BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Protein p53 - Ekspresi p53 pada Endometrioma Dibandingkan Karsinoma Ovarium Tipe 1

2.1. Protein p53

  Protein p53 pertama kali diidentifikasi pada tahun 1979 sebagai

  

transformation-related protein dan protein yang terakumulasi pada inti sel

  kanker serta berikatan kuat dengan antigen T simian virus 40 (SV40). Akan tetapi, sepuluh tahun kemudian, para peneliti mendapatkan bahwa ternyata protein tersebut merupakan mutasi dari bentuk awal p53/wild-type p53 (wt p53) dan sifat onkogenik p53 sebenarnya merupakan hasil dari mutasi p53 (Bai & Zhu, 2006). Gen p53 merupakan tumor suppressor gene yang multifungsi dan sering mengalami alterasi pada kanker ovarium dan jenis kanker lainnya. Pada kondisi normal, p53 berinteraksi dengan berbagai jenis protein yang terlibat dalam regulasi transkripsional, repair DNA, siklus

  22

  sel, apoptosis, dan degradasi protein yang dimediasi oleh proteosom Dalam kondisi normal, jaringan p53 dalam kondisi tidak aktif, biasanya diaktifkan oleh semacam stress seluler yang dapat mengubah siklus pertumbuhan sel normal atau menginduksi mutasi genom yang kemudian mengarah pada tranformasi onkogenik. Protein p53 yang aktif dapat menghentikan siklus sel atau menghidupkan jalur apoptosis dan memaksa sel-sel rusak dan mengandung mutasi melakukan bunuh diri sehingga mencegah perbanyakan dan pertumbuhan selular yang abnormal. Oleh karena itu, protein p53, sebagai guardian of genom, adalah inhibitor penting dari perkembangan tumor sehingga menjelaskan mengapa gen ini menjadi paling sering bermutasi dalam penyakit kanker pada

  23

2.1.1. Struktur protein p53

  Gen p53 terletak pada bagian lengan pendek dari kromosom 17 (17p13.1), merupakan suatu nuklear phospoprotein yang memiliki berat molekul sebesar 53 kilo Dalton (kDa). Gen p53 ini dikode oleh 20 kilobasa (kb) yang terdiri dari 11 ekson dan 10 29 intron. Gen p53 ini termasuk di dalam kelompok gen pelindung sel, yang memiliki dua anggota lainnya yaitu, p63 dan p73. Protein p53wild type (wt p53), mengandung sebanyak 393 asam amino dan terdiri dari tiga domain fungsional yaitu N-terminal

  

activation domain, DNA binding domain dan C-terminal tetramerization

domain (Gambar 1). Selain itu, terdapat sebuah daerah domain inti sentral

  atau central core, yaitu pada residu 102 sampai 292 dan daerah domain C-

  22 terminal, yaitu pada residu 324 sampai 393 .

  19 Gambar 1 Representasi Skematik Struktur p53

2.1.2. Peran protein p53

  peran biologi sebagai tumor suppressor yang sangat kuat. Sebagai faktor transkripsi multitarget, p53 mengontrol berbagai jenis gen dengan fungsi yang berbeda-beda. Sebagai penekan tumor, p53 sangat penting untuk mencegah proliferasi sel yang menyimpang serta mempertahankan

  10 integritas genom akibat stress genotoksik .

  

Gambar 2. Protein p53 pada Persimpangan Jalur Hubungan

  22 Kompleks Respon Sel terhadap Stress

  Sebagai penekan tumor,p53 sangat penting dalam mencegah proliferasi yang salah dari sel dan menjaga integritas gen yang diakibatkan oleh stress genotoksik. Dengan adanya stimulus yang beragam yang dapat berasal dari luar dan dalam sel, seperti kerusakan DNA (disebabkan radiasi ion, radiasi sinar ultraviolet, obat-obat yang bersifat racun, virus), paparan panas, hypoksia, kemoterapi , akan mengaktifkan wt p53 yang akan biologis sel. Aktivasi p53 tersebut akan menyebabkan pengaktifan gen target p53. Sebagai contoh, sebagai respon kerusakan DNA akan menyebabkan putusnya rantai ganda DNA , ATM (ataxia-telangiectasia mutated) protein kinase yang akan mengaktifkan Chk2 kinase. ATM dan Chk2 bersama-sama akan memfosforilasi p53 yang menyebabkan

  22 berhentinya siklus sel atau apoptosis.

