EMISI GAS KARBON DIOKSIDA (CO2) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) YANG DITUMPANGSARI DENGAN TANAMAN PANGAN DI LAHAN GAMBUT

  Jurnal Agroteknologi, Vol. 7 No. 2, Februari 2017: 33 - 40

  EMISI GAS KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis

guineensis Jacq) YANG DITUMPANGSARI DENGAN TANAMAN PANGAN

DI LAHAN GAMBUT

  (Emission of Carbon Dioxide (CO 2 ) on Oil Palm (Elaeis Guineensis Jacq) Intercropping With Cropping

  

Crop in Peat Land)

  M. RIDHA PAHLIPI, ERVINA ARYANTI, M. IRFAN, INDAH PERMANASARI, DAN TAUFIQ ARMINUDIN

  Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

  Jl. H.R. Soebrantas No. 155 KM 18 Simpang Baru Panam Pekanbaru Riau 28293 Email : ridha26p@gmail.com HP: 085278608179

  

ABSTRACT

Peat land conversion into oil palm plantations leads was increased emissions of carbon dioxide (CO 2 ).

Plants on peat land and environmental conditions believed to be factors in the emission of carbon

dioxide (CO 2 ). The porpuse of this research was determined the emissions of carbon dioxide (CO 2 ) in

oil palm plantations are intercropped with cropping crop on peat land and the influence of

environmental factors on the emission of carbon dioxide (CO 2 ). This research was conducted in

September 2015 until April 2016 in Rimbo Panjang village, Subdiscrict Tambang, District of Kampar,

Province of Riau. Cropping crop used were corn and soybeans. The method used in this study was a

Random Block Design with four treatments and four replications. The treatments were palm - berau,

palm oil - corn, palm oil - soybean, palm oil – intercropping (soybean – maize). Parameters measured

were carbon dioxide (CO2), soil temperature, air temperature, the temperature of the lid, the depth of

the water table and soil pH. The results showed that carbon dioxide emissions (CO2) in oil palm

plantations are intercropped with cropping crop (corn and soybeans) were not significantly different.

The influence of air temperature, soil temperature, the temperature of the lid, and the depth of the

ground water level were inversely and insignificant to the emission of carbon dioxide (CO2). As for

getting nearly neutral pH, the emission of carbon dioxide (CO2) is increasing, but insignificant. Keyword: Emissons, Karbon dioxide (CO 2 ), peat land, oil palm plantations, intercropping.

  PENDAHULUAN

  Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut yang luasannya mencapai sekitar 14,9 juta ha. Lahan gambut terluas terletak di Sumatera yaitu 6.436.649 ha, kedua terletak di Kalimantan yaitu 4.778.004 ha, dan ketiga terletak di Papua 3.690.921 ha (Ritung et al., 2011). Laju konversi gambut meningkat cepat di beberapa Provinsi dengan areal gambut luas seperti di Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Misalnya di Riau sekitar 1,83 juta ha atau 57% dari luas total gambut, sekitar 3,2 juta ha telah terkonversi pada periode 1982- 2007 (Agus dan Subiksa, 2008).

  Mubekti (2011) menegaskan bahwa konversi hutan dan pengelolaan lahan gambut, terutama yang berhubungan dengan drainase dan pembakaran, merubah fungsi lahan gambut dari penambat karbon menjadi sumber emisi gas rumah kaca. Menurut Saharjo et al, (2012) emisi karbon dioksida (CO 2 ) yang dihasilkan secara berlebih akan meningkatkan gas rumah kaca di atmosfer yang berdampak pada peningkatan pemanasan global.

  Menurut Saas dan Fisher (1992) emisi akan menurun seiring dengan menurunnya akumulasi radiasi matahari yang diterima karena penutupan oleh kanopi tanaman. Dalam meningkatkan efisiensi lahan maka dipilih pola tanam intercropping (tumpangsari). Kelebihan-nya adalah pemanfaatan cahaya, air dan hara, mengontrol gulma, hama dan penyakit serta merupakan jalur alternatif untuk pertanian yang berkelanjutan (Lithourgidis et

  al., 2011: Aminah et al., 2014).

