T1 202010015 Full text
PENERAPAN RME UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN PATI WETAN 02 PATI
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
JURNAL
Disusun untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Rebecca Andita Putri Hapsari
202010015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PENERAPAN RME UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN PATI WETAN 02 PATI
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Rebecca Andita Putri Hapsari1
Sutriyono2
Erlina Prihatnani3
FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga, Jawa Tengah 50711
1
Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIPUKSW, Email: [email protected]
2
Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, Email: [email protected]
3
Dosen Pendidikan Matematika FKIPUKSW, Email: [email protected]
Abstrak
Pembelajaran matematika yang tidak sesuai tahap Bruner serta rendahnya hasil belajar matematika
siswa di SDN Pati Wetan 02 Pati menjadi dasar dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini bertujuan
untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada materi operasi hitung pecahan bagi siswa kelas IV
SDN Pati Wetan 02 Pati Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 dengan menerapkan metode RME.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan subyek siswa kelas IV SDN Pati Wetan
02 Pati. Desain PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart.
Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes dan
metode observasi. Kriteria ketuntasan individu adalah 70 adapun kriteria ketuntasan klasikal sebesar
75%. Penerapan metode RME pada siklus I diperoleh ketuntasan klasikal sebesar 54% dengan ratarata nilai 66,5. Adapun pada pembelajaran siklus II, ketuntasan klasikalnya mengalami kenaikan
menjadi 92% dengan rata-rata nilai 93. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
metode RME dapat meningkatkan hasil belajar pada materi operasi hitung pecahan pada siswa kelas
IV SDN Pati Wetan 02 Pati. Berdasarkan hasil ini maka disarankan bagi guru yang mendapat
permasalahan serupa untuk dapat menerapkan RME dalam pembelajaran.
Kata kunci: realistic mathematic education (rme), hasil belajar matematika, pecahan, ptk
PENDAHULUAN
Matematika merupakan bidang studi
yang dipelajari oleh semua orang mulai dari
pendidikan dasar hingga pendidikan
menengah bahkan di beberapa jurusan pada
perguruan tinggi. Semua orang perlu
mempelajari
matematika
karena
matematika
adalah
sarana
untuk
memecahkan masalah di kehidupan seharihari (Susanto, 2013).
Mulyono (2009)
mengungkapkan
bahwa matematika yang seharusnya
menjadi alat
untuk membantu di kehidupan sehari-hari
justru dianggap sebagai sesuatu yang sulit
dan menakutkan untuk dipelajari sehingga
membuat siswa malas dan kurang terlibat
dalam mengikuti proses pembelajaran.
Akibatnya, tidak semua siswa berhasil
dalam mengikuti proses pembelajaran
matematika.
Keberhasilan
proses
pembelajaran salah satunya dapat dilihat
dari hasil belajar yang dicapai siswa.
Sudjana (2010) menyatakan bahwa hasil
belajar merupakan kemampuan yang
1
tentang pecahan. Siswa memang dapat
mengerjakan penjumlahan pecahan dengan
menyamakan penyebut, tetapi kenapa harus
disamakan
penyebut,
siswa
tidak
mengetahuinya. Jadi masih terdapat siswa
yang langsung menjumlahkan tanpa proses
menyamakan penyebut.
Teori
Bruner
(Hawa,
2007)
menyatakan
bahwa
dalam
belajar
matematika hendaknya melalui 3 tahap
yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Lebih
lanjut Bruner mengungkapkan bahwa pada
tahap enaktif, siswa diajarkan dengan
memanipulasi objek-objek secara langsung.
Sedangkan tahap ikonik, anak mulai
menyangkut mental yang merupakan
gambaran dari objek-objek. Adapun tahap
simbolik, merupakan tahap dimana anak
memanipulasi simbol-simbol atau lambanglambang objek tertentu.
Pelaksanaan proses pembelajaran
matematika di SD hendaknya dilaksanakan
dengan cara yang tepat sesuai dengan
perkembangan siswa untuk mendapatkan
pengetahuan. Salah satu pendekatan
pembelajaran yang menekankan bahwa
pengetahuan harus berawal dari sesuatu
yang real dan menekankan pada materi
berbasis pengetahuan sehari-hari adalah
RME (Realistic Mathematics Education).
RME pertama kali diperkenalkan dan
dikembangkan di Belanda pada tahun 1971
oleh Institut Freudenthal (Tarigan,2006).
RME menekankan bahwa pendidikan
matematika harus dikaitkan dengan realita
sehari-hari sesuai yang dapat dibayangkan
oleh siswa (Sukardi, 2005). Realita artinya
hal-hal yang nyata (kongret) yang dapat
diamati atau dipahami siswa lewat
membayangkan, sedangkan yang dimaksud
dengan lingkungan adalah lingkungan
tempat siswa berada baik lingkungan
sekolah, keluarga maupun masyarakat yang
dapat dipahami siswa.
RME
adalah
pendekatan
pembelajaran matematika yang berbasis
pada matematisasi pengalaman sehari-hari
(mathematization of everyday experience )
dan
penerapan
matematika
dalam
kehidupan nyata (Suharta, 2001). Marpaung
dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Bloom dalam
Sudjana (2010:22-31) membagi hasil
belajar dalam tiga ranah atau aspek yaitu
kognitif,
afektif
dan
psikomotorik.
Pengukuran hasil belajar dalam ranah
kognitif dapat diungkap dengan tes tertulis,
hasil belajar dalam ranah afektif dapat
diungkap melalui skala sikap, sedangkan
hasil belajar dalam ranah psikomotorik
lebih dapat diungkap dengan tes tindakan
(Rakhmat, 2001:69).
Hasil belajar masih menjadi suatu
masalah dalam beberapa pembelajaran
matematika. Permasalahan ini juga terjadi
pada pembelajaran matematika siswa kelas
IV di SDN PATI WETAN 02. Hasil belajar
matematika untuk materi operasi hitung
pecahan masih belum optimal. Hanya 10
siswa (30,7%) yang dinyatakan tuntas dari
KKM yang ditetapkan yaitu sebesar 70.
Hasil belajar yang dicapai siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu faktor dari dalam diri siswa
dan faktor yang datang dari luar diri siswa
atau faktor lingkungan (Purwanto, 1990 :
270). Salah satu faktor yang berasal dari
luar diri siswa yang juga dapat memberikan
pengaruh terhadap hasil belajar adalah
model pembelajaran.
Model pembelajaran adalah suatu
aktifitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan
sebaik-baiknya
dan
menghubungkannya dengan anak didik
sehingga terjadi proses belajar (Nasution,
2005). Pemilihan dan penggunaan model
pembelajaran yang tidak tepat dapat
berdampak pada rendahnya hasil belajar.
Hasil observasi yang dilakukan pada
tanggal 25 Oktober 2014 menunjukkan
bahwa proses pembelajaran cenderung
terpusat pada guru, siswa hanya
mendengarkan dan mencatat hal-hal penting
yang berasal dari penjelasan guru. Guru
dalam mengajarkan matematika langsung
ke dalam tahap abstrak. Contoh pada
pembelajaran materi pecahan,
tanpa
, guru
menjelaskan apa makna dari
langsung memberikan kepada siswa soal
2
siswa SD, diantaranya penelitian Caslam
(2007), Nurmalita (2013) dan Nadhiroh
(2010). Caslam (2007) telah memberikan
data empirik bahwa RME dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI
SD Negeri Limbangan 03 pada materi
Operasi Hitung pada Bilangan Pecahan.
Adapun penelitian Nurmalita (2013) dan
Nadhiroh (2010) masing-masing berhasil
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV
SDN 01 Rendeng dan siswa kelas III SD
Negeri Kerjen Srengat Blitar dengan RME
berturut-turut pada materi KPK dan FPB
serta Bangun Datar.
Adanya teori Bruner serta adanya
teori dari hasil penelitian tentang RME
menjadi dasar dipilihnya RME sebagai
upaya tindak lanjut untuk memperbaiki
hasil belajar siswa kelas IV di SDN Pati
Wetan 02 Pati. Penerapan model ini
diharapkan dapat menciptakan proses
pembelajaran yang dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Oleh karena itu,
penelitian ini diberi judul “Penerapan RME
untuk
Meningkatkan
Hasil
Belajar
Matematika pada siswa kelas IV SDN PATI
WETAN 02 PATI”.
(2001 : 3) menyebutkan bahwa ide ini
berlandaskan asumsi bahwa semua orang
memiliki ide dan konsep matematika yang
berasal dari pengalaman sebelumnya dalam
berinteraksi dengan dunia riil. Matematika
realistik adalah pengajaran matematika
yang dikaitkan dengan kehidupan seharihari.
Marpaung
(Budi,
2008)
mengungkapkan beberapa ciri pendidikan
matematika
realistik
antara
lain
pembelajaran berpusat pada siswa, siswa
dilatih untuk aktif berfikir dan berbuat,
pembelajaran dimulai dari masalah-masalah
yang nyata, siswa diberi kesempatan
mengembangkan strategi belajarnya dengan
berinteraksi dan bernegosiasi dengan kawan
atau gurunya dan guru membantunya, siswa
dibimbing pada pembentukan konsep
penyelesaian permasalahan, serta guru
hanya berperan sebagai fasilitator atau
manager kelas.
Menurut Supinah dan Agus (2008),
langkah-langkah pembelajaran matematika
dengan pendekatan RME yaitu tahap
pertama memulai pembelajaran dengan
mengajukan masalah (soal) yang real bagi
siswa sesuai dengan pengalaman dan
tingkat pengetahuannya, sehingga siswa
segera terlibat dalam pembelajaran secara
bermakna. Tahap kedua permasalahan yang
diberikan harus diarahkan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam
pembelajaran tersebut. Tahap ketiga siswa
mengembangkan atau menciptakan modelmodel simbolik secara informal terhadap
persoalan atau permasalahan yang diajukan.
Tahap keempat pembelajaran berlangsung
secara interaktif, siswa menjelaskan dan
memberikan alasan terhadap jawaban yang
diberikannya,
memahami
jawaban
temannya (siswa lain), setuju terhadap
jawaban
temannya,
menyatakan
ketidaksetujuan,
mencari
alternatif
penyelesaian yang lain, dan melakukan
refleksi terhadap setiap langkah yang
ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa
pembelajaran
RME
dapat
meningkatkan hasil belajar matematika
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan model yang
mengacu pada teori Kemmis dan Taggart.
Model ini terdiri atas empat tahap yaitu
perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi (Arikunto, 2006 : 93). Tahap
perencanaan yaitu rencana tindakan apa
yang
akan
dilaksanakan
untuk
memperbaiki,
meningkatkan
atau
mengubah perilaku dan sikap sebagai
solusi, tahap tindakan yaitu apa yang
dilakukan oleh peneliti sebagai upaya
perbaikan.
Tahap
observasi
yaitu
mengamati atas hasil
yang telah
dilaksanakan terhadap siswa, adapun tahap
refleksi yaitu tahap peneliti melihat dan
mempertimbangkan atas hasil dari tindakan.
Langkah penelitian ini dapat digambarkan
dalam bentuk bagan seperti yang terlihat
pada Gambar 1.
