PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR

  

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IDI RAYEUK

KABUPATEN ACEH TIMUR

1,

  2 Nuswatul Khaira Dedi Zulfitra

  1 Dosen Prodi Keperawatan Langsa Poltekkes Kemenkes Aceh

  2 Alumni Program Studi Keperawatan STIKes Getsempena Lhoksukon

ABSTRAK

  Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan.

  Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui Bagaimana pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional) terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Idi Rayeuk.

  Jenis penelitian Analitik. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Agustus s/d 06 Agustus 2017 . Populasi seluruh pasien gangguan jiwa di wilayah kerja PKM idi Kabupaten Aceh Timur. Jumlah sampel adalah pasien gangguan jiwa di wilayah kerja PKM idi Kabupaten Aceh Timur berjumlah 46 responden yaitu dengan menggunakan random sampling . uji statistic (Uji Chi-Square),

  Hasil diperoleh nilai P=0,015 (P<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan emosional dengan kekambuhan gangguan jiwa, hasil uji statistic (Uji Chi-Square), diperoleh nilai P=0,576 (P<0,05) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa, hasil uji statistic (Uji Chi-Square), diperoleh nilai P=0,000 (P<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa, hasil uji statistic (Uji Chi-Square), diperoleh nilai P=0,485(P<0,05) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa, hasil analisis regresi logistik, diperoleh nilai sig untuk dukungan emosional sebesar 0,049 (p > 0,05) maka dari itu hipotesis diterima artinya variabel dukungan emosional berpengaruh signifikan terhadap kekambuhan pasien gangguan jiwa.

  Dilihat dari hasil diatas maka dapat disarankan pada keluarga pasien agar memberikan dukungan yang besar pada pasien untuk mencegah kekambuhan berulang. Kata Kunci : dukungan emosional, dukungan informasional, dukungan instrumental,

  PENDAHULUAN

  Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial (Iyus, 2010).

  Berdasarkan Laporan World Health

  Organization (WHO) tahun 2007,

  prevalensi penderita tekanan psikologis ringan adalah 20-40%, dan mereka tidak membutuhkan pertolongan spesifik. Prevalensi penderita tekanan psikologis sedang sampai berat yaitu 30-50%, membutuhkan intervensi sosial dan dukungan psikologis dasar, sedangkan gangguan jiwa ringan sampai sedang (depresi, dan gangguan kecemasan) yaitu 20%, dan gangguan jiwa berat (depresi berat, gangguan psikotik) yaitu 3-4% memerlukan penanganan kesehatan jiwa yang dapat diakses melalui pelayanan kesehatan umum dan pelayanan kesehatan jiwa komunitas (Cynthia, 2010).

  Berdasarkan data provinsi di Aceh Utara ada 96 orang dan 38 orang terpasang pasung dan 28 pasien kambuh, sedangkan di Aceh tengah 674 penderita gangguan jiwa 200 penderita gangguan jiwa mengalami Skizofrenia kronis (Waspada, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Harvard dan International Organization for Migration (IOM) Tahun 2007 terhadap masyarakat yang terkena dampak konflik di 14 kabupaten di Aceh, termasuk di Kabupaten Aceh Barat Daya, ditemukan 35% menduduki peringkat tinggi untuk gejala depresi, 10% termasuk (Post Traumatic Stress Disoreder) PTSD, 39% untuk gejala kecemasan lainnya . Berbagai upaya telah dilakukan untuk mereduksi jumlah penderita gangguan jiwa, baik berbasis masyarakat maupun pada tataran kebijakan. WHO merekomendasikan sistem 4 level untuk penanganan masalah gangguan jiwa di Propinsi Pemerintahan Aceh, mengingat minimnya petugas kesehatan jiwa di sana. Level 4 adalah penanganan kesehatan jiwa di keluarga, level ketiga adalah dukungan dan penanganan kesehatan jiwa di masyarakat, level kedua adalah penanganan kesehatan jiwa melalui puskesmas dan level kesatu adalah pelayanan kesehatan jiwa komunitas yang terdiri dari dokter umum dengan keahlian kesehatan jiwa, 3 perawat dimana salah satunya ahli di bidang dukungan psikososial, dan 3 tenaga para profesional kesehatan di bidang dukungan sosial.

  Salah satu upaya penting dalam penyembuhan dan pencegahan kekambuhan kembali adalah dengan adanya dukungan keluarga yang baik. Keluarga merupakan sumber bantuan terpenting bagi anggota keluarga yang sakit, keluarga sebagai sebuah lingkungan yang penting dari pasien, yang kemudian menjadi sumber dukungan sosial yang penting.

