KAJIAN SOSIOPRAGMATIK IMPERATIF DALAM DEBAT PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2017

  

KAJIAN SOSIOPRAGMATIK IMPERATIF DALAM

DEBAT PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2017

Yulmi Hartinah, Nanang Heryana, Agus Syahrani

  

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak

Posel:

Abstract

  

The problem in this research is the form and meaning of imperative in the second round of

election debate of DKI Jakarta in 2017 and the text material substance, in order to describe

the problem. The benefit of the research is to increase the insight regarding the form and

meaning of imperative in the second round of election debate of DKI Jakarta in 2017.The

method in this research is descriptive method with qualitative form. Technique of

presenting data analysis that is informal technique.Based on the results of this research

data analysis resulted in the conclusion that there are four imperative forms include; (1)

the imperative form of demand, (2) the permit imperative form, (3) the imperative form of

invitation, (4) the imperative form of the order. This study succeeded in collecting twelve

imperative meanings, 3 meanings of imperative command, 15 imperative meanings of

invitation, 28 imperative meaning of madness, 10 eating imperative appeal, 6 imperative

meaning of surrender, 7 imperative meaning of demand, 5 imperative meanings permitting,

7 meaning imperative hope, 1 imperative meaning ngelulu, 1 meaning mperatif ban, 10

meaning imperative insistence, and 8 meaning imperative plea.

  Keywords: Impratif meaning, Sociopragmatic, Debate PENDAHULUAN

  Linguistik atau ilmu bahasa merupakan varian dari ilmu yang perlu dipelajari dan dikaji. Hal ini dikarenakan setiap manusia tidak bisa atau sulit sekali hidup tanpa bahasa. Bahasa merupakan satu di antara karakter alami manusia. Bahasa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahasa verbal dan bahasa nonverbal. Bahasa verbal atau bahasa sehari-hari dapat berupa lisan maupun tulisan, sedangkan bahasa nonverbal dapat berupa isyarat, gerakan, gambar, tindakan, aktivitas, bahkan berbagai benda (bergerak atau tidak bergerak). Bahasa verbal dan nonverbal dari sisi linguistik dapat dikaji dengan menggunakan kajian pragmatik. Berdasarkan hal tersebut pragmatik mengkaji bahasa atau teks yang ada di sekitar kita, yaitu bahasa yang sehari-hari digunakan baik bahasa lisan ataupun bahasa tulisan, untuk berkomunikasi atau berinteraksi secara interpersonal, sosial, regional, bahkan global.

  Pragmatik mengkaji teks atau tuturan verbal dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit, berdasarkan konteks yang melibatkan teks itu sendiri serta situasi dan kondisi yang ada di luar teks, termasuk siapa (petutur atau pembaca) yang diajak berkomunikasi. Sejalan dengan hakikat bahasa yang bersifat heterogen dan selalu terlibat dalam setiap kegiatan manusia dan disiplin ilmu, maka pragmatik pun bisa digabungkan dengan ilmu linguistik lainnya,satu di antaranya adalah sosiolinguistik. Sosio adalah masyarakat dan linguistik adalah kajian bahasa. Jadi, sosiolinguistik merupakan kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan. Hasil penggabungan antara disiplin ilmu sosiolinguistik dan disiplin ilmu pragmatik disebut sosiopragmatik. Jadi, sosiopragmatik merupakan penggabungan dua disiplin ilmu yaitu sosiologi dan pragmatik yang mengkaji tuturan dan mengaitkannya dengan konteks sosial.

  Bahasa lisan yang mengungkapkan kalimat imperatif dapat ditemukan dalam kegiatan debat. Debat merupakan kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Satu di antara contoh debat yang fenomenal di Indonesia adalah debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Debat dijadikan objek penelitian karena didalam debat, tuturan yang dihasilkan tidak terstruktur atau bisa dikatakan tuturan tersebut dituturkan sesuai dengan pemikiran penuturnya. Selaipn itu juga di dalam debat pilkada juga membahas kondisi ossial masyarakat Jakarta selama ini. Hal ini membuat hasil analisis data yang lebih tepat jika dikaji menggunakan kajian sosiopragmatik imperatif yang mendalami makna tuturan tidak hanya dari aspek situasi pada saat tuturan berlangsung, juga memperhatikan keadaan sosial.