  Pada kondisi yang normal, wt p53 ada pada kadar yang rendah dengan bentuk laten inaktif. Selama perlembangan sel, kadar rendah dari wt p53 ini diatur secara cermat, dan half-lifenya hanya terbatas pada hitungan menit. Namun dengan adanya stress atau agen yang merusak DNA, half-life tersebut menjadi diperpanjang menjadi hitungan jam. Peningkatan kadar dari protein p53 diatur dengan perpanjangan dari half-

  22 life tersebut, dan bergantung kepada stimulus di dalam dan di luar sel.

2.2 Apoptosis

  Sebagai penjaga sel, salah satu tugas dari p53 adalah untuk mengawasi stress dari sel dan menginduksi apoptosis. Pada jaringan yang mengalami stress dan kerusakan, p53 akan menginisiasi apoptosis yang

  22 akan menghancurkan sel yang rusak tersebut.

  Produk hasil gen apoptosis yang diinduksi oleh p53 termasuk didalamnya adalah Bax (Bcl-2 associated protein), DR5/KILLER (death

  

receptor), DRAL, Fas/CD95 (cel death signaling reseptor), PIG3 (p53-

  

inducible gen), Puma (p53-upregulated modulator of apoptosis), Noxa,

effector related to PMP-22),Apaf-1 (apoptotic protease-activating factor-1),

  22 Scotin, p53AIP1 (p53-regulated apoptosis-inducing protein 1), dll.

  Proses apoptosis dapat dibagi menjadi tahap inisiasi, dimana terdapat beberapa caspases yang menjadi katalis aktif, serta tahap eksekusi atau pelaksanaan, dimana caspases lainnya memicu degradasi komponen seluler. Inisiasi apoptosis terjadi oleh karena sinyal dari dua jalur yang berbeda. Jalur intrinsik atau mitokondria dan ekstrinsik atau kematian reseptor. Jalur ini diinduksi oleh stimulus yang berbeda dan melibatkan set protein yang berbeda, walaupun terdapat beberapa persilangan jalur diantaranya. Kedua jalur bertemu untuk mengaktifkan caspases, yang

  24 merupakan mediator sebenarnya kematian sel.

2.2.1 Inisiasi apoptosis jalur intrinsik (mitokondria) Sesuai dengan namanya, jalur intrinsik berlangsung di dalam sel.

  Jalur apoptosis intrinsik akan menghasilkan peningkatan permeabilitas mitokondria dan pelepasan dari molekul pro-apoptosis (death inducers) ke dalam sitoplasma . Mitokondria mengandung protein seperti sitokrom c yang penting bagi kehidupan, tetapi bila beberapa protein yang serupa terlepas ke dalam sitoplasma (merupakan indikasi bahwa sel tersebut tidak sehat), akan menginisiasi program “bunuh diri” dari apoptosis. Pelepasan protein mitokondria ini dikontrol secara seimbang melalui anggota keluarga protein Bcl antara pro dan antiapoptosis. Ada 2 kelompok Bcl-2, yang pertama protein pro-apoptosis (Bax, Bak, Bad, Bcl-X, Bid, Bik, Bim, dan Hrk

  24,25 Mcl-1).

  Ketika protein anti-apoptosis mengatur apoptosis dengan cara menghambat pengeluaran sitokrom, sedangkan protein pro-apoptosis melakukan yang sebaliknya. Keseimbangan antara pro dan anti apoptosis akan menentukan apakah sel tersebut akan mati atau tidak. Faktor apoptosis lain yang dilepaskan oleh mitokondria ke sitoplasma yaitu :

  

apoptosis inducing factor (AIF),-derived second mitochondria

Bindingderived activator of caspase (Smac), direct IAP binding protein with

low pl (DIABLO) dan Omi/high temperature requirement protein A (HtrA2).

  Sitoplasma melepaskan sitokrom c akan mengaktifkan caspase 3 melalui pembentukan kompleks protein yang disebut dengan apoptosome (terdiri dari sitokrom c, Apaf-1 dan caspase 9. Dilain pihak, Smac/DIABLO atau Omi/HtrA2 ) akan menyebabkan pengaktifan caspase dngan melekat pada protein penghambat apoptosis (IAPs) yang akan merusak interaksi IAPs

  24,25 dengan caspase 3 atau 9.

  24

2.2.2 Inisiasi apoptosis jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian)

  Jalur ini diawali melalui keterlibatan ligan kematian yang akan berikatan dengan reseptor kematian. Walaupun beberapa reseptor kematian telah banyak diketahui, namun reseptor kematian yang paling banyak dikenal yaitu TNF reseptor tipe 1 (TNFR 1) dan protein yang disebut dengan Fas (CD 95) dan ligand mereka yang disebut dengan TNF dan Fas Dengan berikatannya ligan kematian dengan reseptornya akan membentuk suatu kompleks yang disebut dengan death inducing signaling

  

complex (DISC) yang akan mengaktifkan pro-caspase 8. Caspase ini

24,25 merupakan suatu kaspase pencetus terhadap apoptosis.

