BENGKEL WIRAUSAHA SEBAGAI WADAH PENINGKATAN JIWA KEWIRAUSAHAAN BAGI WIRAUSAHA PENYANDANG TUNA DAKSA.
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
BENGKEL WIRAUSAHA SEBAGAI WADAH PENINGKATAN JIWA
KEWIRAUSAHAAN BAGI WIRAUSAHA PENYANDANG TUNA DAKSA
Nugraha Arif Karyanta
Salmah Lilik
Bagus Wicaksono
ABSTRAK
Penyandang cacat mampu dan memiliki potensi untuk dapat melakukan kegiatan
di bidang wirausaha. Hal ini mengingat kewirausahaan adalah bidang yang terbuka bagi
semua pihak tanpa menuntut tingkat pendidikan. Pelaku wirausaha juga relatif lebih
bebas diskriminasi daripada berbagai bidang lain. Meski demikian, keterbatasan yang
dimiliki penyandang cacat membuat mereka memerlukan dukungan sehingga aktivitas
bisnis yang dilaksanakan dapat lebih berkembang lagi.
Salah satu alternatif yang dikembangkan dalam kegiatan ini adalah “bengkel
wirausaha” untuk wirausahawan penyandang cacat. Dalam “bengkel wirausaha” ini para
wirausahawan penyandang cacat diberikan pelatihan pengembangan jiwa wirausaha dan
manajemen bisnis yang akan membuat mereka lebih termotivasi dalam
mengembangkan usaha. Kegiatan konseling terhadap berbagai permasalahan para
penyandang cacat, terutama konseling kewirausahaan juga dilaksanakan dalam wadah
tersebut. Selain itu wadah “bengkel wirausaha” ini dapat menjadi wadah interaksi antar
wirausahawan penyandang cacat sehingga terdapat peer support dan informasi peluang
bisnis antar mereka.
Materi pelatihan yang diberikan adalah materi Pengembangan Motivasi
Wirausaha dan materi Manajemen Bisnis. Kegiatan lain adalah Focus Group Discussion
untuk menjadi ajang konseling dan pendampingan bagi berbagai permasalahan baik
pribadi maupun terutama permasalahan bisnis yang mereka alami, dan bagaimana
meningkatkannya meskipun hanya sebuah langkah kecil.
Kegiatan pengabdian telah dilaksanakan pada hari minggu tanggal 3 Oktober
2010. Kegiatan ini menggandeng IWA atau Ikatan Wirausaha Alumni RC yang oleh
para anggota sering disebut sebagai Ikatan Wirausaha Penyandang Cacat Indonseia.
Kegiatan dihadiri oleh 22 orang anggota IWA yang memiliki berbagai bidang usaha
kecil maupun mikro, antara lain konveksi, kerajinan, produksi tempe, hingga bengkel
sepeda motor.
Evaluasi atas hasil kegiatan menunjukkan bahwa kegiatan ini merupakan sebuah
kegiatan yang memang betul-betul diperlukan baik oleh wirausaha penyandang cacat
maupun oleh IWA sebagai asosiasi wirausahawan penyandang cacat. Bagi penyandang
cacat, kegiatan ini sedikit banyak mampu merangsang mereka untuk bekerja dan
bertindak lebih baik lagi dalam menjalankan bisnis yang selama ini mereka tekuni.
Wirausaha penyandang cacat juga menemukan jaringan dalam melakukan bisnis, dan
membuka peluang bagi bisnis lain. Bagi IWA, kegiatan ini merupakan salah satu bentuk
penguatan kelembagaan karena selama ini aktivitas IWA masih sangat kurang.
Kata kunci: pengabdian, bengkel wirausaha, penyandang tuna daksa
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
59
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
Salah
PENDAHULUAN
satu
alternatif
memungkinkan
Latar Belakang
dalam
yang
memenuhi
kebutuhan ekonomi para penyandang
Menurut data WHO 3% - 5%
cacat adalah wirausaha, karena kalau
dari 210 juta penduduk Indonesia atau
mengandalkan pekerjaan mereka akan
sekitar 8,4 juta orang adalah oraj
lebih sulit mendapatkannya sebagai
”kecacatan”
Mayoritas
akibat kecacatan yang mereka miliki. Di
kecacatan itu disebabkan karena faktor
satu sisi kecacatan membuat para
kemiskinan,
serta
penyandang cacat secara fungsional
infeksi selama proses kehamilan dan
memiliki kesulitan dalam aktivitasnya,
persalinan
saluran
di sisi lain pandangan stereotip dari
reproduksi. Salah satu faktor penyebab
kelompok masyarakat akan semakin
kecacatan adalah masalah kesehatan
menyulitkan mereka dalam beraktivitas,
reproduksi (Nugroho, 2004).
belum lagi terkait dengan perasaan
dittable.
kekurangan
atau
gizi
infeksi
Masyarakat
cenderung
mengasihi penderita cacat tubuh dan
rendah diri yang dimiliki oleh karena
kecacatan tersebut.
beranggapan bahwa mereka tidak dapat
Penyandang cacat mampu dan
melakukan apa yang dilakukan oleh
memiliki
orang-orang normal pada umumnya,
melakukan
kegiatan
bahkan
wirausaha.