  Peneliti memilih menganalisis wujud dan makna imperatif dikarenakan wujud dan makna imperatif selalu hadir dalam komunikasi yang dilakukan antara manusia yang satu dan manusia yang lainnya serta memiliki fungsi komunikatif yang sangat penting. Hal ini sudah dipertegas oleh Rahardi (2009:1) yang berpendapat bahwa pada saat komunikasi sehari-hari dengan bahasa manusia sebagai media pokoknya, dipastikan akan muncul entitas imperatifnya. Hal ini mendapatkan data serta mendeskripsikan dan menjelaskan secara mendalam mengenai tuturan dilihat dari konteks sosial dan situasi tuturan

  Berdasarkan latar belakang penelitian, maka fokus penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana wujud sosiopragmatik imperatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua Tahun 2017?, (2) Bagaimana makna sosiopragmatik imperatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua Tahun 2017?, Tujuan dalam sebuah penelitian merupakan pedoman yang digunakan untuk memecahkan masalah dan menjadi fokus kerja sehingga penelitian ini dapat terarah dengan baik. Berdasarkan masalah penelitian tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) pendeskripsian wujud sosiopragmatik imperatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua Tahun 2017. (2) pendeskripsian makna sosiopragmatik imperatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua Tahun 2017.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan pembaca baik secara teoretis maupun secara praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan secara teoretis dalam kajian sosiopragmatik. Secara teoretis, hasil penelitian ini akan menambah perluasan teori wujud dan makna imperatif dalam tuturan sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengembangkan teori yang terdapat dalam kajian sosiopragmatik. Secara praktis, Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dalam melakukan kajian sosiopragmatik, terutama terkait wujud dan makna imperatif dalam debat. Selain itu jugaHasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pembaca, khususnya mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tentang wujud dan makna imperatif dalam kajian sosiopragmatik.

  Beberapa sumber kepustakaan dibahas dan dijadikan orientasi teoretis dalam penelitian ini. Kerangka teoretis yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya Sosiopragmatik. Sosiopragmatik merupakan pragmatik yang terjadi dalam sebuah konteks sosial dan konteks budaya tertentu (Leech, 2011:15). Kajian sosiopragmatik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wujud dan makna imperatif dalam konteks sosial berupa Debat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017. Debat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017 termasuk dalam konteks sosial dan konteks kultural yang ada di Indonesia khususnya menjelang Pemilukada. Pada umumnya debat pilkada ini diadakan untuk mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihannya. Selanjutnya (2) kalimat imperatif, berbicara mengenai kalimat imperatif:, Rahardi (2005:79) berpendapat bahwa kalimat imperatif bermaksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan si penutur. Finoza (2013:182) mengungkapkan bahwa kalimat perintah (imperatif) merupakan kalimat yang dipakai si penutur untuk menyuruh atau melarang orang berbuat sesuatu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kalimat imperatif atau kalimat perintah merupakan kalimat yang berisi perintah atau suruhan agar si mitra tutur melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diperintahkan atau disuruh si penutur. Dalam komunikasi sehari- hari, kalimat imperatif sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari dengan maksud memerintah atau meminta lawan bicara melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan si penutur. Dalam penelitian ini kalimat imperatif yang dimaksud adalah kalimat memerintah atau meminta yang dituturkan oleh moderator, calon gubernur, dan wakil gubernur nomor urut dua dan tiga, serta perwakilan komunitas dalam Debat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017.

  Selanjutnya (3) wujud imperatif: Rahardi (2005: 93) menyatakan bahwa wujud pragmatik imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakanginya. Soedjito dan Saryono (2012:1) membagi wujud imperatif menjadi enam yaitu (1) perintah biasa, (2) perintah harapan, (5) larangan, dan (6) pembiaran. Wiyanto (2012:44) membagi wujud imperatif menjadi empat yaitu (1) kalimat perintah sebenarnya, (2) kalimat persilahan, (3) kalimat ajakan, dan (4) kalimat larangan.

