T1 652011022 Full text

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fenolik Hasil Recovery Limbah Padat Jamu
(Antioxidant Activity of Phenolic Extract From Recovery Yield of Solid Herb Waste)

Oleh
Wening Galih Bhagawati
NIM : 652011022

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika,
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fenolik Hasil Recovery Limbah Padat Jamu
(Antioxidant Activity of Phenolic Extract From Recovery Yield of Solid Herb Waste)


Oleh
Wening Galih Bhagawati
NIM : 652011022

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika,
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015

ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama


: Wening Galih Bhagawati

NIM

: 652011022

Program Studi : Kimia
Fakultas

: Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul :
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fenolik Hasil Recovery Limbah Padat Jamu
Yang dibimbing oleh :
1. Dra.Hartati Soetjipto, M.Sc.
2. Dr.rer.nat. A. Ign. Kristijanto, M.S.

Adalah benar – benar hasil karya saya.

Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau

gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah – olah sebagai karya
saya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 22 Juni 2015
Yang memberi pernyataan

Wening Galih Bhagawati

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini :
Nama

: Wening Galih Bhagawati

NIM


: 652011022

Program Studi : Kimia
Fakultas

: Sains dan Matematika

Jenis Karya

: Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW
hak bebas royalti non – ekslusif (non – exclusive royalty free right ) atas karya ilmiah
saya yang berjudul :
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fenolik Hasil Recovery Limbah Padat Jamu
Beserta perangkat yang ada (jika perlu).
Dengan hak bebas royalti non – eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalih
mediakan / mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk penggalan data, merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


iv

Dibuat di

: Salatiga

Pada tanggal

: 22 Juni 2015

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fenolik Hasil Recovery Limbah Padat Jamu
(Antioxidant Activity of Phenolic Extract From Recovery Yield of Solid Herb Waste)

Wening Galih Bhagawati*, Hartati Soetjipto**, A. Ign Kristijanto**
*) Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
**) Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Jalan Diponegoro 52 – 60, Salatiga – 50711
652011022@student.uksw.edu

ABSTRACT
The purposes of this study were: firstly, to determined the content of phenolic compounds of
solid herb waste. Secondly, to determined its antioxidant activity and Sun Protection Factor
(SPF) value. The extraction has been conducted by maceration method using ethanol and ethyl
acetate with two levels of temperature (which were 270C and 500C) and three levels of
extraction time (which were 90, 120 and 150 minutes). The content, antioxidant activity and SPF
value of phenolic compounds were determined by spectrometric method.
The result of the study showed that: 1) the optimum phenolic compounds has obtained on
extraction condition of 270C and 90 minutes using ethanol solvent, with amount of 13.14 ± 0.87
mg GAE/gram sample, 2) the IC50 of ethanol extract has obtained on concentration of 5,000.67
ppm. Meanwhile, it had SPF value of 17.19 ± 0.01 on concentration of 900 µg/mL.
Keyword: antioxidant, phenolic, herb, SPF value, wastes

PENDAHULUAN
Salah satu industri yang berkembang pesat dewasa ini adalah industri herbal
dengan produk berupa obat herbal dan jamu. Pada tahun 2011, industri jamu di
Indonesia mencapai omzet 11 triliun, sedangkan data tahun 2012 menunjukkan terdapat
1.000 industri jamu skala kecil dan 10 industri jamu skala menengah besar yang
tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di pulau Jawa (Detik Finance,
2012). Perkembangan industri jamu tentunya diikuti dengan semakin meningkatnya

jumlah limbah padat yang dihasilkan. Sebagai contoh, industri jamu skala besar seperti
PT. Sido Muncul dapat menghasilkan 18 ton limbah industri jamu per hari (Anonim,
2014). Apabila tidak ditangani dengan benar limbah tersebut dapat menimbulkan
masalah lingkungan.
Limbah padat industri jamu dimungkinkan masih mengandung berbagai bahan
aktif mengingat proses ekstraksi tanaman obat untuk produk herbal terbatas pada
penggunaan pelarut air dan etanol. Penggunaan air dan etanol sebagai pelarut yang
diijinkan

dalam

industri

produk

herbal

konsumsi

memungkinkan


adanya

ketidaksesuaian tingkat polaritas antara pelarut dengan senyawa aktif dalam bahan baku
1

2

jamu, sehingga tidak semua senyawa aktif terekstrak. Oleh karena itu, masih terbuka
peluang untuk recovery limbah padat industri jamu dengan cara mengoptimalkan
ekstraksi senyawa aktif dalam limbah padat industri jamu.
Limbah padat jamu berasal dari berbagai jenis tanaman obat (multi simplisia)
sehingga senyawa aktif yang terkandung dalam limbah jamu pun berbeda – beda. Salah
satu senyawa yang terkandung didalamnya dan ingin dimanfaatkan adalah senyawa
fenolik yang bersifat polar sehingga untuk pengambilan senyawa tersebut dapat didekati
dengan penggunaan pelarut dengan tingkat kepolaran yang sesuai. Senyawa fenolik
banyak terkandung dalam tanaman obat untuk bahan baku jamu seperti jahe, ginseng,
temu – temuan dan akar – akaran. Senyawa fenolik dapat dimanfaatkan sebagai bahan
aktif


berbagai produk kosmetik mengingat fenolik memiliki efek antioksidan dan

penyerapan sinar UV (sun screen) (Mukherjeer et al., 2011)
Selain memiliki kandungan bahan aktif yang berbeda – beda, karakter fisik
limbah padat jamu yang dihasilkan setiap kali produksi juga berbeda pula tergantung
jenis produknya. Untuk memperoleh keseragaman perlu dilakukan karakterisasi limbah
padat jamu terlebih dahulu yang meliputi kadar air, kadar abu, lemak, serat, karbohidrat
dan kandungan fenolik total.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.

Memperoleh bahan aktif senyawa fenolik sebagai hasil recovery limbah padat
jamu.

2.

Menentukan aktivitas antioksidan dan nilai Sun Protection Factor (SPF) ekstrak
fenolik.

3


METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Prodi Kimia, Fakultas Sains dan
Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana selama bulan November 2014 – April
2015.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah padat industri jamu
dari pabrik jamu PT. “X” yang berlokasi di Kabupaten Semarang. Adapun bahan kimia
yang digunakan antara lain etanol teknis, etil asetat teknis, petroleum eter teknis,
aquades, reagensia Folin Ciocalteu (Merck), natrium karbonat (Merck), 2,2 – difenil – 1
– pikrilhidrazil (DPPH) (Sigma), asam sulfat (Merck), asam klorida (Merck), natrium
hidroksida (Merck), kalium sulfat (Merck), glukosa (Merck).
Piranti
Alat yang digunakan diantaranya adalah neraca analitis (Mettler H80),
waterbath (Memmert), rotary evaporator (Bunchi R0114), spektrofotometer UV – VIS

(Optizen 2120 UV), spektrofotometer UV – VIS (Shimadzu Mini 1240), shaker (Kika
Labortechnik KS501 digital), vortex (Scilogex MX – S), moisture balance (OHAUS),
soxhlet, dan refluks.