Hal
tidak
mengejek,
jarang
masyarakat
mempergunjingkan
potensi
untuk
di
ini
dapat
bidang
mengingat
kewirausahaan
adalah
bidang
yang
kebenaran pada penderita cacat tubuh
terbuka
semua
pihak
tanpa
tersebut. Pada penderita cacat tubuh
menuntut tingkat pendidikan (ternyata
dalam
sering
wirausaha Indonesia sukses memiliki
dipandang sebagai sosok yang tidak
tingkat pendidikan tidak terlalu tinggi).
berdaya dan tidak dapat mengerjakan
Pelaku wirausaha juga relatif lebih
sesuatu yang berarti sehingga terjadi
bebas diskriminasi daripada berbagai
diskriminasi.
bidang lain.
masyarakat
Hal
ini
tentu
juga
saja
tidak
Di sisi lain, pandangan stereotip
menguntungkan bagi para penyandang
terhadap
cacat
mereka
ini,
termasuk
pula
bagi
penyandang cacat pelaku wirausaha.
bagi
penyandang
dianggap
cacat
tidak
tubuh,
beruntung,
kehidupannya terhambat terganggu dan
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
59
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
akan hancur. Pandangan masyarakat
mengembangkan
semacam ini dapat berpengaruh pada
sekup yang lebih tinggi lagi.
konsep diri, kemauan, dan motivasi.
1.
Pandangan
yang
menguntungkan
mengakibatkan
akan
tumbuhnya
perasaan
kepada
Perumusan Masalah
Berdasarkan analisis situasi di
kurang
ini
usahanya
atas,
maka
permasalahan
yang
dirumuskan dalam kegiatan ini adalah
tidak mampu, putus asa, tidak berharga,
bagaimana
tidak percaya pada diri sendiri, merasa
kewirausahaan
rendah diri, cemas, dan khawatir yang
penyandang cacat dan menciptakan
justru akan menghambat penyandang
dukungan
cacat tubuh untuk melakukan hubungan
penyandang
interpersonal.
berkiprah mengembangkan usahanya.
Kondisi psikologis seperti ini
2.
mengembangkan
bagi
sosial
cacat
wirausaha
agar
ini
jiwa
wirausaha
dapat
terus
Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah:
tentu saja akan mengganggu seseorang
“bengkel
1. Membentuk
dalam menjalankan bisnisnya. Situasi
psikologis seperti di atas akan membuat
wirausaha” untuk penyandang
seseorang tidak mampu untuk bergerak,
cacat yang akan menjadi wadah
padahal salah satu tuntutan dalam
interaksi wirausaha penyandang
kewirausahaan
cacat.
adalah
kelincahan
2. Mengembangkan
bergerak dalam arti energi tinggi untuk
kewirausahaan
dapat menjalankan usahanya.
Dapat
kita
cermati
jiwa
penyandang
cacat.
dari
pernyataan di atas bahwa wirausaha
3. Melakukan
pendampingan
penyandang cacat memiliki potensi
manajemen
kompleksitas permasalahan lebih tinggi
wirausaha penyandang cacat.
daripada kelompok masyarakat lain
4. Melakukan konseling terhadap
bisnis
terhadap
dalam mengelola bisnisnya. Untuk ini,
berbagai
mereka memerlukan dukungan sosial
penyandang cacat terutama yang
yang akan membuat penyandang cacat
terkait dengan proses bisnis
ini lebih termotivasi dalam berusaha,
yang dijalani.
memiliki endurance lebih tinggi, dan
memiliki
60
kemauan
3.
Tinjauan Pustaka
untuk
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
permasalahan
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
Pembahasan dan upaya-upaya
kelainan fisik dan/atau mental, yang
pemberdayaan penyandang cacat yang
dapat mengganggu atau merupakan
dilakukan di Indonesia dewasa ini, tidak
rintangan dan hambatan baginya untuk
terlepas
strategi
melakukan kegiatan secara selayaknya
kawasan
yang terdiri dari: penyandang cacat
ESCAP (Komisi Sosial Ekonomi bagi
fisik, penyandang cacat mental, dan
Kawasan Asia Pasifik) menjelang tahun
penyandang cacat fisik dan mental.
dari
pembangunan
adanya
sosial
bagi
2000 dan masa sesudah itu oleh
Ditinjau dari aspek psikologis
Konfrensi Tingkat Menteri Asia Pasifik
penyandang
ke-IV mengenai kesejahteraan sosial
cenderung merasa apatis, malu, rendah
dan pembangunan sosial di Manila pada
diri, sensitif dan kadang-kadang pula
tahun 1991. Strategi tersebut ditujukan
muncul
untuk meningkatkan mutu kehidupan
lingkungannya, demikian diungkapkan
seluruh
dalam
oleh Carolina S.Pd, seorang guru pada
kawasan ESCAP, dengan sasaran dasar
SLB D YPAC Jakarta. Keadaan seperti
yang
meliputi
ini mempengaruhi kemampuan dalam
realisasi
hal sosialisasi dan interaksi sosial
keadilan yang merata dan peningkatan
terhadap lingkungan sekitarnya atau
partisipasi
dalam pergaulan sehari-harinya.
warga
hendak
pengentasan
Berdasarkan
diarahkan
masyarakat
diwujudkan
kemiskinan,
warga
hal
khusus
masyarakat.
tersebut,
secara
strategi
langsung
tuna
daksa
sikap
egois
Pandangan
penyandang
memang
terhadap
stereotip
terhadap
tubuh,
mereka
cacat
menyentuh kelompok-kelompok dari
dianggap
segi sosial kurang beruntung atau rawan
kehidupannya terhambat terganggu dan
di kawasan Asia Pasifik termasuk
akan hancur. Pandangan masyarakat
“warga penyandang cacat” (Agenda
semacam ini dapat berpengaruh pada
Aksi
konsep diri, kemauan, dan motivasi.
