PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH PAD DAN

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA
ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP PERILAKU OPORTUNISTIK
PENYUSUN ANGGARAN
(Studi Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Nusa Tenggara Timur)
Naskah Publikasi Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan/Program
Studi Akuntansi Konsentrasi Keuangan Daerah

Diajukan oleh
LEOPOLD MELKIANO TRIANGGA DAWU
No. Reg : 331 08 030

FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA
KUPANG
2012
1

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA
ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP PERILAKU OPORTUNISTIK

PENYUSUN ANGGARAN
(Studi Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Nusa Tenggara Timur)
Naskah Publikasi Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan/Program
Studi Akuntansi Konsentrasi Keuangan Daerah
Diajukan oleh
LEOPOLD MELKIANO TRIANGGA DAWU
No. Reg : 331 08 030

Telah Disetujui oleh :

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Thomas Ola, SE, M.Si

Yolinda Yanti Sonbay, SE, M.sc

2


ABSTRAK
Leopold M. Triangga Dawu No. Regis 331 08 030 dengan judul “PENGARUH
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU)
TERHADAP PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN, Studi Pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur.” Dibawah bimbingan Dr. Thomas
Ola Langoday, SE, M.Si, selaku Pembimbing I dan Yolinda Yanti Sonbay, SE, M.sc selaku
Pembimbing II.
Masalah dalam penelitian ini adalah (1) Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran
Kabupaten/Kota di Provinsi NTT? (2) Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota
di Provinsi NTT? Tujuan penelitian ini adalah Untuk membuktikan secara empiris
pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap
perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Jenis data yang
digunakan yaitu data sekunder yang didapat dari Sekertariat Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Timur, teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode purposive sampling.
Berdasarkan kriteria yang ada jumlah sampel ada 16 kabupaten/kota. Alat analisis yang

digunakan adalah menggunakan metode regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan: (1) Secara parsial hanya Dana
Alokasi Umum (DAU) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Perilaku
Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA). Sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak
berpengaruh signifikan terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA). (2)
Secara simultan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU)
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun
Anggaran (OPA) .Variasi atau perubahan dalam Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran
(OPA) dipengaruhi sebesar 56,3 % oleh Perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Alokasi Umum (DAU), sedangkan sisanya sebesar 43,7 % dipengaruhi oleh faktor
lain.

3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Bergulirnya orde reformasi pada tahun 1998 yang ditandai dengan berakhirnya orde


baru membuat perubahan disegala sektor kehidupan di Indonesia. Dampak yang timbul
sangat mempengaruhi kehidupan bernegara khususnya dibidang pemerintahan. Semangat
reformasi juga mendorong daerah untuk menuntut pelimpahan kewenangan yang lebih
besar dibandingkan dengan periode sebelumnya yang lebih dikenal dengan otonomi
daerah. Hal itu direspon oleh pemerintah pusat dan DPR dengan menerbitkan serangkaian
undang-undang serta peraturan pemerintah dan aturan pelaksanaan lainnya sebagai
implementasi otonomi daerah.
Kebijakan otonomi daerah telah membawa perubahan yang sangat mendasar
terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) atau legislatif. Legislatif yang diberi kewenangan oleh eksekutif sebagai
pengawas pelaksanaan pembangunan yang dilakukan menyebabkan posisi legislatif
menjadi superior terhadap pemerintah. Akibatnya tekanan kepada eksekutif menjadi
semakin besar, termasuk dalam proses penyusunan anggaran. Sebab legislatif yang
memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban dan mengadakan penyelidikan terhadap
eksekutif menjadi sangat berpengaruh dalam proses penyusunan anggaran.
Kondisi perbedaan kewenangan ini dapat diteliti melalui teori Keagenan (Agency
Theory) dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah yang melihat hubungan
antara DPRD, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Teori keagenan (Agency Theory)
merupakan basis teori yang mendasari praktis bisnis perusahaan yang dipakai selama ini.

