengaruh efikasi diri pada perilaku dan kognisi pecandu napza dalam proses pemulihan di Panti Sosial Pamardi Putra “Sehat Mandiri” Kalasan digunakan pedoman pengukuran pengaruh efikasi diri pada perilaku dan kognisi Eggen dan Kauchak sebagai berikut:

  

Pengaruh Efikasi Diri pada Perilaku dan Kognisi

  Individu Efikasi Diri Tinggi

  Individu Efikasi Diri Rendah

  Orientasi Tugas Menerima tantangan tugas Menghindari tantangan tugas Usaha Mencurahkan usaha yang tinggi ketika berhadapan dengan tugas yang menantang

  Mencurahkan sedikit usaha ketika berhadapan dengan tugas yang menantang

  Ketekunan Tetap gigih ketika tujuan tidak tercapai. Melihat kegagalan sebagai akibat karena

  Menyerah ketika tujuan tidak tercapai. Melihat kegagalan sebagai akibat kurangnya Keyakinan Yakin akan sukses, mampu mengontrol stress dan kecemasan ketika tujuan tidak tercapai, yakin mampu mengontrol lingkungan.

  Memfokuskan pada perasaaan inkompeten, menunjukkan kecemasan ketika tujuan tidak tercapai, tidak yakin mampu mengontrol lingkungan

  Kinerja Menunjukkan kinerja tinggi daripada individu dengan efikasi rendah pada kemampuan yang setara

  Menunjukkan kinerja rendah daripada individu efikasi diri tinggi pada kemampuan setara.

  Sumber: Eggen dan Kauchak dalam Widyawati, 2000

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini nantinya akan menggunakan metode penelitian

  deskriptif kualitatitf. Nasution (2004) berpendapat bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengadakan deskriptif untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai situasi

  • – situasi sosial yang sedang terjadi secara factual apa adanya. Penelitian kualitatif ini akan menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar foto, rekaman video, dan lain sebagainya (Poerwandari, 2005). Namun dalam penelitian ini, data yang akan digunakan adalah hanya berupa transkrip wawancara dan catatan lapangan.

B. Subjek Penelitian

  Subjek atau responden dalam penelitian ini adalah penyalahguna narkoba yang d irawat di Panti Sosial Pamardi Putra “Sehat Mandiri”.

  Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah subjek berada pada tahap primary dan subjek tidak mengalami dual diagnostic. Responden lain adalah konselor dan pengelola Panti Sosial Pamardi Putra “Sehat Mandiri”.

C. Fokus Penelitian 1.

  Efikasi diri Efikasi diri adalah keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya bahwa ia mampu berpenampilan memadai dalam situasi tertentu, dengan demikina individu tersebut disebut mampu mempengaruhi kontrol terhadap lingkungannya. Atau sebagai penilaian individu terhadap kapabilitasnya dalam mengorganisasir dan melaksanakan kegiatan yang mensyaratkan pencapai tingkat kinerja tertentu.

  Efikasi diri akan mempengaruhi individu melalui bayangan hasil suatu tugas. Individu dengan efikasi diri yang tinggi akan membayangkan kesuksesan dari sebuah tugas yang berkaitan dengan perilaku hidup sehat. Begitu juga sebaliknya, individu dengan efikasi diri yang rendah cenderung membayangkan kesulitan dan kegagalan dari sebuah tugas.

  Efikasi diri mendorong timbulnya tindakan antisipasi berbagai macam strategi untuk mensukseskan perilaku hidup sehat. Tindakan antisipasi yang dimiliki oleh individu akan digerakkan oleh motivasi kognitif, sedangkan motivasi tersebut digerakkan oleh efikasi diri.

  Inisiatif individu untuk mengadopsi perilaku hidup sehat dipengaruhi oleh efikasi diri. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan segera mengambil inisiatif untuk mengadopsi perilaku hidup sehat. Begitu pula sebaliknya, individu yang memiliki efikasi diri yang rendah akan seringkali menangguhkan adopsi perilaku hidup sehat.