Metode
Karakterisasi Limbah Padat Jamu
Penentuan Kadar Air (Sudarmadji dkk., 1989 yang dimodifikasi)
Sebanyak 1 gram sampel limbah padat industri jamu ditimbang dan diukur
kadar airnya menggunakan moisturizer balance dengan tiga kali pengulangan.
Penentuan Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1989)
Sebanyak 2 gram sampel limbah padat jamu dimasukkan dalam cawan porselin
yang kering dan telah diketahui bobotnya. Sampel limbah dipijarkan dalam furnace
dengan suhu 800ºC selama 1 jam sampai diperoleh abu berwarna putih. Cawan porselin
dan abu dimasukkan ke dalam desikator dan bobot abu ditimbang setelah dingin.
Penentuan Kadar Lemak dengan Metode Soxhletasi (Sudarmadji dkk, 1989)
Sebanyak 10 gram limbah padat jamu di soxhlet dengan pelarut petroleum eter
selama 4 – 6 jam. Eter yang telah mengandung ekstrak lemak dan minyak dalam kolf
diuapkan menggunakan rotary evaporator sampai menguap seluruhnya.

4

Penentuan Kadar Serat dengan Metode Gravimetri (Sudarmadji dkk., 1989)
Sebanyak 1 gram limbah padat jamu yang sudah bebas lemak dipindahkan
dalam kolf lalu ditambahkan 100 mL larutan H2SO4 0,1275 M dan ditutup dengan
pendingin balik, kemudian dididihkan selama 30 menit. Larutan disaring dan residu
yang tertinggal dalam kolf dicuci dengan aquades mendidih sampai air cucian tidak
bersifat asam lagi. Residu dipindahkan dari kertas saring ke dalam kolf dan sisa yang
masih tertinggal di kertas saring dicuci dengan 100 mL NaOH 0,313 M, lalu dididihkan
dengan pendingin balik selama 30 menit, kemudian disaring sambil dicuci dengan
larutan K2SO4 10%. Residu dicuci lagi dengan aquades mendidih, kemudian dengan 15
mL alkohol 95%. Kertas saring yang berisi serat kasar dari sampel dikeringkan dalam
oven bersuhu 110ºC sampai berat konstan (1 – 2 jam).
Penentuan Kadar Karbohidrat dengan Metode Anthrone (Sadasivam &
Manickam, 2007)
Sebanyak 100 mg limbah padat jamu dihidrolisis dengan 5 mL larutan 2,5 N
HCl dan dipanaskan dalam waterbath selama 3 jam, setelah dingin dinetralisir dengan
Na2CO3. Larutan sampel dimasukkan dalam labu ukur 100 mL dan digenapkan sampai
garis tera lalu dipusingkan selama 30 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Sebanyak 1
mL larutan sampel ditambah 2 mL reagen Anthrone (dibuat 0,1% dalam H2SO4), lalu
dipanaskan dalam waterbath selama 8 menit pada suhu 40ºC, setelah dingin dilakukan
pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 578
nm.
Ekstraksi Senyawa Fenolik Limbah Padat Jamu (Hismath et al., 2011 yang
dimodifikasi)
Sampel limbah padat jamu dikeringkan menggunakan drying cabinet pada
suhu 400C. Sampel dihaluskan menggunakan grinder lalu diayak menggunakan ayakan
230 mesh. Dua gram limbah padat industri jamu kering diekstraksi dengan 100 mL
pelarut etanol dan etil asetat dalam sebuah erlemeyer yang dibungkus alumunium foil
dengan variasi waktu ekstraksi 90, 120, dan 150 menit serta variasi suhu 27 0C, dan
500C. Ekstrak yang diperoleh disaring dan digenapkan dalam labu ukur 100 mL.
Penentuan Kadar Fenolik (Prior et al., 2005)
Satu mL ekstrak sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 2 mL reagensia Folin Ciocalteu 10% dan 2,5 mL Na2CO3 7,5% dan

5

didiamkan selama 30 menit. Absorbansi dari masing – masing larutan diukur dengan
menggunakan spektrofotometer UV – VIS pada panjang gelombang 765 nm. Sebagai
blanko digunakan pelarut sampel untuk pengganti ekstrak, sedangkan sebagai standar
digunakan larutan asam galat dengan berbagai konsentrasi. Total fenolik dinyatakan
sebagai ekuivalen asam galat per gram sampel.
Pengukuran Aktivitas Antioksidan Senyawa Fenolik (Poonia et al., 2011 yang
dimodifikasi)
Ekstrak senyawa fenolik dibuat dalam 6 pengenceran. Satu ml filtrat masing –
masing seri pengenceran diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambah dengan 2 ml DPPH 0,1 mM. Dibuat juga kontrol (1 mL pelarut dan 2 mL
DPPH 0,1 mM), faktor koreksi (1 mL larutan masing – masing pengenceran dan 2 mL
pelarut) dan blanko (3 mL pelarut). Masing – masing larutan diinkubasi selama 30
menit lalu absorbansinya diukur pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas
antioksidan/penangkapan

radikal

bebas

diukur

dengan

menghitung

persen

penghambatan untuk masing – masing pengenceran.
Penentuan Nilai SPF Ekstrak Fenolik (Dutra et al., 2004 yang dimodifikasi)
Ekstrak senyawa fenolik dibuat dalam 6 pengenceran menggunakan pelarut
aquades. Masing – masing filtrat dihomogenisasi menggunakan vortex kemudian
disaring. Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 290 – 320 nm dengan
interval 5 nm menggunakan kuvet kuarsa dan aquades sebagai blanko. Hasil
pengukuran yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai SPF
berdasarkan persamaan Mansur.
Persamaan Mansur :
320

Keterangan :

��









=� �

EE

: spektrum efek eritermal

I

: spektrum intensitas radiasi

Abs

: absorbansi ekstrak / produk

CF

: faktor koreksi (CF = 10).

290

��

Nilai EE x I adalah konstan seperti dirangkum dalam Tabel 1.

� �� ( )

6

Tabel 1 Normalisasi Nilai EE x I pada Persamaan Mansur
Panjang Gelombang (�
290
295
300
305
310
315
320
Total

)