Teori tersebut terbentuk dari kerjasama antara teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi dan
teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak
4

yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima
wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerjasama yang disebut “nexus of
contract”. Halim dan Abdullah (2006) menyatakan bahwa dalam hubungan keagenan
antara eksekutif dan legislatif, eksekutif adalah agen dan legislatif adalah prinsipal,
sedangkan dalam hubungan legislatif dan rakyat (pemilih), pemilih adalah prinsipal dan
legislatif adalah agen. Permasalahan timbul sebab dalam interaksinya, masing-masing
pihak baik agen maupun prinsipal akan berusaha untuk mengutamakan kepentingannya
masing-masing.
Keefer dan Khemani (2003) dalam Abdullah dan Asmara (2006) menemukan
pengalokasian anggaran akan lebih banyak diarahkan untuk proyek infrastruktur karena
lebih mudah digunakan sebagai bentuk pemenuhan janji legislatif kepada pemilihnya.
Karena itu legislatif akan merekomendasikan eksekutif untuk menaikan alokasi pada
sektor-sektor yang mendukung kepentingannya dan mengusulkan pengurangan alokasi
anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan belanja publik lainnya yang tidak bersifat job
programs dan targetable. Preferensi legislatif ini memiliki tiga kemungkinan konsekuensi
pada alokasi anggaran untuk sektor lain, yaitu : (1) mengurangi alokasi untuk belanja lain

apabila jumlah belanja secara keseluruhan tidak bertambah, (2) tidak merubah alokasi
sektor lain jika jumlah belanja bertambah, atau (3) kombinasi keduanya, yakni alokasi
untuk sektor lain berkurang walaupun jumlah belanja secara keseluruhan bertambah.
1.2

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Apakah PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik
penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ?

5

2. Apakah DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik
penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi NTT?
1.3

Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Tujuan Penelitian :
Mengacu pada perumusan masalah diatas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah :
1. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi
NTT .
2. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU)
terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi
NTT .
Kegunaan Penelitian :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa :
1. Masukan bagi Kabupaten/Kota di Provinsi NTT untuk memahami perilaku
oportunistik legislatif dalam penyusunan anggaran.
2. Bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan yang berkaitan dengan topik ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

6


2.1

Hubungan Keagenan dalam Penganggaran Sektor Publik
Hubungan antara rakyat dan legislatif sangat mempengaruhi proses pengalokasian

anggaran. Hubungan ini dapat dijelaskan melalui agency theory (teori keagenan). Agency
theory merupakan suatu hubungan yang terjalin baerdasarkan kontrak perjanjian (nexus of
contract) antara 2 pihak atau lebih dimana pihak pertama disebut prinsipal dan pihak yang
lain disebut dengan agen. Prinsipal merupakan pihak yang bertindak sebagai pemberi
perintah dan bertugas untuk mengawasi, memberikan penilaian dan masukan atas tugas
yang telah dijalankan oleh agen. Sedangkan agen adalah pihak yang menerima dan
menjalankan tugas sesuai dengan kehendak prinsipal.
2.2

Hubungan Keagenan antara Legislatif dan Rakyat
Dalam hal memberikan pelayanan kepada publik, legislatif (DPRD) bertindak

sebagai agen dan publik (rakyat) bertindak sebagai prinsipal. Legislatif merupakan
perwakilan dari rakyat yang dipercaya untuk dapat menjalankan tugasnya dalam

mensejahterakan dan mengembangkan daerahnya. Legislatif bertindak berdasarkan
keinginan rakyat dan rakyat memantau kinerja dari Legislatif. Jadi walaupun disuatu sisi
legislatif menjadi prinsipal, tapi dalam hubungannya dengan publik, legislatif bertindak
sebagai agen. Sehingga dalam menjalankan tugasnya, legislatif menempatkan dirinya
sebagai pihak yang menerima tugas dari publik, kemudian melakukan pendelegasian tugas
kepada eksekutif untuk melakukan penganggaran.
2.4

Proses Penyusunan Anggaran di Indonesia
Reformasi keuangan daerah sebagai bagian dari penerapan otonomi daerah

membawa perubahan paradigma dalam pengelolaan dan penganggaran daerah. Anggaran
daerah dikelola dengan pendekatan anggaran kinerja yaitu setiap alokasi biaya yang
direncanakan harus terukur dikaitkan dengan output yang diharapkan akan dicapai.
7