3
Subjek penelitian adalah siswa kelas
IV SDN PATI WETAN 02 dengan jumlah
27 siswa, terdiri dari 14 laki-laki dan 13
perempuan. Penelitian ini dilaksanakan
pada pembelajaran matematika pada
Standar
Kompetensi
“Menggunakan
pecahan dalam pemecahan masalah”
dengan Kompetensi Dasar “Menjumlahkan
pecahan”.
belajar telah meningkat dan mencapai
kriteria ketuntasan klasikal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan
pada
pembelajaran
matematika siswa kelas IV SDN PATI
WETAN 02, Kecamatan Pati, Kabupaten
Pati dalam materi operasi hitung pecahan
semester genap tahun pelajaran 2015/2016
melalui pembelajaran RME. Hasil
penelitian tindakan kelas dari penerapan
RME diuraikan dalam 4 bentuk tahapan
yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan
refleksi. Penelitian Tindakan Kelas ini
dilaksanakan 2 siklus. Data yang diperoleh
antara lain tentang data kondisi awal, data
siklus I dan data siklus II. Siklus I dan II
dalam penelitian ini masing-masing
dilaksanakan 2 kali pertemuan. Berikut ini
uraian dari tiap tahap dalam penelitian ini.
Kondisi Awal / Pra siklus
Ibu Siti selaku guru kelas IV dalam
observasi yang dilakukan pada tanggal 25
Oktober 2014 mengungkapkan bahwa
berdasarkan pengalamannya mengajarkan
mata pelajaran matematika pada materi
pecahan di SDN PATI WETAN 02 Pati
menunjukkan bahwa dalam mengajar, guru
menggunakan metode ceramah dengan
tahapan penyampaian tujuan pembelajaran,
penyampaian materi, pemberian contoh
soal dan soal latihan. Permasalahan ini
berdampak pada ketidakmampuan siswa
dalam menyelesaikan penjumlahan dua
pecahan biasa baik berpenyebut sama
maupun berpenyebut berbeda. Rata-rata
kelas pada materi ini belum mencapai
KKM. Beberapa siswa memang dapat
mengerjakan penjumlahan pecahan dengan
menyamakan penyebut, tetapi kenapa
harus disamakan penyebut, siswa tidak
mengetahuinya. Hal ini berdampak masih
ditemukannya siswa yang langsung
menjumlahkan tanpa proses menyamakan
penyebut. Adapun hasil observasi di SDN
Pati Wetan 02 Pati menunjukkan bahwa
proses pembelajaran cenderung terpusat
pada guru. Selain itu, guru dalam
Sumber: Kemmis dan Taggart
Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan
Teknik pengumpulan data
pada
penelitian ini adalah observasi dan tes.
Metode observasi digunakan untuk
mengamati aktivitas guru dan perilaku
siswa
selama
proses
pembelajaran
sedangkan metode tes digunakan untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar siswa,
yang dilakukan pada akhir setiap siklus.
Analisis data dalam penelitian ini
bersumber dari hasil tes siswa dan hasil
pengisian lembar observasi guru.
Indikator
keberhasilan
belajar
matematika siswa kelas IV Pati Wetan 02
Pati terdiri dari dua, yaitu: (a) ketuntasan
perorangan, seorang siswa dikatakan
tuntas apabila telah mencapai nilai
minimal 70 (dalam skala 1-100) dan (b)
ketuntasan klasikal, suatu kelas dikatakan
tuntas apabila terdapat minimal 75% siswa
masuk dalam kategori tuntas. Siklus pada
penelitian ini akan berhenti ketika hasil
4
mengajarkan matematika langsung ke
tahap abstrak, tanpa adanya upaya
mewujudkan konsep abstrak kepada
konsep yang lebih konkret sehingga lebih
mudah diterima siswa.
Berdasarkan hasil observasi tersebut
maka siswa diberikan 5 soal uraian yang
mencakup indikator menjumlahkan dua
pecahan biasa berpenyebut sama dan
menjumlahkan
dua
pecahan
biasa
berpenyebut
berbeda.
Tujuan
dari
pemberian soal untuk mengukur hasil
belajar siswa pada materi operasi hitung
pecahan.
Pelaksanaan pengambilan data pra
siklus ini dilakukan pada hari Senin, 7
Maret 2016. Hasil dari tes tersebut tidak
memuaskan. Dari 26 siswa hanya 2 siswa
yang dinyatakan tuntas sedangkan 24
siswa lainnya mendapat nilai di bawah
KKM. Rata-rata nilainya hanya mencapai
44,2, dengan nilai tertinggi 85 dan nilai
terendah 15. Hasil ini jauh dari KKM yang
ditetapkan yaitu 70. Hasil tes pra siklus
dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil Penelitian Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Hasil observasi sebelumnya didapat
data bahwa dalam pembelajaran siswa
tidak dilibatkan dalam pengetahuan yang
real, siswa hanya diberi soal untuk
mengerjakannya. Selain itu, metode
ceramah tidak memberikan ruang yang
cukup kepada siswa dalam pembelajaran
untuk pengetahuan sehari-hari, maka pada
tahap ini peneliti menyusun pembelajaran
dengan
pendekatan
RME.
Tahap
perencanaan yang dilakukan dalam
penelitian ini diawali dengan menetapkan
kompetensi dasar serta menyusun rencana
pelaksanaan untuk siklus I.
Rencana pembelajaran yang disusun
berdasarkan karakteristik pendekatan
RME. Sebagai bentuk penyajian masalah
kontekstual, guru akan menunjukkan
beberapa benda dengan panjang berupa
bilangan pecahan. Selanjutnya guru akan
menanyakan berapa jumlah panjang dari
benda-benda tersebut. Berawal dari
permasalahan
ini
guru
akan
merepresentasikan
bilangan
pecahan
melalui media gambar arsir. Hal ini akan
dilakukan sebagai bentuk upaya guru
untuk
menyatakan
konsep abstrak
penjumlahan pecahan ke dalam media
gambar arsir sehingga diharapkan dapat
membantu siswa untuk memahami konsep
tersebut.
Setelah penggunaan gambar arsir
guru bersama siswa akan mengidentifikasi
bagaimana memecahkan penjumlahan
penyebut sama tanpa menggambar yaitu
menggunakan konsep menjumlahkan
pembilang
untuk
pecahan
yang
+
penyebutnya sama [ + =
]. Guru
tidak hanya menjelaskan secara klasikal,
guru juga akan mendesaian pembelajaran
secara berkelompok. Hal ini dimaksudkan
agar siswa memiliki kesempatan yang
lebih luas untuk memahami penjumlahan
pecahan dengan penyebut yang sama
dengan cara berdiskusi dengan teman.
Oleh karena itu, guru akan mempersiapkan
lembar kerja untuk masing-masing
kelompok. Lembar kerja ini berisi tentang
Tabel 1. Hasil Tes Pra Siklus
No. Kriteria Rentang Jumlah Presentase
Nilai
Siswa
1. Tuntas ≥ 70
2
8%
2. Tidak < 70
24
92%
Tuntas
Jumlah
26
100%
Rata-rata
44,2
Berdasarkan data tersebut, maka perlu
dilakukan tindakan perbaikan salah satunya
dengan
cara
memperbaiki
proses
pembelajaran yang sesuai dengan pelajaran
terutama materi operasi hitung pecahan.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang
menekankan siswa untuk mendapatkan
pengetahuan dari sesuatu yang real pada
materi berbasis pengetahuan sehari-hari
adalah pendekatan RME. Oleh karena itu,
dilakukan
tahap
siklus
I dengan
menerapkan pendekatan RME sebagai
upaya untuk meningkatkan hasil belajar
matematika siswa hingga dapat mencapai
ketuntasan klasikal.
5
soal-soal pemecahan masalah terkait
permasalahan
kontekstual
tentang
penjumlahan pecahan dengan penyebut
sama yang harus diselesaikan siswa baik
secara gambar arsir maupun menggunakan
konsep menjumlahkan pembilang. Lembar
kerja untuk setiap kelompok berbeda.
Tidak hanya mengerjakan lembar
kerja secara berkelompok, guru juga akan
memberi kesempatan setiap kelompok
untuk mempresentasikan di depan kelas.
Hal ini bertujuan untuk lebih memberi
kesempatan kepada siswa untuk terlibat
aktif dalam pembelajaran.
Tahap
penutup,
guru
akan
memberikan 2 permasalahan kontekstual
kepada masing siswa untuk diselesaikan di
rumah. Hal ini agar siswa dapat
mendalami materi.
Selain merancang pembelajaran
dengan pendekatan RME, peneliti akan
menyusun instrumen-instrumen yang akan
dipakai dalam penelitian ini. Instrumen
terdiri dari lembar observasi dan tes hasil
belajar. Lembar observasi digunakan untuk
mengukur sejauh mana peneliti melakukan
pembelajaran sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) juga
untuk mengukur aktivitas siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran. Adapun
tes akan digunakan untuk mengukur hasil
belajar siswa setelah mengalami proses
pembelajaran siklus I.
b. Pelaksanaan Tindakan
Tahap berikutnya setelah tahap
perencanaan adalah tahap tindakan. Pada
tahap ini guru melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Penelitian
ini dilaksanakan terhadap siswa kelas IV
SDN Pati wetan 02 Pati. Ibu Siti Romchin,
S.Pd.SD selaku guru kelas IV bertindak
sebagai pengajar dalam pelaksanaan siklus
I. Siklus I dilakukan dalam 2 pertemuan
yang masing-masing terdiri dari 2 jam
pelajaran. Pertemuan pertama dilaksanakan
pada hari Senin, 7 Maret 2016 pada jam ke
4-5,
sedangkan
pertemuan
kedua
dilaksanakan pada hari Kamis, 10 Maret
2016 pada jam 2-3. Pelaksanaan
pembelajaran dilakukan dalam tiga tahap
yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan
kegiatan akhir.
Pertemuan pertama pada awal
pembelajaran guru menyapa siswa di kelas,
mengabsen siswa dengan cara menanyakan
apakah terdapat siswa yang tidak hadir.
Selanjutnya guru menanyakan kabar siswa.
Langkah pembelajaran selanjutnya
adalah penyampaian tujuan pembelajaran,
yaitu menyelesaikan permasalahan seharihari tentang penjumlahan pecahan biasa
dengan penyebut sama. Adapun sebagai
apersepsi guru menuliskan bilangan
pecahan
kemudian
menanyakan
“Berapakah pembilangnya, berapakah
penyebutnya
dan
bagaimana
cara
menggambar pecahan tersebut pada gambar
arsir? ”Siswa menanggapi pertanyaan guru
dengan menyebutkan berapa pembilang,
penyebut dan gambar arsiran dengan benar.
Langkah selanjutnya pada tahap eksplorasi,
guru menunjukkan tali dengan ukuran m,
8
m dan
m. Seperti apa yang telah
8
direncanakan,
selanjutnya
guru
menanyakan berapa panjang ketiga tali
tersebut. Siswa hanya dapat menjawab
“dijumlahkan’’. Selanjutnya guru mulai
memberikan
penjelasan
konsep
penjumlahan pecahan dengan media
gambar arsir. Guru menggambar seperti
pada Gambar 2.
8
8
8
8
Guru memindahkan arsiran yang berwarna
abu-abu, biru dan merah menjadi satu
kedalam 8 kotak yang tidak berwarna
6
8
Gambar 2. Penjumlahan pecahan pada
gambar asir
6
kelompok 4 (yang juga mendapatkan soal
yang sama) untuk mengecek kebenaran
yang disimpulkan temannya. Hal yang sama
dilakukan ketika kelompok 2 dan kelompok
3 terpilih untuk maju dan kelompok 5 dan
kelompok 6 yang harus mengecek.