EE x I
0,0150
0,8170
0,2874
0,3278
0,1864
0,0839
0,0180
1,0000

Analisa Data (Steel & Torie, 1980)
Kandungan total fenolik dianalisis dengan menggunakan Rancangan Perlakuan
Faktorial 3 x 2 dan Rancangan Dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 4
ulangan. Sebagai faktor pertama adalah waktu ekstraksi yang terdiri dari 3 aras yaitu 90,
120 dan 150 menit, sedang sebagai faktor kedua adalah suhu ekstraksi yang terdiri dari
2 aras, yaitu 270C dan 500C. Sebagai kelompok adalah waktu ekstraksi. Pengujian antar
rataan perlakuan dilakukan dengan uji BNJ (Beda Nyata Jujur) dengan α = 5%.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Limbah Padat Jamu
Hasil karakterisasi limbah padat jamu menunjukkan rata – rata kadar air
sebesar 46,45%, kadar lemak 14,04%, kadar serat 47,06%, kadar karbohidrat 2,81% dan
kadar abu 6,34%.
Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Kadar Total Fenolik
Rataan kadar total fenolik ekstrak etanol pada suhu 270C dan 500C berkisar
antara 11,73 ± 0,47 sampai 13,21 ± 0,43 mg EAG/gram sampel, sedangkan pada ekstrak
etil asetat berkisar antara 1,40 ± 0,12 sampai 1,61 ± 0,13 mg EAG/gram (Tabel 2).
Kadar Total Fenolik (mg EAG/gram sampel) Limbah Padat Jamu Dari
Berbagai Variasi Suhu
Etil Asetat
Etanol
270C
500C
270C
500C
13,21 ± 0,43
11,73 ± 0,47
1,40 ± 0,12
1,61 ± 0,13
� ± SE
(b)
(a)
(a)
(b)
W = 0,61
W = 0,120

Tabel 2

Keterangan :
*W = BNJ 5%
*Angka – angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan antar
perlakuan tidak berbeda nyata. Sebaliknya, angka – angka yang diikuti huruf yang berbeda
menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Keterangan berlaku juga untuk Tabel 3, Tabel 6
dan Tabel 7.

Dari Tabel 2 terlihat bahwa kadar total fenolik ekstrak etanol limbah padat
jamu menurun seiring dengan peningkatan suhu ekstraksi. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Kishk & El Sheshetawy (2010) yang menunjukkan total fenolik optimum
rimpang jahe (Zingiber officinale ) diperoleh pada suhu ekstraksi 220C dan mengalami
penurunan pada suhu 600C. Senyawa fenolik limbah padat jamu dimungkinkan telah
terekstrak maksimal oleh pelarut etanol pada suhu rendah, mengingat etanol merupakan
pelarut polar sehingga mudah mengekstrak senyawa fenolik yang bersifat polar juga.
Selain itu peningkatan suhu ekstraksi juga menyebabkan terjadinya dekomposisi pada
senyawa fenolik terekstrak (Sjahid, 2008 dalam Sari dkk., 2013).
Ekstraksi dengan pelarut etil asetat menunjukkan hasil sebaliknya. Peningkatan
suhu ekstraksi menyebabkan peningkatan kadar total fenolik ekstrak, meskipun
jumlahnya masih dibawah kadar fenolik ekstrak etanol. Senyawa fenolik dalam limbah
padat jamu memiliki tingkat kepolaran yang berbeda – beda, akibatnya tidak semua
senyawa fenolik dapat terekstrak dalam pelarut etil asetat yang bersifat semi polar.


Hasil dan Pembahasan ini pernah dipublikasikan dalam Seminar Nasional Kimia Fakultas MIPA UGM dengan tema “Peran
Ilmu Kimia dalam Pengembangan Industris Kimia Yang Ramah Lingkungan” di Yogyakarta, tanggal 30 Mei 2015

8

Dalam hal ini, peningkatan suhu ekstraksi mengakibatkan jaringan dinding sel partikel
solid melunak sehingga memudahkan proses difusi senyawa fenolik ke dalam pelarut
dan menyebabkan kandungan total fenolik terekstrak lebih banyak (Margaretta dkk.,
2011).
Pengaruh Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Total Fenolik
Rataan kadar total fenolik ekstrak etanol limbah padat jamu pada lama waktu
ekstraksi 90, 120, dan 150 menit berkisar antara 12,17 ± 0,90 sampai 12,73 ± 0,92 mg
EAG/gram sampel, sedangkan pada ekstrak etil asetat berkisar antara 1,43 ± 0,09
sampai 1,64 ± 0,10 mg EAG/gram sampel (Tabel 3).
Kadar Total Fenolik (mg EAG/gram sampel) Ekstrak Etanol dan Etil Asetat
Limbah Padat Jamu Dari Berbagai Variasi Lama Waktu Ekstraksi
Waktu (menit)
Pelarut
90
120
150
12,17 ± 0,90
12,51 ± 0,42
12,73 ± 0,92
� ± SE
Etanol
W = 0,90
(a)
(a)
(a)
1,43 ± 0,09
1,44 ± 0,26
1,64 ± 0,10
� ± SE
Etil Asetat
W = 0,18
(a)
(a)
(b)

Tabel 3

Hasil analisis (Tabel 3) menunjukkan bahwa kandungan fenolik ekstrak etanol
pada lama waktu ekstraksi 90, 120 dan 150 menit tidak mengalami perubahan. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Margaretta dkk., (2011) yang menyatakan bahwa kandungan
senyawa fenolik ekstrak akan konstan ketika tercapai kondisi ekuilibrium atau ketika
waktu optimum ekstraksi sudah tercapai. Nampaknya, ekstraksi senyawa fenolik
menggunakan pelarut etanol mencapai kondisi ekuilibrium pada lama waktu ekstraksi
90 menit.
Kandungan fenolik ekstrak etil asetat meningkat pada lama waktu ekstraksi
150 menit. Hasil ini sesuai dengan penelitian Suryani (2012) yang menyatakan bahwa
kadar total fenolik ekstrak jahe emprit meningkat seiring dengan lama waktu ekstraksi.
Peningkatan waktu ekstraksi menyebabkan proses difusi senyawa fenolik semakin baik,
sehingga meningkatkan kandungan senyawa fenolik yang terekstrak.
Pengaruh Interaksi Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Total
Fenolik
Rataan kadar total fenolik ekstrak limbah padat jamu hasil interaksi suhu dan
lama waktu ekstraksi berkisar antara 11,20 ± 1,27 sampai 13,66 ± 1,32 mg EAG/gram
sampel (Tabel 4)


Hasil dan Pembahasan ini pernah dipublikasikan dalam Seminar Nasional Kimia Fakultas MIPA UGM dengan tema “Peran
Ilmu Kimia dalam Pengembangan Industris Kimia Yang Ramah Lingkungan” di Yogyakarta, tanggal 30 Mei 2015

9

Kadar Total Fenolik (mg EAG/gram sampel) Ekstrak Etanol Limbah Padat
Jamu Hasil Interaksi Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi

Tabel 4

Waktu
λ0’
� ± SE
W = 1,05

120’
150’

Suhu
0

27 C
13,14 ± 0,87
(b)
12,83 ± 0,65
(a)
13,66 ± 1,32
(b)

500C
11,20 ± 1,27
(a)
(a)
12,19 ± 0,70
(a)
(a)
11,80 ± 1,08
(a)
(a)
W = 1,27

(a)
(a)
(a)

Keterangan :
*W = BNJ 5%
*Angka – angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau lajur yang sama menunjukkan
antar perlakuan tidak berbeda nyata. Sebaliknya, angka – angka yang diikuti huruf yang berbeda
menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Keterangan ini berlaku juga untuk Tabel 5