Anggaran kinerja mendorong partisipasi dari stakeholders sehingga tujuan pencapain hasil
sesuai dengan kebutuhan publik. Konsekuensinya legislatif harus berperan aktif dalam
penyusunan dan penetapan anggaran sebagai produk hukum dan memastikan kepentingan
dan kebutuhan publik diatur dalam alokasi anggaran. Undang-undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara Bab IV Penyususnan dan Penetapan APBD pasal 17
menyatakan APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan
kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit
ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan
Daerah tentang APBD. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan
surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Undang-undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara Bab II Pejabat Perbendaharaan Negara pasal 6
menyatakan Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah pengguna anggaran/pengguna
barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. Kepala satuan kerja
perangkat daerah dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat pengguna
anggaran/pengguna barang satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya berwenang :
a. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran
c.
d.
e.
f.
g.

h.

belanja;
Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
Mengelola utang dan piutang;
Menggunakan barang milik daerah;
Mengawasi pelaksanaan anggaran;
Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan;satuan kerja perangkat daerah
yang dipimpinnya.

Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Kuangan Daerah yang sudah direvisi dengan Peraturan Mentri dalam Negeri
8

Nomor 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Peraturan Mentri dalam Negeri nomor 13
Tahun 2006 Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada bagian ketiga kebijakan umum
APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara pasal 83 menyatakan Kepala Daerah
menyusun rancangan KUA dan PPAS berdasarkan RKPD dan Pedoman Penyusunan
APBD yang ditetapkan Mentri dalam Negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat antara lain:
a. Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah
dengan pemerintah daerah;
b. Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
c. Teknis penyusunan APBD; dan
d. Hal-hal khusus lainnya;
Perubahan APBD seharusnya tidak berubah terlalu jauh dari APBD murni, kecuali
dalam keadaan tertentu atau luar biasa, karena jangka waktu pelaksanaannya yang terbatas.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal
81 menyatakan penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan,
dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan
perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
1. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum
APBD.
2. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar
unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja.
3. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya
harus digunakan untuk tahun berjalan.
4. Keadaan darurat, yaitu bukan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah
daerah dan tidak dapat diprediksi sebelumnya, tidak dapat diharapkan
berulang, berada di luar kendali pemerintah daerah, serta memiliki
dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam angka pemulihan
yang disebabkan oleh keadaan darurat,dan
9

5. Keadaan luar biasa.
2.5

Proses Penyusunan APBD
Proses penyusunan APBD diawali dengan penyusunan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang kemudian dijabarkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) untuk periode 1 tahun. Berdasarkan RKPD tearsebut,
Pemerintah daerah (Pemda) menyusun Kebijakan Umum Anggaran (KUA) yang akan
dijadikan dasar dalam penyusunan APBD. Kemudian pemerintah daerah menyusun
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) untuk selanjutnya diserahkan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Setelah PPAS telah disetujui DPRD, maka
disusunlah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang kemudian
disahkan menjadi APBD.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menggunakan dokumentasi. Metode ini dilakukan

dengan mengumpulkan, mencatat, dan menghitung data-data yang berhubungan dengan
penelitian.
3.2

Definisi Oprasional Variabel Penelitian

10

Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasikan dengan
cara mengubahnya menjadi variabel, yang berarti sesuatu yang mempunyai varasi nilai.
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari :
3.2.1

Variabel Dependen
Variable terikat (Dependent Variable) pada penelitian ini adalah Perilaku

