UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SINGKONG (Manihotis Folium) MENGGUNAKAN METODE

  UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SINGKONG (Manihotis Folium) MENGGUNAKAN METODE

DIPHENYLPICRYL HYDRAZYL (DPPH)

  SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Bernadeta Ardy Puspitarini NIM : 068114074

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

  UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SINGKONG (Manihotis Folium) MENGGUNAKAN METODE

DIPHENYLPICRYL HYDRAZYL (DPPH)

  SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Bernadeta Ardy Puspitarini NIM : 068114074

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

  Tuhan tidak meminta kita untuk sukses; DIA hanya meminta kita untuk mencoba..

  (Mother Teresa) Karya ini kupersembahkan untuk..

  Tuhan serta orang-orang yang kukasihi, Ibu, Bapak, & kakak-kakakku Sahabat & Almamaterku

  

PRAKATA

  Puji Syukur kepada Tuhan atas semua berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini dengan baik.

  Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan utnuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).

  Penulis banyak mengalami kesulitan dan masalah dalam menyelesaikan laporan ini. Tetapi dengan adanya bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada:

  

1. Rita Suhadi M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

  

2. Yohanes Dwiatmaka M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah

  memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dengan penuh pengertian.

  

3. Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. dan Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen

  penguji, yang telah menguji sekaligus memberi arahan, kritik, dan saran yang membangun bagi penulis.

  

4. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt., selaku dosen penanggung jawab

  proyek “Optimasi Formula dan Kontrol Kualitas Sediaan Tablet Effervescent Ekstrak Centellae asiatica Herba dan Manihotis Folium”.

  

5. Keluarga (Ibu, Bapak, dan kakak-kakak penulis) atas kasih sayang dan

  dukungan yang telah diberikan kepada penulis, baik itu secara moral maupun materiil.

  

6. Agustinus Agus Kurniawan, yang telah setia menemani penulis, terima kasih

karena telah membuat hidupku menjadi lebih berwarna dan semakin hidup.

  

7. Teman-teman proyek (Uut, Nika, dan Rudi) atas kerja sama, suka, dan duka

  yang telah dilalui bersama selama terlibat dalam pengerjaan proyek ini

  

8. Mas Wagiran, Mas Bimo, Mas Sigit, Mas Sarwanto, Mas Andri, Mas Otok,

  Mas Agung, serta laboran-laboran lain, atas bantuan yang telah diberikan selama ini.

  

9. Sahabat-sahabatku (Choey, Ange, Ulan, Nisha, Chiby, Sita, Mas Wisnu, dan

Mas Dedy), atas persabatan kita selama ini.

  

10. Teman-temanku di kost (Atik, Odi, dan Martha) atas segala kerelaannya

membantu penulis.

  11. Teman-teman FST angkatan 2006, untuk kebersamaannya selama ini.

  

12. Pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan

dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

  Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini banyak kesalahan dan kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca.

  

INTISARI

  Antioksidan merupakan suatu senyawa yang berperan dalam menghambat oksidasi yang diperantarai oksigen. Salah satu senyawa alam yang diketahui mempunyai aktivitas antioksidan adalah flavonoid. Daun singkong (Manihotis

  

Folium) dari tanaman singkong (Manihot utilissima Pohl.) telah diketahui

mempunyai kandungan rutin yang merupakan salah satu jenis senyawa flavonoid.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak daun singkong menggunakan metode diphenylpicryl hydrazyl (DPPH). Besarnya aktivitas antioksidan ekstrak dinyatakan sebagai EC .

  50 Prinsip metode DPPH adalah kemampuan suatu senyawa untuk

  menangkap radikal DPPH. DPPH memberikan warna violet pada panjang gelombang 517 nm yang merupakan panjang gelombang serapan maksimum DPPH. Penangkapan radikal bebas oleh senyawa antioksidan menyebabkan elektron bebas pada DPPH menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan berkurangnya intensitas warna violet dari DPPH. Pengurangan intensitas warna violet ini sebanding dengan jumlah DPPH yang mampu ditangkap oleh senyawa antioksidan.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun singkong mempunyai aktivitas antioksidan dengan nilai EC sebesar 4,6170 ± 0,2570 mg/mL. Nilai ini

  50

  menunjukkan konsentrasi ekstrak daun singkong yang diperlukan untuk menghilangkan 50% aktivitas DPPH.