Dari Tabel 4 terlihat bahwa pada lama waktu ekstraksi 90 dan 150 menit maka
peningkatan suhu menyebabkan penurunan kandungan senyawa fenolik. Hal ini
nampaknya terkait dengan senyawa fenolik mengalami dekomposisi pada suhu
pemanasan lebih tinggi (500C). Lebih lanjut, ditinjau dari lama waktu ekstraksi (90, 120
dan 150 menit) dalam suhu 270C maupun 500C menghasilkan kandungan total fenolik
yang sama. Nampak bahwa kondisi ekuilibrium ekstraksi telah tercapai pada 90 menit.
Rataan kadar total fenolik ekstrak etil asetat limbah padat jamu hasil interaksi
suhu dan lama waktu ekstraksi berkisar antara 1,19 ± 0,30 sampai 1,74 ± 0,11 mg
EAG/gram sampel (Tabel 5).
Kadar Total Fenolik (mg EAG/gram sampel) Ekstrak Etil Asetat Limbah
Padat Jamu Hasil Interaksi Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi
Suhu
Waktu
0
27 C
500C
1,46 ± 0,16
1,40 ± 0,17
λ0’
(b)
(a)
(a)
(a)
1,54 ± 0,17
1,74 ± 0,11
X ± SE
120’
(b)
(b)
(a)
(a)
W = 0,21
1,19 ± 0,30
1,68 ± 0,41
150’
(a)
(b)
(a)
(b)
W = 0,25

Tabel 5

Dari Tabel 5 terlihat bahwa pada lama waktu ekstraksi 150 menit maka
peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kandungan senyawa fenolik. Hal ini
terkait dengan melunaknya jaringan dinding sel solid yang memudahkan proses difusi


Hasil dan Pembahasan ini pernah dipublikasikan dalam Seminar Nasional Kimia Fakultas MIPA UGM dengan tema “Peran
Ilmu Kimia dalam Pengembangan Industris Kimia Yang Ramah Lingkungan” di Yogyakarta, tanggal 30 Mei 2015

10

senyawa fenolik. Selanjutnya, ditinjau dari lama waktu ekstraksi terlihat bahwa waktu
optimum ekstraksi dengan pelarut etil asetat (dalam suhu 27 0C maupun 500C) tercapai
pada 120 menit.
Secara keseluruhan, ditinjau dari suhu dan lama ekstraksi terlihat bahwa
ekstrak etanol menghasilkan total senyawa fenolik lebih besar dibandingkan ekstrak etil
asetat. Hal ini nampaknya terkait dengan sifat polar pelarut etanol yang sesuai dengan
tingkat kepolaran senyawa fenolik limbah padat jamu. Hasil optimal ekstraksi senyawa
fenolik limbah padat jamu diperoleh dengan menggunakan pelarut etanol pada suhu
270C dan lama waktu ekstraksi 150 menit, yaitu sebesar 13,14 ± 0,87 mg EAG/gram
sampel.
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Limbah Padat Jamu*
Rataan aktivitas antioksidan ekstrak senyawa fenolik limbah padat jamu
berkisar antara 25,73 ± 3,32% sampai 67,69 ± 2,64% (Tabel 6).
Rataan Aktivitas Antioksidan Senyawa Fenolik Limbah Padat Jamu
Konsentrasi (ppm)
1.500
2.000
3.000
4.000
6.000
8.000
25,73
33,87
38,34
49,55
60,84
67,69

±
±
±
±
±
±
±
3,32
10,07
1,92
2,59
3,11
2,64
SE
W = 10,09
(a)
(ab)
(b)
(c)
(d)
(d)

Tabel 6

Persentase penghambatan radikal bebas meningkat seiring peningkatan
konsentrasi ekstrak dan tidak berubah pada konsentrasi 8.000 ppm (Tabel 6). Hasil ini
sesuai dengan penelitian terhadap ekstrak ranting dan daun jarak pagar yang
menunjukkan bahwa aktivitas penghambatan DPPH meningkat seiring peningkatan
konsentrasi ekstrak dan tidak berubah pada konsentrasi 20 µg/mL (Setyaningsih dkk.,
2014).
Konsentrasi efisien suatu antioksidan untuk mereduksi 50% konsentrasi DPPH
awal dinyatakan sebagai nilai IC50 (Litescu et al., 2010). Semakin kecil nilai IC50 suatu
senyawa maka semakin efektif pula kemampuannya menghambat DPPH. Telaah lebih
lanjut oleh menunjukkan bahwa nilai IC50 senyawa fenolik limbah padat jamu diperoleh
pada konsentrasi 5.006,67 ppm. Nilai IC50 ekstrak etanol limbah padat jamu jauh lebih
tinggi dibanding dengan ekstrak kapulaga ( Amomum subulatum) yang memiliki nilai
IC50 pada konsentrasi 8,25 ± 2,0


g/mL (Prakash et al., 2012). Penelitian terhadap

Hasil dan Pembahasan ini pernah dipublikasikan dalam Seminar Nasional Kimia Fakultas MIPA UGM dengan tema “Peran
Ilmu Kimia dalam Pengembangan Industris Kimia Yang Ramah Lingkungan” di Yogyakarta, tanggal 30 Mei 2015

11

aktivitas antioksidan ekstrak etanol tanaman pegagan (Centella asiatica ) yang dilakukan
oleh Rahman et al., (2013) juga menunjukkan nilai IC50 yang rendah, yaitu sebesar 35,6
± 1,3 g/mL. Su et al., (2004) dalam Grafianita (2011) menyatakan bahwa aktivitas
antioksidan senyawa fenolik dipengaruhi oleh jumlah dan posisi gugus hidroksi yang
berikatan cincin aromatik.
Nilai Sun Protection Factor (SPF) Ekstrak Etanol Limbah Padat Jamu
Penghitungan nilai SPF suatu ekstrak menggunakan persamaan Mansur (1986)
ditentukan dengan mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 290 – 320 nm
yang merupakan daerah serapan sinar UV B. Hasil pemindaian ekstrak etanol limbah
padat jamu menunjukkan adanya serapan di daerah tersebut (Gambar 1).

Gambar 1 Serapan ekstrak senyawa fenolik limbah padat jamu pada λ = 290 – 320 nm

Dari Gambar 1 terlihat puncak serapan tertinggi senyawa fenolik terdapat
pada panjang gelombang 301 nm dan hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol
limbah padat jamu berpotensi digunakan sebagai sun screen penangkal sinar UV B.
Pada penelitian ini, ekstrak etanol limbah padat jamu dengan konsentrasi di
atas 900 µg/mL memiliki absorbansi yang sangat besar (nilai absorbansi 4) sehingga
dapat menyebabkan perhitungan nilai SPF menjadi tidak akurat. Sedangkan pada
konsentrasi di bawah 400 µg/mL, ekstrak etanol limbah padat jamu memiliki absorbansi
sangat kecil sehingga nilai SPF yang diperoleh juga rendah (SPF < 4). Menurut SNI 16

12

– 4399 – 1996, nilai SPF minimum yang diijinkan dalam sediaan tabir surya adalah 4.
Oleh karena itu, nilai SPF ekstrak etanol limbah padat jamu diukur pada beberapa
variasi konsentrasi antara 400 µg/mL sampai 900 µg/mL. Adapun rataan nilai SPF
berkisar antara 4,67 ± 0,68 sampai 17,19 ± 0,01 (Tabel 7).
Rataan Nilai SPF Ekstrak Etanol Limbah Padat Jamu
Konsentrasi (µg/mL)
400
500
600
700
4,67
5,55
6,49
7,44