Tahap penutup, guru memberikan
tugas rumah yang terdiri dari 2 soal realistik
tentang penjumlahan pecahan dengan
penyebut
sama.
Guru
juga
menginformasikan pembelajaran yang akan
datang yaitu ulangan penjumlahan pecahan
dengan penyebut sama.
Pertemuan kedua seperti pada
pertemuan pertama pada pertemuan kedua,
dalam pendahuluan guru juga menyapa
siswa dikelas, mengabsen siswa dengan
cara menanyakan apakah terdapat siswa
yang tidak hadir. Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran yaitu membahas tugas
rumah tentang penjumlahan pecahan
dengan penyebut sama.
Tahap selanjutnya
yaitu guru
membimbing siswa untuk membahas tugas
rumah. Selanjutnya guru menanyakan
konsep pecahan yang telah mereka pelajari,
ketika masih ada siswa yang merasa
kebingunganmaka guru kembali melakukan
penjelasan singkat mengenai konsep
1. pecahan. Guru membagikan lembar soal
yang sama kepada setiap siswa dan setiap
siswa diminta untuk mengerjakan soal
ulangan secara individu selama 20 menit.
Saat mengerjakan soal siswa tampak serius
dan jujur dalam mengerjakannya.
Guru menutup pembelajaran dengan
menyampaikan
kepada
siswa
pada
pertemuan berikutnya akan dibahas tentang
penjumlahan pecahan dengan penyebut
berbeda.
Langkah selanjutnya yang dilakukan
guru adalah membagi siswa ke dalam
kelompok yang terdiri dari 6 kelompok,
dimana setiap kelompok yaitu 4 siswa.
Kemudian guru membagi Lembar Kerja
kepada setiap kelompok. Lembar Kerja ini
berisi 1 permasalahan kontekstual tentang
penjumlahan pecahan dengan penyebut
sama. Pada Lembar Kerja ini tertulis bahwa
siswa harus menyelesaikan permasalahan
tersebut lengkap dengan gambar arsir. Soal
dalam Lembar Kerja ini beragam, setiap 2
kelompok mendapat Lembar Kerja dengan
soal yang sama. Guru memberi waktu
kepada kelompok untuk menyelesaikan
selama ± 15 menit. Hasil contoh pekerjaan
siswa dapat dilihat pada Gambar 3.
1. Arman dapat menyelesaikan
tugasnya dalam waktu jam,
sedangkan Ryan jam. Berapa
jumlah waktu Arman dan
Ryan?
Jawab:
+
=
Gambar 3. Salah satu hasil pekerjaan
siswa
c. Observasi
Observasi
dilakukan
bersamaan
dengan kegiatan pembelajaran. Tahap
observasi dalam penelitian ini dilakukan
untuk memperoleh data bagaimana kegiatan
belajar mengajar serta aktivitas siswa dalam
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan realistic
mathematics
education. Data pengamatan berupa lembar
Setelah waktu habis, guru memilih
secara acak kelompok yang akan presentasi.
Saat itu soal kelompok 1 = kelompok 4,
kelompok 2 = kelompok 5 dan kelompok 3
= kelompok 6 yang terpilih maju pertama
adalah kelompok 1 dan guru melihat
7
Berdasarkan nilai yang diperoleh
siswa dari siklus I, ditemukan peningkatan
hasil belajar dari pretest sebelumnya yaitu
14 siswa atau 54% tuntas dan 12 siswa atau
46% belum tuntas dari total 26 siswa. Hasil
belajar pada siklus I belum mengalami
ketuntasan klasikal, nilai tertinggi 90 dan
nilai terendah 37,5 dengan nilai rata-rata
yang diperoleh adalah 66,5 dari nilai KKM
70.
aktivitas guru dan lembar aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran. Rekapitulasi
hasil pengamatan aktivitas guru untuk
mengetahui pelaksanaan pembelajaran
realistic mathematics education dapat
dilihat pada Tabel 2. Data pada Tabel 2
menunjukkan bahwa untuk kegiatan awal,
kegiatan kelompok dan pelaksanaan RME
masih pada kategori baik.
Tabel 2. Aktifitas guru
No.
Indikator
Persentase
Nilai Siklus I
Ket.
100
1
.
2
.
3
.
4
.
KegiatanAwal
Kegiatan
Kelompok
Pelaksanaan
RME
71%
Baik
73%
Baik
75%
Sangat
Baik
90
80
Pelaksanaan
70%
Tes
Hasil observasi guru
70
60
50
40
Baik
30
20
Kriteria penilaian:
Aktivitas guru < 40% (Kurang)
Aktivitas guru 40% - 60% (Cukup)
Aktivitas guru 60% - 80% (Baik)
Aktivitas guru > 80% (Sangat Baik).
10
Pada kegiatan awal guru telah
mengingatkan kembali tentang bentuk
pecahan sebelum pembelajaran RME
dimulai. Adapun kegiatan kelompok guru
kurang memperhatikan siswa yang tidak
bekerja sama dalam kelompoknya. Guru
menyampaikan
pembelajaran
dengan
menggunakan soal cerita dalam latihan soal
dengan baik.
Rekapitulasi
hasil belajar siswa
dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan data
tiap siswa ditampilkan dalam bentuk
diagram batang pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik hasil tes siklus I
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
d. Refleksi
Berdasarkan penelitian siklus I,
dapat diketahui bahwa ketuntasan hasil
belajar siswa sudah mendekati KKM yaitu
70. Nilai rata-rata yang didapat pada siklus
I adalah 66,5, siswa yang tuntas hanya 14
siswa dari 26 siswa dan siswa yang tidak
tuntas 12 siswa, sehingga persentase siswa
yang tuntas adalah 54%.
Berdasarkan hasil observasi, terlihat
selama proses pembelajaran RME
berlangsung, guru melaksanakan semua
pembelajaran
dengan
baik.
Untuk
pembelajaran selanjutnya guru akan lebih
memperhatikan siswa sehingga tidak ada
siswa yang bermain sendiri dan berbicara
dengan
teman
yang
lain
dalam
pembelajaran RME.
Langkah yang akan dilakukan oleh
peneliti yaitu menyarankan kepada guru
untuk memperhatikan siswa dan menegur
Tabel 3. Hasil Tes Siklus I
No. Kriteria Rentang Jumlah Persentase
Nilai
Siswa
1. Tuntas ≥ 70
14
54%
2. Tidak < 70
12
46%
Tuntas
Jumlah
26
100%
Rata-rata
66,5
8
siswa yang kurang memperhatikan
pembelajaran. Pada saat latihan soal
menggunakan soal cerita beberapa siswa
mengerjakan dengan serius karena
berkaitan dengan pengetahuan sehari-hari.
Dengan demikian, pada siklus selanjutnya
guru
akan
menjelaskan
tentang
penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda
dan memberi sebuah soal cerita dalam
mengerjakan
soal
siswamengerjakan
secara individu.
dengan penyebut berbeda. Selanjutnya
guru akan menanyakan berapa jumlah
panjang dari benda-benda tersebut.
Berawal dari permasalahan ini guru akan
mengajarkan penjumlahan pecahan dengan
berpenyebut berbeda melalui media
gambar arsir.
Penjumlahan
bilangan
pecahan
dengan penyebut berbedadalam media
gambar arsir menjadi sesuatu yang konkret
sehingga akan lebih mudah diterima siswa.
Setelah penggunaan gambar arsir guru
bersama
siswa
akan
memecahkan
penjumlahan pecahan dengan penyebut
berbeda yaitu menggunakan konsep
+
menyamakan penyebut [ + =
]
guru tidak hanya akan melakukan kegiatan
pembelajaran secara klasikal, guru juga
akan mendesaian pembelajaran secara
berkelompok. Hal ini dimaksudkan agar
siswa memiliki kesempatan yang lebih
luas untuk memahami penjumlahan
pecahan dengan penyebut yang dengan
cara berdiskusi dengan teman. Oleh karena
itu, guru akan mempersiapkan lembar
kerja untuk masing-masing kelompok.
Lembar kerja ini berisi tentang soal-soal
pemecahan masalah terkait permasalahan
kontekstual tentang penjumlahan pecahan
dengan penyebut berbeda yang harus
diselesaikan siswa baik secara gambar
arsir maupun menggunakan konsep
menyamakan penyebut. Lembar kerja
untuk setiap kelompok berbeda, tidak
hanya mengerjakan lembar kerja secara
berkelompok, guru juga akan memberi
kesempatan setiap kelompok untuk
mempresentasikan di depan kelas.
Penyusunan observasi dibuat untuk
mengetahui pelaksanaan pembelajaran
pada siklus II dengan penerapan RME.
Sama seperti siklus I penyusunan yang
digunakan pada siklus II yaitu lembar
observasi guru. Perencanaan ini yaitu
menetapkan kriteria siswa dikatakan
berhasil dengan nilai siswa secara individu
mencapai kriteria ketuntasan, sedangkan
nilai klasikal mencapai ketuntasan minimal
70%.
Hasil Penelitian Siklus II
a. Tahap Perencanaan
Berdasarkan refleksi dan hasil
analisis yang telah dilakukan pada siklus I,
penelitimenyusun perencanaan untuk
pembelajaran pada silus II. Pada siklus I
pelaksanaan pembelajaran RME, guru
kurang jelas dalam menjelaskan konsep
penjumlahan dengan alat bantu gambar
arsir dan guru kurang memperhatikan
siswa yang tidak bekerja dalam
kelompoknya. Oleh karena itu, guru akan
melakukan pembelajaran dengan mengatur
kecepatan sesuai dengan kemampuan
siswa dalam menerima pembelajaran.
Selain itu, guru akan lebih memantau
jalannya diskusi. Seperti hal pada siklus I,
pada siklus II juga akan menggunakan
lembar kerja untuk membantu proses
pembelajaran. Namun demikian guru akan
mengurangi dominasi saat pengerjaan
lembar kerja tersebut. Pada tahap ini guru
akan memberikan lembar kerja agar siswa
dapat lebih aktif dalam pembelajaran
RME.
Tahap perencanaan pada siklus II ini
tidak beda dengan siklus sebelumnya yaitu
peneliti
juga
menyusun
rencana
pelaksanaan pembelajaran dengan metode
RME. Sebelum pembelajaran dimulai
dengan tujuan untuk mengingatkan
kembali materi sebelumnya siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok. Tahap
pembelajaran untuk pertemuan pertama
berdasarkan penerapan RME. Sebagai
bentuk penyajian masalah kontekstual,
guru akan menjumlahkan beberapa benda
dengan panjang berupa bilangan pecahan
9
b. Pelaksanaan Tindakan
Setelah mengembangkan perencanaan
maka pengajar melaksanakan tindakan
perbaikan di kelas sesuai tahap perencanaan
yang telah dibuat. Penelitian siklus II
dilaksanakan dalam 2 pertemuan yang
masing-masing terdiri dari 2 jam pelajaran.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari
Jumat, 11 Maret 2016, sedangkan
pertemuan kedua dilaksanakan pada hari
Sabtu, 12 Maret 2016 di kelas IV SDN
PATI WETAN 02 PATI.
Langkah-langkah pembelajaran yang
dilakukan oleh peneliti yaitu menyelesaikan
permasalahan
sehari-hari
tentang
penjumlahan pecahan biasa dengan
penyebut berbeda.