Oportunistik Penusun Anggaran (OPA).
Ada dua tahap pengukuran (OPA), yaitu (Abdullah dan Asmara, 2006) :
1. Menghitung spread anggaran pendidikan (∆Pdk), spread anggaran kesehatan
(∆Kes), spread anggaran pekerjaan umum (∆PU), dan spread anggaran DPRD
(∆Leg).
Perhitungan spread(∆Pdk) = APBD anggaran pendidikan tahun berjalan (t)
-APBD anggaran pendidikan tahun sebelumnya
(t-1)
Terdapat dua tahun berjalan tahun 2009 dan tahun 2008.
Perhitungan spread (∆Kes) = APBD anggaran Kesehatan tahun berjalan (t) –
APBD anggaran Kesehatan tahun sebelumnya (t1)
Terdapat dua tahun berjalan tahun 2009 dan tahun 2008.
Perhitungan spread (∆PU) = APBD anggaran Pekerjaan Umum tahun berjalan
(t) – APBD anggaran Pekerjaan Umum
sebelumnya (t-1)
Terdapat dua tahun berjalan tahun 2009 dan tahun 2008.
Perhitungan spread (∆Leg) = APBD anggaran Legislatif tahun berjalan(t) –
APBD anggaran Legislatif sebelumnya (t-1).
Terdapat dua tahun berjalan tahun 2009 dan tahun 2008.
2. Mengakumulasikan spread anggaran pendidikan (∆Pdk), spread anggaran
kesehatan (∆Kes), spread anggaran pekerjaan umum (∆PU), spread anggaran
DPRD (∆Leg).
Perhitungan OPA = ∆Pdk + ∆Kes + ∆PU +∆Leg
Keterangan :
11

∆Pdk

:

perubahan turun atau berkurangnya anggaran bidang

∆Kes

:

pendidikan dari APBD tahun berjalan ke tahun sebelumnya.
perubahan turun atau berkurangnya anggaran bidang

:

kesehatan dari APBD tahun berjalan ke tahun sebelumnya.
perubahan meningkatnya anggaran bidang pekerjaan umum

∆PU

(infrastruktur) dari APBD tahun berjalan ke tahun
∆Leg

:

sebelumnya.
perubahan meningkatnya anggaran bidang DPRD dari APBD
tahun berjalan ke tahun sebelumnya.

Jika anggaran pendidikan dan kesehatan tidak turun, atau anggaran PU dan
legislatif tidak naik, maka diberi skor 0(nol). Nilai Untuk OPA adalah angka positif.
3.2.2

Variabel Independen
Dalam penelitian ini, variabel bebas (independen variable) yang mempengaruhi

perilaku oportunistik penyusun anggaran (OPA) terdiri dari dua, yaitu:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD adalah Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, Pendapatan dari laba Perusahaan Daerah dan lain-lain. Cara mengukur PAD
adalah dengan menggunakan perubahan PAD (∆PAD) adalah perubahan naik atau turunnya
PAD dari APBD tahun Berjalan (t) ke APBD tahun sebelumnya (t-1) (Maria,2009, dalam
Fathony, 2011).
b. Dana Alokasi Umum (DAU)
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang
berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi, dalam Halim (2004), Dana Alokasi Umum (DAU) adalah transfer yang

12

bersifat umum dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untuk mengatasi ketimpangan
horizontal dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Jumlah
keseluruhan DAU ditetapkan sekurang–kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri
(PDN) neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk masing-masing Kab/Kota dapat
dilihat dari pos dana perimbangan dalam laporan realisasi APBD. DAU diukur dengan
Pertumbuhan Dana Alokasi Umum (∆DAU) yaitu DAU dari APBD tahun berjalan (t) ke
APBD tahun sebelumnya (t-1) (Yulia, 2007 dalam Fathony, 2011).

3.3

Populasi dan Penentuan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Penyusun Anggaran yang meliputi Tim

Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran Legislatif (BA Legislatif) dari
seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi NTT, yang terdiri dari 1 kota dan 20 kabupaten. Tim
Anggaran Pemerintah Daerah terdiri dari Ketua, Wakil, dan Sekertaris. Badan Anggaran
Legislatif terdiri dari Ketua, Wakil dan sekertaris yang sekaligus menjabat sebagai Ketua
DPRD, Wakil DPRD dan Sekertaris DPRD, serta terdiri dari Anggota Badan Anggaran
legislatif. Badan Anggaran Legislatif setiap kabupaten/kota berjumlah 16 orang dan Tim
Anggaran Pemerintah Daerah berjumlah 27 orang, sehingga jumlah keseluruhannya dari
16 sampel adalah 688 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan
menggunakan metode purposive sampling. Pengambilan sampel bertujuan (Pusposive
sampling) dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan kriteria tertentu.
Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu:
1. Seluruh kabupaten/Kota di Provinsi NTT yang melaporkan secara rutin Siklus
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, berdasarkan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) selama 3 tahun yaitu tahun 2007-2009.