  Alur apoptosis ini dapat dihambat oleh protein yang dinamakan FLIP, yang dapat mengikat pro-caspase-8. Beberapa virus dan sel normal memproduksi FLIP dan menggunakan inhibitor ini untuk melindungi dirinya

  25 dari apoptosis yang dimediasi oleh Fas.

  Gambar 3 Hubungan antara inisiasi apoptosis jalur ekstrinsik

  24 dengan jalur intrinsik

  ,24,25,26

2.2.3 Disregulasi Apoptosis

  pada fenotip keganasan. Gangguan regulasi pada program apoptosis akan menyebabkan mortalitas sel. Mutasi onkogenik yang apoptosis mempengaruhi inisiasi tumor, progresifitas tumor dan metastase. Kanker merupakan hasil dari perubahan genetik dimana sel normal berubah menjadi ganas, dimana penghentian kematian sel sementara merupakan salah satu perubahan penting yang menyebabkan suatu transformasi kearah keganasan.

  Pada awal 1970 Kerr dkk telah mengaitkan apoptosis untuk menghapus sel yang berpotensi ganas , sel yang mengalami hiperplasi dan perkembangan tumor. Oleh karena itu, pengurangan peran apoptosis dan resistensinya memainkan peran penting dalam karsinogenesis. Ada benyak cara sel menjadi tumor atau mengalami keganasan melalui proses pengurangan apoptosis dan rsistensi apoptosis. Umumnya, mekanisme perubahan apoptosis yang bisa meyebabkan kanker atau tumor dapat dibagi atas 3 bagian besar, yaitu

  1. Gangguan keseimbangan protein proapotosis dan protein antiapoptosis

  2. Berkurangnya fungsi caspase

  3. Rusaknya/terganggunya sinyal reseptor kematian (death receptor)

  

Gambar 4 Mekanisme perubahan Apoptosis dan proses

  25 Karsinogenesis

  Pada proses apoptosis dapat terjadi kegagalan pada jalur , yang akan menyebabkan terjadinya kanker. Kegagalan ini lebih sering terjadi pada jalur intrinsik dibandingkan jalur ekstrinsik, karena jalur ekstrinsik ini lebih sensitif dan paling sering disebabkan oleh mutasi dari gen p53. Gen p53 ini merupakan tumor supresor gen yang terakumulasi bila DNA mengalami kerusakan. Fungsi dari p53 ini yaitu mencegah replikasi sel pada sel yang rusak secara genetik melalui penghentian siklus sel pada fase G1 atau interface, sehingga sel mempunyai waktu untuk repair. Selain itu gen ini juga berfungsi untuk mencetuskan apoptosis bila kerusakan sel cukup luas dan terjadi kegagalan repair.

  Bila terjadi mutasi pada gen p53 dapat mengakibatkan disregulasi gen ini sehingga terjadi kegagalan apoptosis dan sel yang rusak terus mengalami replikasi dan akhirnya terjadi kanker.

  Faktor lain yang berperan pada karsinogenesis adalah Pada sel tumor, mutasi dari gen Bcl2 dapat meyebabkan peningkatan ekspresi yang dapat menekan fungsi normal dari protein proapotosis, seperti Bax dan Bak. Jika terjadi mutasi pada gen Bax dan Bak dapat meyebabkan penurunan regulasi, sehingga sel kehilangan kemampuan untuk regulasi apoptosis yang dapat menimbulkan kanker.

2.3. Genetik dari Endometriosis

  Komponen yang dimiliki oleh endometriosis telah banyak diketahui walaupun gen spesifik yang berkaitan dengan endometriosis masih banyak diteliti. Analisa terhadap gen yang berhubungan dengan 1100 keluarga dengan dua atau lebih keterlibatan dari saudara kandung telah dilakukan

  24 dan didapatkan adanya lokus pada kromosom 10q26 dan 7-13-15.