  Selanjutnya Rahardi (2015: 93) menyatakan wujud pragmatik imperatif dalam bahasa indonesia tidak selalu berupa tuturan yang bermacam-macam, dapat berupa konstruksi imperatif dan dapat pula berupa konstruksi nonimperaif. Rahardi (2005:79) membagi wujud imperatif menjadi lima yaitu (1) kalimat imperatif biasa, (2) kalimat imperatif permintaan, (3) kalimat imperatif pemberian izin, (4) kalimat imperatif ajakan, (5) kalimat imperatif suruhan. Selanjutnya (5) makna imperatif: Rahardi (2005:93) menyatakan makna imperatif tuturan sangat ditentukan oleh bersifat konteksnya. Konteks yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula intralinguistik. Hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan tujuh belas macam makna pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia. Ketujuh belas macam makna pragmatik imperatif itu ditemukan baik di dalam tuturan imperatif langsung maupun di dalam tuturan imperatif tidak langsung. Makna imperatif dalam penelitian ini berupa makna pragmatik imperatif perintah, suruhan, permintaan, permohonan, imbauan, ngelulu, larangan, ajakan, persilaan, harapan, mengizinkan, dan desakan.

  Selanjutnya (5) debat: Debat tergambar dengan jelas dalam pimbicaraan-pembicaraan atau pidato-pidato yang pro atau kontra dalam organisasi yang lebih besar sebelum diadakannya pemilihan atau pemungutan suara dilangsungkan, menentukan kebijaksanaan yang mana yang akan diterima. Secara umum, debat merupakan suatu latihan atau praktek persengketaan atau kontroversi. Debat adalah suatu argumen untuk menentukan baik atau tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung, dan di tolak atau disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkal. Biasanya dalam debat satu tim terdiri dari beberapa anggota.

METODE PENELITIAN

  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif karena penelitian ini bertujuan untuk memaparkan data apa adanya tanpa rekayasa dan mengungkapkan penjelasan tentang wujud dan makna imperatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan melibatkan berbagai metode yang ada. Sumber data dalam penelitian ini adalah video debat pilkada DKI Jakarta putaran dua tahun 2017 yang ditayangkan pada tanggal 12 April 2017 dengan durasi 120 menit. Debat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua diselenggarkan oleh Komisi Pemilihan Umum dengan menyisakan dua pasang kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur yaitu pasangan calon nomor urut dua yaitu Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat serta pasangan nomor urut tiga yaitu Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

  Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa, atau kalimat yang mengandung wujud dan makna imperatif yang terdapat dalam debat Pilkada DKI Jakarta putaran dua tahun 2017 sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Datanya dapat diperoleh dengan menyimak video debat Pilkada DKI putaran kedua tahun 2017, mencatat data, dan menandai data untuk memisahkan kalimat yang akan digunakan. Teknik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data dengan dokumenter. Hasil dokumentasi yang berupa video debat digunakan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang nampak pada penelitian. Alat pengumpulan data utama adalah peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian karena sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, dan pelapor hasil penelitian dalam memahami dialog dalam debat. Untuk memperoleh data kata-kata maupun kalimat pengumpul data. Adapun alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penulis sendiri yang dibantu dengan alat pengumpul data.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  Teknik analisis data yang dilakukan peneliti dalam penelitian Kajian Sosiopragmatik Imperatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta putaran dua tahun 2017 memiliki langkah-langkah sebagai berikut. (1) Peneliti menggunakan metode deskriptif dengan teknik pemaparan untuk menganalisis data yang termasuk dalam imperatif. (2) Wujud imperatif dianalisis menggunakan makna kontekstual yang bertujuan untuk memaparkan maksud dalam suatu peristiwa tutur yang muncul akibat adanya hubungan antara ujaran/tuturan dengan situasi meliputi tempat, waktu dan lingkungan. (3) Makna imperatif dianalisis menggunakan pertama, menentukan tuturannya. Kedua, memaparkan informasi indeksal. Ketiga, memunculkan penanda atau konteks. Keempat, melakukan teknik parafrasa untuk memperjelas makna tuturan. Kelima, melakukan pemaknaan sebagai simpulan. (4) Peneliti menggunakan hasil analisis data imperatif dan naskah (transkrip) sebagai media untuk membuat suplemen bahan teks yang dijadikan sebagai teks model bagi siswa untuk melatih siswa dari aspek pengetahuan dan keterampilan khususnya pada materi pembelajaran teks debat. (5) Peneliti akan menyimpulkan hasil analisis data imperetif berdasarkan jumlah setiap wujud dan makna imperatif.