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui emisi karbon dioksida (CO 2 ) pada lahan gambut yang dijadikan perkebunan kelapa sawit yang ditumpangsari dengan tanaman pangan dan untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan (suhu udara, suhu tanah, suhu sungkup, kedalaman permukaan air tanah, dan pH tanah) dan perlakuan penanaman tanaman pangan terhadap emisi gas karbon dioksida (CO 2 ). Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi Emisi Gas Carbon Dioksida (CO

  2 ) pada Perkebunan Kelapa Sawit (Pahlipi, dkk)

  CO 2 persatuan waktu, b = Konsentrasi awal CO 2 .

BAHAN DAN METODE

  Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan bulan April 2016. Tempat penelitian dilaksanakan pada perkebunan kelapa sawit yang berumur 3 tahun milik petani di Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Indonesia.

  Alat dan Bahan terdiri dari alat Infrared

  Gas Analyzer (IRGA) LI 820 CO 2 , sungkup

  berdiameter 25 cm dan tinggi 25 cm, thermometer batang, meteran, Personal Computer (PC), bor gambut, dan form isian data lapang. Alat untuk mengukur pH yaitu shaker, pH Truogh seri 720, spatula, gelas kimia, tabung reaksi, kantong plastik, dan label. Bahan yang digunakan adalah perkebunan kelapa sawit umur tiga tahun, benih jagung dan kedelai, dolomit, pupuk kandang, pupuk NPK dan aquades.

  Hasil pengukuran emisi karbon dioksida dihubungkan dengan faktor lingkungan dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi. Hasil antar perlakuan akan dibandingkan dengan sidik ragam.

  / o K/mol = Perubahan konsentrasi CO 2 persatuan waktu (µmol/ det)

  P = tekanan atmosfer dari rata-rata cell pressure pembacaan IRGA (Pa) h = tinggi sungkup (m) R = konstanta gas = 8,314 Pa m 3

  ℎ Keterangan : Fc = Fluks CO 2 (µmol/m 2 /det)

  mengenai emisi gas karbon dioksida (CO 2 ) pada lahan gambut yang dijadikan perkebunan kelapa sawit yang ditumpangsari dengan tanaman pangan.

  Perhitungan Fluks CO 2 ditentukan berdasarkan persamaan di bawah ini : =

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Pengukuran emisi CO 2 dihitung melalui PC dengan menggunakan software IRGA LI 820 CO 2 Gas Analyzer. Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan maka data diolah melalui software Microsoft Office Excel 2013. Microsoft Office Excel digunakan untuk menghitung persamaan regresi linear antara waktu (detik) dan konsentrasi karbon di sungkup. Persamaan yang didapat adalah Y= ax + b. Y= Konsentrasi CO 2 di sungkup, a = koefisien regresi = koefesien perubahan konsentrasi

  C), suhu udara ( o

  C), suhu di dalam sungkup ( o

  Adapun parameter pengamatan dari penelitian ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Widyanto et al, (2014) adalah emisi karbon dioksida (CO 2 ) dalam satuan ppm, tinggi sungkup setelah pemasangan sungkup di atas tanah (cm), tekanan udara di dalam sungkup (kPa), suhu tanah ( o

  Perlakuan terdiri atas: EGR 1 = Kelapa sawit – Bera (kontrol), EGR 2 = Kelapa sawit – Jagung, EGR 3 = Kelapa sawit – Kedelai, EGR 4 = Kelapa sawit – Tumpangsari Jagung Kedelai, EGR 5 = Vegetasi semak gambut (Pembanding terhadap seluruh perlakuan).

  Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tumpangsari tanaman pangan pada perkebunan kelapa sawit tidak berbeda nyata terhadap emisi gas CO 2 . Hasil pengukuran emisi gas CO 2 disajikan pada Tabel 1. Hasil ini merupakan rataan pada setiap perlakuan yang terdiri dari empat ulangan. Emisi gas CO 2 dikonversi menjadi fluks CO 2 dengan satuan ton per hektar per bulan. Pemberian perlakuan penanaman tanaman pangan yaitu jagung dan kedelai tidak memberikan perbedaan emisi gas CO 2 yang nyata pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan kedelai dan jagung merupakan tanaman lahan kering. Menurut Saas dan Fisher (1992) dibanding dengan pola tanam sawah dimana air tergenang dipertahankan dengan ketinggian genangan antara 5-10 cm, pelepasan gas CO 2 sebesar 50,12 sampai

  58,82 mg/m 2 /jam, maka pelepasan gas CO 2 pada lahan yang ditanam dengan pola tanam lahan kering jauh lebih tinggi dari pada pola tanam sawah. Pada padi varietas yang sama ditanam dengan sistem ladang akan melepaskan gas CO 2 dua kali lebih besar dibandingkan tanaman sistem sawah. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dari pernyataan Agus (2008) bahwa emisi CO 2 dari dekomposisi tanah gambut pada perkebunan kelapa sawit yang berasal dari hutan sekunder ataupun semak belukar yaitu sebesar 54,6 ton/ha/th atau 4,55 ton/ha/bulan.

  Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari empat Perlakuan dan empat kelompok.

  C), kedalaman permukaan air tanah, dan pH tanah. Pengukuran emisi karbon dioksida (CO 2 ) dilaksanakan pada fase generatif pada umur 6 minggu. Jurnal Agroteknologi, Vol. 7 No. 2, Februari 2017: 33 - 40 Tabel 1. Rataan Fluks Karbon Dioksida (CO 2 ) pada Perkebunaan Kelapa Sawit yang Ditumpangsari dengan Tanaman Pangan

  Perlakuan Fluks CO 2 (ton/ha/bln) Kelapa sawit – Bera

  4,70 Kelapa sawit – Jagung

  8,48 Kelapa sawit – Kedelai

  7,08 Kelapa sawit – Jagung – Kedelai 6,22 Semak

  7,15 Keterangan: Data ditransformasi dengan √x

  Dalam melakukan perhitungan fluks Hubungan antara suhu tanah dan fluks karbon dioksida (CO 2 ) juga dihitung faktor- gas CO 2 didapat melalui persamaan regresi faktor lingkungan, seperti suhu tanah, suhu dan korelasi. Hubungan antara suhu tanah dan udara, suhu sungkup, kedalaman permukaan emisi gas CO 2 serta persamaan regresi dan 2 air tanah, dan pH tanah. Hal itu dilakukan koefesien keseragaman (R ) ditampilkan pada karena faktor-faktor tersebut merupakan faktor Gambar 1. yang berpengaruh dalam emisi karbon dioksida (CO 2 ) ke udara.

  y = -0.0682x + 8.6107 15,00 R² = 0.0015 14,00 r = -0.04 13,00

  11,96 12,00 11,00 8,73

  9,33 10,00 9,00

  7,58

  2 7,25

  O 8,00 7,41 6,82

i C

  6,73 6,02 is

  7,00 m E

  6,00 5,90 6,34 5,59 5,81

  5,00 4,83 3,30 4,00

  2,32 3,00 2,00 1,00

  • 26,5

  27 27,5 28 28,5 29 29,5 o 30 30,5 31 31,5 Suhu tanah (

  C)

  Gambar 1. Diagram pancar hubungan antara suhu tanah terhadap emisi gas CO 2 Nilai r hitung hanya sebesar 0,04 jauh di akan meningkatkan proses dekomposisi. bawah nilai r Tabel yaitu 0,623 pada derajat Namun pada penelitiannya hubungan yang bebas sama dengan empat belas. Hal ini signifikan tidak ditemukan antara emisi karbon menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dioksida (CO 2 ) dan suhu tanah. Pada tanah dan emisi karbon sangat rendah atau persamaan regresi keragaman data yang 2 hanya empat persen. Nilai -0,04 mendekati nol dapat dijelaskan (nilai R ) hanya berkisar