13

2. Seluruh kabupaten/Kota di Provinsi NTT yang melaporkan secara rutin Ringkasan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam Laporan keuangan tahun
anggaran 2007-2009.
3.4

Metode analisis

3.4.1

Statisitik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif, yang menginformasikan tentang

nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi (standar deviation).
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul tanpa membuat
kesimpulan yang berlaku umum.
3.4.2

Metode Regresi Linear Berganda
Penelitian ini terdiri dari 2 variabel independen (Pendapatan Asli Daerah dan Dana

Alokasi Umum) dan 1 variabl dependen (perilaku oportunistik Penyusun anggaran),
sehingga menggunakan persamaan regresi berganda. Persamaan yang digunakan adalah:
Y= a + b 1 X1 + b2X2
Dimana : Y : Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran
X1 : ∆PAD
X2 : ∆DAU
b1b2 : Koefisien regresi untuk masing-masing variable X
3.4.3

Pengujian Asumsi Klasik
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear

berganda. Variable terikat perilaku oportunistik penyusunan anggaran (OPA) dan variable
bebas PAD dan DAU dari APBD tahun berjalan (t) ke APBD tahun sebelumnya (t-1).
3.5

Pengembangan hipotesis

14

3.5.1

Pengaruh PAD terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran
Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau

pengeluaran, namun tidak semua tambahan pendapatan tersebut akan dialokasikan dalam
belanja. Meskipun perubahan PP 110/2000 menjadi PP 24/2004 tidak lagi mengharuskan
alokasi anggaran untuk legislatif dikaitkan secara langsung dengan PAD, namun PP
37/2005 dan perubahannya, yaitu PP 37/2006 dan PP 21/2007 kembali mengaitkan besaran
belanja penunjang operasional legislatif dengan besaran PAD.
Studi Abdullah dan Asmara (2004) menemukan adanya preferensi antara eksekutif
dan legislatif dalam pengalokasian perubahan PAD ke dalam belanja sektoral. Alokasi
untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk pendidikan dan
kesehatan justru mengalami penurunan. Perubahan APBD menjadi sarana bagi legislatif
dan eksekituf untuk merubah alokasi anggaran secara legal.
Landasan teori tersebut menghasilkan hipotesis sebagai berikut :
H1 :

PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik
penyusun anggaran.

3.5.2

Pengaruh DAU terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran
Berdasarkan UU 33/2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat

dan pemerintah daerah, dana alokasi umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialikasikan dengan tujuan pemerataan kemapuan
keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalamrangka pelaksanaan
desentralisasi. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintahh pusat dan
pemerintah daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenagnan
pemerintahpusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjaaid transfer yang
cukup signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan
15

pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini untuk meberi pelayanan
yang lebih baik kepada masyarakaat atau untuk keperluan lain yang tidak penting.
Terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan
belanja pemerintah daerah. Variable-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam jangka
pendek disesuaikan (adjusted) denga transfer yang diterima, sehingga memungkinkan
terjadinya preferensi penetapan anggaran oleh legislatif.
Landasan teori tersebut menghasilkan hipotesis sebagai berikut :
H2 : DAU berpengaruh Positif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik
penyusun anggaran.

16

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah ilmu statistik yang mempelajari cara-cara pengumpulan,

penyusunan dan penyajian data suatu penelitian. Tujuannya adalah memudahkan orang
untuk membaca data serta memahami maksudnya. Berikut ini merupakan output SPSS dari
keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini.

Descriptive Statistics
N

Minimum

Maximum

OPA (Y)

32

.00

PAD (X1)

32 270300000.00

DAU (X2)

32 3403277000.00

Valid N (listwise)

32

Mean

83907528726.00 16937856262.0000
7832841441.00

Std. Deviation
19643693662.91945

2937550378.8750

1991684985.36231

219763000000.00 38680648062.6250

49119194905.20189

Berikut ini secara deskriptif diartikan :
a.

