PROBLEMATIKA PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME MODEL NEEDHAM PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN Aulia Musla Mustika STKIP PGRI Bandar Lampung ABSTRACT - View of Problematika Penerapan Pendekatan Konstruksivisme Model Needham pada

  

KONSTRUKTIVISME MODEL NEEDHAM PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAN

ALTERNATIF PENYELESAIAN

Aulia Musla Mustika

STKIP PGRI Bandar Lampung

  

ABSTRACT

  Mathematics is one of the primary lessons learned at every level of education, from elementary school, high school, even college. This indicates that mathematics plays an important role and should be controlled by each individual. Constructivist learning approach Needham model is expected to condition the student in order to achieve the expected competencies. Problems in mathematical learning approach Needham Model Kostruktivisme appear mainly on the second and third stages of learning. Students difficulty of building their own knowledge because students are accustomed briefed directly by the teacher. As a result, the learning approach Needham Model Kostruktivisme become dull and tiresome. So that the learning objectives can not be achieved optimally. As a problem-solving strategies, the authors offer the following solutions: (1) The condition of learning in groups, (2) the use of props, (3) applying the principle of realistic approach.

  Keywords: Constructivism, Model Needham, Math.

  PENYELESAIAN (Aulia Musla Mustika) PENDAHULUAN

  Matematika merupakan salah satu mata pelajaran primer yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah, bahkan perguruan tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa matematika memegang peranan penting dan harus dikuasai oleh setiap individu. Sebagaimana diungkapkan oleh Suherman dkk, “Fungsi mata pelajaran matematika adalah sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan ” (2003:56).

  Matematika tidak mengajarkan seseorang untuk langsung menerapkan konsep geometri saat berjalan, phytagoras saat bermasyarakat, aljabar saat berbicara, maupun konsep-konsep lainnya. Matematika mengajarkan seseorang untuk berpikir logis, sistematis, kritis, serta kreatif. Ini merupakan hal dasar yang seharusnya mampu mendukung pembelajaran matematika agar mampu meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam upaya mempersiapkan individu-individu yang siap menghadapi tantangan zaman.

  Didefinisikan oleh Cobb (dalam Suherman, dkk., 2003:76) bahwa „Belajar matematika merupakan proses di mana siswa secara aktif mengkonstruk pengetahuan matematika‟. Belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul ketika mereka berpartisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas. Partisipasi aktif inilah yang akan memicu siswa berpikir lebih keras dalam memecahkan suatu persoalan. Hal ini sejalan dengan teori pendekatan konstruktivisme yang mengondisikan siswa mengonstruksi sendiri pengetahuannya dalam pembelajaran.

  Pada makalah ini, pendekatan yang dipilih adalah Konstruktivisme Model Needham. Sebagaimana teori konstruktivisme yang dicetuskan oleh Piaget, Brunner & Brand, Dewey, Ausubel, dan konstruktivis yang lain, model ini mengondisikan siswa agar mengonstruksi sendiri pengetahuan ke dalam pikirannya. Needham membaginya menjadi beberapa tahap berikut (Nair, 2005).

1. Orientasi; bertujuan untuk menimbulkan minat belajar dan mengondisikan suasana pembelajaran.

  2. Pencetusan idea; bertujuan agar guru dan siswa mengingat kembali idea-idea sebelumnya dan menghubungkan dengan pengetahuan yang baru.

  2 LENTERA

  PENYELESAIAN (Aulia Musla Mustika) 3.

  Penstrukturan semula idea; siswa menjabarkan idea-idea mereka secara individu maupun berkelompok dan membina pengetahuan mereka sendiri secara lebih bermakna.

4. Penggunaan idea; siswa mengaplikasikan pengetahuan baru mereka dengan menyelesaikan masalah dalam situasi yang baru.

  5. Refleksi; siswa membandingkan pengetahuan awal dengan pengetahuan yang baru dan membuat refleksi sejauh manakah idea asal mereka telah berubah. Pembelajaran yang menggunakan pendekatan Konstruktivisme Model

  Needham diharapkan mampu mengondisikan siswa agar dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Namun, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mustika (2011), terdapat beberapa permasalahan dalam penerapan pendekatan tersebut. Oleh karena itu, makalah ini membahas beberapa permasalahan yang ada beserta alternatif pemecahannya. Rumusan masalah sebagai berikut, 1. Permasalahan apa saja yang ditemukan dalam penerapan pendekatan Konstruktivisme Model Needham pada pembelajaran mengatasi permasalahan tersebut?