  ( 0 ) sehingga dapat dinyatakan hubungan antara 0 - 0,02. suhu tanah dan emisi gas CO 2 pada penelitian Hubungan antara suhu sungkup dan ini tidak ada. Jauhiainen et al, (2012) emisi gas CO 2 didapat melalui persamaan menyatakan secara umum peningkatan suhu regresi dan korelasi. Hasil regresi dan korelasi setelah deforestasi akan meningkatkan suhu antara suhu tanah dan fluks gas CO 2 disajikan pada permukaan gambut maka hal ini juga di diagram pancar pada Gambar 2.

  Emisi Gas Carbon Dioksida (CO ) pada Perkebunan Kelapa Sawit (Pahlipi, dkk)

  2 y = -0.6357x + 27.797 15,00

  R² = 0.1011 14,00 r = -0.32 11,96

  13,00 12,00 11,00 8,73 10,00 7,58 7,25

  9,00

  2 7,41

  O 8,00 6,82 i C

  6,34 is

  7,00 6,02 m

  6,73 E

  6,00 5,90 4,83 5,81 5,00

  5,59 3,30 4,00 2,32 3,00 2,00 1,00

  • 30,5

  31 31,5 32 32,5 33 33,5 o 34 34,5 35 35,5 Suhu Sungkup (

  C)

  Gambar 2. Diagram pancar hubungan antara suhu sungkup dan emisi karbon dioksida (CO 2 ) Nilai r hitung sebesar 0,32, nilai ini di

  Hubungan antara suhu udara dan emisi bawah nilai r tabel pada derajat bebas sama karbon dioksida (CO 2 ) didapat melalui dengan empat belas. Hal ini menunjukkan persamaan regresi dan korelasi. Hasil regresi bahwa hubungan antara suhu sungkup dan dan korelasi antara suhu tanah dan fluks emisi karbon tidak signifikan. Pada penelitian karbon dioksida (CO 2 ) disajikan di diagram ini diukur juga suhu sungkup untuk mengukur pancar pada gambar 3. panas yang dilepaskan ke lingkungan.

  15,00 y = -0.5114x + 23.24 R² = 0.0606

  14,00 r = -0.25 11,96

  13,00 12,00 11,00

  9,33 10,00 8,73 6,73

  9,00 7,41

  2 7,58

  O 8,00

  7,25 i C 6,82

  6,34 is

  7,00 6,02 m

  4,83 E

  6,00 5,90 5,59 5,81 5,00

  3,30 4,00 2,32 3,00

  2,00 1,00

  • 30,5

  31 31,5 32 32,5 33 33,5 34 34,5 Suhu Udara (oC)

  Gambar 3. Hubungan suhu udara dan emisi karbon dioksida (CO 2 ). Nilai r hitung sebesar 0,25, nilai ini di didapat melalui persamaan regresi dan bawah nilai r tabel pada derajat bebas sama korelasi. Hasil regresi dan korelasi antara dengan empat belas. Hal ini menunjukkan kedalaman permukaan air tanah dan fluks gas bahwa hubungan antara suhu udara dan emisi CO 2 disajikan di diagram pancar pada gambar karbon tidak signifikan. Hubungan antara

  4. kedalaman permukaan air tanah dan emisi gas CO 2

2 Kedalaman Permukaan Air Tanah (cm)

  

6,34

7,25 6,02 8,73

  Jurnal Agroteknologi, Vol. 7 No. 2, Februari 2017: 33 - 40 Gambar 4. Hubungan antara kedalaman permukaan air tanah dan emisi karbon dioksida (CO 2 )

  11,00 12,00 13,00 14,00 15,00

  6,00 7,00 8,00 9,00

  7,41 5,81 4,83 6,82 y = -0.0228x + 8.1213 R² = 0.0196 r = 0.14

  3,30 2,32 7,58 5,59

  9,33 5,90 6,73 11,96

  • 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00

  Gambar 5. Hubungan pH tanah dan emisi karbon dioksida (CO 2 )