  Kata kunci : daun singkong, Manihot utilissima Pohl., antioksidan, rutin, DPPH, EC

  50

  

ABSTRACT

  Antioxidant is a substrate which has a role to impede oxidation which is mediated by oxygen. One of natural substrates which is known as having antioxidant activity is flavonoid. Cassava leaves (Manihotis Folium) of cassava plants (Manihot utilissima Pohl.) have been known to contain rutin which is included in flavonoid.

  The aim of this research is to figure out the antioxidant activity of cassava leaves extract by applying diphenylpicryl hydrazyl (DPPH) method. The rate of antioxidant activity extract is called EC .

  

50

The principal of DPPH method is on the ability of a substrate to catch the

  DPPH radical. DPPH produces violet colour on 517 nm wavelength which is the maximum absorbance wavelength of DPPH. The catch of free radicals by the antioxidant substrates will cause the unbound electrons on DPPH molecule become pairs which reduces the violet colour intensity of DPPH. The reducing of violet colour intensity is comparable with the amount of DPPH which could be caught by the antioxidant.

  The result of this research shows that cassava leaves extract has antioxidant activity with the EC ’s value 4,6170 ± 0,2570 mg/mL. This value

  50

  shows the concentration of cassava leaves extract which is needed to reduce 50% of DPPH activity.

  Key words : cassava leaves, Manihot utilissima Pohl., antioxidant, rutin, DPPH,EC .

  50

  DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL………………………………………………………....i HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………….....iii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….iv HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………......v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................vi PRAKATA ………………………………………………………………….vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………......ix

  INTISARI …………………………………………………………………...x

  

ABSTRACT ………………………………………………………………......xi

  DAFTAR ISI ………………………………………………………………….xii DAFTAR TABEL …………………………………………………………xvi DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..xviii DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….....ixx

  BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………1 A. Latar Belakang ……………………………………………………1 B. Tujuan ……………………………………………………………3 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ……………………………………………4 A. Tanaman Singkong ……………………………………………4

  1. Keterangan botani tanaman singkong ……………………4

  2. Morfologi tanaman singkong ……………………………4

  3. Kandungan daun singkong ……………………………4

  B. Flavonoid ……………………………………………………4

  C. Radikal Bebas ……………………………………………………6

  D. Antioksidan …………………………………………………….7

  1. Definisi dan aktivitas senyawa antioksidan …………….7

  2. Penggolongan antioksidan …………………………….7

  3. Metode pengujian aktivitas antioksidan …………………….7

  E. Diphenylpicryl Hydrazyl (DPPH) …………………………………….9

  F. Metode Penyarian ……………………………………………………10

  G. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ……………………………………12

  H. Standarisasi Ekstrak ……………………………………………13

  I. Validasi Metode Analisis ……………………………………………14 J. Spektrofotometri Visibel ……………………………………………16 K. Landasan Teori ……………………………………………………19 L. Hipotesis ……………………………………………………20

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………21 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……………………………………21 B. Variabel dan Definisi Operasional ……………………………21

  1. Klasifikasi Variabel ……………………………………21

  2. Definisi Operasional ……………………………………21

  C. Bahan Penelitian ……………………………………………………22

  D. Alat Penelitian ……………………………………………………22

  1. Determinasi tanaman ……………………………………22

  2. Pengumpulan bahan ……………………………………22

  3. Pembuatan serbuk simplisia daun singkong ……………23

  4. Pembuatan ekstrak daun singkong secara maserasi ……23

  5. Uji kualitas ekstrak daun singkong ……………………23

  6. Analisis kualitatif kandungan rutin dengan metode KLT……24

  7. Pembuatan larutan DPPH ……………………………………25

  8. Pembuatan larutan stok rutin ……………………………25

  9. Pembuatan larutan standar rutin ……………………………25

  10. Pembuatan larutan uji ……………………………………25

  11. Optimasi metode ……………………………………………25

  a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ……………………………………25 b. Penentuan reaction time ……………………………26

  12. Validasi metode DPPH ……………………………………26

  13. Uji DPPH ……………………………………………………26

  14. Analisis Hasil …………………………………………....27

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………....28 A. Hasil Determinasi Tanaman ……………………………………28 B. Hasil Pengumpulan Bahan ……………………………………28 C. Pembuatan Serbuk Daun Tanaman Singkong ……………………29 D. Pembuatan Ekstrak Daun Singkong ……………………………31