  Penelitian terhadap berbagai hubungan antara gene dengan proses yang terlibat pada endometriosis termasuk didalamnya sinyal steroid, matrix degradasi, inflamasi dan detoksifikasi seperti yang dilaporkan, telah dilakukan review terhadap penelitian tersebut. Untuk mendapatkan hubungan gen dengan penyakit ini, penelitian kohort terhadap wanita dengan dan tanpa endometriosis adalah memiliki genotip SNPs (Single

27 Nucleotide Polymoprhisms). Penelitian terbaru terhadap 1900 wanita

  dengan endometriosis dengan memakai kontrol sebanyak 5300 wanita yang sehat melaporkan adanya hubungan SPNs dengan gen CDKN2BAS pada kromosom 9p21 dan gen WNT4 pada kromosom 1p36 pada

28 Pada level transkripsi gen, ditemukan adanya perbedaan ekspresi

  gen pada endometrioum ektopik pada wanita dengan dan tanpa endometriosis perbedaan tersebut memperlihatkan adanya abnormalitas yang diturunkan ataupun yang didapat pada endometrium yang memberikan ketahanan hidup yang berbeda dan implantasi terhadap

  

1

pembentukan dari lesi endometriosis.

2.4. Konsep Biokimia dari endometriosis

  Konsep yang ada mengenai endometriosis adalah kelainan yang berkaitan dengan esterogen. Pada saat ini, endometriosis memiliki hubungan dengan proses inflamasi, penurunan fungsi progesteron pada

  1 level endometrium dan neuroangiogenesis.

2.4.1. Inflamasi

  Endometriosis sangat menarik dan dianggap sebagai kondisi yang merupakan inflamasi kronik. Lingkungan peritonum dari endometriosis mempunyai karakterisik dengan adanya peningkatan makrofag yang aktif dan peningkatan kadar sitokin inflamasi, kemokin, faktor pertumbuhan dan prostaglandin. Analisa terhadap endometrium eutopik dan ektopik menunjukkan adanya peningkatan yang tinggi terhadap phospoliphase A2

  29 (PLA2) pada peritoneum dan ovarium endometriosis. Faktor nuklear kappaB (NF-kB) ternyata memiliki peranan yang diaktivasi oleh proinflamasi sitokin dan stres oksidatif dan meningkat pada tipe lesi endometriosis merah. Sebagai faktor transkripsi, pengaktifan dari (NF-kB) akan meningkatkan ekspresi dari beberapa gen yang terlibat dalam inflamasi, termasuk didalamnya interleukin 1 (IL-1), IL-6, IL-8, dan sikooksigenase 2. Pada endometriosis ditemukan adanya aktifasi abnormal

  1,29,30 terhadap (NF-kB).

  Sebagai tambahan terhadap kaskade dari inflamasi, (NF-kB) mengatur gen yang terkait dengan antiapoptosis, invasi jaringan, proliferasi sel dan angiogenesis yang merupakan langkah penting dalam patogenesis

  1 dari endometriosis.

2.4.2. Penurunan Fungsi Progesteron

  Sebagai tambahan dari adanya ketergantungan dengan esterogen, peningkatan temuan terhadap adanya penurunan dari fungsi progesteron pada endometrium pada patofisiologi dari endometrium telah banyak

  1

  ditemukan. Penelitian terhadap ekspresi gen menunjukkan adanya penurunan respon endometrium terhadap progesteron pada fase sekretori pada endometriosis dibandingkan dengan kelompok kontrol normal. Dengan adanya efek dari anti inflamasi oleh progesteron, sehingga jika terjadi penurunan fungsinya pada endometrium dapat menghasilkan peningkatan proinflamasi pada uterus yang menyebabkan uterus tidak

  31 dapat ditempati oleh implantasi emrbrio.

2.4.3.Neuroangiogenesis

  juga pada perkembangan implantasi endometriosis pada rongga peritoneum. Lesi peritoneum, terutama tipe vesikular merah, memperlihatkan adanya tampilan kongesti dari neovaskular pada

  1

  laparoskopi. Beberapa faktor angiogenesis seperti faktor pertumbuhan

  ), (VEGF meningkat pada cairan peritoneum wanita endometriosis.

  penurunan lesi dari endometriosis dengan menggunakan pengobatan dengan antiangiostatik pada tikus juga menunjukkan adanya peranan angiogenesis pada perkembangan penyakit ini. Yang paling penting adalah angiogenesis dan pertumbuhan syaraf adalah kejadian yang saling berkaitan dan saling terencana pada penyakit ini yang disebut dengan

  32 neuroangiogenesis.

  Dasar dari pemahaman terhadap patofisiologi rasa sakit yang berhubungan dengan endometriosis adalah dengan adanya penelitian terhadap inervasi lesi endometriosis pada tikus. Penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan 14 kali lipat terhadap densitas syaraf pada lesi endometriosis bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dan tingkat keparahan rasa nyeri sangat berhubungan dengan adanya

  33 persyarafan pada lesi endometriosis tersebut.