Dasawarsa
Penyandang
cacat
1993-2003).
Undang-undang
Pandangan
Republik
menguntungkan
tidak
beruntung,
yang
ini
kurang
akan
Indonesia No. 4 Tahun 1997 tentang
mengakibatkan
penyandang cacat, pada pasal 1 ayat 1
tidak mampu, putus asa, tidak berharga,
menyatakan bahwa penyandang cacat
tidak percaya pada diri sendiri, merasa
adalah setiap orang yang mempunyai
rendah diri, cemas, dan khawatir yang
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
tumbuhnya
perasaan
61
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
Selain
justru akan menghambat penyandang
karena
berkurangnya
cacat tubuh untuk melakukan hubungan
kemampuan produktif dalam kiprah di
interpersonal.
masyarakat,
Salah satu sumber rendahnya
semakin
interpretasi
memberi
masyarakat
peluang
bagi
self-esteem dari penyandang tuna daksa
berkembangnya perasaan rendah diri.
adalah karena perlakuan dari orang
Lebih lanjut, individu penyandang cacat
signifikan dan masyarakat terhadap
fisik bisa menjadi lebih sensitif terhadap
mereka. Oleh orang tua dan keluarga
kritik
dekat, penyandang tuna daksa seringkali
kompetisi
dan
mengalami
hiperkritik
dengan
perlakuan
yang
tidak
dan
cenderung
menghindari
bahkan
bisa
pula
memproyeksikan
menyenangkan, kadang-kadang bahkan
kelemahannya pada orang lain serta
penolakan.
kerap
menyalahkan lingkungan atas kegagalan
dialami oleh penyandang tuna daksa
yang dialaminya. Situasi ini semakin
dalam
masyarakat,
memberikan peluang lebih besar atas
sehingga mereka mengalami kesulitan
kegagalan yang dialami, dan pada
dalam mendapatkan pekerjaan karena
gilirannya akan semakin menurunkan
stigma
Hal
yang
kiprahnya
dalam
sama
di
masyarakat
tersebut
self-esteem,
ini
dengan
menjadi lingkaran setan.
misalnya.
Hal
ungkapan
Mead
sesuai
(1934)
demikian
terus
hingga
Symbolic
Dalam melakukan aktivitasnya,
Interacsionism yang menggaris bawahi
wirausaha penyandang cacat tentunya
proses
juga
dimana
orang
memiliki
kendala-kendala
menginternalisasikan ide dan sikap yang
psikologis
diekspresikan oleh orang signifikan
tersebut.
dalam
kecenderungan menghindari kompetisi
kehidupan
akibatnya
mereka.
individu
Sebagai
dengan
Perasaan
situasi
rendah
diri,
diri
merupakan
mereka sendiri secara konsisten dengan
rendahnya
cara orang disekitar memperlakukan
berbagai
mereka.
tiadanya keuletan sebagai salah satu
Self-esteem
merespon
terkait
yang
rendah
tampaknya merupakan hasil ketika figur
kunci
menolak,
mengabaikan,
merendahkan orang tersebut.
atau
salah
jiwa
indikasi
wirausaha,
kondisi
itu
karena
menyiratkan
bagian penting dari kewirausahaan.
Istilah
dasarnya
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
kewirausahaan,
berasal
entrepreneur ,
62
satu
yang
dari
kata
terjemahan
dalam
bahasa
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
Inggris di kenal dengan between taker
1. Kewirausahaan
adalah
suatu
atau go between. Pada abad pertengahan
nilai yang diwujudkan dalam
istilah entrepreneur digunakan untuk
perilaku yang dijadikan dasar
menggambarkan seseorang aktor yang
sumber daya, tenaga penggerak,
memimpin proyek produksi.
Konsep
tujuan, siasat, kiat, proses, dan
wirausaha secara lengkap dikemukakan
hasil bisnis (Acmad Sanusi,
oleh Josep Schumpeter, yaitu sebagai
1994).
orang yang mendobrak sistem ekonomi
2. Kewirausahaan
adalah
suatu
memperkenalkan
kemampuan untuk menciptakan
barang dan jasa yang baru, dengan
sesuatu yang baru dan berbeda
menciptakan bentuk organisasi baru
(ability to create the new and
atau mengolah bahan baku baru. Orang
different) (Drucker, 1959).
yang
ada
dengan
tersebut melakukan kegiatannya melalui
3. Kewirausahaan
adalah
suatu
organisasi bisnis yang baru atau pun
proses penerapan kreativitas dan
yang telah ada. Dalam definisi tersebut
inovasi
ditekankan bahwa wirausaha adalah
persoalan
orang yang melihat adanya peluang
peluang
kemudian
kehidupan (Zimmerer. 1996).
menciptakan
sebuah
organisasi untuk memanfaatkan peluang
tersebut.
Sedangkan
proses
dalam
memecahkan
dan
menemukan
untuk
memperbaiki
4. Kewirausahaan
nilai
adalah
suatu
yang diperlukan untuk
kewirausahaan adalah meliputi semua
memulai suatu usaha (start-up
kegiatan fungsi dan tindakan untuk
phase) dan perkembangan usaha
mengejar dan memanfaatkan peluang
(venture
dengan menciptakan suatu organisasi.
Prawiro, 1997).