  F. Standarisasi Ekstrak Daun Singkong ……………………………38

  G. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum ……………39

  H. Penentuan Reaction Time ……………………………………………41

  I. Validasi Metode Analisis ……………………………………………42 J. Hasil Uji Penangkapan Radikal Bebas dengan Metode DPPH ..…..45

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………51 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………52 LAMPIRAN .......................................................................................................55 BIOGRAFI PENULIS …………………………………………………....70

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I Kriteria Nilai Akurasi yang Masih dapat Diterima Menurut APVMA (2004) ……………………………………………14

  Tabel II Kriteria Nilai Presisi yang Masih dapat Diterima Menurut APVMA (2004) ……………………………………………15

  Tabel III Keterangan gambar untuk penotolan baku pada uji kualitatif Rutin ……………………………………………………………36

  Tabel IV Keterangan gambar untuk penotolan sampel pada uji kualitatif rutin ……………………………………………………………37 Tabel V Hasil uji kualitatif keberadaan rutin dengan metode KLT ……38 Tabel VI Hasil scanning panjang gelombang serapan maksimum di sekitar peak ……………………………………40 Tabel VII Nilai perolehan kembali (% recovery) validasi metode analisis ……………………………………………………43 Tabel VIII Nilai CV hasil validasi metode analisis ……………………44 Tabel IX Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas oleh Ekstrak Daun

  Singkong (EC ) ....................................................................49

  50 Tabel X Hasil Penentuan Reaction Time ……………………………58

  Tabel XI Data penimbangan DPPH untuk Validasi Metode Analisis……...59 Tabel XII Data absorbansi untuk pengerjaan I validasi metode analisis ……………………………………………………59 Tabel XIIII Data absorbansi untuk pengerjaan II validasi metode analisis ……………………………………………..……..60

  Tabel XIV Data absorbansi untuk pengerjaan III validasi metode analisis …………………………………………....………60 Tabel XV Data Penimbangan Ekstrak Daun Singkong ……………………63

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid ……………………….……………5 Gambar 2. Stuktur Rutin ………………………………………………….....5 Gambar 3. Diphenylpicryl hydrazyl (radikal bebas) ……………………………10 Gambar 4. Diphenylpicryl hydrazyl (non radikal) ……………………………10 Gambar 5. Tingkat energi elektronik ……………………………………………17 Gambar 6. Serbuk simplisia daun singkong kering ……………………………30

  2+

  Gambar 7. Reaksi pembentukan kompleks antara ion Ca yang terdapat pada plat silika dengan senyawa rutin ............................................35 Gambar 8. Kromatogram hasil uji kualitatif flavonoid dalam ekstrak daun singkong dengan fase diam selulosa dan fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air (5:1:4 (v/v)), deteksi dengan diuapi NH ……………………………………….. ……………….…36

  3 Gambar 9. Foto grafik hasil scanning panjang gelombang serapan

  maksimum ……………………………………………………41 Gambar 10. Mekanisme penghambatan radikal bebas DPPH (·R) oleh senyawa rutin. …………………………………………………………....47 Gambar 11. Foto grafik absorbansi DPPH saat penentuan Reaction Time............58

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Surat Determinasi Tanaman Singkong ……………………………56 Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Ekstrak Daun Singkong…………………...57 Lampiran 3. Penentuan Reaction Time ……………………………………58 Lampiran 4. Contoh Perhitungan Validasi Metode Analisis ……………………59 Lampiran 5. Contoh Perhitungan Recovery kadar DPPH ……………………61 Lampiran 6. Contoh Perhitungan CV untuk Validasi Metode Analisis ……62 Lampiran 7. Contoh perhitungan EC Ekstrak Daun Singkong ……………63

50 Lampiran 8. Hasil penentuan susut pengeringan ekstrak daun singkong ……66

  Lampiran 9. Hasil penentuan kadar abu ekstrak daun singkong ……………67 Lampiran 10. Foto-foto penelitian ……………………………………………69

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas merupakan faktor yang dapat menginduksi timbulnya

  penyakit degeneratif, karena dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lemak, dan bahkan DNA sel (Amrun dan Umiyah, 2005). Oksidasi molekul dapat dihambat oleh suatu senyawa yang disebut antioksidan (Sunarni, Pramono, dan Asmah, 2007).