Adapun sebagai
apersepsi guru mengingatkan kembali
konsep menjumlahkan pecahan yang
berpenyebut sama untuk memperkuat
pembelajaran pecahan yang berpenyebut
berbeda.
Guru mengeksplor pengetahuan yang
dimiliki siswa dengan membimbing siswa
untuk menjawab pertanyaan dalam sebuah
soal cerita pecahan yang berpenyebut
berbeda.
Langkah selanjutnya guru membagi
siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari
6 kelompok, dimana setiap kelompok yaitu
4 siswa, selanjutnya guru membagikan
lembar soal yang terdiri dari 1 soal
kontekstual (setiap 2 kelompok mendapat
soal sama) setiap kelompok diminta
kerjasama selama ± 15 menit untuk
menyelesaikan soal tersebut. Setiap
kelompok dapat mengikuti pembelajaran
dengan baik dan
benar, terdapat
peningkatan dalam mengerjakan dengan
berkelompok
setiap
siswa
mampu
berdiskusi sesuai dengan kelompoknya.
Selanjutnya guru meminta 3 kelompok
(mewakili kelompok dengan soal berbeda)
untuk presentasi di depan kelas.
Tahap penutup, guru memberikan
tugas rumah yang terdiri dari 2 soal realistik
tentang penjumlahan pecahan dengan
penyebut
berbeda.
Guru
juga
menginformasikan pembelajaran yang akan
datang yaitu ulangan penjumlahan pecahan
dengan penyebut berbeda. Di akhir
pertemuan, guru menutup pembelajaran
dengan menyampaikan kepada siswa materi
yang akan dipelajari pada pertemuan
selanjutnya,
yaitu
ulangan
untuk
penjumlahan pecahan dengan penyebut
berbeda.
Seperti pada pertemuan pertama, pada
pertemuan kedua dalam pendahuluan guru
juga menyapa siswa di kelas, mengabsen
siswa
dengan cara menanyakan apakah
terdapat siswa yang tidak hadir. Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu
membahas tugas rumah, ulangan dan
membahas ulangan tentang penjumlahan
pecahan dengan penyebut berbeda.
Tahap selanjutnya
yaitu guru
membimbing siswa untuk membahas tugas
rumah. Selanjutnya guru menanyakan
konsep pecahan yang telah mereka pelajari,
jika masih ada siswa
yang merasa
kebingungan
maka
guru
kembali
melakukan penjelasan singkat mengenai
konsep pecahan. Guru membagikan lembar
soal yang sama kepada setiap siswa dan
setiap siswa diminta untuk mengerjakan
soal ulangan secara individu selama 20
menit, lalu guru membahas dan mengoreksi
soal ulangan, kemudian guru menanyakan “
Pada hari ini, apa yang kita pelajari?”.
‘Siswa menjawab dengan bersama dengan
benar’. Guru memberi kesempatan siswa
untuk bertanya mengenai yang belum jelas.
Langkah pembelajaran selanjutnya
yaitu penutup. Guru menanyakan ‘‘Apa
yang siswa pelajari hari ini?’’. Tujuan
pembelajaran tercapai hal ini dilihat dari
siswa menjawab pertanyaan guru dengan
benar. Siswa sudah mampu menerapkan
penjumlahan pecahan dengan penyebut
sama dan berbeda dalam pengetahuan
sehari-hari. Setelah pembelajaran selesai
guru menyampaikan terima kasih atas
partisipasi siswa dan memberi salam. Pada
siklus II diadakan tes akhir siklus untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar yang
dialami siswa terhadap materi operasi
hitung pecahan dalam pengetahuan seharihari setelah menggunakan metode RME.
10
telah diperbaiki dengan memperhatikan
refleksi pada siklus I.
c. Observasi
Observasi dilakukan dengan kegiatan
pembelajaran, dalam penelitian ini tahap
observasi dilakukan untuk memperoleh data
bagaimana kegiatan belajar mengajar dalam
pembelajaran
realistic
mathematics
education. Data pengamatan berupa lembar
aktivitas guru dan lembar aktivitas siswa
dalam
proses
pembelajaran.
Hasil
pengamatan aktivitas guru dan aktivitas
siswa siklus II untuk mengetahui
pelaksanaan
pembelajaran
realistic
mathematics education dapat dilihat pada
Tabel 4.Data pada Tabel 4 menunjukkan
bahwa untuk kegiatan awal, kegiatan
kelompok dan pelaksanaan RME masih
pada kategori baik.
Tabel 4. Aktifitas guru
No.
1.
2.
3.
4.
Indikator
Persentase
KegiatanAwal
77%
Kegiatan
76%
Kelompok
Pelaksanaan
80%
RME
Pelaksanaan
80%
Tes
Hasil observasi guru
Adapun rekapitulasi hasil belajar
siswa dapat dilihat pada Tabel 5 Adapun
data tiap siswa ditampilkan dalam bentuk
diagram batang pada Gambar2
Tabel 5. Hasil Tes Siklus II
No. Kriteria Rentang Jumlah Presentase
Nilai
Siswa
1. Tuntas ≥ 70
24
92%
2. Tidak < 70
2
8%
Tuntas
Jumlah
26
100%
Rata-rata
93
Berdasarkan nilai yang diperoleh
siswa dari siklus II, ditemukan peningkatan
hasil belajar yaitu 24 siswa atau 92% tuntas
dan 2 siswa atau 8% belum tuntas dari total
26 siswa. Hasil belajar pada siklus II
mengalami peningkatan nilai tertinggi
drastis menjadi 100 dan nilai terendah 65
dari nilai KKM 70 dengan nilai rata-rata
yang diperoleh adalah 93 jadi dapat
diketahui dari hasil tiap siswa banyak
mengalami ketuntasan karena nilai yang
diperoleh siswa telah mengalami ketuntasan
sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan.
Ket.
Baik
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Nilai Siklus II
Kriteria penilaian:
Aktivitas guru < 40% (Kurang)
Aktivitas guru 40% - 60% (Cukup)
Aktivitas guru 60% - 80% (Baik)
Aktivitas guru > 80% (Sangat Baik)
Pada kegiatan awal guru telah
melaksanakan kategori dengan baik. Dilihat
dari nilai yang didapat pada tiap aspek
aktifitas guru selama proses pembelajaran
terlihat adanya peningkatan pada siklus II
namun masih kurang dalam membangun
pengertian dan semangat tentang kelompok.
Tetapi guru dapat menguasai pengetahuan
sehari-hari dalam pembelajaran yang
berbentuk realistic mathematics education
dimulai. Dalam proses pembelajaran
realistic
mathematics
educationdan
menunjukkan
kemampuannya
secara
maksimal dan kekurangan pada siklus I
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
Gambar 2. Grafik hasil tes siklus II
d. Refleksi
Pada refleksi siklus II akan dikaji
apa yang telah terlaksana dengan baik
maupun yang masih kurang baik selama
proses pembelajaran RME.
11
pra siklus, siklus I dan siklus II dapat
dilihat pada tabel 7 dan gambar 3.
Dari proses pembelajaran pada siklus
II ini sudah semakin membaik, dimana
siswa semakin terbiasa dengan pendekatan
RME, walaupun masih terdapat beberapa
siswa yang kurang aktif dalam diskusi
kelompok. Dari uraian diatas, dapat
dikatakan bahwa pada siklus II terdapat
peningkatan sehingga mencapai kategori
nilai baik.
Dari data di atas menunjukkan nilai
rata-rata kelas pada siklus II sebesar 93
lebih besar dari siklus I yang hanya 66,5
dan persentase ketuntasan belajar siswa
sebesar 92% lebih besar dari siklus I
hanya 54%, hal ini dapat diketahui dari
hasil nilai tiap siswa mengalami
ketuntasan sesuai dengan KKM yang telah
ditentukan yaitu 70. Berdasarkan hasil
tersebut, maka penelitian yang dilakukan
pada siklus II mengalami keberhasilan.
Peneliti tidak perlu lagi melakukan
penelitian ke siklus berikutnya.
Tabel 7. Perbandingan Siklus
Jumlah Siswa
No. Kriteria
Nilai
1.
2.
≥ 70
< 70
T
TT
Jumlah
Pra
1
25
26
I
II
14 24
12 2
26 26
Presentase
Pra
8%
92%
100%
I
54%
46%
100%
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
Perbandingan Hasil Belajar Pra Siklus,
Siklus I dan Siklus II
Gambar 3. Grafik Perbandingan nilai
siklus
Hasil belajar siswa pada pra siklus
masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat
dari nilai pretest yang belum mencapai
KKM sebanyak 24 siswa dari 26 siswa.
Penyebab
rendahnya
nilai
siswa
dikarenakan siswa kurang aktif dalam
belajar. Oleh karena itu perlu dilakukan
tindakan
atau
perbaikan
dengan
menerapkan metode pembelajaran RME
dimana
pembelajaran
ini
mampu
meningkatkan hasil belajar matematika
karena pembelajaran ini memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
membangun pengetahuannya sendiri.
Proses
pembelajaran
yang
berlangsung pada siklus I dan siklus II
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
hasil belajar siswa pada setiap siklus. Hal
ini dikarenakan siswa sudah terlibat
langsung
dalam
pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas pada setiap
siklus menunjukkan bahwa pembelajaran
RME telah berhasil meningkatkan hasil
belajar siswa. Perbandingan hasil belajar
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dapat disimpulkan bahwa penerapan
pendekatan RME dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada materi operasi
hitung pecahan di kelas IV Semester 2
Tahun Ajaran 2015/2016 di SDN PATI
WETAN 02 PATI. Hal ini dapat dilihat
dari peningkatan persentase ketuntasan
klasikal dari pra siklus 8%, pada siklus I
sebesar 54% dan pada siklus II sebesar
92%. Selain itu terdapat kenaikan rata-rata
nilai kelas dari pra siklus 44,2, siklus I
66,5 dan pada siklus II 93.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan
Bagi Anak Berkesulitan
Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta
12
II
92%
8%
100%
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan
Pembelajaran Di Sekolah
Dasar. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Marpaung, Y. 2001. Pendekatan Realistik
dan
Sani
dalam
Pembelajaran Matematika.
Yogyakarta:
Universitas
Sanata Dharma
Tarigan,
Mc. Taggart, R dan Kemmis, S. 1990. The
Action Research Planner.
Melbourne.
Deakin
University.
Nasution, S. 2005. Berbagai Pendekatan
dalam Proses Belajar dan
Mengajar. Jakarta: Bumi
Aksara
Ngalim
Rakhmat,
Purwanto. (1990). Psikologi
Pendidikan. . Bandung :
Remaja Rosdakarya
Djalaludin. 2001. Metode
Penelitian
Komunikasi.
Bandung:
PT.
Remaja
Rosdakary
Sudjana. 2010. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Suharta, I Gusti Putu. 2001. Pembelajaran
Pecahan dalam matematika
realistik.
Departemen
Pendidikan
Nasional,
Jakarta
Sukardi.
2005. Metodologi Penelitian
Pendidikan Kompetensi dan
Praktiknya. Jakarta: Bumi
Aksara
Supinah
dan
Agus. 2008. Langkahlangkah
Pendekatan
Matematika
Realistik.
http://www.Papantulisku.co
m/2011/12/konsepsi-danlangkahlangkahpendekatan.html
13
Daitin. 2006. Pembelajaran
Matematika
Realistik.