Istilah wirausaha dan wiraswasta sering
5. Kewirausahaan
growth)
(Soeharto
adalah
digunakan secara bersamaan, walaupun
proses
memiliki substansi yang agak Berbeda.
sesuatu yang baru (creative),
(Suryana, 2004)
dan
Lebih
jauh, Suryana
mengemukakan
kewirausahaan
(2004)
6
hakekat
yang
merupakan
refleksinya atas berbagai sumber:
dalam
suatu
sesuatu
(inovative)
mengerjakan
yang
yang
berbeda
bermanfaat
memberi nilai lebih.
6. Kewirausahaan
menciptakan
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
adalah
nilai
usaha
tambah
63
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
dengan jalan mengkombinasikan
masyarakat
sumber-sumber melaui cara-cara
keuntungan bagi wirausahawan.
baru
dan
berbeda
dan
mendatangkan
Lebih lanjut Drucker (1985;
untuk
memenangkan persaingan. Nilai
dalam
tambah tersebut dapat diciptakan
mengungkapkan aspek kewirausahaan:
dengan cara mengembangkan
teknologi
baru,
Ifham
1. Mampu
&
Helmi,
mengindera
2007)
peluang
usaha
menemukan
pengetahuan baru, menemukan
2. Memiliki rasa percaya diri dan
cara baru untuk menghasilkan
mampu bersikap positif terhadap
barang dan jasa yang baru yang
diri dan lingkungannya
lebih
efisien,
memperbaiki
produk dan jasa yang sudah ada,
3. Berperilaku memimpin
4. Memiliki inisiatif, kreatif dan
inovatif
dan menemukan cara baru untuk
memberikan kepuasan kepada
5. Mampu bekerja keras
konsumen.
6. Berpandangan luas dengan visi
ke depan yang baik
Drucker (1985; dalam Ifham &
Helmi,
2007)
kewirausahaan
mengartikan
sebagai
7. Berani mengambil resiko yang
diperhitungkan
semangat,
kemampuan, sikap, perilaku individu
8. Tanggap
dalam menangani usaha/kegiatan yang
kritik
mengarah
pada
upaya
terhadap
saran
dan
Suhadi (1985; dalam Ifham &
mencari,
menciptakan, menerapkan cara kerja,
Helmi,
teknologi dan produk baru dengan
karakteristik wirausaha ialah percaya
meningkatkan efisiensi dalam rangka
pada
memberikan pelayanan yang lebih baik
menghadapi persoalan dengan baik,
dan atau memperoleh keuntungan lebih
berpandangan luas jauh ke depan,
besar. Untuk memperoleh keuntungan
mempunyai keuletan mental, lincah
diperlukan kreativitas dan penemuan
dalam
hal-hal baru.
mengembangkan
sayap,
proses yang mempunyai resiko tinggi
mengambil
berguru
untuk
pengalaman.
produk
64
Kewirausahaan adalah
menghasilkan
yang
nilai
bermanfaat
tambah
2007)
kemampuan
bagi
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
mengemukakan
sendiri,
berusaha,
resiko,
mampu
berupaya
berani
kepada
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
Ada beberapa sifat penting yang
usahanya kepada karyawan kunci
harus dimiliki oleh seorang pengusaha
yang merupakan faktor penting
sebagaimana diungkapkan oleh Bygrave
bagi kesuksesan usahanya.
(1994; dalam Ifham & Helmi, 2007),
yaitu:
5.
Metode Pelaksanaan
Salah
1. Dream (mimpi), yaitu memiliki
dikembangkan
visi masa depan dan kemampuan
pengabdian
untuk mencapai visi itu.
wirausaha”
2. Decisiveness (ketegasan), yakni
satu
alternatif
dalam
ini
kegiatan
adalah
untuk
“bengkel
wirausahawan
penyandang cacat. Dalam “bengkel
tidak menangguhkan waktu dan
wirausaha”
mengambil
penyandang
cacat
pelatihan
pengembangan
keputusan
dengan
cepat.
3. Doers
(pelaku),
yakni
melaksanakan secepat mungkin.
4. Determination (ketetapan hati),
yang
ini
para
wirausahawan
akan
diberikan
jiwa
wirausaha dan manajemen bisnis yang
akan membuat mereka lebih termotivasi
dalam mengembangkan usaha. Kegiatan
yakni komitmen total, pantang
konseling
menyerah.
permasalahan para penyandang cacat,
5. Dedication
(dedikasi),
yakni
dedikasi total, tidak kenal lelah.
6. Devotion
(kesetiaan),
yakni
mencintai apa yang dikerjakan.
7. Details
(terperinci),
yakni
terhadap
berbagai
terutama konseling kewirausahaan juga
dilaksanakan dalam wadah tersebut.
Selain itu wadah “bengkel wirausaha”
ini dapat menjadi wadah interaksi antar
wirausahawan
penyandang
cacat
menguasai rincian yang bersifat
sehingga terdapat peer support dan
kritis.
informasi peluang bisnis antar mereka.
8. Destiny
(nasib),
yakni
Kegiatan ini akan mengambil
bertanggung jawab atas sendiri
format pelatihan yang bersifat interaktif
yang hendak dicapainya.
dan merupakan model pendidikan orang
9. Dollars (uang), yakni kaya bukan
motivasi
utama,
uang
lebih
berarti sebagai ukuran sukses.
10. Distributif
(distribusi),
mendistribusikan
yakni
kepemilikan
dewasa (adult learning) yang lebih
menekankan pada kegiatan belajar aktif.