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME MODEL NEEDHAM

  Konstruktivis lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam memahami informasi-informasi baru (Huda, 2011). Lebih jauh, Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya (Poedjiadi, dalam Hamzah 2010).

  Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Hamzah, 2010) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi

  3 LENTERA

  PENYELESAIAN (Aulia Musla Mustika)

  kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

  Uraian di atas mengungkapkan bahwa konstruktivisme merupakan teori belajar yang mengedepankan proses terbentuknya pengetahuan ke dalam diri siswa. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk secara aktif mengonstruk pengetahuannya sendiri.

  Konstruktivisme merupakan teori belajar yang dapat diimplikasikan dalam pembelajaran matematika. Kamii (dalam Suherman, 2003:74) telah mendemonstrasikan bagaimana siswa-siswa sekolah dasar menemukan prosedur sendiri dalam memecahkan soal-soal multidigit dalam bilangan cacah. Temuan yang berarti dari penelitiannya adalah bahwa ketika para siswa tidak diajari algoritma seperti “membawa” dan “meminjam”, pengetahuan mereka tentang bilangan dan nilai tempat jauh lebih unggul daripada siswa yang diajari aturan algoritma tersebut. Hal ini mencerminkan bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berpikir, fokus utama belajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berpikir mengonstruksi

  Dalam kelas konstruktivis, peran guru bukanlah mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan meng-encourage (mendorong) siswa menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Aktivitas matematika mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil, dan diskusi kelas. Dalam konstruktivisme, proses pembelajaran senantiasa

  

problem centered approach di mana guru dan siswa terikat dalam

  pembicaraan yang memiliki makna matematika. Beberapa ciri itulah yang akan mendasari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.

  Needham (Nair, 2005) merupakan salah satu tokoh yang menerapkan konstruktivisme ke dalam pembelajaran sains di sekolah. Penelitian yang dilakukannya menghasilkan tahap-tahap belajar berikut.

  1. Orientasi; bertujuan untuk menimbulkan minat belajar dan mengondisikan suasana pembelajaran. Guru dapat menyajikan hal- hal menarik, misalnya gambar, video, maupun cerita untuk mengawali pembelajaran agar siswa lebih tergerak untuk mengikuti pembelajaran.

  2. Pencetusan idea; bertujuan agar guru dan siswa mengingat kembali idea-idea sebelumnya dan menghubungkan dengan pengetahuan yang baru. Siswa pasti memiliki pengetahuan awal tentang sesuatu.

  4 LENTERA

  PENYELESAIAN (Aulia Musla Mustika)

  5 LENTERA Pada tahap ini, pengetahuan awal tersebut di-recall untuk kemudian digunakan dalam menghubungkan pengetahuan siswa dengan pengetahuan yang baru.

  3. Penstrukturan semula idea; siswa menjabarkan idea-idea mereka secara individu maupun berkelompok dan membina pengetahuan mereka sendiri secara lebih bermakna. Pada tahap ini, kemampuan komunikasi yang akan membantu siswa melakukan modifikasi atau penyusunan idea-idea secara berurutan. Guru berperan untuk menguatkan konsep atau idea yang tepat.

  4. Penggunaan idea; siswa mengaplikasikan pengetahuan baru mereka dengan menyelesaikan masalah dalam situasi yang baru. Guru menyajikan masalah-masalah yang variatif untuk merangsang siswa berpikir dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya.

  5. Refleksi; siswa membandingkan pengetahuan awal dengan pengetahuan yang baru dan membuat refleksi sejauh manakah idea asal mereka telah berubah. Tahap ini yang akan menunjukkan, dalam diri siswa, telah tercapai atau belum.

  Needham menerapkan teori konstruktivisme yang telah ada dan menyajikannya ke dalam pembelajaran dengan tahapan-tahapan yang terstruktur, sehingga diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan hasil yang lebih baik

  

PERMASALAHAN YANG DITEMUKAN DALAM PEMBELAJARAN

MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

MODEL NEEDHAM

  Setiap konsep yang terkandung di dalam matematika pada mulanya ditemukan para ahli melalui berbagai pemikiran dan percobaan. Hal ini dilakukan berulang kali hingga ditemukan konsep yang konsisten dan mampu diterapkan secara umum di dalam matematika. Dikarenakan menemukan sendiri konsepnya, para ahli tidak mungkin lupa dengan apa yang telah mereka temukan. Hal inilah yang mendasari teori pembelajaran konstruktivisme. Bahwa siswa akan lebih baik dalam mengingat sebuah konsep jika sebelumnya mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.