2.5. Kanker Epitel Ovarium Kanker ovarium merupakan kanker ginekologi yang sangat letal.

  Pendekatan diagnostik dan pengobatan kanker ovarium ini masih belum sempurna karena asal dan patogenesis dari kanker epitel ovarium masih belum diketahui dengan jelas. Walaupun telah dilakukan berbagai penelitian, namun hasil yang didapatkan belum memuaskan. Penelitian mengatakan bahwa kanker epitel ovarium bukan merupakan penyakit tunggal namun terdiri dari kelompok tumor yang berbeda berdasarkan morfologi dan genetik molekular. Satu kelompok tumor disebut dengan tipe 1, serous grade rendah, endometrioid grade rendah, clear sel, musinosum dan kanker transisional (Brenner). Tumor ini biasanya indolen, terbatas pada ovarium dan genetiknya stabil. Kelompok kedua disebut dengan tipe 2, yang lebih agresif, berkembang cepat dan biasanya tampil dengan grading yang lebih tinggi. Termasuk didalamnya kanker ovarium serosum dengan grade tinggi, karsinoma undifferensiasi, karsinosarkoma. Pada 80 kasus memiliki mutasi gen TP53. Penelitian juga menunjukkan bahwa yang dulunya anggapan bahwa kanker ovarim berasal dari primer ovarium ternyata berasal dari organ pelvik lain dan melibatkan ovarium secara sekunder. Tumor serosum berasal dari implantasi epitelium tuba falopi. Endometrioid dan clear sel telah banyak dihubungkan dengan endometriosis, yang dianggap sebagai prekusor tumor ini. Data juga menunjukkan bahwa tumor musinosum dan Brenner berasal dari tipe epitel transisional yang ada pada hubungan tuba dan mesotelial dengan adanya proses metaplasia. Dengan adanya temuan ini, konsep baru terhadap

  34 peranan yang besar terhadap penyakit ini.

  

2.5.2. Heterogenisitas Morfologi dan Molekular dari Kanker Epitel

Ovarium

  Salah satu masalah besar dalam memahami patogenisitas dari kanker ovarium adalah adanya penyakit yang heterogen yang berhubungan dengan tipe yang berbeda dari sifat dan klinikopatologi penyakit ini. Telah diketahui bahwa tipe dari kanker ovarium dibagi menjadi tipe 1 dan tipe 2.

  Sebagai kelompok tipe 1, merupakan tumor dengan genetik yang stabil dibandingkan dengan tipe 2 yang menunjukkan adanya mutasi yang spesifik. Mutasi dari KRAS, BRAF dan ERBB2 terjadi sekitar duapertiga dari karsinoma grade rendah dimana mutasi TP53 jarang terjadi pada tumor ini.

  Karsinoma grade rendah memiliki hubungan sinyal Wnt termasuk di dalamnya mutasi dari somatik CTNNB1 (enkode B-catenin), PTEN dan PIK3CA. Karsinoma musinosum memiliki mutasi KRAS lebih dari 50% kasus. Karsinoma clear sel sangat unik dengan persentase yang tinggi dari mutasi PIK3CA. Karsinoma serous grade tinggi sebagai prototipe tipe 2, mempunyai karakteristik mutasi TP53 (> 80% kasus) dan CCNE1 (enkoding dari cyclin E1) namun jarang terjadi mutasi dari KRAS,BRAF, PTEN, CTNNB1 dan PIK3CA. Dengan adanya temuan ini, dapat disimpulkan bahwa tipe yang berbeda dari kanker ovarium akan memiliki perbedaan

  35 jalur molekular.

2.5.3. Asal Sel Kanker Epitel Ovarium bukan dari Ovarium

  telah lama diperdebatkan. Pandangan tradisional karsinogenesis ovarium yaitu perbedaan jenis tumor berasal dari permukaan epitel ovarium (mesotelium) dan terjadi perubahan metastasis yang mengarah kepada perkembangan berbagai sel yang berbeda (serous, endometrioid, clear sel, musinosum dan sel transisional (brenner) yang secara morfologis menyerupai epitel dari tuba falopi, endometrium, saluran cerna atau

  36

  endoserviks dan kandung kencing . Ovarium yang normal, bagaimanapun juga tidak memiliki kesamaan dengan tumor ini. Serviks, endometrium dan tuba falopi berasal dari duktus mullerian sedangkan ovarium berasal dari epitelium mesodermal pada sinus urogenital yang berbeda. Oleh karena itu, ada teori yang mengatakan tumor dengan fenotip mullerian (serous,