  9,33 5,90 6,73 11,96

  2 pH Tanah

  3,00 3,50 4,00 4,50 5,00 E m is i C O

  10,00 11,00 12,00 13,00 14,00 15,00

  6,00 7,00 8,00 9,00

  7,41 5,81 4,83 6,82 y = 1.2741x + 1.6191 R² = 0.0659 r = 0.26

  6,34 7,25 6,02 8,73

  3,30 2,32 7,58 5,59

  Hubungan antara pH tanah dan emisi gas CO 2 didapat melalui persamaan regresi dan korelasi. Hasil regresi dan korelasi antara pH tanah dan fluks gas CO 2 disajikan di diagram pancar pada gambar 5.

  80 90 100 E m isi g as C O

  70

  60

  40

  Nilai r hitung sebesar 0,14, nilai ini di bawah nilai r tabel pada derajat bebas sama dengan empat belas. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara suhu udara dan emisi karbon tidak signifikan. Tingkat dekomposisi gambut sangat dipengaruhi oleh kedalaman drainase; semakin dalam drainase, semakin cepat terjadinya dekomposisi gambut (Agus dan Subiksa, 2008). Kedalaman drainase air pada lahan gambut akan mempengaruhi kedalaman permukaan air tanah. Saat permukaan air tanah semakin dalam, maka kondisi tanah akan semakin aerob. Kondisi ini membuat mikroorganisme semakin cepat dalam mendekomposisikan bahan organik. Keadaan ini akan meningkatkan emisi gas rumah kaca, terutama emisi gas karbon dioksida (CO 2 ). Widyanto (2012) menyatakan bahwa kedalam permukaan air tanah tidak berpengaruh terhadap emisi gas rumah kaca. Senada dengan itu Jauhiainen (2012) menyatakan bahwa pengaruh kedalaman permukaan air tanah sangat rendah. Pada penelitian ini juga sama bahwa pengaruh kedalaman permukaan air tanah sangat kecil. Data yang dapat dijelaskan pada persamaan regresi hanya 1,96 persen, serta koefesien korelasi -0,14.

  50

  • 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00

  Emisi Gas Carbon Dioksida (CO

  Pekanbaru. 120 hal. Badan Penelitian dan Pengembangan

  Jaenicke, Rieley, J. J. O., Mott, C., Kimman, P., and F. Siegert. 2008. Determination of The Amount of Carbon Stored in

  Subsiden pada Sistem Drainase dan Pengapuran Tanah Gambut Fibrik dengan Pertanaman Jagung. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian. Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

  2011. Sifat Kimia dan Fisika Lahan Gambut. Balai Penelitian Tanah. Bogor. 103 hal. Hidayanti, N., dan Riwandi. 2011. Laju

  Hartatik, W., Subiksa, I.G. M., dan A. Dariah.

  Jurnal Tanah dan Lingkungan, 11(1): 8 – 13.

  Djuniwati, dan M. V. Noordwijk. 2009. Emisi CO 2 pada Kebun Kelapa Sawit di Lahan Gambut: Evaluasi Fluks CO 2 di Daerah Rizosfer dan Non Rizosfer.

  1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI- Press, Jakarta. 428 hal. Hanafiah, K. A. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajawali Press. Jakarta. 360 hal. Handayani, E. P., K. Idris, S. Sabiham, S.

  Gardner, F. P., R.B. Pearce, dan R. L. Mitchell.

  Agus. 2013. Faktor Penduga Simpanan Karbon pada Tanah Gambut. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

  Dariah, A., Susanti, E., Mulyani, A., dan F.

  dan Transformasi Karbon. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 178 hal.

  4 hal. Barchia, M. F. 2006. Gambut Agroekosistem

  Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Wilayah Kabupaten / Kota di Provinsi Riau. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pekanbaru.

  Pertanian. 2011. Peta Sebaran Areal

  Ekologi Pertanian. Suska Press.