±
±
±
±
±
0,68
0,76
1,47
0,84
SE
(a)
(b)
(c)
(d)
W = 1,001

Tabel 7

800
9,89
±
0,90
(e)

900
17,19
±
0,01
(f)

Dari Tabel 7 terlihat bahwa nilai SPF meningkat seiring dengan peningkatan
konsentrasi ekstrak. Santhanam et al., (2013) mengatakan bahwa nilai SPF suatu
ekstrak dipengaruhi oleh kandungan senyawa fenolik ekstrak tersebut. Semakin besar
kandungan senyawa fenolik, semakin besar pula nilai SPF suatu ekstrak.
Pada konsentrasi 400 µg/mL, ekstrak senyawa fenolik memiliki nilai SPF
sebesar 4,67 ± 0,68. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan nilai SPF ekstrak akuades dan
ekstrak metanol rimpang jahe (Zingiber officinale ) pada konsentrasi yang sama yaitu
berturut – turut sebesar 1,82 ± 0,15 dan 1,99 ± 0,03 (Suva, 2014). Berdasarkan nilai SPF
– nya, Food and Drug Administration (1999) dalam Suryanto dkk., (2013)
mengelompokkan sun screen menjadi tiga, yaitu kategori perlindungan rendah (SPF 2 –
12), sedang (12 – 30) dan tinggi (SPF ≥ 30). Sehingga dapat dikatakan bila senyawa
fenolik limbah padat jamu pada konsentrasi 900 µg/mL memiliki potensi perlindungan
sedang (SPF 17,19 ± 0,01).

13

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.

Kandungan total fenolik optimal diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut etanol
pada suhu 270C dan lama ekstraksi 90 menit yaitu sebesar 13,14 ± 0,87 mg EAG/
gram sampel.

2.

Ekstrak senyawa fenolik limbah padat jamu memiliki aktivitas antioksidan dengan
nilai IC50 sebesar 5.006,67 ppm. Konsentrasi 900 µg/mL ekstrak etanol limbah
padat jamu memiliki nilai SPF 17,19 ± 0,01 dan termasuk kategori perlindungan
sedang.

Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan
pemurnian senyawa fenolik dalam ekstrak etanol limbah padat jamu.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2014. PT. Sido Muncul Pupuk Nusantara Menjajaki Kerjasama Dengan ITB
Dalam Pemanfaatan Biomassa Sebagai Bahan Bakar Alternatif.
http://www.biofarm-smpn.com/berita.php [22 Juli 2014].
Detik Finance, 2012. Omzet Bisnis Jamu di RI Capai Rp 11 Triliun.
http://finance.detik.com/read/2012/10/16/123727/2063725/1036/omzet-bisnisjamu-di-ri-capai-rp-11-triliun [22 Juli 2014].
Dutra, E.A., D.A.G da Costa e Oliveira, E.R.M. Kedor-Hackmann, & M.I.R.M.
Santoro, 2004. Determination of Sun Protection Factor (SPF) of Sunscreens by
Ultraviolet Spectrophotometry. Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences,
40(2), pp.381 - 386.
Grafianita, 2011. Kadar Kurkuminoid, Total Fenol, dan Aktivitas Antioksidan Simplisia
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Pada Berbagai Teknik Pengeringan .
Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Universitas Sebelas Maret.
Hismath, I., W.M. Wan Aida, & C.W. Ho, 2011. Optimization of Extraction Conditions
for Phenolic Compounds From Neem (Azadirachta indica ) Leaves.
International Food Research Journal , 18(3), pp.931 - 939.
Kishk, Y.F.M. & H.E. El Sheshetawy, 2010. Optimization of Ginger (Zingiber
officinale ) Phenolics Extraction Conditions and its Antioxidant and Radical
Scavenging Activities Using Response Surface Methodology. World Journal of
Dairy and Food Sciences, 5(2), pp.188 - 196.
Litescu, S.C., S. Eremia, & G. Lucian Radu, 2010. Methods for the Determination of
Antioxidant Capacity in Food and Raw Materials. In M.T. Giardi, G. Rea & B.
Berra, eds. Bio-Farms for Nutraceuticals: Functional Food and Safety Control
by Biosensors. Chicago: Landes Bioscience and Springer Science+Business
Media. pp.241 - 249.

14

Margaretta, S., S.D. Handayani, N. Indraswati, & H. Hindarso, 2011. Ekstraksi
Senyawa Phenolic Pandanus amaryllifolius Roxb. Sebagai Antioksidan Alami.
Widya Teknik, 10(1), pp.21 - 30.
Mukherjeer, P.K., N. Maitya, N.K. Nemaa, & B.K Sarkarb, 2011. Bioactive
Compounds from Natural Resources Against Skin Aging. Phytomedicine , 19,
pp.64 - 73.
Poonia, P., J. Niazi, G. Chaundhary, & A. Kalia, 2011. In - vitro Antioxidant Potential
of Jasminum mesnyi Hance (Leaves) Extract. Reaserch Journal Of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences , 2(1), pp.348 – 357.
Prakash, K.D. et al., 2012. Evaluation of Antioxidant Activity of Large Cardamom
(Leaves of Amomum subulatum). International Journal of Drug Development
and Research, 4(1), pp.175 - 179.
Prior, R.L., X. Wu, & K. Schaich, 2005. Standardized Methods for the Determination of
Antioxidant Capacity and Phenolics in Foods and Dietary Supplements.
Journal Of Agricultural and Food Chemistry, 53(10), pp.4290 - 4320.
Rahman, M. et al., 2013. Antioxidant Activity of Centella asiatica (Linn.) Urban:
Impact of Extraction Solvent Polarity. Journal of Pharmacognosy and
Phytochemistry, 1(6), pp.27 - 32.
Sadasivam, S. & A. Manickam, 2007. Biochemical Methods. 3rd ed. New Delhi: New
Age Internasional.
Santhanam, R.K. et al., 2013. Photoprotective properties of Zanthoxylum rhetsa : An in
vitro analysis. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research , 5(12),
pp.1512 -1520.
Sari, D.K., D.H. Wardhani, & A. Prasetyaningrum, 2013. Kajian Isolasi Senyawa
Fenolik Rumput Laut Euceuma cottoni Berbantu Gelombang Micro Dengan
Variasi Suhu dan Waktu. Jurnal Teknik Kimia , 19(3), pp.38 - 43.
Setyaningsih, D., C. Pandji, & D.D Perwatasari, 2014. Kajian Aktivitas Antioksidan dan
Antimikroba Fraksi dan Ekstrak Dari Daun dan Ranting Jarak Pagar ( Jatropha
curcas L.) Serta Pemanfaatannya pada Produk Personal Hygiene. Agritech ,
34(2), pp.126 - 137.
SNI 16 - 4399 - 1996, Sediaan Tabir Surya.
Steel, R.G.D. & J.H Torie, 1980. Prinsip dan Prosedur Statitiska Suatu Pendekatan
Biometrik. Jakarta: Gramedia.
Sudarmadji, S., B. Haryono & Suhandi, 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian .
Yogyakarta: Liberty.
Suryani, C.L., 2012. Optimasi Metode Ekstraksi Fenol Dari Rimpang Jahe Emprit
(Zingiber officinalle Var. Rubrum). Jurnal AgriSains, 3(4), pp.63 - 70.
Suryanto, E., L.I. Momuat, A. Yudistira, & F. Wehantouw, 2013. The Evaluation of
Singlet Oxygen Quenching an Sunscreen Activity of Corn Corb Extract.
Indonesian J. Pharm., XIV(4), pp.267 – 276.
Suva, M.A., 2014. Evaluation of Sun Protection Factor of Zingiber officinale Roscoe
Extract by Ultraviolet Spectroscopy Method. Journal of PharmaSciTech , 3(2),
pp.95
97.