Variabel OPA (Y) memiliki nilai minimum Rp 0,00, nilai maksimum
Rp83.907.528.726,00, rata-rata OPA Rp 16.937.856.262,0000 dan standar deviasi
sebesar Rp 19.643.693.662,91945.

17

b.

Variabel PAD (X1) memiliki nilai minimum Rp 270.300.000,00, nilai maksimum
Rp 7.832.841.441,00, rata-rata PAD Rp 2.937.550.378,8750 dan standar deviasi

c.

sebesar Rp 1.991.684.985,36231.
Variabel DAU (X2) memiliki nilai minimum Rp 3.403.277.000,00, nilai maksimum
Rp 219.763.000.000,00, dan standar deviasinya sebesar Rp49.119.194.905,20189.

4.2

Model Regresi Linear Berganda
Dalam pengolahan data dengan menggunakan regresi linear, dilakukan beberapa

tahapan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen,
melalui pengaruh PAD (X1), DAU (X2), dan OPA (Y).
Dari nilai-nilai koefisien di atas, persamaan regresi yang dapat disusun untuk variabel PAD
dan DAU adalah:
OPA = -131.512.712,012 + 2,132PAD + 0,279DAU
Persamaan diatas diartikan :
1. a = -131.512.712,012
Nilai konstanta sebesar ini menunjukan bahwa apabila tidak ada variabel PAD dan
DAU, maka perilaku oportunistik penyusun anggran (OPA) akan memiliki nilai
-131.512.712,012.
2. b1 = 2,132
Koefisien ini menunjukan bahwa setiap variabel PAD dari tahun sebelum ke tahun
berjalan dalam APBD murni meningkat 1 % maka akan meningkatkan Perilaku
oportunistik penyusun anggaran (OPA) sebesar 2,132 % dengan asumsi variabel
lainnya tetap atau sama dengan 0.
3. b2 = 0,279
Koefisien ini menunjukan bahwa setiap variabel DAU meningkat 1 % maka akan
meningkatkan perilaku oportunistik penyusun anggaran (OPA) sebesar 0,279 %
dengan asumsi variabel lainnya tetap atau sama dengan 0.
4.3

Uji Signifikansi Parsial (Uji-t)
18

1.

PAD (X1) mempunyai nilai signifikansi 0,090 yang berarti nilai ini lebih besar dari
0,05. Berdasarkan nilai signifikan ini dapat disimpulkan bahwa Ho diterima (Ha
ditolak) atau Perubahan PAD tidak berpengaruh secara signifikan terhadap OPA
(Y). Tidak berpengaruhnya PAD secara Parsial terhadap perilaku oportunistik
penyusun anggaran, hal ini di karenakan secara keseluruhan kontribusi PAD
terhadap daerah dalam APBD tidak besar, Rata-rata kontribusi dari ke 16 Sampel
kabupaten/kota yang ada hanya sebesar 4,32%. Sebagai contoh kontribusi PAD
dalam Pendapatan Tahun 2009 untuk Kabupaten Flores Timur hanya sebesar

2.

4,29%, kabupaten Alor 4,78%, Timot Tengah Selatan 3,30 %.
DAU (X2) mempunyai nilai signifikan 0,000 yang berarti nilai ini lebih kecil dari
0,05. Berdasarkan nilai signifikan ini dapat disimpulkan bahwa Ha diterima (Ho
ditolak) atau dapat dijelaskan bahwa variabel DAU secara parsial berpengaruh
secara signifikan terhadap OPA (Y).

4.4

Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)
Kemudian untuk menguji pengaruh PAD dan DAU secara bersama-sama terhadap

perilaku oportunistik penyusun anggaran (OPA), digunakan uji statistik F.
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai F hitung sebesar 18,714 dengan tingkat
signifikansi 0,000 jauh lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu maka model regresi dapt
dipakai untuk memprediksikan nilai dari OPA(perilaku oportunistik penyusun anggaran).
Dengan kata lain PAD dan DAU secara simultan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap OPA.