Jakarta:
Departemen
Pendidikan
Nasional
Direktorat
Jendral
Pendidikan Tinggi
MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN PATI WETAN 02 PATI
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
JURNAL
Disusun untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Rebecca Andita Putri Hapsari
202010015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PENERAPAN RME UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN PATI WETAN 02 PATI
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Rebecca Andita Putri Hapsari1
Sutriyono2
Erlina Prihatnani3
FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga, Jawa Tengah 50711
1
Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIPUKSW, Email: [email protected]
2
Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, Email: [email protected]
3
Dosen Pendidikan Matematika FKIPUKSW, Email: [email protected]
Abstrak
Pembelajaran matematika yang tidak sesuai tahap Bruner serta rendahnya hasil belajar matematika
siswa di SDN Pati Wetan 02 Pati menjadi dasar dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini bertujuan
untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada materi operasi hitung pecahan bagi siswa kelas IV
SDN Pati Wetan 02 Pati Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 dengan menerapkan metode RME.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan subyek siswa kelas IV SDN Pati Wetan
02 Pati. Desain PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart.
Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes dan
metode observasi. Kriteria ketuntasan individu adalah 70 adapun kriteria ketuntasan klasikal sebesar
75%. Penerapan metode RME pada siklus I diperoleh ketuntasan klasikal sebesar 54% dengan ratarata nilai 66,5. Adapun pada pembelajaran siklus II, ketuntasan klasikalnya mengalami kenaikan
menjadi 92% dengan rata-rata nilai 93. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
metode RME dapat meningkatkan hasil belajar pada materi operasi hitung pecahan pada siswa kelas
IV SDN Pati Wetan 02 Pati. Berdasarkan hasil ini maka disarankan bagi guru yang mendapat
permasalahan serupa untuk dapat menerapkan RME dalam pembelajaran.
Kata kunci: realistic mathematic education (rme), hasil belajar matematika, pecahan, ptk
PENDAHULUAN
Matematika merupakan bidang studi
yang dipelajari oleh semua orang mulai dari
pendidikan dasar hingga pendidikan
menengah bahkan di beberapa jurusan pada
perguruan tinggi. Semua orang perlu
mempelajari
matematika
karena
matematika
adalah
sarana
untuk
memecahkan masalah di kehidupan seharihari (Susanto, 2013).
Mulyono (2009)
mengungkapkan
bahwa matematika yang seharusnya
menjadi alat
untuk membantu di kehidupan sehari-hari
justru dianggap sebagai sesuatu yang sulit
dan menakutkan untuk dipelajari sehingga
membuat siswa malas dan kurang terlibat
dalam mengikuti proses pembelajaran.
Akibatnya, tidak semua siswa berhasil
dalam mengikuti proses pembelajaran
matematika.
Keberhasilan
proses
pembelajaran salah satunya dapat dilihat
dari hasil belajar yang dicapai siswa.
Sudjana (2010) menyatakan bahwa hasil
belajar merupakan kemampuan yang
1
tentang pecahan. Siswa memang dapat
mengerjakan penjumlahan pecahan dengan
menyamakan penyebut, tetapi kenapa harus
disamakan
penyebut,
siswa
tidak
mengetahuinya. Jadi masih terdapat siswa
yang langsung menjumlahkan tanpa proses
menyamakan penyebut.
Teori
Bruner
(Hawa,
2007)
menyatakan
bahwa
dalam
belajar
matematika hendaknya melalui 3 tahap
yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Lebih
lanjut Bruner mengungkapkan bahwa pada
tahap enaktif, siswa diajarkan dengan
memanipulasi objek-objek secara langsung.
Sedangkan tahap ikonik, anak mulai
menyangkut mental yang merupakan
gambaran dari objek-objek. Adapun tahap
simbolik, merupakan tahap dimana anak
memanipulasi simbol-simbol atau lambanglambang objek tertentu.
Pelaksanaan proses pembelajaran
matematika di SD hendaknya dilaksanakan
dengan cara yang tepat sesuai dengan
perkembangan siswa untuk mendapatkan
pengetahuan. Salah satu pendekatan
pembelajaran yang menekankan bahwa
pengetahuan harus berawal dari sesuatu
yang real dan menekankan pada materi
berbasis pengetahuan sehari-hari adalah
RME (Realistic Mathematics Education).
RME pertama kali diperkenalkan dan
dikembangkan di Belanda pada tahun 1971
oleh Institut Freudenthal (Tarigan,2006).
RME menekankan bahwa pendidikan
matematika harus dikaitkan dengan realita
sehari-hari sesuai yang dapat dibayangkan
oleh siswa (Sukardi, 2005). Realita artinya
hal-hal yang nyata (kongret) yang dapat
diamati atau dipahami siswa lewat
membayangkan, sedangkan yang dimaksud
dengan lingkungan adalah lingkungan
tempat siswa berada baik lingkungan
sekolah, keluarga maupun masyarakat yang
dapat dipahami siswa.
RME
adalah
pendekatan
pembelajaran matematika yang berbasis
pada matematisasi pengalaman sehari-hari
(mathematization of everyday experience )
dan
penerapan
matematika
dalam
kehidupan nyata (Suharta, 2001). Marpaung
dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Bloom dalam
Sudjana (2010:22-31) membagi hasil
belajar dalam tiga ranah atau aspek yaitu
kognitif,
afektif
dan
psikomotorik.
Pengukuran hasil belajar dalam ranah
kognitif dapat diungkap dengan tes tertulis,
hasil belajar dalam ranah afektif dapat
diungkap melalui skala sikap, sedangkan
hasil belajar dalam ranah psikomotorik
lebih dapat diungkap dengan tes tindakan
(Rakhmat, 2001:69).
Hasil belajar masih menjadi suatu
masalah dalam beberapa pembelajaran
matematika. Permasalahan ini juga terjadi
pada pembelajaran matematika siswa kelas
IV di SDN PATI WETAN 02. Hasil belajar
matematika untuk materi operasi hitung
pecahan masih belum optimal. Hanya 10
siswa (30,7%) yang dinyatakan tuntas dari
KKM yang ditetapkan yaitu sebesar 70.
Hasil belajar yang dicapai siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu faktor dari dalam diri siswa
dan faktor yang datang dari luar diri siswa
atau faktor lingkungan (Purwanto, 1990 :
270). Salah satu faktor yang berasal dari
luar diri siswa yang juga dapat memberikan
pengaruh terhadap hasil belajar adalah
model pembelajaran.
Model pembelajaran adalah suatu
aktifitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan
sebaik-baiknya
dan
menghubungkannya dengan anak didik
sehingga terjadi proses belajar (Nasution,
2005). Pemilihan dan penggunaan model
pembelajaran yang tidak tepat dapat
berdampak pada rendahnya hasil belajar.
Hasil observasi yang dilakukan pada
tanggal 25 Oktober 2014 menunjukkan
bahwa proses pembelajaran cenderung
terpusat pada guru, siswa hanya
mendengarkan dan mencatat hal-hal penting
yang berasal dari penjelasan guru. Guru
dalam mengajarkan matematika langsung
ke dalam tahap abstrak. Contoh pada
pembelajaran materi pecahan,
tanpa
, guru
menjelaskan apa makna dari
langsung memberikan kepada siswa soal
2
siswa SD, diantaranya penelitian Caslam
(2007), Nurmalita (2013) dan Nadhiroh
(2010). Caslam (2007) telah memberikan
data empirik bahwa RME dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI
SD Negeri Limbangan 03 pada materi
Operasi Hitung pada Bilangan Pecahan.
Adapun penelitian Nurmalita (2013) dan
Nadhiroh (2010) masing-masing berhasil
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV
SDN 01 Rendeng dan siswa kelas III SD
Negeri Kerjen Srengat Blitar dengan RME
berturut-turut pada materi KPK dan FPB
serta Bangun Datar.
Adanya teori Bruner serta adanya
teori dari hasil penelitian tentang RME
menjadi dasar dipilihnya RME sebagai
upaya tindak lanjut untuk memperbaiki
hasil belajar siswa kelas IV di SDN Pati
Wetan 02 Pati. Penerapan model ini
diharapkan dapat menciptakan proses
pembelajaran yang dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Oleh karena itu,
penelitian ini diberi judul “Penerapan RME
untuk
Meningkatkan
Hasil
Belajar
Matematika pada siswa kelas IV SDN PATI
WETAN 02 PATI”.
(2001 : 3) menyebutkan bahwa ide ini
berlandaskan asumsi bahwa semua orang
memiliki ide dan konsep matematika yang
berasal dari pengalaman sebelumnya dalam
berinteraksi dengan dunia riil. Matematika
realistik adalah pengajaran matematika
yang dikaitkan dengan kehidupan seharihari.
Marpaung
(Budi,
2008)
mengungkapkan beberapa ciri pendidikan
matematika
realistik
antara
lain
pembelajaran berpusat pada siswa, siswa
dilatih untuk aktif berfikir dan berbuat,
pembelajaran dimulai dari masalah-masalah
yang nyata, siswa diberi kesempatan
mengembangkan strategi belajarnya dengan
berinteraksi dan bernegosiasi dengan kawan
atau gurunya dan guru membantunya, siswa
dibimbing pada pembentukan konsep
penyelesaian permasalahan, serta guru
hanya berperan sebagai fasilitator atau
manager kelas.
Menurut Supinah dan Agus (2008),
langkah-langkah pembelajaran matematika
dengan pendekatan RME yaitu tahap
pertama memulai pembelajaran dengan
mengajukan masalah (soal) yang real bagi
siswa sesuai dengan pengalaman dan
tingkat pengetahuannya, sehingga siswa
segera terlibat dalam pembelajaran secara
bermakna. Tahap kedua permasalahan yang
diberikan harus diarahkan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam
pembelajaran tersebut. Tahap ketiga siswa
mengembangkan atau menciptakan modelmodel simbolik secara informal terhadap
persoalan atau permasalahan yang diajukan.
Tahap keempat pembelajaran berlangsung
secara interaktif, siswa menjelaskan dan
memberikan alasan terhadap jawaban yang
diberikannya,
memahami
jawaban
temannya (siswa lain), setuju terhadap
jawaban
temannya,
menyatakan
ketidaksetujuan,
mencari
alternatif
penyelesaian yang lain, dan melakukan
refleksi terhadap setiap langkah yang
ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa
pembelajaran
RME
dapat
meningkatkan hasil belajar matematika
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan model yang
mengacu pada teori Kemmis dan Taggart.
Model ini terdiri atas empat tahap yaitu
perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi (Arikunto, 2006 : 93). Tahap
perencanaan yaitu rencana tindakan apa
yang
akan
dilaksanakan
untuk
memperbaiki,
meningkatkan
atau
mengubah perilaku dan sikap sebagai
solusi, tahap tindakan yaitu apa yang
dilakukan oleh peneliti sebagai upaya
perbaikan.
Tahap
observasi
yaitu
mengamati atas hasil
yang telah
dilaksanakan terhadap siswa, adapun tahap
refleksi yaitu tahap peneliti melihat dan
mempertimbangkan atas hasil dari tindakan.
Langkah penelitian ini dapat digambarkan
dalam bentuk bagan seperti yang terlihat
pada Gambar 1.