  Sudah menjadi wacana umum bahwa pembelajaran matematika di sekolah seringkali didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi, memberikan rumus praktis yang terkait dengan materi tersebut,

  PENYELESAIAN (Aulia Musla Mustika)

  menyajikannya dalam contoh-contoh soal, dan memberikan latihan kepada siswa. Secara tidak sadar, pola belajar ini telah menjadi kebiasaan siswa. Siswa terbiasa diberi penjelasan oleh guru pada hampir setiap materi matematika. Oleh sebab itu, penerapan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme sulit dilakukan, karena siswa harus mengubah kebiasaan bertanya „instan‟ menjadi bertanya „konstruktivisme‟. Dalam hal ini, bertanya „konstruktivisme‟ merupakan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benak siswa, namun tetap berusaha untuk menemukan sendiri konsepnya.

  Pendekatan konstruktivisme menuntut siswa untuk lebih banyak berpikir agar menemukan sendiri konsep dari permasalahan-permasalahan yang disajikan oleh guru. Seringkali siswa merasa lelah dan putus asa ketika konsep tersebut tak kunjung ditemukan. Hal ini yang seringkali muncul di dalam pembelajaran. Akibatnya, pendekatan Konstruktivisme Model Needham tak lagi menjadi strategi pembelajaran yang efektif karena kurang mampu mengondisikan siswa mengonstruksi pengetahuannya sampai benar- benar terkonstruksi dengan baik. permasalahan-permasalahan pembelajaran dengan pendekatan Konstruktivisme Model Needham lebih banyak muncul pada tahap pembelajaran kedua dan ketiga, yaitu dimulai dari tahap Pencetusan Idea hingga tahap Penstrukturan Semula Idea. Kesulitan pembelajaran muncul ketika siswa mulai menyerah untuk berpikir dan mencari tahu lebih dalam mengenai konsep yang dipelajari. Pada akhirnya, gurulah yang memberi penjelasan mengenai konsep tersebut. Akibatnya pembelajaran dengan pendekatan Konstruktivisme Model Needham tidak dapat diterapkan secara optimal. Contoh kasus mengenai permasalahan ini (Mustika, 2011:211-215) adalah sebagai berikut.

  6 LENTERA

  PENYELESAIAN (Aulia Musla Mustika)

  7 LENTERA

  

Lembar Kerja Siswa Berkemampuan Tinggi

Gambar 2.2 Lembar Kerja Siswa Berkemampuan Sedang

  PENYELESAIAN (Aulia Musla Mustika)

Gambar 2.3 Lembar Kerja Siswa Berkemampuan Rendah

  Siswa berkemampuan tinggi mampu menyelesaikan permasalahan yang disajikan oleh guru dengan baik. Sedangkan siswa berkemampuan sedang dan rendah mengalami berbagai kesulitan. Berikut adalah uraian mengenai permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran.

  1. Soal No. 1 Siswa berkemampuan tinggi dan sedang mampu menjawab dengan baik.

  Namun, siswa berkemampuan rendah m enjawab, “Dari guru dan buku.” Hal ini mengindikasikan bahwa siswa tersebut belum memiliki kemampuan awal yang cukup, terutama mengenai konsep luas segitiga.

  2. Soal No. 2 Pada soal-soal pengantar, baik siswa berkemampuan tinggi, sedang, maupun rendah, mampu menjawab dengan baik. Namun, ketiganya tidak menjawab pertanyaan mengenai kesimpulan kegiatan tersebut. Padahal,

  point kesimpulan merupakan point penting agar guru dapat mengetahui

  apakah siswa dapat memahami konsep luas segitiga berdasarkan kegiatan tersebut.

  8 LENTERA

  PENYELESAIAN (Aulia Musla Mustika) 3.

  Soal No. 3 Siswa berkemampuan tinggi dapat menyelesaikan permasalahan dengan baik. Namun, terdapat miskonsepsi pada siswa berkemampuan sedang dan rendah. Siswa berkemampuan sedang dan rendah belum mampu membedakan alas dan tinggi dari sebuah segitiga. Padahal, terdapat kesamaan antara segitiga pada soal nomor 2 dengan segitiga pada soal nomor 3, hanya saja segitiga tersebut sedikit dirotasi.