  2 ) pada Perkebunan Kelapa Sawit (Pahlipi, dkk)

  Suboptimal. Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Palembang. Palembang. Arminuddin, A. T., dan I. Permanasari. 2011.

  2014. Efisiensi Pemanfaatan Lahan pada Tumpangsari Jagung (Zea mays L.) dan Kedelai (Glycine max L. Merrill) di Lahan Pasang Surut. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Lahan

  Yogyakarta. 354 hal. Aminah, I. S., Rosmiah, dan M. H. Yahya.

  Akhadi, M. 2009. Ekologi Energi. Graha Ilmu.

  ICRAF, SEA Regional Office dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). Bogor. 58 hal.

  Pengukuran Cadangan Karbon Tanah Gambut. . World Agroforestry Centre-

  Agus, F., K. Khairiah, dan A. Mulyani. 2011.

  Tanah dan World Agroforestry Centre. Bogor. 36 hal.

  Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian

  Agus, F., dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan

  Pengaruh suhu udara, suhu tanah, suhu sungkup, kedalaman muka air tanah adalah berbanding terbalik dan tidak signifikan terhadap emisi gas karbon dioksida (CO 2 ), sedangkan pengaruh pH terhadap emisi gas karbon dioksida (CO 2 ), yaitu semakin mendekati pH netral maka emisi gas karbon dioksida (CO 2 ) akan semakin meningkat, tetapi tidak signifikan.

  Kesimpulan dari penelitian ini adalah nilai emisi gas karbon dioksida (CO 2 ) pada perkebunan kelapa sawit (Eleais guineensis Jacq) yang ditumpangsari dengan tanaman pangan (jagung kedelai) tidak berbeda nyata.

  KESIMPULAN

  Nilai r hitung sebesar 0,26, nilai ini di bawah nilai r tabel pada derajat bebas sama dengan empat belas. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara pH tanah dan emisi karbon tidak signifikan, meskipun demikian hasil ini tetap menunjukkan adanya hubungan secara linear antara pH tanah dan emisi gas CO 2 meskipun tidak signifikan. Terdapat hubungan yang linier antara pH gambut dengan emisi CO 2 yang dilepas oleh lahan gambut (Rumbang et al., 2009). Drainase lahan gambut akan mnurunkan kadar air di lahan gambut, sehingga pH tanah gambut akan meningkat. Meningkatnya pH lahan gambut akan meningkatkan aktivitas jasad renik, yang mana jasad renik ini akan meningkatkan bahan organik terdekomposisi (Hidayanti dan Riwandi, 2011).

DAFTAR PUSTAKA

  Jurnal Agroteknologi, Vol. 7 No. 2, Februari 2017: 33 - 40

  Ilmu Tanah dan Lingkungan, 9 (2) : 95- 102.

  Jurnal Agroteknologi, 3(1): 13-20.

  Pramono, A., Nugraha, W.A., Firmansyah, M.A., Wihardjaka, A., dan P. Setyanto.

  2014. Penurunan Emsis Gas Rumah Kaca Dengan Ameliorasi Pada Sistem Tumpangsari Karet dan Nenas Di Lahan Gambut Kalimantan Tengah. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Pati.

  Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

  2013. Informasi Ringkas Perkebunan Kelapa Sawit. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1(1). Jakarta.

  Rumbang, N., Radjagukguk, B., dan D.

  Prajitno. 2009. Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dari Beberapa Tipe Penggunaan Lahan Gambut di Kalimantan. Jurnal

  Saas, R.L. dan F.M. Fisher. 1992. CH 4 Emission from Paddy Fields in The United Stated. In: CH 4 and N 2 O Workshop. Program and Abstract.

  Permanasari, I., dan D. Kastono. 2012.

  Tsukuba, Japan. Sabaruddin, L. 2012. Agroklimatologi: Aspek-

  Aspek Klimatik untuk Sistem Budidaya Tanaman. Alfabeta, Bandung. 188 hal.

  Saharjo, B. H., Putra, E. I., dan U. Atik. 2012.