LAMPIRAN
MAKALAH DAN SERTIFIKAT
SEMINAR NASIONAL KIMIA UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015

16

Kandungan Senyawa Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Limbah Padat
Industri Jamu Ditinjau Dari Suhu dan Lama Ekstraksi
Wening Galih Bhagawati1, Hartati Soetjipto2, dan A. Ign. Kristijanto2
1

Mahasiswa Progdi Kimia Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana
Jalan Diponegoro No. 52 – 60, Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
E – mail: 652011022@student.uksw.edu

2

Dosen Progdi Kimia Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana
Jalan Diponegoro No. 52 – 60, Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia

ABSTRAK
Perkembangan industri jamu Indonesia telah berdampak pada peningkatan limbah padat
yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan “recovery” limbah padat jamu guna
mengurangi dampak lingkungan yang disebabkan menumpuknya limbah tersebut. Limbah
padat jamu dimungkinkan masih mengandung berbagai senyawa bahan aktif, salah satunya
senyawa golongan fenolik yang diketahui memiliki efek antioksidan. Untuk memperoleh
kandungan senyawa fenolik secara maksimal dibutuhkan kondisi ekstraksi dengan tingkat
kepolaran yang sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan senyawa fenolik
dan aktivitas antioksidan limbah padat jamu. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi
menggunakan pelarut etanol dengan dua variasi suhu (270C dan 500C) dan tiga variasi waktu
(90, 120 dan 150 menit). Kandungan senyawa fenolik optimum didapatkan pada suhu 270C dan
lama waktu ekstraksi 90 menit sebesar 13,14 ± 0,87 mg EAG/gram sampel. Nilai IC50 senyawa
fenolik limbah padat jamu didapat pada konsentrasi 5.006,667 ppm.
Kata Kunci: antioksidan, fenolik, jamu, limbah
ABSTRACT
The herb industries development in Indonesia has impact on the increasing of its solid
wastes. Therefore, it is necessary to recover solid herbs wastes to decrease the environmental
impact which caused by its accumulation. Solid herb wastes contain various active compounds,
example the phenolic compound which known have an antioxidant effect. To obtain the
optimum phenolic compound it is necessary to know the extraction condition with an appropriate
polarity level. The purposes of the studies are: firstly, to determined the phenolic compound.
Secondly, to determined its antioxidant activity. The extraction has been conducted by
maceration method using ethanol with two levels of temperature (which are 270C and 500C) and
three levels of extraction time (which are 90, 120 and 150 minutes). The optimum phenolic
compound has obtained on extraction condition of 27 0C and 90 minutes, with amount of 13.14 ±
0.87 mg GAE/gram sample. The IC50 of phenolic compound of solid herbs waste has obtained
on concentration of 5,000.67 ppm.
Keyword: antioxidant, phenolic, herbs, wastes
PENDAHULUAN
Industri herbal berkembang sangat
pesat di Indonesia dengan salah satu
produk andalan berupa jamu. Pada tahun
2014, industri jamu memiliki omzet
mencapai
15
triliun
rupiah
[1].
Perkembangan industri jamu tentunya diikuti
dengan semakin meningkatnya jumlah
limbah padat yang dihasilkan. Apabila tidak
ditangani dengan benar limbah tersebut
dapat menyebabkan masalah lingkungan.
Limbah
padat
industri
jamu
dimungkinkan masih mengandung berbagai
bahan aktif mengingat proses ektraksi
tanaman obat untuk produk herbal terbatas

pada penggunaan pelarut air dan etanol.
Penggunaan air dan etanol sebagai pelarut
yang diijinkan dalam industri produk herbal
konsumsi
memungkinkan
adanya
ketidaksesuaian tingkat polaritas antara
pelarut dengan senyawa aktif yang
terkandung dalam bahan baku jamu,
sehingga tidak semua senyawa aktif
terekstrak. Selain itu, karena terdiri dari
berbagai jenis tanaman (multi simplisia)
maka bahan aktif yang terdapat dalam
limbah padat jamu memiliki tingkat
kepolaran yang berbeda – beda pula. Oleh
karena itu untuk mendapatkan ekstrak
bahan aktif yang diinginkan secara

17

maksimal diperlukan pelarut dengan tingkat
kepolaran yang sesuai.
Salah satu senyawa bahan aktif yang
mungkin masih terkandung dalam limbah
padat jamu adalah senyawa golongan
fenolik. Senyawa golongan fenolik adalah
senyawa yang berasal dari tumbuhan
dengan ciri khas memiliki satu cincin
aromatik yang berikatan dengan satu atau
dua gugus hidroksil [2]. Senyawa golongan
ini, banyak terkandung dalam tanaman obat
untuk bahan baku jamu seperti jahe,
ginseng, temu – temuan, dan akar – akaran
(Gbr 1) [3].

di Kabupaten Semarang. Adapun bahan
kimia yang digunakan antara lain etanol
(Merck), reagensia Folin Ciocalteu (Merck),
Na2CO3 (Merck) 7,5% dan 2,2-difenil-1pikrilhidrazil (DPPH) (Clayman Chemical).
Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah neraca analitis (Mettler H80), pH
meter (Hanna HI 9812), waterbath
(Memmert), spektrofotometer UV – VIS
(Shimadzu 1240), shaker (Kika Labortechnik
KS501 digital), dan moisture balance
(OHAUS).
Prosedur
Preparasi sampel

Gambar.1

Senyawa gingerol dalam jahe
merupakan senyawa golongan
fenolik

Senyawa fenolik diketahui memiliki efek
antioksidan sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan aktif
berbagai produk
kosmetik yang berfokus pada pencegahan
kerusakan sel – sel kulit [3]. Antioksidan
adalah senyawa yang dapat menunda,
memperlambat dan mencegah reaksi radikal
bebas dalam proses oksidasi lipid [4].
Radikal bebas tidak stabil karena memiliki
elektron yang tidak berpasangan sehingga
cenderung mencari pasangan elektron
dalam makromolekul biologi seperti lipid,
protein dan DNA. Ikatan antara radikal
bebas dan molekul – molekul sel sehat akan
merusak struktur sel tersebut. Antioksidan
berperan sebagai pendonor bagi radikal
bebas dan mengubahnya menjadi molekul
yang lebih stabil sehingga tidak merusak sel
– sel kulit.
Dari latar belakang di atas, penelitian
ini bertujuan untuk :
1. Menentukan kandungan total fenolik
limbah padat jamu ditinjau dari
berbagai variasi suhu dan lama
ekstraksi.
2. Menentukan
aktivitas
antioksidan
senyawa fenolik limbah padat jamu.
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah limbah padat industri
jamu dari pabrik jamu PT. “X” yang berlokasi