  Tubuh memerlukan antioksidan eksogen karena tidak mempunyai sistem pertahanan oksidatif yang memadai terhadap paparan radikal yang berlebihan.

  Antioksidan alami menjadi alternatif karena terdapat kekhawatiran terhadap efek samping antioksidan sintetik (Rohdiana, 2001). Antioksidan alami dapat diperoleh dari asupan bahan makanan, seperti vitamin C, E, A, flavonoid, dan juga β- karoten.

  Sejumlah flavonoid, termasuk rutin, kuersetin, morin, gossipetin, krisin, mirisetin, katekin dan derivatnya, serta proantosianidin oligomerik telah terbukti dalam studi in vitro dapat menghambat oksidasi dari low density lipoprotein (LDL) (Miller, 1996).

  Salah satu bahan alam yang diduga memiliki aktivitas antioksidan adalah

  

Manihotis Folium, yaitu simplisia berupa daun yang berasal dari tanaman

  singkong (Manihot utilissima Pohl.). Bahruddin, Sirait, dan Moesdarsono (2007) mengemukakan bahwa daun singkong mengandung rutin sebesar 0,71%(b/b) pada

  Miller (1996), rutin mempunyai aktivitas antioksidan karena telah terbukti dalam studi in vitro dapat menghambat oksidasi LDL. Oleh karena itu dalam penelitian ini ingin diketahui berapa besar aktivitas antioksidan ekstrak daun singkong. Untuk mengetahui berapa besar aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh ekstrak daun singkong, maka dilakukan uji daya antioksidan menggunakan metode diphenylpicryl hydrazyl (DPPH). Metode ini digunakan karena secara teknik pengerjaan, kelarutan ekstrak daun singkong rendah dalam air, sehingga dipakai metode yang menggunakan pelarut yang sesuai untuk ekstrak. Selain itu, metode DPPH juga sederhana untuk dikerjakan (Karadag, Ozcelik, dan Saner, 2009). Aktivitas antioksidan dari suatu senyawa dapat diketahui dari adanya penurunan absorbansi DPPH yang terjadi akibat penambahan senyawa tersebut (Sunarni, dkk., 2007). Konsentrasi yang menyebabkan penurunan 50% dari konsentrasi DPPH awal didefinisikan sebagai EC (Efficient Concentration 50)

  50

  (Karadag, dkk., 2009). Nilai aktivitas antioksidan diketahui melalui nilai EC

  50

  yang dihasilkan, bahwa semakin tinggi aktivitas antioksidan suatu senyawa, maka semakin rendah nilai EC yang dihasilkan (Molyneux, 2003).

50 Berdasarkan hal-hal di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk

  mengetahui aktivitas ekstrak daun singkong sebagai antioksidan dan mengukur nilai aktivitas antioksidan ekstrak tersebut menggunakan metode DPPH.

1. Perumusan Masalah

  Berapa nilai aktivitas antioksidan ekstrak daun singkong yang dinyatakan sebagai EC melalui pengujian menggunakan metode DPPH?

  50

  2. Keaslian Penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka oleh penulis, penelitian tentang uji antioksidan ekstrak daun singkong menggunakan metode diphenylpicryl

  hydrazyl (DPPH) belum pernah dilakukan.

  3. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat Praktis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi penelitian lebih lanjut maupun masyarakat luas mengenai potensi ekstrak daun singkong sebagai antioksidan alami.

  b. Manfaat Teoritis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi, khususnya tentang penggunaan metode DPPH dalam menguji aktivitas antioksidan bahan alam.

B. Tujuan

  Mengetahui nilai aktivitas antioksidan ekstrak daun singkong yang dinyatakan sebagai EC melalui pengujian menggunakan metode DPPH.

  50

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tanaman Singkong

  1. Keterangan botani tanaman singkong

  Tanaman singkong (Manihot utilissima Pohl.) termasuk dalam famili Euphorbiaceae dan lebih dikenal dengan nama ubi kayu ( Steenis, 1992).

  2. Morfologi tanaman singkong

  Tanaman singkong merupakan perdu tidak bercabang atau bercabang sedikit, tinggi 2-7 m. batang dengan tanda berkas daun yang bertonjolan. Umbi akar besar, memanjang, dengan kulit berwarna coklat suram. Tangkai daun 6-35 cm; helaian daun sampai dekat pangkal berbagi menjari 3-9. Di Indonesia banyak ditanam sebagai tanaman pangan, dan dapat hidup pada ketinggian 5-1.300 m ( Steenis, 1992).