3
Subjek penelitian adalah siswa kelas
IV SDN PATI WETAN 02 dengan jumlah
27 siswa, terdiri dari 14 laki-laki dan 13
perempuan. Penelitian ini dilaksanakan
pada pembelajaran matematika pada
Standar
Kompetensi
“Menggunakan
pecahan dalam pemecahan masalah”
dengan Kompetensi Dasar “Menjumlahkan
pecahan”.
belajar telah meningkat dan mencapai
kriteria ketuntasan klasikal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan
pada
pembelajaran
matematika siswa kelas IV SDN PATI
WETAN 02, Kecamatan Pati, Kabupaten
Pati dalam materi operasi hitung pecahan
semester genap tahun pelajaran 2015/2016
melalui pembelajaran RME. Hasil
penelitian tindakan kelas dari penerapan
RME diuraikan dalam 4 bentuk tahapan
yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan
refleksi. Penelitian Tindakan Kelas ini
dilaksanakan 2 siklus. Data yang diperoleh
antara lain tentang data kondisi awal, data
siklus I dan data siklus II. Siklus I dan II
dalam penelitian ini masing-masing
dilaksanakan 2 kali pertemuan. Berikut ini
uraian dari tiap tahap dalam penelitian ini.
Kondisi Awal / Pra siklus
Ibu Siti selaku guru kelas IV dalam
observasi yang dilakukan pada tanggal 25
Oktober 2014 mengungkapkan bahwa
berdasarkan pengalamannya mengajarkan
mata pelajaran matematika pada materi
pecahan di SDN PATI WETAN 02 Pati
menunjukkan bahwa dalam mengajar, guru
menggunakan metode ceramah dengan
tahapan penyampaian tujuan pembelajaran,
penyampaian materi, pemberian contoh
soal dan soal latihan. Permasalahan ini
berdampak pada ketidakmampuan siswa
dalam menyelesaikan penjumlahan dua
pecahan biasa baik berpenyebut sama
maupun berpenyebut berbeda. Rata-rata
kelas pada materi ini belum mencapai
KKM. Beberapa siswa memang dapat
mengerjakan penjumlahan pecahan dengan
menyamakan penyebut, tetapi kenapa
harus disamakan penyebut, siswa tidak
mengetahuinya. Hal ini berdampak masih
ditemukannya siswa yang langsung
menjumlahkan tanpa proses menyamakan
penyebut. Adapun hasil observasi di SDN
Pati Wetan 02 Pati menunjukkan bahwa
proses pembelajaran cenderung terpusat
pada guru. Selain itu, guru dalam
Sumber: Kemmis dan Taggart
Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan
Teknik pengumpulan data
pada
penelitian ini adalah observasi dan tes.
Metode observasi digunakan untuk
mengamati aktivitas guru dan perilaku
siswa
selama
proses
pembelajaran
sedangkan metode tes digunakan untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar siswa,
yang dilakukan pada akhir setiap siklus.
Analisis data dalam penelitian ini
bersumber dari hasil tes siswa dan hasil
pengisian lembar observasi guru.
Indikator
keberhasilan
belajar
matematika siswa kelas IV Pati Wetan 02
Pati terdiri dari dua, yaitu: (a) ketuntasan
perorangan, seorang siswa dikatakan
tuntas apabila telah mencapai nilai
minimal 70 (dalam skala 1-100) dan (b)
ketuntasan klasikal, suatu kelas dikatakan
tuntas apabila terdapat minimal 75% siswa
masuk dalam kategori tuntas. Siklus pada
penelitian ini akan berhenti ketika hasil
4
mengajarkan matematika langsung ke
tahap abstrak, tanpa adanya upaya
mewujudkan konsep abstrak kepada
konsep yang lebih konkret sehingga lebih
mudah diterima siswa.
Berdasarkan hasil observasi tersebut
maka siswa diberikan 5 soal uraian yang
mencakup indikator menjumlahkan dua
pecahan biasa berpenyebut sama dan
menjumlahkan
dua
pecahan
biasa
berpenyebut
berbeda.
Tujuan
dari
pemberian soal untuk mengukur hasil
belajar siswa pada materi operasi hitung
pecahan.
Pelaksanaan pengambilan data pra
siklus ini dilakukan pada hari Senin, 7
Maret 2016. Hasil dari tes tersebut tidak
memuaskan. Dari 26 siswa hanya 2 siswa
yang dinyatakan tuntas sedangkan 24
siswa lainnya mendapat nilai di bawah
KKM. Rata-rata nilainya hanya mencapai
44,2, dengan nilai tertinggi 85 dan nilai
terendah 15. Hasil ini jauh dari KKM yang
ditetapkan yaitu 70. Hasil tes pra siklus
dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil Penelitian Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Hasil observasi sebelumnya didapat
data bahwa dalam pembelajaran siswa
tidak dilibatkan dalam pengetahuan yang
real, siswa hanya diberi soal untuk
mengerjakannya. Selain itu, metode
ceramah tidak memberikan ruang yang
cukup kepada siswa dalam pembelajaran
untuk pengetahuan sehari-hari, maka pada
tahap ini peneliti menyusun pembelajaran
dengan
pendekatan
RME.
Tahap
perencanaan yang dilakukan dalam
penelitian ini diawali dengan menetapkan
kompetensi dasar serta menyusun rencana
pelaksanaan untuk siklus I.
Rencana pembelajaran yang disusun
berdasarkan karakteristik pendekatan
RME. Sebagai bentuk penyajian masalah
kontekstual, guru akan menunjukkan
beberapa benda dengan panjang berupa
bilangan pecahan. Selanjutnya guru akan
menanyakan berapa jumlah panjang dari
benda-benda tersebut. Berawal dari
permasalahan
ini
guru
akan
merepresentasikan
bilangan
pecahan
melalui media gambar arsir. Hal ini akan
dilakukan sebagai bentuk upaya guru
untuk
menyatakan
konsep abstrak
penjumlahan pecahan ke dalam media
gambar arsir sehingga diharapkan dapat
membantu siswa untuk memahami konsep
tersebut.
Setelah penggunaan gambar arsir
guru bersama siswa akan mengidentifikasi
bagaimana memecahkan penjumlahan
penyebut sama tanpa menggambar yaitu
menggunakan konsep menjumlahkan
pembilang
untuk
pecahan
yang
+
penyebutnya sama [ + =
]. Guru
tidak hanya menjelaskan secara klasikal,
guru juga akan mendesaian pembelajaran
secara berkelompok. Hal ini dimaksudkan
agar siswa memiliki kesempatan yang
lebih luas untuk memahami penjumlahan
pecahan dengan penyebut yang sama
dengan cara berdiskusi dengan teman.
Oleh karena itu, guru akan mempersiapkan
lembar kerja untuk masing-masing
kelompok. Lembar kerja ini berisi tentang
Tabel 1. Hasil Tes Pra Siklus
No. Kriteria Rentang Jumlah Presentase
Nilai
Siswa
1. Tuntas ≥ 70
2
8%
2. Tidak < 70
24
92%
Tuntas
Jumlah
26
100%
Rata-rata
44,2
Berdasarkan data tersebut, maka perlu
dilakukan tindakan perbaikan salah satunya
dengan
cara
memperbaiki
proses
pembelajaran yang sesuai dengan pelajaran
terutama materi operasi hitung pecahan.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang
menekankan siswa untuk mendapatkan
pengetahuan dari sesuatu yang real pada
materi berbasis pengetahuan sehari-hari
adalah pendekatan RME. Oleh karena itu,
dilakukan
tahap
siklus
I dengan
menerapkan pendekatan RME sebagai
upaya untuk meningkatkan hasil belajar
matematika siswa hingga dapat mencapai
ketuntasan klasikal.
5
soal-soal pemecahan masalah terkait
permasalahan
kontekstual
tentang
penjumlahan pecahan dengan penyebut
sama yang harus diselesaikan siswa baik
secara gambar arsir maupun menggunakan
konsep menjumlahkan pembilang. Lembar
kerja untuk setiap kelompok berbeda.
Tidak hanya mengerjakan lembar
kerja secara berkelompok, guru juga akan
memberi kesempatan setiap kelompok
untuk mempresentasikan di depan kelas.
Hal ini bertujuan untuk lebih memberi
kesempatan kepada siswa untuk terlibat
aktif dalam pembelajaran.
Tahap
penutup,
guru
akan
memberikan 2 permasalahan kontekstual
kepada masing siswa untuk diselesaikan di
rumah. Hal ini agar siswa dapat
mendalami materi.
Selain merancang pembelajaran
dengan pendekatan RME, peneliti akan
menyusun instrumen-instrumen yang akan
dipakai dalam penelitian ini. Instrumen
terdiri dari lembar observasi dan tes hasil
belajar. Lembar observasi digunakan untuk
mengukur sejauh mana peneliti melakukan
pembelajaran sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) juga
untuk mengukur aktivitas siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran. Adapun
tes akan digunakan untuk mengukur hasil
belajar siswa setelah mengalami proses
pembelajaran siklus I.
b. Pelaksanaan Tindakan
Tahap berikutnya setelah tahap
perencanaan adalah tahap tindakan. Pada
tahap ini guru melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Penelitian
ini dilaksanakan terhadap siswa kelas IV
SDN Pati wetan 02 Pati. Ibu Siti Romchin,
S.Pd.SD selaku guru kelas IV bertindak
sebagai pengajar dalam pelaksanaan siklus
I. Siklus I dilakukan dalam 2 pertemuan
yang masing-masing terdiri dari 2 jam
pelajaran. Pertemuan pertama dilaksanakan
pada hari Senin, 7 Maret 2016 pada jam ke
4-5,
sedangkan
pertemuan
kedua
dilaksanakan pada hari Kamis, 10 Maret
2016 pada jam 2-3. Pelaksanaan
pembelajaran dilakukan dalam tiga tahap
yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan
kegiatan akhir.
Pertemuan pertama pada awal
pembelajaran guru menyapa siswa di kelas,
mengabsen siswa dengan cara menanyakan
apakah terdapat siswa yang tidak hadir.
Selanjutnya guru menanyakan kabar siswa.
Langkah pembelajaran selanjutnya
adalah penyampaian tujuan pembelajaran,
yaitu menyelesaikan permasalahan seharihari tentang penjumlahan pecahan biasa
dengan penyebut sama. Adapun sebagai
apersepsi guru menuliskan bilangan
pecahan
kemudian
menanyakan
“Berapakah pembilangnya, berapakah
penyebutnya
dan
bagaimana
cara
menggambar pecahan tersebut pada gambar
arsir? ”Siswa menanggapi pertanyaan guru
dengan menyebutkan berapa pembilang,
penyebut dan gambar arsiran dengan benar.
Langkah selanjutnya pada tahap eksplorasi,
guru menunjukkan tali dengan ukuran m,
8
m dan
m. Seperti apa yang telah
8
direncanakan,
selanjutnya
guru
menanyakan berapa panjang ketiga tali
tersebut. Siswa hanya dapat menjawab
“dijumlahkan’’. Selanjutnya guru mulai
memberikan
penjelasan
konsep
penjumlahan pecahan dengan media
gambar arsir. Guru menggambar seperti
pada Gambar 2.
8
8
8
8
Guru memindahkan arsiran yang berwarna
abu-abu, biru dan merah menjadi satu
kedalam 8 kotak yang tidak berwarna
6
8
Gambar 2. Penjumlahan pecahan pada
gambar asir
6
kelompok 4 (yang juga mendapatkan soal
yang sama) untuk mengecek kebenaran
yang disimpulkan temannya. Hal yang sama
dilakukan ketika kelompok 2 dan kelompok
3 terpilih untuk maju dan kelompok 5 dan
kelompok 6 yang harus mengecek.