  Hasil analisis data terhadap tuturan antara penutur dan mitra tutur dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017, adalah sebagai berikut: pertama, penggunaan kalimat yang mengandung unsur imperatif dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017 oleh kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dominan pada hampir semua sesi. Berdasarkan pengumpulan data terdapat 101 kalimat yang memperlihatkan ciri unsur imperatif yang digunakan oleh Pasangan Calon. memunculkan wujud dari penggunaan imperatif. Wujud kalimat imperatif yang digunakan oleh Pasangan Calon berdasarkan klasifikasi wujud imperatif permintaan, wujud imperatif pemberian izin, wujud imperatif ajakan, dan wujud imperatif suruhan. Wujud kalimat imperatif yang digunakan oleh pasangan calon memperlihatkan dominasi pada wujud ajakan yang berjumlah 34. Hal ini menunjukan bahwa Pasangan Calon menggunakan kalimat imperatif yang tepat untuk mangajak masyarakat Jakarta memahami program mereka dan akhirnya bermuara pada ajakan memilih mereka pada Pilkada Jakarta 2017. Wujud imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda kesantunan ayo, biar, coba, mari, harap,

  hendaknya, dan hendaklah. Tapi tak semua

  hendaknya, mohon, silakan, dan tolong. Tapi

  bisa menempati tempatnya masing-masing!

  pada penonton yang hadir di studio. Jadi yang dipersilakan untuk duduk hanya orang yang hadir di studio saja. Kalimat tersebut menggambarkan wujud imperatif suruhan karena moderator sebagai penutur menginginkan agar si mitra tutur yaitu orang yang hadir di studio untuk kembali duduk. Jadi si mitra tutur melakukan sesuai dengan perkataan di penutur. (2) Untuk para paslon

  hadirin dipersilakan. Kata hadirin mengacu

  — 4.54) Tuturan (1) dituturkan oleh moderator kepada penonton yang ada di studio untuk duduk kembali setelah selesai menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.. Wujud kalimat imperatif suruhan. Wujud kalimat imperatif suruhan ini muncul pada kalimat

  Hadirin dipersilakan duduk kembali! (4.52

  tak selamanya muncul dengan penanda- penanda tersebut. Dalam kajian sosiopragmatik wujud ini bisa muncul tanpa menggunakan penanda-penanda tersebut, tinggal memperhatikan konteks tuturannya. Berikut wujud imperatif suruhan yang muncul dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017 sebagai berikut.. (1)

  Selanjutnya wujud imperatif suruhan yang berjumlah 25. Hal ini menunjukkan bahwa moderator sebagai pemandu debat menggunakan kalimat imperatif yang tepat untuk menyuruh para paslon komunitas, dan penonton yang ada di studio untuk melakukan apa yang dikatakannya sehingga acara debat yang dipandunya dapat berjalan sesuai tata tertib debat. Kalimat imperatif suruhan biasanya digunakan bersama penanda kesantunan ayo, biar, coba, harap, hendaklah,

  wujud imperatif ajakan ditandai dengan penanda tersebut. Hal ini disesuaikan kembali dengan konteks tuturan tersebut. Berikut adalah tuturan-tuturan yang berwujud imperatif ajakan dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017 sebagai berikut.: (1) Baiklah Bapak-bapak dan Ibu-ibu

  pertama jamak yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yang diajak berbicara, sedangkan kata sambut ini merupakan kata yang bermakna ajakan untuk menerima kedatangan paslon dua dan tiga. Pada kalimat tersebut tergambar wujud imperatif ajakan karena moderator mengajak seluruh penonton yang ada di studio untuk bersama-sama menyambut kedatangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut dua dan tiga yang akan memimpin Jakarta lima tahun mendatang. Jadi antara penutur dan mitra tutur sama-sama terlibat melakukan hal tersebut.

  sambut. Kata kita merupakan kata ganti orang

  Tuturan (2) dituturkan oleh moderator kepada seluruh orang yang ada di studio untuk sama- sama menyambut kedatangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut dua dan nomor urut tiga. Wujud yang tergambar dalam tuturan ini adalah kalimat imperatif ajakan. Wujud kalimat imperatif ajakan ini muncul pada kalimat kita

  urut dua dan nomor urut tiga! (2.21 —2.26).