3. Kandungan daun singkong

  Daun singkong mengandung flavonoid, alkaloid, tanin, antrakuinon, saponin, gula pereduksi dan antrosianida, tetapi tidak mengandung glikosida jantung (Ebuehi, Babalola, dan Ahmed, 2005).

  Daun singkong mengandung rutin sebesar 0,71%(b/b) pada daun yang muda, 0,35%(b/b) pada daun tua dan 0,16%(b/b) pada daun kuning (Bahruddin, dkk., 2007).

B. Flavonoid

  Flavonoid (Gambar 1) merupakan senyawa polifenol yang strukturnya

  1995). Aktivitas antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya. (Cuvelier, Richards, dan Besset, 1991).

  

C C

C

Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid

  Sejumlah flavonoid, termasuk rutin (Gambar 2), kuersetin, morin, gossipetin, krisin, mirisetin, katekin dan derivatnya, serta proantosianidin oligomerik telah terbukti dalam studi in vitro dapat menghambat oksidasi dari LDL (Miller, 1996).

  

Gambar 2. Stuktur Rutin (Nuengchamnong, Lokkerbol, dan Ingkaninan,

2004)

  Dalam beberapa studi, flavonoid telah terbukti mempunyai potensi antioksidan, dapat menghambat radikal hidroksil, anion superoksida, dan radikal lipidperoksida. Flavonoid juga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri, antiinflamasi, antialergi, antimutagenik, antiviral, antineoplastik, antitrombotik,

  Penyarian flavonoid dari dalam simplisia tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut polar, semi polar, maupun nonpolar sesuai dengan kelarutan flavonoid yang diekstraksi. Kelarutan flavonoid berbeda-beda sesuai golongan dan substitusinya (Robinson, 1995). Pelarut yang kurang polar digunakan untuk mengekstraksi aglikon flavonoid, sedangkan pelarut yang lebih polar digunakan untuk glikosida flavonoid maupun antosianin. Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi. Oleh karena itu, umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, etil asetat, dimetilsulfoksida, dimetilformida, dan air (Markham, 1988).

  Senyawa flavonoid merupakan senyawa fenolik, oleh karena itu dapat memberikan reaksi dengan pereaksi untuk fenol antara lain membentuk warna khas dengan FeCl , AlCl , larutan asam sulfanilat terdiasotasi, sitroborat, vanillin

  3

3 HCl dan senyawa asam sulfat pekat (Harborne, 1987). Flavonoid dapat dideteksi dengan ammonia, jika tidak bercampur dengan pigmen lain.

C. Radikal Bebas

  Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil karena mempunyai satu elektron atau lebih yang tidak berpasangan, sehingga untuk memperoleh pasangan elektron senyawa ini sangat reaktif dan merusak jaringan. Radikal bebas yang terbentuk cenderung untuk mengadakan reaksi berantai yang bila terjadi dalam tubuh dapat menimbulkan kerusakan- kerusakan yang serius (Percival, 1998). Untuk mencapai kestabilan atom atau memperoleh pasangan elektron. Reaksi seperti ini berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan maka akan menimbulkan penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya (Andayani, Lisawati, dan Maemunah, 2008).

D. Antioksidan

  1. Definisi dan aktivitas senyawa antioksidan

  Antioksidan merupakan suatu senyawa yang berperan dalam menghambat oksidasi yang diperantarai oksigen. Senyawa antioksidan memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit. Hal tersebut disebabkan senyawa antioksidan dapat mencegah pengaruh buruk yang disebabkan oleh senyawa radikal bebas (Percival, 1998).

  2. Penggolongan antioksidan

  Sistem antioksidan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok enzimatik dan non-enzimatik. Antioksidan enzimatik terdiri dari superoxide

  dismutase (SOD), katalase dan glutathione peroxidase. Antioksidan non-

  enzimatik terdiri dari vitamin E, vitamin A, provitamin A (beta karoten), dan vitamin C. Antioksidan enzimatik secara alamiah dihasilkan oleh tubuh sedangkan antioksidan non-enzimatik diperoleh dari luar tubuh (Fouad, 2005).