  36

  endometrioid dan sel clear) berasal dari jaringan mullerian. Tipe mullerian tersebut ( epitel columnar, biasanya bersilia) berasal dari paratuba dan

  37

  paraovar . ium yang biasa disebut dengan “sistem sekunder Mullerian”

  Ketika tumor semakin membesar, tumor itu menekan ovarium dan menyumbat ovarium sehingga dapat terlihat kesannya berasal dari ovarium. Dan teori yang lebih baru mengatakan bahwa kebanyakan kanker ovarium terutama serous dengan grade tinggi berasal dari tuba falopi yang menyebar ke ovarium. Pandangan yang berbeda ini mendorong berbagai penelitian untuk dapat menjelaskan teori yang paling dapat dianggap sesuai

  38 pada patogenesis kanker ovarium. Teori yang mengatakan bahwa asal dari kanker ovarium adalah Secara histologis, lapisan mesotelium yang melapisi ovarium tidak memiliki kesamaan terhadap tipe serosum, endometrioid, musinosum, sel clear atau karsinoma transisional (Brenner). Untuk mendukung teori ini, dianggap bahwa mesotelium yang ada di permukaan ovarium masuk ke stroma yang disebut bentuk “kista inklusi kortikal”. Kista ini di bawah pengaruh faktor lokal, terutama hormon akan mengalami perubahan metaplasia , yang akan berubah menjadi epitelium tipe Mullerian. Lalu akan berubah menjadi karsinoma dengan tipe yang berbeda ( serosum, endometrioid dan clear sel). Walaupun kista inklusi kortikal dilapisi oleh silia ( tipe epitelium Mullerian) sering dilihat pada kortex ovarium, namun transisi dari kista ini berubah menjadi kanker belum pernah dilaporkan. Lebih lagi kista inklusi kortikal yang dilapisi epitel Mullerian untuk berubah menjadi karsinoma

  35 musinosum sangat jarang.

  Keterbatasan kedua dari teori Mullerian adalah lesi prekusor yang sama dengan kanker serosum, endometrioid dan sel clear sangat jarang, dan apabila pernah dilaporkan, itupun berasal dari kista paraovarian dan paratubal. Lebih lagi, tampilan dari berbagai tumor musinous lebih kepada tipe intestinal dibandingkan dengan tipe endoservikal dan tidak memenuhi syarart sebagai tumor tipe Mullerian. Kejadian yang lebih tegas juga ditunjukkan bahwa kanker ovarium primer, khususnya serous, endometrioid dan karsinoma clear sel, berasal dari tuba falopi dan endometrium, tidak

  34

  langsung dari ovarium. Laporan dari penelitian di Belanda terhadap karsinoma tuba dan displasia memiliki kesamaan dengan kanker ovarium

  38 Implantasi langsung dari epitel tuba pada ovarium membentuk kista

  inklusi, yang akan menjadi asal dari kanker ovarium serosum, walaupun belum dapat didemonstrasikan adalah teori alternative daripada metaplasia dari mesotelium pada ovarium. Implantasi epitel tuba dari fimbria pada saat ovulasi ketika permukaan epitel ovarium rusak dapat menjelaskan terjadinya dari grade rendah dan tinggi kanker ovarium serosum. Pada kasus karsinoma grade rendah, perkembangan proses berjalan lambat dari kistaadeoma serous kemudian menjadi tumor serous borderline setelah mutasi KRAS atau BRAF, dimana terjadi perkembangan cepat dari kanker serosum grade tinggi.Juga telah diketahui bahwa kedua morfologi dan penelitian genetik molekular dari grade rendah endometrioid dan kanker clear sel berkembang dari kista endometriosis (endometrioma) yang biasanya berhubungan dengan implamtasi endometriosis pada berbagai tempat. Walaupun asal yang pasti dari endometriosis belum sepenuhnya diketahui, dan teori sebelumnya mengenai kanker ovarium sangat susah untuk diteliti. Jika retrograde menstruasi adalah yang sering terjadi pada endometriosis, menjadi benar bahwa endometrioid dan tumor clear sel berkembang dari endometriosis (turunan Mullerian) yang berimplantasi ke

  34 ovarium sehingga keterlibatan ovarium adalah sekunder.

  Pengamatan lanjutan juga menunjukkan bahwa endometrium eutopik dari penderita endometriosis memperlihatkan kelainan faktor intrinsik molekular termasuk aktivasi dari jalur onkogenis. Kemungkinan, perubahan ini menyebabkan implantasi dari jaringan endometrium,

  36 Hipotesis yang mengatakan asal dari endometrioid dan kanker clear sel

  berkembang dari jaringan endometrium yang berimplantasi pada ovarium didukung dengan adanya kejadian efek perlindungan dengan ligasi tuba yang hanya ada pada endometrioid dan karsinoma clear sel pada ovarium.