  —2.05). Tuturan (1) dituturkan oleh moderator kepada penonton yang ada di studio untuk sama-sama memanggil pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Wujud yang tergambar dalam tuturan ini adalah kalimat imperatif ajakan. Wujud kalimat imperatif ajakan ini muncul pada kalimat kita panggilkan. Kata kita merupakan kata ganti orang pertama jamak yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yang diajak berbicara, sedangkan kata panggilkan ini merupakan kata yang bermakna ajakan, imbauan, atau undangan. Di dalam kalimat tersebut tergambar wujud imperatif ajakan karena moderator mengajak seluruh penonton yang ada di studio untuk bersama-sama memanggil pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut dua dan tiga yang akan memimpin Jakarta lima tahun mendatang. Jadi antara penutur dan mitra tutur sama-sama terlibat melakukan hal

  sekalian kita panggilkan bintang kita malam ini, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode lima tahun mendatang! (1.53

  (4.59 —5.00). Tuturan (2) dituturkan oleh moderator kepada paslon nomor urut dua dan tiga untuk beranjak ke tempat khusus paslon yang sudah disediakan. Wujud yang tergambar dalam tuturan ini adalah kalimat imperatif suruhan. Wujud kalimat imperatif suruhan ini muncul pada kalimat para paslon

  bisa menempati.

  “Para paslon” mengacu pada paslon nomor urut dua dan nomor urut tiga. Sedangkan bisa menempati merupakan arahan dari si penutur kepada si mitra tutur. Jadi yang di inginkan si penutur agar mitra tutur duduk ditepat yang telah disediakan khusus untuk para paslon.

  Selanjutnya wujud imperatif pemberian izin yang berjumlah 24. Hal ini menunjukkan bahwa moderator sebagai pemandu debat menggunakan kalimat imperatif yang tepat untuk memberikan izin kepada para paslon untuk menyampaikan pertanyaan dan menanggapi jawaban paslon lawan sesuai waktu yang telah ditentukan untuk masing- masing pertanyaan dan tanggapan yang disampaikan. Selain itu juga moderator sebagai pemandu debat menggunakan kalimat imperatif yang tepat untuk memberikan izin kepada penonton yang ada di studio untuk memberikan tepuk tangan setelah para paslon selesai menjawab pertanyaan sesuai dengan tata tertib debat. Wujud imperatif pemberian izin biasanya ditandai dengan pemakaian kesantunan silakan, biarlah, dan beberapa ungkapan lain yang bermakna

  mempersilakan, seperti diperkenankan, dipersilakan, dan diizinkan. Berikut tuturan-

  tuturan yang mengandung wujud imperatif Jakarta putaran kedua tahun 2017 sebagi berikut. (1) Paslon dua lebih terlebih dahulu

  waktunya dua menit silakan! (22.15 —22.20).

  Tuturan (1) ini disampaikan oleh moderator kepada paslon dua untuk menanggapi pertanyaan yang disampaikannya. Tuturan ini termasuk ke dalam wujud imperatif permberian izin karena ada penanda silakan. Kata silakan dalam tuturan tersebut menandakan pemberian izin dari moderator yang berperan sebagai pemandu debat kepada paslon dua untuk memberikan jawaban dari pertanyaan yang dibacakan moderator. (2)

  Saya persilakan paslon 3 menanggapi, waktunya adalah satu setengah menit!

  (24.35 —24.39). Tuturan (2) ini disampaikan oleh moderator kepada Anies paslon tiga untuk menanggapi jawaban yang disamapaikan Ahok dari paslon dua. Tuturan ini termasuk kedalam wujud imperatif permberian izin karena ada penanda

  persilakan. Kata persilakan dalam tuturan

  tersebut menandakan pemberian izin dari moderator yang berperan sebagai pemandu debat kepada paslon tiga untuk memberikan tanggapan dari jawaban paslon dua.

  Wujud imperatif yang terakhir ialah wujud imperatif permintaan yang berjumlah

  18. Hal ini menunjukkan bahwa pasangan calon gubernur menggunakan kalimat imperatif yang tepat untuk meminta kepada paslon lawan untuk menyampaikan jawaban atas pertanyaan yang diberikannya. Selain itu juga hal ini menunjukkan bahwa perwakilan komunitas yang diberi tugas untuk menyampaikan pertanyaan kepada para paslon menggunakan kalimat imperatif yang tepat meminta para paslon untuk memberikan strategi mengatasi permasalahan yang mereka hadapi sehingga mereka bisa menilai dan menentukan pilihannya. Wujud imperatif permintaan biasanya menggunakan penanda kesantunan tolong atau frasa lain yang bermakna minta. Akan tetapi tak selamanya wujud tersebut ditandai dengan penanda- penanda tersebut. Bisa disesuaikan kembali dengan konteks tuturan yang melatarbelakanginya. Berikut tuturan-tuturan yang mengandung wujud imperatif putaran kedua tahun 2017 sebagai berikut. (1)