  Pendugaan Emisi CO 2 Sebagai Gas Rumah Kaca Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Kalimantan Tengah Tahun 2000-2009. Jurnal Silvikultivar Tropika, 3(3) : 143-148.

  Setyanto, P., Wihardjaka, A., Yulianingsih, E., dan F. Agus. 2014. Emisi Gas Rumah Kaca dari Saluran Drainase di Lahan Gambut Jabiren, Kalimantan Tengah.

  Dalam: Prosiding Seminar Nasional

  Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

  .Sukarman, Suparto, dan H. S. Mamat. 2012.

  Pertumbuhan Tumpangsari Jagung Dan Kedelai Pada Perbedaan Waktu Tanam Dan Pemangkasan Jagung.

  Jurnal Agroteknologi, 4(1): 25-30.

  Indonesian Peatlands. Geoderma, 147: 151–158.

  Annual Intercrops: an alternative pathway for sustainable agriculture. Review Article. Australian Journal of Crop Science, 5(4): 396-410.

  Jauhiainen, J., Hooijer, A., and S. E. Page.

  2012. Carbon Dioxide Emissions from an Acacia Plantation on Peatland in Sumatera, Indonesia. Biogeoscience, (9): 617-630.

  Kartikawati, R., Susilawati, H. L., Ariani, M., dan P. Setyanto. 2011. Teknologi Mitigasi Gas Rumah Kaca (GRK) Dari Lahan Sawah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Majalah ilmiah Agroinovasi, 41(3400) : 7 hal.

  Krisnawati, H., Imanuddin, R., Adinugroho, W.

  C., dan S. Hutabarat. 2015. Metode

  Standar Untuk Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca Dari Sektor Kehutanan di Indonesia (Versi 1). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

  93 hal. Lihtourgidis, A.S., Dorgas, C.A., Damalas, C.A., and D.N. Vlachostergios. 2011.

  Marliah, A., Jumini, dan Jamilah. 2010.

  Analisis Sifat Kimia Tanah Gambut yang Dikonversikan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kampar.

  Pengaruh Jarak Tanam Antar Barisan Pada Sistem Tumpangsari Beberapa Varietas Jagung Manis Dengan Kacang Merah Terhadap Pertumbuhan dan Hasil. Jurnal Agrista, 14(1): 30-38.

  Maswar, Haridjadja, O., Sabiham, S., dan M.

  V. Noordwijk. 2011. Cadangan, Kehilangan, dan Akumulasi Karbon pada Perkebunan Kelapa Sawit di Lahan Gambut Tropika. Jurnal Solum, 8(1): 1-10.

  Mubekti. 2011. Studi Pewilayahan Dalam Rangka Pengelolaan Lahan gambut Berkelanjutan di Provinsi Riau. Jurnal

  Sains dan Teknologi Indonesia, 13(2): 88-94.

  Mulyani, A., dan M. Noor. 2011. Evaluasi

  Kesesuaian Untuk Pengembangan Pertanian di Lahan Gambut. Balai

  Penelitian Tanah. Bogor. 19 hal. Nugroho, T. C., Oksana, dan E. Aryanti. 2013.

  Karakteristik Tanah Gambut dan Hubungannya Dengan Emisi Gas Rumah Kaca Pada Perkebunan Kelapa Sawit di Riau dan Jambi. Dalam: Emisi Gas Carbon Dioksida (CO ) pada Perkebunan Kelapa Sawit (Pahlipi, dkk)

  

2

  Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

  Suswati, D., Hendro, B., Shiddieq, D., dan D.

  Indradewa. 2011. Identifikasi Sifat Fisik Lahan Gambut Rasau Jaya III Kabupaten Kubu Raya Untuk Pengembangan Jagung. Jurnal Teknik Perkebunan dan PSDL, 1(12) : 31-40.

  Suwondo, Supiandi, S., Sumardjo, dan B.