Pelaksanaan
menggunakan
pelatihan
metode
akan
experiential
learning sebagai berikut:
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
65
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
BENGKEL WIRAUSAHA SEBAGAI WADAH PENINGKATAN JIWA
KEWIRAUSAHAAN BAGI WIRAUSAHA PENYANDANG TUNA DAKSA
Nugraha Arif Karyanta
Salmah Lilik
Bagus Wicaksono
ABSTRAK
Penyandang cacat mampu dan memiliki potensi untuk dapat melakukan kegiatan
di bidang wirausaha. Hal ini mengingat kewirausahaan adalah bidang yang terbuka bagi
semua pihak tanpa menuntut tingkat pendidikan. Pelaku wirausaha juga relatif lebih
bebas diskriminasi daripada berbagai bidang lain. Meski demikian, keterbatasan yang
dimiliki penyandang cacat membuat mereka memerlukan dukungan sehingga aktivitas
bisnis yang dilaksanakan dapat lebih berkembang lagi.
Salah satu alternatif yang dikembangkan dalam kegiatan ini adalah “bengkel
wirausaha” untuk wirausahawan penyandang cacat. Dalam “bengkel wirausaha” ini para
wirausahawan penyandang cacat diberikan pelatihan pengembangan jiwa wirausaha dan
manajemen bisnis yang akan membuat mereka lebih termotivasi dalam
mengembangkan usaha. Kegiatan konseling terhadap berbagai permasalahan para
penyandang cacat, terutama konseling kewirausahaan juga dilaksanakan dalam wadah
tersebut. Selain itu wadah “bengkel wirausaha” ini dapat menjadi wadah interaksi antar
wirausahawan penyandang cacat sehingga terdapat peer support dan informasi peluang
bisnis antar mereka.
Materi pelatihan yang diberikan adalah materi Pengembangan Motivasi
Wirausaha dan materi Manajemen Bisnis. Kegiatan lain adalah Focus Group Discussion
untuk menjadi ajang konseling dan pendampingan bagi berbagai permasalahan baik
pribadi maupun terutama permasalahan bisnis yang mereka alami, dan bagaimana
meningkatkannya meskipun hanya sebuah langkah kecil.
Kegiatan pengabdian telah dilaksanakan pada hari minggu tanggal 3 Oktober
2010. Kegiatan ini menggandeng IWA atau Ikatan Wirausaha Alumni RC yang oleh
para anggota sering disebut sebagai Ikatan Wirausaha Penyandang Cacat Indonseia.
Kegiatan dihadiri oleh 22 orang anggota IWA yang memiliki berbagai bidang usaha
kecil maupun mikro, antara lain konveksi, kerajinan, produksi tempe, hingga bengkel
sepeda motor.
Evaluasi atas hasil kegiatan menunjukkan bahwa kegiatan ini merupakan sebuah
kegiatan yang memang betul-betul diperlukan baik oleh wirausaha penyandang cacat
maupun oleh IWA sebagai asosiasi wirausahawan penyandang cacat. Bagi penyandang
cacat, kegiatan ini sedikit banyak mampu merangsang mereka untuk bekerja dan
bertindak lebih baik lagi dalam menjalankan bisnis yang selama ini mereka tekuni.
Wirausaha penyandang cacat juga menemukan jaringan dalam melakukan bisnis, dan
membuka peluang bagi bisnis lain. Bagi IWA, kegiatan ini merupakan salah satu bentuk
penguatan kelembagaan karena selama ini aktivitas IWA masih sangat kurang.
Kata kunci: pengabdian, bengkel wirausaha, penyandang tuna daksa
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
59
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
Salah
PENDAHULUAN
satu
alternatif
memungkinkan
Latar Belakang
dalam
yang
memenuhi
kebutuhan ekonomi para penyandang
Menurut data WHO 3% - 5%
cacat adalah wirausaha, karena kalau
dari 210 juta penduduk Indonesia atau
mengandalkan pekerjaan mereka akan
sekitar 8,4 juta orang adalah oraj
lebih sulit mendapatkannya sebagai
”kecacatan”
Mayoritas
akibat kecacatan yang mereka miliki. Di
kecacatan itu disebabkan karena faktor
satu sisi kecacatan membuat para
kemiskinan,
serta
penyandang cacat secara fungsional
infeksi selama proses kehamilan dan
memiliki kesulitan dalam aktivitasnya,
persalinan
saluran
di sisi lain pandangan stereotip dari
reproduksi. Salah satu faktor penyebab
kelompok masyarakat akan semakin
kecacatan adalah masalah kesehatan
menyulitkan mereka dalam beraktivitas,
reproduksi (Nugroho, 2004).
belum lagi terkait dengan perasaan
dittable.
kekurangan
atau
gizi
infeksi
Masyarakat
cenderung
mengasihi penderita cacat tubuh dan
rendah diri yang dimiliki oleh karena
kecacatan tersebut.
beranggapan bahwa mereka tidak dapat
Penyandang cacat mampu dan
melakukan apa yang dilakukan oleh
memiliki
orang-orang normal pada umumnya,
melakukan
kegiatan
bahkan
wirausaha.
