BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan - Teanteanan Dalam Masyarakat Batak Toba: Kajian Sosial Budaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Kepustakaan yang Relevan

  Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian pustaka.Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penulisan.Paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber dari pendapat para ahli, data emperisme (pengalaman penelitian), dokumentasi, dan nalar penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

  Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah ilmu sosial budaya dasar oleh Abdulkadir Muhammad 2008, buku Robert Sibarani 2004 tentang Antropolinguistik, dan buku T.M Sihombing 1986tentangkebiasaan- kebiasaan adat istiadat, serta buku Vergouwen 2004tentang masyarakat dan hukum waris adat BatakToba. Selain itu digunakan sumber bacaan lainnya tentang pembagianteanteanan atau harta warisan dalam masyarakat Batak Toba.

  2.2 Landasan Teori

  Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani) yang artinya kebulatan alam atau realita.Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.Pengertian teori menurut Pradopo (2001:35) ialah, "seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan atau menjelaskan suatu fenomena”.

  Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini, penulis menggunakan teori sosial budaya oleh Abdulkadir Muhammad (2008:81) dengan mengkaji konsep nilai dan sistemnilai budaya dalam pembagian teanteanan tersebut, dan didukung dengan teori Robert Sibarani (2004:19) dengan mengkaji dampak sosial budaya dalam pembagian teanteanan pada masyarakat Batak Toba. Sistem nilai budaya mencakup dua (2) bagian yaitu: 1) kebudayaan yang mencakup konsep kebudayaan dan nilai-nilai insani atau manusiawi. 2) sistem nilai budaya yang mencakup konsep nilai dan sistem nilai budaya dan pengembangan sistem nilai budaya.

2.2.1Pengertian Sosial Budaya

  Menurut Muhammad (2008:75), sosial merupakan segala sesuatu mengenai masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berartisuka memperhatikan kepentingan umum, sedangkan budaya berasal dari kata sanskerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal”. Jadi budaya adalah segala hal yang bersangkutan dengan budi atau akal yang mengandung cinta, rasa dan karsa, dapat berupa kesenian, pengetahuan, moral, hukum, adat-istiadat, ataupun kepercayaan. Jadi sosial budaya adalah keseluruhan sistem nilai, norma, adat istiadat, pola aktivitas, pola pandang, kebiasaan, hasil karya, dan kearifan tradisional yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dan interaksi sosialnya dalam kelompok masyarakat untuk mencapai tujuan hidupnya.

  Menurut Muhammad (2008:81), sosial budaya tentunya tidak lepas dari sistem nilai budaya, yang terdiri dari dua (2) bagian yaitu: 1)

  Konsep Nilai dan Sistem Nilai Budaya Menurut Koenjaraningrat nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia.Sistem nilai budaya ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak.Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menetukan alternatif, alat-alat, dan tujuan-tujuan pembuatan yang tersedia.

  Menilai berarti memberi pertimbangan untuk menentukan apakah sesuatu itu bermanfaat atau tidak, baik atau buruk, benar atau salah.Hasil penilaian disebut nilai (value).Nilai adalah segala sesuatu tentang baik dan buruk.Manusia lebih menghendaki nilai kemanfaatan/kegunaan daripada kerugian, nilai kebaikan daripada keburukan, dan nilai kebenaran daripada kesalahan.Alasannya adalah nilai kerugian, keburukan, dan kesalahan itu tidak berarti apa-apa, bahkan dapat menjadi sumber kehancuran, kemiskinan, dan kebodohan dalam masyarakat.

  Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia dalam tingkatan yang paling abstrak. Sistem tata kelakuan lain yang tingkatnya lebih konkret, seperti peraturan, hukum, dan norma-norma semuanya berpedoman pada sistem nilai budaya tersebut. Sistem nilai nilai budaya demikian kuat meresap dalam jiwa warga masyarakat, sehingga sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat.

  Dalam tiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya satu dengan yang lain berkaitan hingga merupakan suatu sistem. Sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan yang memberi motivasi kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.

  2) Pengembangan Sistem Nilai Budaya

  Dalam pengembangan sistem nilai budaya terdapat lima (5) masalah pokok dalam kehidupan manusia yaitu a.

  Hidup manusia Mengenai hidup manusia, bahwa ada kebudayaan yang memandang hakikat hidup manusia adalah buruk dan menyedihkan, karena itu harus dihindari dengan usaha agar hidup menjadi lebih baik dan menggembirakan.

  b.

  Karya manusia Mengenai karya manusia, bahwa ada kebudayaan yang memandang hakikat karya manusia untuk memungkinkan manusia hidup.Ada pula kebudayaan yang memandang hakikat karya manusia untuk memberi manusia kedudukan atau kehormatan dalam masyarakat.

  c.