  Paramudya. 2012. Efek Pembukaan Lahan Terhadap Karakteristik Biofisik Gambut pada Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Bengkalis. Jurnal Natur

  Indonesia, 14 (2) :143-149.

  Wardhana, S., Mawarni, L., dan A. Barus.

  2014. Kajian Penanaman Kedelai di Bawah Kelapa Sawit Umur Empat Tahun di PTPN III Kebun Rambutan.

  Jurnal Online Agroteknologi, 2 (3) : 1037-1042.

  Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Badan Pengembangan Teknologi Pertanian. Tabloid Sinar Tani, 29 (2) : 4 hal.

  Wibowo, H., Sugiyarti, T., Marwanto, S., dan F.

  Agus. 2014. Emisi Gas CO 2 pada Lahan Gambut yang Dibuka Untuk Lahan Budidaya: Studi Kasus Di Provinsi Kalimantan Barat. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

  Widyanto, H., Nurhayati, Dariah, A., dan A.

  Jamil. 2014. Variasi Temporal Emisi CO 2 di Bawah Perkebunan Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut di Riau. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

  Winarna, dan S. Rahutomo. 2008. Hubungan Karakteristik Lahan Gambut Dengan Produksi Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 16(1) : 27-35.

  Zulkarnain. 2005. Pertumbuhan dan Hasil Selada Pada Berbagai Kerapatan Jagung Dalam Pola Tumpangsari.

  Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. 1(2): 94-101.

Dokumen yang terkait

KANDUNGAN HARA MAKRO TANAH GAMBUT PADA PEMBERIAN KOMPOS Azolla pinata DENGAN DOSIS BERBEDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG (Ipomea reptans Poir)

0 0 9

PENINGKATAN EFISIENSI PUPUK FOSFAT MELALUI APLIKASI MIKORIZA PADA KEDELAI (Increasing of Phosphor Efficiency by Mychorriza Application on Soybean) INDAH PERMANASARI, KARTIKA DEWI, M. IRFAN DAN AHMAD TAUFIQ ARMINUDIN Fakultas Pertanian dan Peternakan, UIN

0 0 9

RESPONS FISIOLOGI, PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN SERAPAN P BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PEMBERIAN TRICHOKOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) TERFORMULASI DAN PUPUK P DI LAHAN GAMBUT

0 1 9

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NT45 DAN PUPUK FOSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH (Effect of NT45 and Phosphate Fertilizer on Growth and Yield of Peanut) NILLA KRISTINA Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas,

0 0 7

ANALISIS SERAPAN TENAGA KERJA DAN PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN (Analysis of Labour Absorption and Income Palm Farmers in Pelalawan District) IRSYADI SIRADJUDDIN Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Peternakan, Unive

0 0 9

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA TUMPANGSARI TANAMAN PANGAN SEBAGAI TANAMAN SELA DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN (Insect Diversity on Intercropping System in Young Palm Oil) LUTFI ARIFIN, MOKHAMAD IRFAN, INDAH PERMANASARI, AULIA RANI ANNISAVA, D

0 1 9

ANALISIS SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT PADA TIGA TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI DESA PANGKALAN PANDUK KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN

0 1 6

PEMBERIAN BEBERAPA AMELIORAN TERHADAP PERUBAHAN SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT (Giving Some Ameliorants To Changes Chemical Properties of Peat Soil) ERVINA ARYANTI, YULITA, AULIA RANI ANNISAVA Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau Kampus II Raja Ali

0 1 9

Kampus Bina Widya Km. 12,5 Jln. H.R. Subrantas, Panam, Pekanbaru, Riau ABSTRACT - PENGARUH INOKULASI CAMPURAN ISOLAT BAKTERI PELARUT FOSFAT INDIGENUS RIAU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merr)

0 0 9

PEMBERIAN KOMPOS TKKS DAN COCOPEAT PADA TANAH SUBSOIL ULTISOL TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PRE NURSERY (Composting EFB And Cocopeat On Subsoil Ultisol To The Growth Of Palm Oil Seedlingsin Pre Nursery) SIZIKO ANDRI,

0 1 7