Hal
tidak
mengejek,
jarang
masyarakat
mempergunjingkan
potensi
untuk
di
ini
dapat
bidang
mengingat
kewirausahaan
adalah
bidang
yang
kebenaran pada penderita cacat tubuh
terbuka
semua
pihak
tanpa
tersebut. Pada penderita cacat tubuh
menuntut tingkat pendidikan (ternyata
dalam
sering
wirausaha Indonesia sukses memiliki
dipandang sebagai sosok yang tidak
tingkat pendidikan tidak terlalu tinggi).
berdaya dan tidak dapat mengerjakan
Pelaku wirausaha juga relatif lebih
sesuatu yang berarti sehingga terjadi
bebas diskriminasi daripada berbagai
diskriminasi.
bidang lain.
masyarakat
Hal
ini
tentu
juga
saja
tidak
Di sisi lain, pandangan stereotip
menguntungkan bagi para penyandang
terhadap
cacat
mereka
ini,
termasuk
pula
bagi
penyandang cacat pelaku wirausaha.
bagi
penyandang
dianggap
cacat
tidak
tubuh,
beruntung,
kehidupannya terhambat terganggu dan
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
59
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
akan hancur. Pandangan masyarakat
mengembangkan
semacam ini dapat berpengaruh pada
sekup yang lebih tinggi lagi.
konsep diri, kemauan, dan motivasi.
1.
Pandangan
yang
menguntungkan
mengakibatkan
akan
tumbuhnya
perasaan
kepada
Perumusan Masalah
Berdasarkan analisis situasi di
kurang
ini
usahanya
atas,
maka
permasalahan
yang
dirumuskan dalam kegiatan ini adalah
tidak mampu, putus asa, tidak berharga,
bagaimana
tidak percaya pada diri sendiri, merasa
kewirausahaan
rendah diri, cemas, dan khawatir yang
penyandang cacat dan menciptakan
justru akan menghambat penyandang
dukungan
cacat tubuh untuk melakukan hubungan
penyandang
interpersonal.
berkiprah mengembangkan usahanya.
Kondisi psikologis seperti ini
2.
mengembangkan
bagi
sosial
cacat
wirausaha
agar
ini
jiwa
wirausaha
dapat
terus
Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah:
tentu saja akan mengganggu seseorang
“bengkel
1. Membentuk
dalam menjalankan bisnisnya. Situasi
psikologis seperti di atas akan membuat
wirausaha” untuk penyandang
seseorang tidak mampu untuk bergerak,
cacat yang akan menjadi wadah
padahal salah satu tuntutan dalam
interaksi wirausaha penyandang
kewirausahaan
cacat.
adalah
kelincahan
2. Mengembangkan
bergerak dalam arti energi tinggi untuk
kewirausahaan
dapat menjalankan usahanya.
Dapat
kita
cermati
jiwa
penyandang
cacat.
dari
pernyataan di atas bahwa wirausaha
3. Melakukan
pendampingan
penyandang cacat memiliki potensi
manajemen
kompleksitas permasalahan lebih tinggi
wirausaha penyandang cacat.
daripada kelompok masyarakat lain
4. Melakukan konseling terhadap
bisnis
terhadap
dalam mengelola bisnisnya. Untuk ini,
berbagai
mereka memerlukan dukungan sosial
penyandang cacat terutama yang
yang akan membuat penyandang cacat
terkait dengan proses bisnis
ini lebih termotivasi dalam berusaha,
yang dijalani.
memiliki endurance lebih tinggi, dan
memiliki
60
kemauan
3.
Tinjauan Pustaka
untuk
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
permasalahan
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
Pembahasan dan upaya-upaya
kelainan fisik dan/atau mental, yang
pemberdayaan penyandang cacat yang
dapat mengganggu atau merupakan
dilakukan di Indonesia dewasa ini, tidak
rintangan dan hambatan baginya untuk
terlepas
strategi
melakukan kegiatan secara selayaknya
kawasan
yang terdiri dari: penyandang cacat
ESCAP (Komisi Sosial Ekonomi bagi
fisik, penyandang cacat mental, dan
Kawasan Asia Pasifik) menjelang tahun
penyandang cacat fisik dan mental.
dari
pembangunan
adanya
sosial
bagi
2000 dan masa sesudah itu oleh
Ditinjau dari aspek psikologis
Konfrensi Tingkat Menteri Asia Pasifik
penyandang
ke-IV mengenai kesejahteraan sosial
cenderung merasa apatis, malu, rendah
dan pembangunan sosial di Manila pada
diri, sensitif dan kadang-kadang pula
tahun 1991. Strategi tersebut ditujukan
muncul
untuk meningkatkan mutu kehidupan
lingkungannya, demikian diungkapkan
seluruh
dalam
oleh Carolina S.Pd, seorang guru pada
kawasan ESCAP, dengan sasaran dasar
SLB D YPAC Jakarta. Keadaan seperti
yang
meliputi
ini mempengaruhi kemampuan dalam
realisasi
hal sosialisasi dan interaksi sosial
keadilan yang merata dan peningkatan
terhadap lingkungan sekitarnya atau
partisipasi
dalam pergaulan sehari-harinya.
warga
hendak
pengentasan
Berdasarkan
diarahkan
masyarakat
diwujudkan
kemiskinan,
warga
hal
khusus
masyarakat.
tersebut,
secara
strategi
langsung
tuna
daksa
sikap
egois
Pandangan
penyandang
memang
terhadap
stereotip
terhadap
tubuh,
mereka
cacat
menyentuh kelompok-kelompok dari
dianggap
segi sosial kurang beruntung atau rawan
kehidupannya terhambat terganggu dan
di kawasan Asia Pasifik termasuk
akan hancur. Pandangan masyarakat
“warga penyandang cacat” (Agenda
semacam ini dapat berpengaruh pada
Aksi
konsep diri, kemauan, dan motivasi.
Dasawarsa
Penyandang
cacat
1993-2003).