  Kesulitan mulai ditemukan ketika guru harus meluruskan jawaban siswa, terutama pada soal nomor 3. Pada pembelajaran dengan pendekatan Konstruktivisme Model Needham, guru tidak diperkenankan memberikan jawaban instan kepada siswa, sehingga guru harus memberikan pertanyaan- pertanyaan bervariasi agar siswa menemukan sendiri konsepnya. Contoh pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Adakah kesamaan antara segitiga pada nomor 2 dengan segitiga pada nomor 3? Bisakah kamu membuat persegi panjang dari segitiga tersebut? 3. Jadi, garis mana yang merupakan alas dari segitiga tersebut?

  Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kejenuhan siswa mulai muncul ketika guru terus bertanya untuk mengonstruksi pengetahuan siswa. Siswa terbiasa diberi penjelasan, sehingga cenderung menyerah ketika tidak kunjung mampu menemukan konsep sebagaimana yang diarahkan oleh guru.

  PENYELESAIAN

  Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan yang mengondisikan siswa untuk mengonstruksi sendiri pengetahuannya. Hal ini merupakan sesuatu yang sulit karena selama ini siswa cenderung mendapatkan penjelasan dari guru selama pembelajaran. Siswa merasa kesulitan ketika dikondisikan untuk mencari tahu lebih jauh mengenai materi yang baru. Oleh karena itu, penerapan pendekatan ini harus dibarengi dengan sesuatu yang membuat siswa tidak jenuh bahkan menyerah. Sesuatu yang tanpa mereka sadari mampu membuat siswa berpikir lebih jauh dan akhirnya mampu mengonstruksi sendiri pengetahuannya yang baru.

  Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menawarkan solusi sebagai berikut.

1. Mongondisikan Pembelajaran Secara Berkelompok

  9 LENTERA

  PENYELESAIAN (Aulia Musla Mustika)

  Di dalam sebuah kelas, terdapat siswa dengan kemampuan menyerap materi yang berbeda: rendah, sedang, tinggi. Siswa berkemampuan tinggi cenderung mampu survive dalam setiap permasalahan yang disajikan oleh guru, namun sebaliknya untuk siswa berkemampuan sedang dan tinggi. Pembelajaran secara berkelompok diharapkan mampu mengatasi permasalahan ini. Jika di setiap kelompok terdapat siswa berkemampuan tinggi, ia akan membantu teman-teman yang lain agar mampu menemukan solusi dari permasalahan yang disajikan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Suherman (2003:259) bahwa tugas-tugas kelompok akan dapat memacu para siswa untuk bekerja sama, saling membantu satu sama lain dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Kerja sama antar kelompok akan mampu memotivasi siswa agar tidak cepat menyerah dalam menyelesaikan suatu persoalan.

  2. Penggunaan Alat Peraga memahami konsep abstrak anak memerlukan benda konkrit (riil) sebagai perantara atau visualisasinya. Oleh karena itu, pembelajaran perlu dikondisikan agar siswa mampu memahami konsep abstrak secara bertahap, salah satunya adalah menyajikan pembelajaran dengan dibantu alat peraga. Secara singkat gunanya alat peraga matematika adalah supaya anak-anak a. lebih besar minatnya, b. dapat dibantu daya tilik ruangnya sehingga lebih mengerti dan lebih besar daya ingatnya, dan c. dapat melihat hubungan antara ilmu yang dipelajarinya dengan alam sekitar dan masyarakat (Rohayati, tanpa tahun:3).

3. Menerapkan Prinsip Pendekatan Realistik

  Pendekatan realistik memiliki prinsip yang berhubungan erat dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu sebagai berikut (Suherman, 2003:147).

  a.

  Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematis.

  b.

  Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol.

  c.

  Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa

  10 LENTERA

  PENYELESAIAN (Aulia Musla Mustika)

  memproduksi sendiri dan mengonstruksi sendiri (yang mungkin berupa algoritma, rule, atau aturan), sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika informal menuju matematika formal.

  d.

  Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika.

  e.

  „Intertwinning‟ (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan atau antar „strand‟. Pendekatan realistik memungkinkan siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan yang nyata terjadi dalam kehidupan, menghubungkannya dengan pengetahuan informal mereka, kemudian menyimpulkannya dengan pengetahuan formal. Hal ini diharapkan mampu meringankan beban berpikir siswa, sehingga tujuan pembelajaran, yaitu agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, dapat tercapai. Adapun langkah- langkah pembelajaran, terutama untuk materi peluang SMA, disajikan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang terlampir.