  Para paslon tetap disini! (2.41

  —2.42) Tuturan tersebut dituturkan oleh moderator kepada para paslon nomor urut dua dan tiga untuk tetap berdiri di depan. Wujud yang tergambar dalam tuturan ini adalah kalimat imperatif permintaan. Tuturan ini sama sekali tidak menggunakan penanda wujud permintaan. Wujud kalimat imperatif permintaan ini muncul pada frasa tetap di sini.

  Maksud dari tuturan tetap di sini menandakan permintaan dari moderator kepada paslon nomor urut dua dan tiga yang pada saat itu dipanggil untuk tetap berada di depan karena akan memasuki acara pembukaan debat yaitu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. (2) Namun karena ini adalah debat

  pamungkas saya minta komitmen dari seluruh pihak supaya semuanya berjalan lancar!

  (18.06 —18.13). Tuturan (2) ini disampaikan oleh moderator kepada seluruh penonton yang hadir di studio untuk berkomitmen sesuai dengan tatatertib debat selama debat berlangsung. Tuturan ini termasuk kedalam wujud imperatif permintaan karena ada penanda minta. Kata minta dalam tuturan tersebut menandakan permintaan yang halus dari moderator kepada penonton yang ada di studio untuk menjaga komitmen sesuai dengan tata tertib di dalam debat.

  Kedua, berdasarkan masalah dalam

  penelitian ini memunculkan makna dari penggunaan imperatif. Makna kalimat imperatif yang digunakan oleh Pasangan Calon berdasarkan klasifikasi makna imperatif perintah, makna imperatif suruhan, makna imperatif permintaan, makna imperatif permohonan, makna imperatif imbauan, makna imperatif ngelulu, makna imperatif larangan, makna imperatif ajakan, makna imperatif persilaan, makna imperatif harapan, makna imperatif mengizinkan, dan makna imperatif desakan. Makna imperatif yang digunakan oleh Pasangan Calon memperlihatkan dominasi pada makna persilaan yang berjumlah 28. Makna persilaan ini didapatkan dalam tuturan yang disampaikan moderator untuk mempersilakan para paslon untuk memberikan tanggapan dan Selanjutnya makna imperatif ajakan berjumlah 15. Makna ajakan ini didapatkan dari tuturan yang disampaikan oleh paslon dua dan tiga dengan maksud mangajak masyarakat Jakarta memahami program mereka dan akhirnya bermuara pada ajakan memilih mereka pada Pilkada Jakarta 2017. Selanjutnya makna imperatif imbauan berjumalah

  10. Makna imbauan ini didapatkan dari tuturan yang disampaikan paslon ketika menanggapi pertanyaan dan jawaban dari paslon lawan untuk mengimbau masyarakat Jakarta mengenai kebijakan yang diusung oleh masing-masing paslon.