Undang-undang
Pandangan
Republik
menguntungkan
tidak
beruntung,
yang
ini
kurang
akan
Indonesia No. 4 Tahun 1997 tentang
mengakibatkan
penyandang cacat, pada pasal 1 ayat 1
tidak mampu, putus asa, tidak berharga,
menyatakan bahwa penyandang cacat
tidak percaya pada diri sendiri, merasa
adalah setiap orang yang mempunyai
rendah diri, cemas, dan khawatir yang
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
tumbuhnya
perasaan
61
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
Selain
justru akan menghambat penyandang
karena
berkurangnya
cacat tubuh untuk melakukan hubungan
kemampuan produktif dalam kiprah di
interpersonal.
masyarakat,
Salah satu sumber rendahnya
semakin
interpretasi
memberi
masyarakat
peluang
bagi
self-esteem dari penyandang tuna daksa
berkembangnya perasaan rendah diri.
adalah karena perlakuan dari orang
Lebih lanjut, individu penyandang cacat
signifikan dan masyarakat terhadap
fisik bisa menjadi lebih sensitif terhadap
mereka. Oleh orang tua dan keluarga
kritik
dekat, penyandang tuna daksa seringkali
kompetisi
dan
mengalami
hiperkritik
dengan
perlakuan
yang
tidak
dan
cenderung
menghindari
bahkan
bisa
pula
memproyeksikan
menyenangkan, kadang-kadang bahkan
kelemahannya pada orang lain serta
penolakan.
kerap
menyalahkan lingkungan atas kegagalan
dialami oleh penyandang tuna daksa
yang dialaminya. Situasi ini semakin
dalam
masyarakat,
memberikan peluang lebih besar atas
sehingga mereka mengalami kesulitan
kegagalan yang dialami, dan pada
dalam mendapatkan pekerjaan karena
gilirannya akan semakin menurunkan
stigma
Hal
yang
kiprahnya
dalam
sama
di
masyarakat
tersebut
self-esteem,
ini
dengan
menjadi lingkaran setan.
misalnya.
Hal
ungkapan
Mead
sesuai
(1934)
demikian
terus
hingga
Symbolic
Dalam melakukan aktivitasnya,
Interacsionism yang menggaris bawahi
wirausaha penyandang cacat tentunya
proses
juga
dimana
orang
memiliki
kendala-kendala
menginternalisasikan ide dan sikap yang
psikologis
diekspresikan oleh orang signifikan
tersebut.
dalam
kecenderungan menghindari kompetisi
kehidupan
akibatnya
mereka.
individu
Sebagai
dengan
Perasaan
situasi
rendah
diri,
diri
merupakan
mereka sendiri secara konsisten dengan
rendahnya
cara orang disekitar memperlakukan
berbagai
mereka.
tiadanya keuletan sebagai salah satu
Self-esteem
merespon
terkait
yang
rendah
tampaknya merupakan hasil ketika figur
kunci
menolak,
mengabaikan,
merendahkan orang tersebut.
atau
salah
jiwa
indikasi
wirausaha,
kondisi
itu
karena
menyiratkan
bagian penting dari kewirausahaan.
Istilah
dasarnya
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
kewirausahaan,
berasal
entrepreneur ,
62
satu
yang
dari
kata
terjemahan
dalam
bahasa
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
Inggris di kenal dengan between taker
1. Kewirausahaan
adalah
suatu
atau go between. Pada abad pertengahan
nilai yang diwujudkan dalam
istilah entrepreneur digunakan untuk
perilaku yang dijadikan dasar
menggambarkan seseorang aktor yang
sumber daya, tenaga penggerak,
memimpin proyek produksi.
Konsep
tujuan, siasat, kiat, proses, dan
wirausaha secara lengkap dikemukakan
hasil bisnis (Acmad Sanusi,
oleh Josep Schumpeter, yaitu sebagai
1994).
orang yang mendobrak sistem ekonomi
2. Kewirausahaan
adalah
suatu
memperkenalkan
kemampuan untuk menciptakan
barang dan jasa yang baru, dengan
sesuatu yang baru dan berbeda
menciptakan bentuk organisasi baru
(ability to create the new and
atau mengolah bahan baku baru. Orang
different) (Drucker, 1959).
yang
ada
dengan
tersebut melakukan kegiatannya melalui
3. Kewirausahaan
adalah
suatu
organisasi bisnis yang baru atau pun
proses penerapan kreativitas dan
yang telah ada. Dalam definisi tersebut
inovasi
ditekankan bahwa wirausaha adalah
persoalan
orang yang melihat adanya peluang
peluang
kemudian
kehidupan (Zimmerer. 1996).
menciptakan
sebuah
organisasi untuk memanfaatkan peluang
tersebut.
Sedangkan
proses
dalam
memecahkan
dan
menemukan
untuk
memperbaiki
4. Kewirausahaan
nilai
adalah
suatu
yang diperlukan untuk
kewirausahaan adalah meliputi semua
memulai suatu usaha (start-up
kegiatan fungsi dan tindakan untuk
phase) dan perkembangan usaha
mengejar dan memanfaatkan peluang
(venture
dengan menciptakan suatu organisasi.
Prawiro, 1997).
Istilah wirausaha dan wiraswasta sering
5. Kewirausahaan
growth)
(Soeharto
adalah
digunakan secara bersamaan, walaupun
proses
memiliki substansi yang agak Berbeda.
sesuatu yang baru (creative),
(Suryana, 2004)
dan
Lebih
jauh, Suryana
mengemukakan
kewirausahaan
(2004)
6
hakekat
yang
merupakan
refleksinya atas berbagai sumber:
dalam
suatu
sesuatu
(inovative)
mengerjakan
yang
yang
berbeda
bermanfaat
memberi nilai lebih.