  3. Metode pengujian aktivitas antioksidan

  Terdapat beberapa metode pengujian aktivitas antioksidan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Uji kualitatif untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode

  Uji aktivitas antioksidan dapat dilakukan secara spektrofotometri. Beberapa uji kuantitatif untuk mengetahui aktivitas suatu antioksidan antara lain: a. pengujian penangkapan radikal (radical scavenging test) dilakukan dengan cara mengukur penangkapan radikal sintetik dalam pelarut organik polar seperti metanol atau etanol pada suhu kamar. Radikal sintetik yang sering digunakan adalah DPPH (2,2’ -difenil-1-

  pikril hidrazil) dan ABTS (2,2’ -azinobis (3-etil benzotiazolin-asam sulfonat)).

  Dasarnya adalah kemampuan suatu senyawa untuk menangkap radikal DPPH. DPPH memberikan warna violet pada panjang gelombang 517 nm. Penangkapan radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil. Reaksi yang terjadi: b. pengujian aktivitas antioksidan dasar: pengukuran intensitas warna kompleks feritiosianat yang terbentuk dari reaksi ion feri dengan ammonium tiosianat. Ion feri terbentuk dari oksidasi ion fero oleh peroksida yang berasal dari oksidasi asam linoleat. Kompleks feritiosianat yang berwarna merah diukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm. Semakin tinggi absorbansinya (warna merah yang terbentuk semakin pekat) adanya senyawa yang berperan sebagai antioksidan intensitas warna yang terbentuk semakin rendah.

  c. Pengujian dengan asam tiobarbiturat Dasar uji ini adalah reaksi malondealdehid dengan asam tiobarbiturat menghasilkan kromogen warna merah muda yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm. Malondialdehid terbentuk dari asam lemak bebas tidak jenuh dengan paling sedikit mempunyai tiga ikatan rangkap. Adanya senyawa yang bersifat antioksidan akan menghambat terbentuknya malondialdehid dari asam lemak bebas tidak jenuh.

  d. pengujian dengan system β-karoten-linoleat pengujian dilakukan dengan mengamati kecepatan pemucatan warna β- karoten karotenoid dapat meredam oksigen yang reaktif menghasilkan oksigen yang lebih stabil.

E. Diphenylpicryl Hydrazyl (DPPH)

  Molekul 1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl (DPPH) merupakan suatu radikal bebas yang stabil dengan adanya delokalisasi elektron bebas pada molekul tersebut. Delokalisasi ini menyebabkan peningkatan warna violet, yang ditunjukkan dengan pita absorpsi dalam larutan etanol pada panjang gelombang 520 nm (Molyneux, 2003).

  Saat larutan DPPH dicampurkan dengan substansi yang dapat memberikan hidrogen radikal, akan menyebabkan terjadinya bentuk tereduksi dengan

  Gambar 3. Diphenylpicryl hydrazyl (radikal bebas)

Gambar 4. Diphenylpicryl hydrazyl (non radikal)

  Salah satu parameter yang telah diketahui sebagai interpretasi hasil dari metode DPPH yang dilakukan adalah “efficient concentration 50” atau nilai EC .

  50 Nilai ini didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang menyebabkan 50%

  hilangnya aktivitas DPPH. Nilai aktivitas antioksidan diketahui melalui nilai EC

  50

  yang dihasilkan, bahwa semakin tinggi aktivitas antioksidan suatu senyawa, maka semakin rendah nilai EC yang dihasilkan (Molyneux, 2003).

50 F. Metode Penyarian

  Penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa aktif yang semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut (Anonim, 1995).

  Metode penyarian ada beberapa macam:

1. Maserasi dan remaserasi

  Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, dilakukan dengan maserasi, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang pekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Maserasi umumnya digunakan untuk simplisia yang tidak keras, dan tidak kompak (Anonim, 1986).

  Remaserasi adalah modifikasi cara penyarian maserasi. Pada proses remaserasi cairan penyari dibagi dua. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua (Anonim, 1986).

  2. Perkolasi

  Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Aliran cairan penyari memyebabkan adanya pergantian larutan yang mempunyai konsentrasi tinggi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga akan meningkatkan derajat konsentrasi. Perkolasi umumnya digunakan untuk menyari simplisia keras dan kompak (Anonim, 1986).