  Kedudukan manusia dalam ruang waktu Mengenai kedudukan manusia, bahwa ada kebudayaan yang memandang hakikat waktu hidup manusia lebih mementingkan kehidupan di masa sekarang, dan ada pula yang berorientasi sejauh mungkin pada kehidupan manusia di masa yang akan datang, karena itu perencanaan hidup menjadi suatu hal yang amat penting.

  d.

  Hubungan manusia dengan alam

  Mengenai hubungan manusia dengan alam, bahwa ada kebudayaan yang memandang hakikat alam itu dapat dilawan, karena itu manusia harus menaklukkan alam dan mengambil manfaatnya.Ada pula kebudayaan yang memandang hakikat alam itu baik dan indah, karena itu manusia harus harmonis dengan alam dan memelihara hubungan baik antara manusia dan alam lingkungannya.

  e.

  Hubungan manusia dengan sesamanya Mengenai hubungan manusia dengan sesamanya, bahwa ada kebudayaan yang memandang hakikat hubungan sesama manusia lebih mementingkan hubungan horizontal antara sesama manusia, karena itu ada ketergantungan antara sesamanya, antara lain jiwa tolong menolong. Ada pula kebudayaan yang memandang hakikat hubungan sesama manusia lebih mementingkan hubungan vertikal, yaitu hubungan dengan penguasa. Ada pula kebudayaan yang memandang hakikat hubungan sesama manusia itu individualistis, yaitu menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri, karena itu dia memerlukan bantuan orang lain.

  3)Dampak sosial budaya Menurut Sibarani (2004:18), dampak sosial budaya terdiri dari adanya hubungan asosiatif dan proses disosiatif. Hubungan asosiatif adalah hubungan yang bersifat positif, artinya hubungan ini dapat mempererat atau memperkuat jalinan atau solidaritas kelompok.Adapun hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang bersifat negatif, artinya hubungan ini dapat merenggangkan atau menggoyahkan jalinan atau solidaritas kelompok yang telah terbangun.

  Proses asosiatif meliputi: a.

  Kerja sama adalah suatu usaha kerja sama antara individu tertentu. Kerja atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kerja sama timbul karena adanya orientasi para individu terhadap kelompoknya.

  b.

  Akomodasi Adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara individu dan kelompok sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat.

  c.

  Akulturasi Akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsurdari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu.

  d.

  Asimilasi Asimilasi adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara intensif sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan itu berubah menjadi unsur kebudayaan campuran.

  e.

  Integrasi sosial Integrasi sosial adalah proses yang memperlihatkan individu-individu atau golongan-golongan melibatkan diri seperlu mungkin ke dalam masyarakat besar.

  Proses disosiatif (oppositional process) meliputi: a. Persaingan

  Persaingan adalah proses sosial yang melibatkanindividu atau kelompok yang bersaing untuk mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan.

  b.

  Kontravensi Kontravensi merupakan proses persaingan dan pertikaianyang ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpuasan dan ketidakpastian terhadap diri seseorang atau terhadap suatu rencana.

  c.

  Pertentangan (conflict) Pertentangan merupakan proses sosial yang melibatkan individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai ancaman atau kekerasan.

2.2.2 Pengertian Teanteanan

  Dalam masyarakat Batak Toba, teanteanandisebut dengan harta warisanyang artinya harta kekayaan yang akan diteruskan oleh pewaris ketika ia masih hidup atau setelah meninggal dunia, untuk dikuasai atau dimiliki oleh para ahli waris menurut sistem kekerabatan dan pewarisan yang berlaku dalam masyarakat adat.Menurut Prodjodikoro (1976:8),warisan ialahsoal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang yang masih hidup.

  Menurut Sihombing (1986:118), teanteananatau harta warisan itu bisa merupakan segala macam harta benda, misalnya: tanah (sawah, ladang dan kebun), rumah, ternak, kain, emas, pakaian, dan lain sebagainya, yang ditinggalkan oleh seorang bapak pada waktu meninggal. Selain itu ada juga mengartikan bahwa warisan itu adalah bendanya, dan penyelesaian harta benda seseorang kepada warisnya dapat dilaksanakan sebelum ia wafat. Menurut Prodjodikoro (1976:24),yang termasuk subyek hukum dalam hukum waris adat Batak adalah:

  1) Pewaris

  Pewaris merupakan orang atau subyek yang berkedudukan sebagai pemilik harta kekayaan yang meneruskan/mewariskan harta peninggalannya ketika ia masih hidup atau ketika ia sudah meninggal dunia. Pada suku Batak Toba yang disebut pewaris adalah pihak laki-laki.