  39 Gambar 5. Transfer dari normal tuba epitelium ke ovarium.

  

A. Hubungan anatomi dari tuba falopi dengan ovarium pada saat

ovulasi. B. Ovulasi. C. Sel epitelium tuba dari fimbria jatuh dan

berimplantasi pada permukaan yang gundul yang membentuk kista

  36 inklusi.

  

Gambar 6. skematik untuk perkembangan dari kanker serosum grade

rendah dan grade tinggi.

  36 Gambar 7. Perkembangan yang diusulkan dari endometrioid derajat rendah dan karsinoma clear sel.

  36

2.6. Persamaan Molekuler endometriosis dan karsinoma ovarium

  Molekuler dan ciri genetik dari hubungan endometriosis dengan karakteristik kanker di usulkan oelh Hanahan dan Weinberg (2000). Dikenal dengan The Hallmarks of Cancer, Yaitu (1) Memiliki kemampuan yang cukup dalam sinyal pertumbuhan , (2) Tidak peka terhadap sinyal anti proliferasi, (3) Resisten terhadap apoptosis, (4) Potensi replikasi tanpa batas, (5) Sokongan dari angiogenesis, (6) Kemampuan Invasi dan

  15 metastase ke jaringan (7) Memiliki instabilitas genetik.

  32,40,41

2.6.1. Insufisiensi dalam sinyal pertumbuhan

  Sama seperti kanker uterus dan payudara, endometriosis memiliki sifat yang hamper sama dalam hal ketergantungan terhadap esterogen.

  Endometriosis secara spesifik tergantung terhadap esterogen didasarkan pada sinyal : (1) Peningkatan produksi lokal estrogen melalui peningkatan ekspresi dari aromatse p450 tetapi terjadi kekurangan ekspresi dari 17 β- hydroxysteroid dehydrogenase type 2 (yang menyebabkan inaktifasi dari estradiol yang berpoten menjadi estrone yang kurang poten), (2) Peningkatan respon pada estrogen. Peningkatan reseptor estrogen (ER- α) ekspresi pada jejas yang aktif (Red lesion) dibanding dengan yang tidak aktif (Black Lession) endometriosis (3) Mewarisi polimorfisme genetik pada estrogen dan reseptor progesterone (PRs) merupakan predisposisi dari endometriosis, (4) Mewarisi polimorfisme genetik pada metabolisme enzim (CYP1A1,CYP19 dan GSTMI) yang merupakan predisposisi dari endometriosis dan kanker endometrioid ovarium dan kanker clear cell.

  32

  2.6.2. Tidak peka terhadap sinyal anti proliferasi

  yang berikatan dengan cyclin yang bergantung pada kinase (cdk) untuk menginduksi siklus sel ke fase S dan kemudian menginisiasi mitosis.

  Dengan adanya aktifitas cdk yang tidak terkontrol pada sel kanker, fungsi mereka sangat diregulasi dengan ketat oleh pemghambat cdk (mis : p21 dan p27 Cip/Kip protein). Sebagai contoh : peningkatan ekspresi dari cyclin D1 dan cdk terjadi pada kanker payudara dan berhubungan dengan hasil

  15 yang jelek.

  Pada tingkat sel terdapat perbedaan ekspresi dari protein p27 Kip (cdk inhibitor) antara jejas endometriotik yang aktif dan yang tidak aktif, bersamaan dengan peningkatan ekspresi p27 antara endometrioma dan karsinoma ovarium data tersebut menyimpulkan kenaikan aktivitas cdk melalui hambatan aktivitas induksi siklus sel, yang pada umumnya tidak seimbang pada kanker. Hal ini menunjukkan peningkatan aktivitas CDK

  42 melalui penghambatan siklus sel.

  2.6.3. Resisten terhadap apoptosis

  Keganasan pada umumnya menunjukkan ekspresi berlebihan dari antiapoptosis (Bcl-2), dan ekspresi rendah dari proapotosis BAX, gen p53 (p53 adalah tumor supresor gen (TSG) sedangkan protein (TP53) adalah proapotosis melalui mutasi menjadi tidak aktif. Pada jejas endometriotik mempunyai strategi untuk menghindar dari apoptosis melalui (1)

  16 Peningkatan Bcl-2 dan penurunan BAX (2) Regulasi pertahanan dan

  43

matrix metalloproteinase (MMPs), (3) peningkatan Fas ligand (Fasl) dan

  Fasl dan IL-8) menginduksi apoptosis dari T limfosit dan kemungkinan

  41

  endometrioma menghindar dari kematian (4) sel germinal dan sel somatik yang didapat menyebabkan tidak aktifnya mutasi gen p53.