  Selanjutnya makna imperatif desakan berjumlah 10. Makna desakan ini didapatkan dari tuturan moderator untuk penonton yang ada di studio untuk tidak memberikan tepuk tangan dan seruan kembali ketika para paslon sedang menyampaikan tanggapannya. Selain itu juga makna desakan didapatkan dari tuturan para paslon ketika menanggapi jawaban satu sama lain. Selanjutnya makna imperatif permohonan berjumlah 8. Makna permohonan ini didapatkan dari tuturan para paslon untuk memohon maaf kepada paslon lawan dan masyarakat Jakarta. Selanjutnya makna imperatif permintaan berjumlah 7. Makna permintaan ini didapatkan dari tuturan moderator kepada para paslon untuk mau melakukan sesuai dengan apa yang dikatakannya. Selanjutnya adalah makna imperatif harapan berjumlah 7. Makna imperatif harapan ini didapatkan dari tuturan para paslon kepada masyarakat untuk memilihnya sehingga bisa memimpin Jakarta dan mengubah Jakarta menjadi lebih baik lagi. Selanjutnya makna imperatif suruhan berjumlah 6. Makna suruhan ini didapatkan dari tuturan moderator kepada perwakilan komunitas untuk membacakan pertanyaan mengenai permasalahan yang mereka hadapi. Selanjutnya makna imperatif mengizinkan berjumlah 5. Makna mengizinkan ini didapatkan dari tuturan moderator kepada para penonton untuk memberikan tepuk tangan kepada paslon setelah para paslon menyelesaikan sesi debatnya. Selanjutnya makna imperatif perintah berjumlah 3. Makna saling menanggapi pertanyan dan jawaban dari paslon lawan. Selanjutnya makna imperatif larangan berjumlah 1. Makna imperatif larangan ini didapatkan dari paslon ketika menanggapi paslon lawan. Terakhir makna imperatif ngelulu berjumlah 1. Makna imperatif ngelulu ini didapat dari tuturan paslon ketika menanggapi paslon lawan.. Berdasarkan analisis wujud dan makna imperatif dalam debat pilkada DKI Jakarta dapat ditegaskan bahwa tak semua wujud dan makna yang dihasilkan selaras. Ada beberapa data yang memiliki perbedaan antara wujud dan maknyanya. Hal ini dikarenakan karena penganalisis konteks tuturan menggunakan imperatif kajian sosiopragmatik ini diperlukan kajian sosiopragmatik ini menghasilkan kecermatan dan ketelitian serta memahami penganalisisan makna yang lebih mendalam konteks tuturan secara mendalam agar tidak sehingga memungkinkan terjadinya terjadi kesalahan dalam menentukan bagian ktidakselarasan antara wujud dan makna wujud dan bagian maknanya. (3) Berdasarkan imperatif. hasil penelitian ini yang menghasilkan suplemen bahan teks yaitu jawaban dari

SIMPULAN DAN SARAN

  permasalahan yang ketiga maka peneliti

  Simpulan

  menyarankan bahwa suplemen bahan teks ini Berdasarkan hasil analisis data dari dapat digunakan untuk penelitian tindakan penelitian yang telah dilakukan maka dapat kelas atau penelitian pembelajaran yang dapat disimpulkan bahwa: (1) Wujud imperatif menguji ketepatan dan kesesuaian suplemen dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran bahan teks sebagai bahan kontekstual dan kedua tahun 2017 terdiri dari empat wujud pembelajaran pada siswa kelas X kurikulum yaitu ajakan, permintaan, suruhan, dan 2013. pemberian izin. Wujud imeratif yang paling

DAFTAR RUJUKAN

  dominan dalam debat pilkada DKI Jakarta Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. putaran kedua yaitu wujud imperatif ajakan Sosiolinguistik: Perkenalan Awal . dengan jumlah 34. Hal ini menunjukan bahwa Jakarta: RinekaCipta.. Pasangan Calon menggunakan kalimat

  Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik imperatif yang tepat untuk mangajak

  Kesantunan Imperatif Bahasa

  masyarakat Jakarta memahami program Indonesia. Jakarta: Erlangga. mereka dan akhirnya bermuara pada ajakan Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. memilih mereka pada Pilkada Jakarta 2017.

  Jakarta: Erlangga. (2) Makna imperatif dalam debat pilkada DKI Tarigan, Henry Guntur. 2015. Berbicara.

  Jakarta putaran kedua tahun 2017 terdiri dari Bandung: Angkasa. makna persilaan, makna ajakan, makna imbauan, makna desakan, makna permohonan, makna permintaan, makna harapan, makna suruhan, makna mengizinkan, makna perintah, makna larangan, makna ngelulu. Berdasarkan makna imperatikf dalam debat pilkada DKI Jakarta, makna yang paling dominan ialah makna persilaan yang berjumalah 28. Hal ini menunjukan dalam debat menggunakan makna persilaan,karena diseluruh segmen dari awal sampai akhirdiisi dengan persilaan dari moderator sebagai pemandu debat yang memiliki wewenang untuk mempersilakan pihak-pihak yang terlibat dalam debat.

  Saran

  Berdasarkan kesimpulan dan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, beberapa saran yang peneliti dapat sampaikan adalah: (1) Peneliti dapat menggunakan debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua sebagai objek penelitian namun dengan mengganti fokus masalah penelitian. (2) Dalam melakukan penelitian terhadap wujud dan makna

  9