Tahap penutup, guru memberikan
tugas rumah yang terdiri dari 2 soal realistik
tentang penjumlahan pecahan dengan
penyebut
sama.
Guru
juga
menginformasikan pembelajaran yang akan
datang yaitu ulangan penjumlahan pecahan
dengan penyebut sama.
Pertemuan kedua seperti pada
pertemuan pertama pada pertemuan kedua,
dalam pendahuluan guru juga menyapa
siswa dikelas, mengabsen siswa dengan
cara menanyakan apakah terdapat siswa
yang tidak hadir. Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran yaitu membahas tugas
rumah tentang penjumlahan pecahan
dengan penyebut sama.
Tahap selanjutnya
yaitu guru
membimbing siswa untuk membahas tugas
rumah. Selanjutnya guru menanyakan
konsep pecahan yang telah mereka pelajari,
ketika masih ada siswa yang merasa
kebingunganmaka guru kembali melakukan
penjelasan singkat mengenai konsep
1. pecahan. Guru membagikan lembar soal
yang sama kepada setiap siswa dan setiap
siswa diminta untuk mengerjakan soal
ulangan secara individu selama 20 menit.
Saat mengerjakan soal siswa tampak serius
dan jujur dalam mengerjakannya.
Guru menutup pembelajaran dengan
menyampaikan
kepada
siswa
pada
pertemuan berikutnya akan dibahas tentang
penjumlahan pecahan dengan penyebut
berbeda.
Langkah selanjutnya yang dilakukan
guru adalah membagi siswa ke dalam
kelompok yang terdiri dari 6 kelompok,
dimana setiap kelompok yaitu 4 siswa.
Kemudian guru membagi Lembar Kerja
kepada setiap kelompok. Lembar Kerja ini
berisi 1 permasalahan kontekstual tentang
penjumlahan pecahan dengan penyebut
sama. Pada Lembar Kerja ini tertulis bahwa
siswa harus menyelesaikan permasalahan
tersebut lengkap dengan gambar arsir. Soal
dalam Lembar Kerja ini beragam, setiap 2
kelompok mendapat Lembar Kerja dengan
soal yang sama. Guru memberi waktu
kepada kelompok untuk menyelesaikan
selama ± 15 menit. Hasil contoh pekerjaan
siswa dapat dilihat pada Gambar 3.
1. Arman dapat menyelesaikan
tugasnya dalam waktu jam,
sedangkan Ryan jam. Berapa
jumlah waktu Arman dan
Ryan?
Jawab:
+
=
Gambar 3. Salah satu hasil pekerjaan
siswa
c. Observasi
Observasi
dilakukan
bersamaan
dengan kegiatan pembelajaran. Tahap
observasi dalam penelitian ini dilakukan
untuk memperoleh data bagaimana kegiatan
belajar mengajar serta aktivitas siswa dalam
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan realistic
mathematics
education. Data pengamatan berupa lembar
Setelah waktu habis, guru memilih
secara acak kelompok yang akan presentasi.
Saat itu soal kelompok 1 = kelompok 4,
kelompok 2 = kelompok 5 dan kelompok 3
= kelompok 6 yang terpilih maju pertama
adalah kelompok 1 dan guru melihat
7
Berdasarkan nilai yang diperoleh
siswa dari siklus I, ditemukan peningkatan
hasil belajar dari pretest sebelumnya yaitu
14 siswa atau 54% tuntas dan 12 siswa atau
46% belum tuntas dari total 26 siswa. Hasil
belajar pada siklus I belum mengalami
ketuntasan klasikal, nilai tertinggi 90 dan
nilai terendah 37,5 dengan nilai rata-rata
yang diperoleh adalah 66,5 dari nilai KKM
70.
aktivitas guru dan lembar aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran. Rekapitulasi
hasil pengamatan aktivitas guru untuk
mengetahui pelaksanaan pembelajaran
realistic mathematics education dapat
dilihat pada Tabel 2. Data pada Tabel 2
menunjukkan bahwa untuk kegiatan awal,
kegiatan kelompok dan pelaksanaan RME
masih pada kategori baik.
Tabel 2. Aktifitas guru
No.
Indikator
Persentase
Nilai Siklus I
Ket.
100
1
.
2
.
3
.
4
.
KegiatanAwal
Kegiatan
Kelompok
Pelaksanaan
RME
71%
Baik
73%
Baik
75%
Sangat
Baik
90
80
Pelaksanaan
70%
Tes
Hasil observasi guru
70
60
50
40
Baik
30
20
Kriteria penilaian:
Aktivitas guru < 40% (Kurang)
Aktivitas guru 40% - 60% (Cukup)
Aktivitas guru 60% - 80% (Baik)
Aktivitas guru > 80% (Sangat Baik).
10
Pada kegiatan awal guru telah
mengingatkan kembali tentang bentuk
pecahan sebelum pembelajaran RME
dimulai. Adapun kegiatan kelompok guru
kurang memperhatikan siswa yang tidak
bekerja sama dalam kelompoknya. Guru
menyampaikan
pembelajaran
dengan
menggunakan soal cerita dalam latihan soal
dengan baik.
Rekapitulasi
hasil belajar siswa
dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan data
tiap siswa ditampilkan dalam bentuk
diagram batang pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik hasil tes siklus I
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
d. Refleksi
Berdasarkan penelitian siklus I,
dapat diketahui bahwa ketuntasan hasil
belajar siswa sudah mendekati KKM yaitu
70. Nilai rata-rata yang didapat pada siklus
I adalah 66,5, siswa yang tuntas hanya 14
siswa dari 26 siswa dan siswa yang tidak
tuntas 12 siswa, sehingga persentase siswa
yang tuntas adalah 54%.
Berdasarkan hasil observasi, terlihat
selama proses pembelajaran RME
berlangsung, guru melaksanakan semua
pembelajaran
dengan
baik.
Untuk
pembelajaran selanjutnya guru akan lebih
memperhatikan siswa sehingga tidak ada
siswa yang bermain sendiri dan berbicara
dengan
teman
yang
lain
dalam
pembelajaran RME.
Langkah yang akan dilakukan oleh
peneliti yaitu menyarankan kepada guru
untuk memperhatikan siswa dan menegur
Tabel 3. Hasil Tes Siklus I
No. Kriteria Rentang Jumlah Persentase
Nilai
Siswa
1. Tuntas ≥ 70
14
54%
2. Tidak < 70
12
46%
Tuntas
Jumlah
26
100%
Rata-rata
66,5
8
siswa yang kurang memperhatikan
pembelajaran. Pada saat latihan soal
menggunakan soal cerita beberapa siswa
mengerjakan dengan serius karena
berkaitan dengan pengetahuan sehari-hari.
Dengan demikian, pada siklus selanjutnya
guru
akan
menjelaskan
tentang
penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda
dan memberi sebuah soal cerita dalam
mengerjakan
soal
siswamengerjakan
secara individu.
dengan penyebut berbeda. Selanjutnya
guru akan menanyakan berapa jumlah
panjang dari benda-benda tersebut.
Berawal dari permasalahan ini guru akan
mengajarkan penjumlahan pecahan dengan
berpenyebut berbeda melalui media
gambar arsir.
Penjumlahan
bilangan
pecahan
dengan penyebut berbedadalam media
gambar arsir menjadi sesuatu yang konkret
sehingga akan lebih mudah diterima siswa.
Setelah penggunaan gambar arsir guru
bersama
siswa
akan
memecahkan
penjumlahan pecahan dengan penyebut
berbeda yaitu menggunakan konsep
+
menyamakan penyebut [ + =
]
guru tidak hanya akan melakukan kegiatan
pembelajaran secara klasikal, guru juga
akan mendesaian pembelajaran secara
berkelompok. Hal ini dimaksudkan agar
siswa memiliki kesempatan yang lebih
luas untuk memahami penjumlahan
pecahan dengan penyebut yang dengan
cara berdiskusi dengan teman. Oleh karena
itu, guru akan mempersiapkan lembar
kerja untuk masing-masing kelompok.
Lembar kerja ini berisi tentang soal-soal
pemecahan masalah terkait permasalahan
kontekstual tentang penjumlahan pecahan
dengan penyebut berbeda yang harus
diselesaikan siswa baik secara gambar
arsir maupun menggunakan konsep
menyamakan penyebut. Lembar kerja
untuk setiap kelompok berbeda, tidak
hanya mengerjakan lembar kerja secara
berkelompok, guru juga akan memberi
kesempatan setiap kelompok untuk
mempresentasikan di depan kelas.
Penyusunan observasi dibuat untuk
mengetahui pelaksanaan pembelajaran
pada siklus II dengan penerapan RME.
Sama seperti siklus I penyusunan yang
digunakan pada siklus II yaitu lembar
observasi guru. Perencanaan ini yaitu
menetapkan kriteria siswa dikatakan
berhasil dengan nilai siswa secara individu
mencapai kriteria ketuntasan, sedangkan
nilai klasikal mencapai ketuntasan minimal
70%.
Hasil Penelitian Siklus II
a. Tahap Perencanaan
Berdasarkan refleksi dan hasil
analisis yang telah dilakukan pada siklus I,
penelitimenyusun perencanaan untuk
pembelajaran pada silus II. Pada siklus I
pelaksanaan pembelajaran RME, guru
kurang jelas dalam menjelaskan konsep
penjumlahan dengan alat bantu gambar
arsir dan guru kurang memperhatikan
siswa yang tidak bekerja dalam
kelompoknya. Oleh karena itu, guru akan
melakukan pembelajaran dengan mengatur
kecepatan sesuai dengan kemampuan
siswa dalam menerima pembelajaran.
Selain itu, guru akan lebih memantau
jalannya diskusi. Seperti hal pada siklus I,
pada siklus II juga akan menggunakan
lembar kerja untuk membantu proses
pembelajaran. Namun demikian guru akan
mengurangi dominasi saat pengerjaan
lembar kerja tersebut. Pada tahap ini guru
akan memberikan lembar kerja agar siswa
dapat lebih aktif dalam pembelajaran
RME.
Tahap perencanaan pada siklus II ini
tidak beda dengan siklus sebelumnya yaitu
peneliti
juga
menyusun
rencana
pelaksanaan pembelajaran dengan metode
RME. Sebelum pembelajaran dimulai
dengan tujuan untuk mengingatkan
kembali materi sebelumnya siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok. Tahap
pembelajaran untuk pertemuan pertama
berdasarkan penerapan RME. Sebagai
bentuk penyajian masalah kontekstual,
guru akan menjumlahkan beberapa benda
dengan panjang berupa bilangan pecahan
9
b. Pelaksanaan Tindakan
Setelah mengembangkan perencanaan
maka pengajar melaksanakan tindakan
perbaikan di kelas sesuai tahap perencanaan
yang telah dibuat. Penelitian siklus II
dilaksanakan dalam 2 pertemuan yang
masing-masing terdiri dari 2 jam pelajaran.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari
Jumat, 11 Maret 2016, sedangkan
pertemuan kedua dilaksanakan pada hari
Sabtu, 12 Maret 2016 di kelas IV SDN
PATI WETAN 02 PATI.
Langkah-langkah pembelajaran yang
dilakukan oleh peneliti yaitu menyelesaikan
permasalahan
sehari-hari
tentang
penjumlahan pecahan biasa dengan
penyebut berbeda.