  2) Ahli waris

  Ahli waris adalah semua orang yang berhak menerima bagian dalam harta warisan, yaitu anggota keluarga dekat dari pewaris yang berhak dan berkewajiban menerima penerusan harta warisan, baik berupa barang berwujud maupun tidak berwujud, seperti kedudukan, tanggung jawab adat, dan lain-lain.Menurut asas hukum waris adat Batak Toba, yang berhak atas warisan seorang ayah hanyalah anak laki-laki.

  Obyek warisan adat Batak Toba adalahteanteanan, yaitu harta benda yang dimiliki oleh si pewaris yang diteruskan semasa hidupnya atau yang ditinggalkan oleh pewaris yang sudah meninggal dunia, dan diteruskan dalam keadaan tidak terbagi-bagi.Jenisnya adalah:

  1) Harta Bawaan

  Harta kekayaan yang dibawa oleh suami dan istri ke dalam perkawinan sebagai modal di dalam kehidupan rumah tangga yang bebas dan berdiri sendiri.Harta bawaan itu dapat berupa tanah, kebun dan perhiasan lainnya.

  2) Harta Pencaharian Bersama Suami Istri

  Harta ini adalah harta yang diperoleh oleh keluarga itu sebagai hasil kerja sama antara suami dan istri dalam rangka biaya kehidupan rumah tangga, Harta ini kelak dapat ditinggalkan dan diteruskan kepada keturunan mereka.

  3) Kedudukan atau Jabatan dalam Adat

  Kedudukan sebagai "Raja Adat” hal ini bersifat turun temurun, akan tetapi biasanya jabatan ini hanya diturunkan atau diteruskan oleh anak laki-laki.

2.2.3 Pengertian Adat Istiadat

  Pengertian adat istiadat ini banyak dikemukakan oleh para ahli. Adat sendiri secara umum menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya pengertian adat istiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat memiliki adat istiadat yang berbeda.Adat istiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa. Tingkat peradaban, cara hidup yang modern seseorang tidak dapat menghilangkan tingkah laku atau adat istiadat yang hidup dan berakar dalam masyarakat.

  Menurut Hoetomo(2005:16), adat disebutsebagai aturan yang lazim

  

dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat

  

disimpulkan bahwa adat istiadat adalah sebuah aturan yang ada dalam suatu

masyarakat yang di dalamnya terdapat aturan-aturan kehidupan manusia

sertatingkah laku manusia didalam masyarakat tersebut.

  Menurut Koentjaraningrat (2009:153), sistem nilai budaya merupakan

tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan

karena nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam

alam pikiran sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai,

berharga, dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu

pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan para warga

masyarakat.

2.2.4 Pengertian Dalihan Na Tolu

  Menurut Sihombing (1986:71), Dalihan Na Tolu yang disebut juga dengan

Dalihan Nan Tungku tiga yang biasanya disingkat dengan DNT, adalah suatu

ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak. Di

dalam DNT, terdapat tiga (3) unsur hubungan kekeluargaan, yang sama dengan

tungku sederhana dan praktis yang terdiri dari tiga (3) buah batu. Ketiga unsur

hubungan kekeluargaan itu ialah: a) Dongan sabutuha (teman semarga) b) Hulahula (keluarga dari pihak istri) c) Boru (keluarga dari pihak menantu laki-laki kita)

  Dalihan Na Tolu juga terdiri atas tiga makna yakni somba marhula-hula,

manat mardongan tubu , elek marboru. Dari falsafah Dalihan Na Tolu di atas,

masyarakat Batak Toba menjalankan itu sebagai aturan dan norma dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, hubungan kekerabatan yang dimiliki masyarakat sangat erat.

  Dalihan Na Nolu bagi masyarakat Batak Toba merupakan struktur yang

memegang peranan yang penting dalam menetapkan keputusan-keputusan, serta

mengatur keselarasan hidup masyarakat Batak.Dalihan Na Tolu dalam masyarakat

Batak dikenal dengan adanya sistem marga sesuai dengan adat patrilineal yang

dianut masyarakat Batak.

  Dalihan Na Tolu mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda. Hak dan

kewajiban ini sesuai dengan adanya kedudukan atau status mereka ketika duduk

sama dalam menyelesaikan persoalan atau dalam hal pengambilan

keputusan.Kedudukan ini tidak mutlak disetiap kesempatan, karena bisa saja pada suatu waktu kelompok dongan sabutuha menjadi kelompok boru ataupun dengan kelompok hula-hula dan sebaliknya.

  Dalam dalihan harus selalu ada api yang menyala untuk menjadikan tungku itu betul-betul berfaedah dan dapat memberi hasil yang sangat dibutuhkan orang. Demikian pula DNT, api solidaritas harus tetap menyala agar semangat gotong royong yang hebat tetap timbul dalam pekerjaan-pekerjaan adat dan usaha- usaha yang lain sehingga pekerjaan yang bagaimana pun beratnya dapat diselesaikan dengan baik dan memuaskan.