Sampel limbah padat jamu dikeringkan
menggunakan drying cabinet pada suhu
400C. Sampel dihaluskan menggunakan
grinder lalu diayak menggunakan ayakan
230 mesh.
Ekstraksi Senyawa Fenolik Limbah Padat
Jamu [5]
Dua gram sampel yang telah diayak
diekstraksi dengan 100 mL etanol dalam
erlenmeyer dengan variasi waktu ekstraksi
90, 120, dan 150 menit serta variasi suhu
270C dan 500C. Ekstrak yang diperoleh
disaring dan digenapkan dalam labu ukur
100 mL.
Penentuan Kadar Total Fenolik Ekstrak
[6]
Satu mL ekstrak sampel dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 2 mL reagensia Folin Ciocalteu
10% dan 2,5 mL Na2CO3 7,5% kemudian
didiamkan selama 30 menit. Absorbansi dari
masing – masing larutan diukur dengan
menggunakan spektrofotometer UV – VIS
pada panjang gelombang 765 nm. Sebagai
blanko digunakan pelarut sampel untuk
pengganti ekstrak, sedangkan sebagai
standar digunakan larutan asam galat
dengan berbagai konsentrasi. Total fenolik
dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat
(EAG) per gram sampel.
Pengukuran Aktivitas Antioksidani [7]
Ekstrak senyawa fenolik dibuat dalam
6 pengenceran. Satu ml filtrat masing-

18

masing seri pengenceran diambil dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambah dengan 2 ml DPPH 0.1
mM. Dibuat juga kontrol (1 ml etanol dan 2
ml DPPH 0.1 mM), faktor koreksi (1 ml
larutan masing – masing pengenceran dan 2
ml etanol) serta blanko (3 ml etanol). Masing
– masing larutan diinkubasi selama 30 menit
lalu absorbansinya diukur pada λ = 517 nm.
Aktivitas antioksidan / penangkapan radikal
bebas diukur dengan menghitung persen
penghambatan untuk masing – masing
pengenceran.
Analisa Data [8]
Kandungan total fenolik dianalisis
menggunakan
Rancangan
Perlakuan
Faktorial 3 x 2 dan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 4 kali ulangan.
Sebagai faktor pertama adalah suhu yang
terdiri dari dua aras yaitu suhu ruang (27 0C)
dan suhu 500C. Faktor kedua adalah waktu
ekstraksi, yaitu 90, 120, dan 150 menit.
Sedangkan sebagai kelompok adalah waktu
analisis.
Pengujian
antar
perlakuan
dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur
(BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Total Fenolik Ekstrak
Pengaruh suhu ekstraksi terhadap kadar
total fenolik
Rataan kadar total fenolik ekstrak
limbah padat jamu pada suhu 27 0C dan
500C berkisar antara 11,73 ± 0,47 sampai
13,21 ± 0,43 mg EAG/gram sampel.
Tabel I. Pengaruh Suhu Terhadap Kadar
Total Fenolik Ekstrak Etanol Limbah Padat
Jamu
Suhu
270C
13,21 ± 0,43
(b)

500C
11,73 ± 0,47
(a)

� ± SE
W = 0,61
Keterangan :
*W = BNJ 5%
*Angka – angka yang diikuti huruf yang sama pada
baris yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak
berbeda nyata. Sebaliknya, angka – angka yang diikuti
huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan
berbeda nyata. Keterangan berlaku juga untuk Tabel II
dan IV.

Dari Tabel I. terlihat peningkatan suhu
ekstraksi menyebabkan penurunan kadar
total fenolik ekstrak etanol limbah padat
jamu. Hasil ini sesuai dengan penelitian total

fenolik rimpang jahe (Zingiber officinale)
dengan kadar total fenolik optimum
diperoleh pada suhu ekstraksi 22 0C dan
mengalami penurunan pada suhu 60 0C [9].
Menurut Sjahid (2008) dalam [10] setelah
mencapai suhu tertentu, maka peningkatan
suhu
ekstraksi
akan
menyebabkan
dekomposisi senyawa fenolik.
Pengaruh lama waktu ekstraksi terhadap
kadar total fenolik
Rataan kadar total fenolik ekstrak
limbah padat jamu pada lama waktu
ekstraksi 90, 120, dan 150 menit berkisar
antara 12,17 ± 0,900 sampai 12,73 ± 0,92
mg EAG/gram sampel.
Tabel II. Pengaruh Lama Waktu Estraksi
Kadar Total Fenolik Ekstrak Etanol Limbah
Padat Jamu dalam mg EAG/gram sampel

� ± SE

W = 0,90

90
12,17 ±
0,90
(a)

Waktu (menit)
120
12,51 ±
0,42
(a)

150
12,73 ±
0,92
(a)

Hasil analisis menunjukkan bahwa
kandungan fenolik konstan seiring dengan
penambahan waktu ekstraksi. Hasil ini
berbeda dengan penelitian terhadap jahe
emprit yaitu kadar total fenolik ekstrak jahe
emprit meningkat seiring dengan lama
waktu
ekstraksi
[11].
Nampaknya
kandungan senyawa fenolik akan konstan
ketika tercapai kondisi ekuilibrium atau
ketika waktu optimum ekstraksi sudah
tercapai [10].
Pengaruh interaksi suhu dan lama waktu
ekstraksi terhadap kadar total fenolik
Rataan kadar total fenolik ekstrak
limbah padat jamu hasil interaksi suhu dan
lama waktu ekstraksi berkisar antara 11,20 ±
1,27 sampai 13,66 ± 1,32 mg EAG/gram
sampel (Tabel III.)
Dari Tabel III. Terlihat bahwa pada
lama waktu ekstraksi 90 dan 150 menit
maka peningkatan suhu menyebabkan
penurunan kandungan senyawa fenolik. Hal
ini nampaknya terkait dengan senyawa
fenolik mengalami dekomposisi pada suhu
pemanasan lebih tinggi (500C). Lebih lanjut,
ditinjau dari lama waktu ekstraksi (90, 120
dan 150 menit) dalam suhu 27 0C maupun
500C menghasilkan kandungan total fenolik

19

yang sama. Nampak bahwa waktu optimum
ekstraksi telah tercapai pada 90 menit.
Tabel III. Kadar Total Fenolik Ekstrak Etanol
Limbah Padat Jamu dalam mg EAG/gram
sampel
Waktu
90’
� ± SE
W = 1,05

120’
150’

Suhu
270C
500C
13,14 ±
11,20 ±
(a)
(a)
0,87
1,27
(b)
(a)
12,83 ±
12,19 ±
0,65
(a)
0,70
(a)
(a)
(a)
13,66 ±
11,80 ±
1,32
(a)
1,08
(a)
(b)
(a)
W = 1,27

Keterangan :
*W = BNJ 5%
*Angka – angka yang diikuti huruf yang sama pada
baris atau lajur yang sama menunjukkan antar
perlakuan tidak berbeda nyata. Sebaliknya, angka –
angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan
antar perlakuan berbeda nyata.