4.5

Koefisien Determinasi

19

Pada model summary di atas, angka R sebesar 0,751 menunjukan bahwa korelasi
atau hubungan antara OPA (Y) dengan PAD (X) dan DAU (X) termasuk kuat yaitu sebesar
75,1 %. Dikatakan kuat karena angka R tersebut berada diantara rentang skala 0,60 -0,79
berdasarkan tabel korelasi rentang skala tersebut termasuk dalam kategori kuat (Sugiono,
2004). Sedangkan nilai R square atau koefisien determinasi adalah 0,563. Nilai ini
mengindikasikan bahwa variabel bebas PAD dan DAU memberikan kontribusi atau
sumbangan terhadap perubahan OPA (perilaku oportunistik penyusun anggaran) sebesar
56,3 %, sedangkan sisanya 43,7 % dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil uji t sebelumnya, variabel Dana Alokasi Umum (DAU)
berpengaruh secara signifikan positif terhadap variabel Perilaku Oportunistik
Penyusun Anggaran (OPA) dengan tingkat signifikan variabel independen 0,000
(0,05).
2. Hasil uji F dengan signifikan sebesar 0,000 berada di bawah 0,05 yang berarti
secara simultan seluruh variabel independen berpengaruh signifikan positif
terhadap variabel Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA).
3. Nilai koefisien determinasi (Adusted R Square) sebesar 0,563 menunjukan
bahwa variabel independen Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum
memiliki kontribusi sebesar 56,3 % terhadap perubahan dari variabel dependen
perilaku oportunistik penyusun anggaran (OPA). Sedangkan sisanya sebesar
43,7 % dipengaruhi oleh variasi atau faktor lain yang tidak dimasukan ke dalam
model. Hasil pengujian secara simultan ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Abdullah dan Asmara (2006), Maria (2009) dan yang dilakukan oleh
Fathony (2011) yang menunjukan bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA).

5.2

Saran
1. Untuk peneliti selanjutnya disarankan agar menambah jumlah kabupaten/kota
yang akan diteliti, sehingga dapat diperoleh sampel yang lebih banyak dan hasil
yang lebih akurat.
2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah jumlah variabel
independen dalam penelitian seperti sumber pendanaan selain PAD dan DAU.
3. Pengukuran perilaku oportunistik dalam penelitian ini diturunkan dari
pemahaman studi-studi sebelumnya. Disarankan untuk peneliti selanjutnya

21

untuk menggali lebih banyak studi lainnya, mengingat pengukuran perilaku
merupakan sesuatu yang bersifat multidimensi.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy. 2004. Perilaku oportunistik legislatif dalam penganggaran daerah:
Pendekatan principal-agent theory. Makalah disajikan pada Seminar Antarbangsa
di Universitas Bengkulu, Bengkulu, 4-5 Oktober 2006.
Fathony, Adi.2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
dan Dana Alokasi Umum Terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun
Anggaran.UNDIP.
Gozhali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Program SPSS.Badan Penerbit
UNDIP. Semarang.

22

Halim, Abdul & Syukriy Abdullah. 2006. Hubungan dan masalah keagenan di
pemerintahan daerah: sebuah peluang penelitian anggaran dan akuntansi. Jurnal
Akuntansi Pemerintah 2(1): 53-64.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Maria, Florensia. 2009. Perilaku Oportinistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah :
Aplikasi Agency Theory Di Sektor Publik. Universitas Gadjah Mada. Tesis
Lembaga Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
110/2000 tentang Kedudukan keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
_________. 2002. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.29/2002 tentang Pedoman
Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata
Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan
Penyusunan Perhitungan APBD.
_________. 2004a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24/2004 tentang
Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2005 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004
Tentang Kedudukan Protokoler Dan Keuangan Pimpinan Dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
_________. 2004b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
, Pemendagri No.59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.

23

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENGARUH GLOBAL WAR ON TERRORISM TERHADAP KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBERANTAS TERORISME

57 269 37

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH DIMENSI KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI CAFE MADAM WANG SECRET GARDEN MALANG

18 115 26

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124