  SIMPULAN

  Berdasarkan uraian sebelumnya, permasalahan dalam pembelajaran matematika yang menerapkan pendekatan Kostruktivisme Model Needham muncul terutama pada tahap pembelajaran kedua dan ketiga. Siswa kesulitan membangun sendiri pengetahuannya karena siswa terbiasa diberi penjelasan langsung oleh guru. Akibatnya, pembelajaran dengan pendekatan Kostruktivisme Model Needham menjadi menjemukan dan melelahkan. Sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat dicapai secara optimal.

  Sebagai strategi penyelesaian masalah, penulis menawarkan solusi sebagai berikut.

  1. Mongondisikan Pembelajaran Secara Berkelompok Memungkinkan siswa bekerja sama menyelesaikan suatu permasalahan sehingga siswa tidak mudah menyerah.

  2. Penggunaan Alat Peraga Memungkinkan siswa melihat objek konkret sehingga secara bertahap mampu memahami konsep (dari objek konkret menuju konsep abstrak).

  3. Menerapkan Prinsip Pendekatan Realistik

  11 LENTERA

  PENYELESAIAN (Aulia Musla Mustika)

DAFTAR PUSTAKA

  12 LENTERA Memungkinkan siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang nyata ada dalam kehidupan. Membangun pengetahuan yang berawal dari pengetahuan informal menjadi pengetahuan formal.

  Diharapkan tujuan pembelajaran, yakni agar siswa membangun sendiri pengetahuannya, dapat tercapai secara optimal.

  Hamzah. (2010). Teori Belajar Konstruktivisme. [Online]. Tersedia:

  uni 2011)

  Huda, N. (2011). Teori Belajar Konstruktivisme. [Online]. Tersedia: http://blog.unsri.ac.id/NurulB/uni 2011) Mustika, A.M. (2011). Pengaruh Implementasi Pendekatan Konstruktivisme

  dalam Matematika Pada Siswa SMP

  . Bandung: Skripsi UPI. Tidak diterbitkan. Nair, S. (2005). “Penggunaan Model Konstruktivisme Lima Fasa Needham dalam Pembelajaran Sejarah”. Jurnal Pendidik dan Pendidikan. (20),

  21-42. Rohayati, A. (tanpa tahun). Alat Peraga Pembelajaran Matematika. [Online].

  Tersedia: mp3-by-banguzi.googlecode.com/files/apm.pdf (29 Mei 2012). Suherman, E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

  Bandung: JICA UPI.

  Biodata Penulis : Aulia Musla Mustika, M.Pd. adalah staf pengajar Program Studi Pendidikan Matematika STKIP-PGRI Bandar Lampung. Lahir di Pringsewu 1 November 1989, Menyelesaikan S-1 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tahun 2011 dan S2 Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret (UNS) tahun 2013.

Dokumen yang terkait

View of Analisis Pemanfaatan Metode Markerless User Defined Target Pada Augmented Reality Sholat Shubuh

0 0 7

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA SISWA KELAS IV SDN 1 SUMBEREJO KECAMATAN KEMILING BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN. 2014 2015 Sarifah SD Nege

0 0 11

View of Game Sejarah Terbentuknya Kota Samarinda Menggunakan Role Playing Game (RPG) Maker VX Ace

0 0 8

PENDIDIKAN DEMOKRASI DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Ade Imelda Frimayanti, M.Pd.I Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Lampung ABSTRACT - View of Pedidikan Demokrasi dalam Pendidikan Agama Islam

0 0 19

View of Analisis Unjuk Kerja Horizontal Handover Mobile Wimax Mendukung Layanan Mobile TV

0 0 9

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA PADA SISWA KELAS III SD NEGERI 3 KEMILING PERMAI BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 20142015 Ngatiyem SD Negeri 3 Kemiling Permai ABSTRACT - View of Upaya Meningkatkan Prestasi Bela

0 0 7

View of Analisis Performansi Perutingan Link State Menggunakan Algoritma Djikstra Pada Platform Software Defined Network (SDN)

0 0 7

View of Peramalan Kunjungan Wisatawan Mancanegara Menggunakan Generalized Regression Neural Networks

0 0 5

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW BAGI SISWA KELAS IX F SEMESTER GANJIL SMP NEGERI 8 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 20142015 Elly Junaidah SMP Negeri 8 Bandar Lampung ABSTRACT - View of

0 0 6

View of Analisa Performansi Algoritma Penjadwalan Proportional Fairness Dan Log Rule Dengan Skenario Multicell Pada Sistem 3GPP LTE

0 0 11