Aktivitas Antioksidan Senyawa Fenolik
Limbah Padat Jamu
Rataan aktivitas antioksidian ekstrak
senyawa fenolik limbah padat jamu berkisar
antara 25,73 ± 3,32% sampai 67,69 ± 2,64%
(Tabel IV.). Persentase penghambatan
radikal bebas meningkat seiring peningkatan
konsentrasi ekstrak dan konstan pada
konsentrasi 8.000 ppm. Hasil ini sesuai
dengan penelitian terhadap ekstrak ranting
dan daun jarak pagar yang menunjukkan
bahwa aktivitas penghambatan
DPPH
meningkat seiring peningkatan konsentrasi
ekstrak dan konstan pada konsentrasi 20
µg/mL (20 ppm) [12]. Pola aktivitas
penghambatan radikal bebas DPPH ketiga
ekstrak menunjukkan adanya suatu titik
optimum. Ketika titik optimum telah tercapai
maka penambahan konsentrasi ekstrak
tidak
mempengaruhi
persentase
penghambatan DPPH (konstan).
Konsentrasi efisien suatu antioksidan
untuk mereduksi 50% konsentrasi DPPH
awal dinyatakan sebagai nilai IC50 [13].

Semakin kecil nilai IC50 suatu senyawa
maka semakin efektif pula kemampuannya
dalam menghambat DPPH. Telaah lebih
lanjut menunjukkan bahwa nilai IC50
senyawa fenolik limbah padat jamu
diperoleh pada konsentrasi 5.006,67 ppm.
Suatu ekstrak dikatakan memiliki aktivitas
antioksidan tinggi apabila pada konsentrasi
1.000 ppm dapat menghambat radikal
bebas sebesar 65% (Deanchatai et.al
(2005) dalam [16]). Berdasarkan persamaan
regresi linearnya, pada konsentrasi 1.000
ppm, ekstrak limbah padat jamu memiliki
aktivitas antioksidan sebesar 25,96%.
Sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas
antioksidan senyawa fenolik ekstrak limbah
padat jamu relatif rendah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kandungan
total
fenolik
optimal
diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut
etanol pada suhu 270C dan lama
ekstraksi 90 menit yaitu sebesar 13,14
± 0,87 mg EAG/ gram sampel.
2. Ekstrak senyawa fenolik limbah padat
jamu memiliki aktivitas antioksidan
rendah dengan nilai IC50 sebesar
5.006,67 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulaiman, S.R., 2015. Kompas.com.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/
2015/01/16/130300326/Industri.Jamu.Bi
dik.Omzet.Rp.20.Triliun[Diakses tanggal
16 April 2015]
2. Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia,
ITB, Bandung, 354 hal.
3. Mukherjeer, P.K., Maitya, N., Nemaa,
N.K. and Sarkarb, B.K., 2011, Bioactive
Compounds from Natural Resources
Against Skin Aging, Phytomedicine, 19,
hal. 64 – 73.

Tabel IV. Rataan Aktivitas Antioksidan Limbah Padat Jamu

� ± SE
W = 10,093

1.500
25,73 ± 3,32
(a)

2.000
33,87 ± 10,07
(ab)

Konsentrasi (ppm)
3.000
4.000
38,34 ± 1,92
49,55 ± 2,59
(b)
(c)

6.000
60,84 ± 3,11
(d)

8.000
67,69 ± 2,64
(d)

20

4. Kochhar, S.P and Russel, J.B, 1990,
Detection Estimation and Evaluation of
Antioxidants in Food System. In :
Hudson B.J.F (ed) Food Antioxidant.
Elsevier Applied Science, Leatherhead,
pp. 156 – 163.
5. Hismath, I., Wan Aida, W.M., and C.W.
Ho, 2011, Optimization of Extraction
Conditions for Phenolic Compounds
From Neem (Azadirachta
indica)
Leaves, IFRJ, 18 (3), pp. 931 – 939.
6. Prior, R.L., Wu, X. and Schaich, K.,
2005, Standardized Methods for the
Determination of Antioxidant Capacity
and Phenolics in Foods and Dietary
Supplements, J. Agric. Food Chem., 53
(10), pp.4290 - 4320.
7. Poonia, P., Niazi, J., Chaundhary G.,
and Kalia, A., 2011, In-Vitro antioxidant
potential of Jasminum mesnyi Hance
(Leaves) extracts, RJPBCS., 2 (1), pp
348 – 357.
8. Steel, R.G.D. and Torie, J.H., 1980.
Prinsip dan Prosedur Statitiska Suatu
Pendekatan
Biometrik,
Gramedia,
Jakarta.
9. Kishk, Yasser F.M. and Sheshetawy,
Hemat E.El, 2010, Optimization of
Ginger (Zingiber officinale) Phenolics
Extraction Conditions and Its Antioxidant
and Radical Scavenging Activities Using
Response Surface Methodology, World
Journal of Diary & Food Sciences, 5 (2),
pp. 188 – 196.

10. Sari, D.K., Wardhani, D.H. dan
Prasetyaningrum, A., 2013, Kajian
Isolasi Senyawa Fenolik Rumput Laut
Euceuma Cottoni Berbantu Gelombang
Micro Dengan Variasi Suhu dan Waktu,
Jurnal Teknik Kimia, 19 (3), hal. 38 –
43.
11. Suryani, Ch. Lilis, 2012, Optimasi
Metode Ekstraksi Fenol dari Rimpang
Jahe Emprit (Zingiber officinalle var.
Rubrum). Jurnal AgriSains, 3(4), hal. 63
– 70.
12. Setyaningsih, D., Pandji, C., dan
Perwatasari, D.D, 2014, Kajian Aktivitas
Antioksidan dan Antimikrobia Fraksi
dan Esktrak dari Daun dan Ranting
Jarak Pagar (Jatropa curcas L.) Serta
Pemanfaatannya
Pada
Produk
Personal Hygiene, Agritech, 34 (2), hal.
126 – 137.
13. Litescu, S.C., Eremia, S. and Radu, G.
Lucian, 2010, Methods for the
Determination of Antioxidant Capacity
in Food and Raw Materials, Bio-Farms
for Nutraceuticals: Functional Food and
Safety Control by Biosensors, Springer,
Chicago, pp. 241 – 249.
14. Putri, Ika Juniawati , Fauziah dan Elfita,
2013, Aktivitas Antioksidan Daun dan
Biji Buah Nipah (Nypa fruticans) Asal
Pesisir Banyuasin Sumatera Selatan
dengan Metode DPPH, Maspari
Journal, 5 (1), hal. 16 – 21.

21