  3. Infudasi

  Infudasi adalah metode penyarian yang menggunakan penyari air dengan pemanasan pada suhu 90 C selama 15 menit. Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang larut dalam air dan tahan terhadap pemanasan

4. Penyarian berkesinambungan

  Pada metode penyarian ini cairan penyari dididihkan sehingga akan menguap dan mengembun karena adanya pendingin. Cairan penyari yang mengembun akan turun membasahi simplisia, demikian seterusnya. Metode penyarian ini sesuai untuk simplisia yang bahan aktifnya tahan terhadap pemanasan (Anonim, 1986).

  Menurut Markham (1988), cara menyari kebanyakan flavonoid adalah dengan cara merendam simplisia menggunakan pelarut metanol, kemudian dilanjutkan dengan remaserasi dan penguapan pelarut sampai didapat ekstrak kering.

G. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

  Kromatografi lapis tipis merupakan pemisahan pada lapisan tipis dengan suatu penyangga. Lapisan yang memisahkan terdiri atas partikel-partikel sebagai fase diam yang ditempatkan pada penyangga yang berupa lempeng gelas, logam, pelat polimer, atau lapisan lain yang cocok. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum. Lapisan ini berfungsi sebagai permukaan padat yang menyerap (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

  Kromatografi lapis tipis adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana. Dalam KLT, pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi solut antara fase diam dengan fase gerak yang terjadi secara kompetitif. Kemampuan fase diam mengadsorpsi sangat bergantung pada topografi gugus pada fase diam akan dielusi paling lama dan mempunyai nilai Rf (Retardation

  

factor) yang kecil, sedangkan senyawa yang tidak terikat kuat pada fase diam

  akan terelusi lebih dahulu dan mempunyai nilai Rf yang besar. Bercak yang mempunyai nilai Rf yang sama kemungkinan merupakan senyawa yang sama.

  Bilangan Rf didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan fase pengembang (Markham, 1988).

  Hasil elusi sampel oleh fase gerak menghasilkan bercak yang dapat diamati dan digunakan untuk analisis senyawa. Akan tetapi, terkadang bercak yang dihasilkan pada lempeng fase diam masih sulit untuk dideteksi. Masalah tersebut dapat diatasi dengan menambahkan pereaksi yang mampu memperjelas bercak, sehingga memudahkan dalam pendeteksian. Senyawa-senyawa yang sering digunakan untuk pereaksi pendeteksi dalam KLT antara lain ammonia, AlCl , FeCl , sitroborat, dan berbagai pereaksi lain yang cukup banyak macamnya

  3

  3 (Mabry, Markham, dan Thomas, 1970).

  Menurut Markham (1988), kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk identifikasi flavonoid dan isolasi flavonoid skala kecil.

H. Standarisasi Ekstrak

  Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000).

  Standarisasi ekstrak mempunyai pengertian bahwa ekstrak yang akan digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia), selain itu juga diperlukan persyaratan parameter standar umum dan spesifik yang tertera dalam buku monografi ekstrak.

I. Validasi Metode Analisis

  Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan dalam penggunaannya (Harmita, 2004). Parameter-parameter yang digunakan untuk validasi diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Akurasi Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

  

Tabel I. Kriteria Nilai Akurasi yang Masih dapat Diterima

Menurut APVMA (2004)

Kadar zat aktif Nilai Recovery yang Masih dapat Diterima (%) (%)

  ≥10 98-102 1-10 90-110

  0,1-1 80-120 <0,1 75-125

  2. Presisi Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata–rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel – sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi biasanya dinyatakan dalam koefisien variasi (KV).

  

Tabel II. Kriteria Nilai Presisi yang Masih dapat Diterima

Menurut APVMA (2004)

Kadar zat aktif Nilai KV yang Masih dapat Diterima (%) (%)

  ≥10 ≤2 1-10 ≤5

  0,1-1 ≤10 <0,1 ≤20

  3. Linieritas Linieritas merupakan kemampuan suatu metode (pada rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel (Anonim, 2007).

  4. Spesifisitas Spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi.

  Penyimpangan hasil merupakan selisih dari hasil uji keduanya (Harmita, 2004).

  5. LOD (limit of detection) dan LOQ (limit of quantitation)

  Limit of detection (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang

  dapat dideteksi dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Limit of quantitation (LOQ) merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria akurasi dan presisi. LOD dan LOQ dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi (Harmita, 2004).

  

J. Spekrofotometri Visibel