  2.6.4. Potensi replikasi tanpa batas

  Pada setiap siklus replikasi sel, telomerase (pengulangan DNA pada setiap kromosom) menjadi lebih pendek dan menghasilkan kematian.

  Tumor pada umumnya mengekspresi enzim telomerase yang memproteksi telomerase dari pemendekan dan mencegah sel menjadi tua Estrogen dan progesteron menstimulasi, sedangkan tamoxifen dan wild type (varian normal) p53 menghambat, aktivitas telomerase pada kanker mamae dan endometrium belum dipublikasikan penelitian fungsi telomerase endometriosis, neoplasma yang bergantung pada estrogen mempunyai

  42 potensi rentan terhadap kontrol telomerase.

  2.6.5. Sokongan dari angiogenesis

  Patologi angiogenesis, supresor sel imun dan aktivasi sel imun terdapat pada endometriosis dan proses karsinoma. Transmisi genetik atau induksi lingkungan (pencemaran dioksin) merubah angigenik dan atau respon imun yang merupakan predisposisi perempuan pada implantasi ektopik sel endometrial yang dibawa pada kavum uteri pada saat darah menstruasi berbalik yang meyebabkan terbentuknya endometriosis. Terdapat kesamaan implikasi mediator inflamtory angiogenesis pada polimorfisme genetik merupakan predisposisi pada endometriosis ( eg

  

intercellular adhesion molecule-1. IL-6,IL-10 gene promoters) maupun

  karsinoma (eg IL-6, tumour necrosis factor (TNF)α, NFKB-1 dan peroxisome

  proliferator activated receptor

  • –y genes) pengobatan antiangiogenik

  15 menghambat faktor proangiogenik.

  2.6.6 Kemampuan invasi dan metastase ke jaringan

  Kemampuan invasi menembus membran basalis merupakan spesifikasi perubahan dari non ivasif ke kanker inavasif tumor mengeluarkan protease (eg MMPs) menghancurkan membrana basalis dari stroma Ekspresi dari MMP-2 dan MMP-9 berkorelasi dengan stadium

  46 kanker. Aktivitas MMP terdapat juga pada jejas endometriotik.

  Deregulasi dari sinyal perekat sel meliputi intrgrin β karsinomatenin,

  

E-cadherin dan P-karsinomadherin terlihat pada kejadian dari beberapa

  keganasan dan terlihat pada etipatogenesis endomerioma.Mutasi B- Catenin telah dikenal pada kanker endometrial dan kanker ovarium

  47 endometrioid namun belum dapat dipastikan untuk endometriosis.

  2.6.7 Memiliki instabilitas genetik

  Model klasik dari perubahan keganasan dari sel termasuk di dalamnya gangguan dari gen yang akan mengarah kepada perubahan sel itu sendiri. Biasanya didampingi dengan aktivasi protoonkogen menjadi diferensiasi gen) dan inaktivasi oleh TSG (gen yang mengkode protein yang

  15

  mengatur proliferasi sel dan perubahan keganasan.) Enam mekanisme dasar gen yang berhubungan dengan ketidakstabilan gen dari kanker , namun hanya tiga yang pertama yang

  

15

  berhubungan dengan endometriosis: i) Mendapatkan aktivitas onkogenik ii) Inaktivasi oleh TSG iii) Anomali dari enzyme yang berhubungan dengan perbaikan DNA, identifikasi oleh instabilitas mikrosatelit (MSI) iv) Inaktivasi gen yang memonitor instabilitas gen pada saat siklus sel v) Disfungsi telomerase vi) Hipermetilasi

  Mekanisme diatas saling sinergis untuk meningkatkan proses ketidakstabilan gen dan proliferasi dari sel tumor. Sebagai contoh : defisiensi dari TSG p53 mengurangi respon sel terhadap kerusakan sel

  15 yang akan menyebabkan berkurangnya kemampuan apoptosis sel.

2.7. Kerangka Teori

  Endometrioma Karsinoma ovarium tipe 1 P 53 Bcl-xL BAK BCL2

  BAX

anti-apoptosis pro-apoptosis

Mitokondria Sitokrom c

  Caspase 9 Apoptosis

  Menghambat Mengaktifkan

2.8. Kerangka Konsep

  Endometrioma Ca Ovarium

  P 53