6. Kewirausahaan
menciptakan
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
adalah
nilai
usaha
tambah
63
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
dengan jalan mengkombinasikan
masyarakat
sumber-sumber melaui cara-cara
keuntungan bagi wirausahawan.
baru
dan
berbeda
dan
mendatangkan
Lebih lanjut Drucker (1985;
untuk
memenangkan persaingan. Nilai
dalam
tambah tersebut dapat diciptakan
mengungkapkan aspek kewirausahaan:
dengan cara mengembangkan
teknologi
baru,
Ifham
1. Mampu
&
Helmi,
mengindera
2007)
peluang
usaha
menemukan
pengetahuan baru, menemukan
2. Memiliki rasa percaya diri dan
cara baru untuk menghasilkan
mampu bersikap positif terhadap
barang dan jasa yang baru yang
diri dan lingkungannya
lebih
efisien,
memperbaiki
produk dan jasa yang sudah ada,
3. Berperilaku memimpin
4. Memiliki inisiatif, kreatif dan
inovatif
dan menemukan cara baru untuk
memberikan kepuasan kepada
5. Mampu bekerja keras
konsumen.
6. Berpandangan luas dengan visi
ke depan yang baik
Drucker (1985; dalam Ifham &
Helmi,
2007)
kewirausahaan
mengartikan
sebagai
7. Berani mengambil resiko yang
diperhitungkan
semangat,
kemampuan, sikap, perilaku individu
8. Tanggap
dalam menangani usaha/kegiatan yang
kritik
mengarah
pada
upaya
terhadap
saran
dan
Suhadi (1985; dalam Ifham &
mencari,
menciptakan, menerapkan cara kerja,
Helmi,
teknologi dan produk baru dengan
karakteristik wirausaha ialah percaya
meningkatkan efisiensi dalam rangka
pada
memberikan pelayanan yang lebih baik
menghadapi persoalan dengan baik,
dan atau memperoleh keuntungan lebih
berpandangan luas jauh ke depan,
besar. Untuk memperoleh keuntungan
mempunyai keuletan mental, lincah
diperlukan kreativitas dan penemuan
dalam
hal-hal baru.
mengembangkan
sayap,
proses yang mempunyai resiko tinggi
mengambil
berguru
untuk
pengalaman.
produk
64
Kewirausahaan adalah
menghasilkan
yang
nilai
bermanfaat
tambah
2007)
kemampuan
bagi
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
mengemukakan
sendiri,
berusaha,
resiko,
mampu
berupaya
berani
kepada
Nugraha Arif Karyanta, Bengkel Wirausaha Sebagai Wadah Peningkatan Jwa Kewirausahaan
Bagi Wirausaha Penyandang Tuna Daksa
Ada beberapa sifat penting yang
usahanya kepada karyawan kunci
harus dimiliki oleh seorang pengusaha
yang merupakan faktor penting
sebagaimana diungkapkan oleh Bygrave
bagi kesuksesan usahanya.
(1994; dalam Ifham & Helmi, 2007),
yaitu:
5.
Metode Pelaksanaan
Salah
1. Dream (mimpi), yaitu memiliki
dikembangkan
visi masa depan dan kemampuan
pengabdian
untuk mencapai visi itu.
wirausaha”
2. Decisiveness (ketegasan), yakni
satu
alternatif
dalam
ini
kegiatan
adalah
untuk
“bengkel
wirausahawan
penyandang cacat. Dalam “bengkel
tidak menangguhkan waktu dan
wirausaha”
mengambil
penyandang
cacat
pelatihan
pengembangan
keputusan
dengan
cepat.
3. Doers
(pelaku),
yakni
melaksanakan secepat mungkin.
4. Determination (ketetapan hati),
yang
ini
para
wirausahawan
akan
diberikan
jiwa
wirausaha dan manajemen bisnis yang
akan membuat mereka lebih termotivasi
dalam mengembangkan usaha. Kegiatan
yakni komitmen total, pantang
konseling
menyerah.
permasalahan para penyandang cacat,
5. Dedication
(dedikasi),
yakni
dedikasi total, tidak kenal lelah.
6. Devotion
(kesetiaan),
yakni
mencintai apa yang dikerjakan.
7. Details
(terperinci),
yakni
terhadap
berbagai
terutama konseling kewirausahaan juga
dilaksanakan dalam wadah tersebut.
Selain itu wadah “bengkel wirausaha”
ini dapat menjadi wadah interaksi antar
wirausahawan
penyandang
cacat
menguasai rincian yang bersifat
sehingga terdapat peer support dan
kritis.
informasi peluang bisnis antar mereka.
8. Destiny
(nasib),
yakni
Kegiatan ini akan mengambil
bertanggung jawab atas sendiri
format pelatihan yang bersifat interaktif
yang hendak dicapainya.
dan merupakan model pendidikan orang
9. Dollars (uang), yakni kaya bukan
motivasi
utama,
uang
lebih
berarti sebagai ukuran sukses.
10. Distributif
(distribusi),
mendistribusikan
yakni
kepemilikan
dewasa (adult learning) yang lebih
menekankan pada kegiatan belajar aktif.
Pelaksanaan
menggunakan
pelatihan
metode
akan
experiential
learning sebagai berikut:
JKB. Nomor 7 Th. IV Januari 2010
65