Adapun sebagai
apersepsi guru mengingatkan kembali
konsep menjumlahkan pecahan yang
berpenyebut sama untuk memperkuat
pembelajaran pecahan yang berpenyebut
berbeda.
Guru mengeksplor pengetahuan yang
dimiliki siswa dengan membimbing siswa
untuk menjawab pertanyaan dalam sebuah
soal cerita pecahan yang berpenyebut
berbeda.
Langkah selanjutnya guru membagi
siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari
6 kelompok, dimana setiap kelompok yaitu
4 siswa, selanjutnya guru membagikan
lembar soal yang terdiri dari 1 soal
kontekstual (setiap 2 kelompok mendapat
soal sama) setiap kelompok diminta
kerjasama selama ± 15 menit untuk
menyelesaikan soal tersebut. Setiap
kelompok dapat mengikuti pembelajaran
dengan baik dan
benar, terdapat
peningkatan dalam mengerjakan dengan
berkelompok
setiap
siswa
mampu
berdiskusi sesuai dengan kelompoknya.
Selanjutnya guru meminta 3 kelompok
(mewakili kelompok dengan soal berbeda)
untuk presentasi di depan kelas.
Tahap penutup, guru memberikan
tugas rumah yang terdiri dari 2 soal realistik
tentang penjumlahan pecahan dengan
penyebut
berbeda.
Guru
juga
menginformasikan pembelajaran yang akan
datang yaitu ulangan penjumlahan pecahan
dengan penyebut berbeda. Di akhir
pertemuan, guru menutup pembelajaran
dengan menyampaikan kepada siswa materi
yang akan dipelajari pada pertemuan
selanjutnya,
yaitu
ulangan
untuk
penjumlahan pecahan dengan penyebut
berbeda.
Seperti pada pertemuan pertama, pada
pertemuan kedua dalam pendahuluan guru
juga menyapa siswa di kelas, mengabsen
siswa
dengan cara menanyakan apakah
terdapat siswa yang tidak hadir. Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu
membahas tugas rumah, ulangan dan
membahas ulangan tentang penjumlahan
pecahan dengan penyebut berbeda.
Tahap selanjutnya
yaitu guru
membimbing siswa untuk membahas tugas
rumah. Selanjutnya guru menanyakan
konsep pecahan yang telah mereka pelajari,
jika masih ada siswa
yang merasa
kebingungan
maka
guru
kembali
melakukan penjelasan singkat mengenai
konsep pecahan. Guru membagikan lembar
soal yang sama kepada setiap siswa dan
setiap siswa diminta untuk mengerjakan
soal ulangan secara individu selama 20
menit, lalu guru membahas dan mengoreksi
soal ulangan, kemudian guru menanyakan “
Pada hari ini, apa yang kita pelajari?”.
‘Siswa menjawab dengan bersama dengan
benar’. Guru memberi kesempatan siswa
untuk bertanya mengenai yang belum jelas.
Langkah pembelajaran selanjutnya
yaitu penutup. Guru menanyakan ‘‘Apa
yang siswa pelajari hari ini?’’. Tujuan
pembelajaran tercapai hal ini dilihat dari
siswa menjawab pertanyaan guru dengan
benar. Siswa sudah mampu menerapkan
penjumlahan pecahan dengan penyebut
sama dan berbeda dalam pengetahuan
sehari-hari. Setelah pembelajaran selesai
guru menyampaikan terima kasih atas
partisipasi siswa dan memberi salam. Pada
siklus II diadakan tes akhir siklus untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar yang
dialami siswa terhadap materi operasi
hitung pecahan dalam pengetahuan seharihari setelah menggunakan metode RME.
10
telah diperbaiki dengan memperhatikan
refleksi pada siklus I.
c. Observasi
Observasi dilakukan dengan kegiatan
pembelajaran, dalam penelitian ini tahap
observasi dilakukan untuk memperoleh data
bagaimana kegiatan belajar mengajar dalam
pembelajaran
realistic
mathematics
education. Data pengamatan berupa lembar
aktivitas guru dan lembar aktivitas siswa
dalam
proses
pembelajaran.
Hasil
pengamatan aktivitas guru dan aktivitas
siswa siklus II untuk mengetahui
pelaksanaan
pembelajaran
realistic
mathematics education dapat dilihat pada
Tabel 4.Data pada Tabel 4 menunjukkan
bahwa untuk kegiatan awal, kegiatan
kelompok dan pelaksanaan RME masih
pada kategori baik.
Tabel 4. Aktifitas guru
No.
1.
2.
3.
4.
Indikator
Persentase
KegiatanAwal
77%
Kegiatan
76%
Kelompok
Pelaksanaan
80%
RME
Pelaksanaan
80%
Tes
Hasil observasi guru
Adapun rekapitulasi hasil belajar
siswa dapat dilihat pada Tabel 5 Adapun
data tiap siswa ditampilkan dalam bentuk
diagram batang pada Gambar2
Tabel 5. Hasil Tes Siklus II
No. Kriteria Rentang Jumlah Presentase
Nilai
Siswa
1. Tuntas ≥ 70
24
92%
2. Tidak < 70
2
8%
Tuntas
Jumlah
26
100%
Rata-rata
93
Berdasarkan nilai yang diperoleh
siswa dari siklus II, ditemukan peningkatan
hasil belajar yaitu 24 siswa atau 92% tuntas
dan 2 siswa atau 8% belum tuntas dari total
26 siswa. Hasil belajar pada siklus II
mengalami peningkatan nilai tertinggi
drastis menjadi 100 dan nilai terendah 65
dari nilai KKM 70 dengan nilai rata-rata
yang diperoleh adalah 93 jadi dapat
diketahui dari hasil tiap siswa banyak
mengalami ketuntasan karena nilai yang
diperoleh siswa telah mengalami ketuntasan
sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan.
Ket.
Baik
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Nilai Siklus II
Kriteria penilaian:
Aktivitas guru < 40% (Kurang)
Aktivitas guru 40% - 60% (Cukup)
Aktivitas guru 60% - 80% (Baik)
Aktivitas guru > 80% (Sangat Baik)
Pada kegiatan awal guru telah
melaksanakan kategori dengan baik. Dilihat
dari nilai yang didapat pada tiap aspek
aktifitas guru selama proses pembelajaran
terlihat adanya peningkatan pada siklus II
namun masih kurang dalam membangun
pengertian dan semangat tentang kelompok.
Tetapi guru dapat menguasai pengetahuan
sehari-hari dalam pembelajaran yang
berbentuk realistic mathematics education
dimulai. Dalam proses pembelajaran
realistic
mathematics
educationdan
menunjukkan
kemampuannya
secara
maksimal dan kekurangan pada siklus I
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
Gambar 2. Grafik hasil tes siklus II
d. Refleksi
Pada refleksi siklus II akan dikaji
apa yang telah terlaksana dengan baik
maupun yang masih kurang baik selama
proses pembelajaran RME.
11
pra siklus, siklus I dan siklus II dapat
dilihat pada tabel 7 dan gambar 3.
Dari proses pembelajaran pada siklus
II ini sudah semakin membaik, dimana
siswa semakin terbiasa dengan pendekatan
RME, walaupun masih terdapat beberapa
siswa yang kurang aktif dalam diskusi
kelompok. Dari uraian diatas, dapat
dikatakan bahwa pada siklus II terdapat
peningkatan sehingga mencapai kategori
nilai baik.
Dari data di atas menunjukkan nilai
rata-rata kelas pada siklus II sebesar 93
lebih besar dari siklus I yang hanya 66,5
dan persentase ketuntasan belajar siswa
sebesar 92% lebih besar dari siklus I
hanya 54%, hal ini dapat diketahui dari
hasil nilai tiap siswa mengalami
ketuntasan sesuai dengan KKM yang telah
ditentukan yaitu 70. Berdasarkan hasil
tersebut, maka penelitian yang dilakukan
pada siklus II mengalami keberhasilan.
Peneliti tidak perlu lagi melakukan
penelitian ke siklus berikutnya.
Tabel 7. Perbandingan Siklus
Jumlah Siswa
No. Kriteria
Nilai
1.
2.
≥ 70
< 70
T
TT
Jumlah
Pra
1
25
26
I
II
14 24
12 2
26 26
Presentase
Pra
8%
92%
100%
I
54%
46%
100%
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
Perbandingan Hasil Belajar Pra Siklus,
Siklus I dan Siklus II
Gambar 3. Grafik Perbandingan nilai
siklus
Hasil belajar siswa pada pra siklus
masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat
dari nilai pretest yang belum mencapai
KKM sebanyak 24 siswa dari 26 siswa.
Penyebab
rendahnya
nilai
siswa
dikarenakan siswa kurang aktif dalam
belajar. Oleh karena itu perlu dilakukan
tindakan
atau
perbaikan
dengan
menerapkan metode pembelajaran RME
dimana
pembelajaran
ini
mampu
meningkatkan hasil belajar matematika
karena pembelajaran ini memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
membangun pengetahuannya sendiri.
Proses
pembelajaran
yang
berlangsung pada siklus I dan siklus II
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
hasil belajar siswa pada setiap siklus. Hal
ini dikarenakan siswa sudah terlibat
langsung
dalam
pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas pada setiap
siklus menunjukkan bahwa pembelajaran
RME telah berhasil meningkatkan hasil
belajar siswa. Perbandingan hasil belajar
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dapat disimpulkan bahwa penerapan
pendekatan RME dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada materi operasi
hitung pecahan di kelas IV Semester 2
Tahun Ajaran 2015/2016 di SDN PATI
WETAN 02 PATI. Hal ini dapat dilihat
dari peningkatan persentase ketuntasan
klasikal dari pra siklus 8%, pada siklus I
sebesar 54% dan pada siklus II sebesar
92%. Selain itu terdapat kenaikan rata-rata
nilai kelas dari pra siklus 44,2, siklus I
66,5 dan pada siklus II 93.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan
Bagi Anak Berkesulitan
Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta
12
II
92%
8%
100%
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan
Pembelajaran Di Sekolah
Dasar. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Marpaung, Y. 2001. Pendekatan Realistik
dan
Sani
dalam
Pembelajaran Matematika.
Yogyakarta:
Universitas
Sanata Dharma
Tarigan,
Mc. Taggart, R dan Kemmis, S. 1990. The
Action Research Planner.
Melbourne.
Deakin
University.
Nasution, S. 2005. Berbagai Pendekatan
dalam Proses Belajar dan
Mengajar. Jakarta: Bumi
Aksara
Ngalim
Rakhmat,
Purwanto. (1990). Psikologi
Pendidikan. . Bandung :
Remaja Rosdakarya
Djalaludin. 2001. Metode
Penelitian
Komunikasi.
Bandung:
PT.
Remaja
Rosdakary
Sudjana. 2010. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Suharta, I Gusti Putu. 2001. Pembelajaran
Pecahan dalam matematika
realistik.
Departemen
Pendidikan
Nasional,
Jakarta
Sukardi.
2005. Metodologi Penelitian
Pendidikan Kompetensi dan
Praktiknya. Jakarta: Bumi
Aksara
Supinah
dan
Agus. 2008. Langkahlangkah
Pendekatan
Matematika
Realistik.
http://www.Papantulisku.co
m/2011/12/konsepsi-danlangkahlangkahpendekatan.html
13
Daitin. 2006. Pembelajaran
Matematika
Realistik.
Jakarta:
Departemen
Pendidikan
Nasional
Direktorat
Jendral
Pendidikan Tinggi