  Menurut Friedman (1998) dukungan sosial dapat melemahkan dampak stress dan secara langsung memperkokoh kesehatan jiwa individual dan keluarga, dukungan sosial merupakan strategi koping penting untuk dimiliki keluarga saat mengalami stress. Dukungan sosial keluarga juga dapat berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stress dan konsekwensi negatifnya. Menurut Friedman (2003) dukungan keluarga adalah bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan. Dukungan keluarga meliputi informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang gangguan jiwa di Wilayah Kerja diberikan oleh anggota keluarga yang lain Puskesmas Idi Rayeuk. yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah

  2. Tujuan Khusus laku penderita gangguan jiwa a. Untuk mengetahui pengaruh

  Berdasarkan Data di Wilayah Kerja dukungan informasional terhadap Puskesmas Idi Rayeuk didapatkan 87 pencegahan kekambuhan penderita pasien gangguan jiwa dimana dari 87 gangguan jiwa pasien ada 21 pasien harus ada bantuan, 45

  b. Untuk mengetahui pengaruh pasien masih bergantung dengan orang dukungan penilaian terhadap lain atau keluarga dan ada 21 mandiri dari pencegahan kekambuhan penderita 87 pasien yang mengalami kekambuhan gangguan jiwa sebanyak 25 orang ini dikarenakan

  c. Untuk mengetahui pengaruh kurangnya dukungan keluarga dalam dukungan instrumental terhadap pengobatan pasien sehingga pasien tidak pencegahan kekambuhan penderita minum obat dikarenakan tidak ada yang gangguan jiwa mengontrol dan memantau pasien dalam

  d. Untuk mengetahui pengaruh minum obat (PKM Idi, 2017). dukungan emosional terhadap pencegahan kekambuhan penderita

  Berdasarkan latar belakang tersebut di gangguan jiwa atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh dukungan keluarga terhadap pencegahan kekambuhan

METODE PENELITIAN

  penderita gangguan jiwa, sehingga dapat Jenis penelitian ini adalah penelitian dirumuskan upaya peningkatan

  obervasional analitik dengan rancangan

  penanggulangan masalah gangguan jiwa di

  cross sectional yaitu suatu penelitian untuk

  Kabupaten Aceh Timur di wilayah kerja mempelajari dinamika korelasi antara puskesmas Idi Rayeuk. faktor-faktor resiko dengan efek, dengan

  

RUMUSAN MASALAH cara pendekatan, observasi atau

  Berdasarkan latar belakang pengumpulan data sekaligus pada suatu diatas rumusan masalah dalam saat artinya tiap subjek penelitian hanya penelitian ini adalah “Bagaimana diobservasi sekali saja dan pengukuran pengaruh dukungan keluarga dilakukan terhadap status karakter atau (dukungan informasional, dukungan variabel subjek pada saat pemeriksaan. penilaian, dukungan instrumental, dan Untuk melihat pengaruh dukungan dukungan emosional) terhadap keluarga terhadap pencegahan pencegahan kekambuhan penderita kekambuhan penderita gangguan jiwa, gangguan jiwa di Wilayah Kerja sehingga dapat dirumuskan upaya Puskesmas Idi Rayeuk”. peningkatan penanggulangan masalah gangguan jiwa di Kabupaten Aceh Timur

  TUJUAN PENELITIAN di wilayah kerja puskesmas Idi Rayeuk.

  1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Bagaimana POPULASI DAN SAMPEL pengaruh dukungan keluarga

  1. Populasi (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan

  Populasi dalam penelitian ini dukungan emosional) terhadap adalah seluruh pasien gangguan pencegahan kekambuhan penderita jiwa di wilayah kerja PKM idi Kabupaten Aceh Timur berjumlah

  87 Pasien

  5

  2

  1

  11 Gp. Jawa

  4

  2

  12 Kuala idi

  2

  1

  13 Kuta lawah

  3

  2

  14 Titi Baro

  9

  15 Meunasah Puuk

  2

  2

  1

  16 T,Kapai

  3

  2

  17 Buket Jok 1 -

  18 S. Rambong

  2

  1

  19 Gp Baru

  2

  1 Total

  87

  46 Kriteria Inklusi sampel adalah :

  10 Kp. Tanjung

  3

  2. Sampel Perhitungan besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Slovin (Notoatmodjo, 2002) sebagai berikut :

  11

  N n = 1 + N (d

  2

  )

  87 n = 1 + 87 (0,01)

  87 n = 1,87 n = 46 responden

  Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Stratified random

  sampling yaitu peneliti

  mempertimbangkan stratifikasi atau strata yang terdapat dalam populasi sehingga setiap strata terwakili dalam penentuan sampel (Kusuma, 2002).

  N o Ruangan Populas i

  Jumla h sampe l

  1 Tanoh Anoe

  9

  5

  2 Gp. Aceh

  6

  9 Kd Blang

  3 Blang Geuleumpan

  9

  5 g

  4 Teupin Batee

  5

  3

  5 Ktp, Mameh

  10

  5

  6 Bkt Juara 1 -

  7 Gp. Jalan

  8

  4

  8 Tp.Njareng 1 -

  a. Keluarga yang bisa membaca dan menulis b. Keluarga yang berada di wilayah kerja Puskesmas Idi Rayeuk c. Keluarga yang bersedia menjadi responden d. Keluarga yang merawat pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

  2. Kurang 5 10,9

  1. Baik 41 89,1

  No Dukungan instrumental F %

  3. Hasil penelitian dukungan Instrumental Tabel 3.Distribusi Frekuensi dukungan instrumental terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di Puskesmas Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017

  4.2 diperoleh bahwa dari 46 responden (100%), mayoritas responden dukungan informasional yang baik terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa sebanyak 41 responden (89,1 %).

  Berdasarkan tabel

  Sumber : Data Primer diolah tahun 2017

  Jumlah 46 100

  1. Univariat Hasi penelitian dukungan Emosional Tabel .1. Distribusi Frekuensi dukungan emosional terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di Puskesmas Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017

  No Dukungan emosional F %

  No Dukungan informasional F %

  2. Hasil penelitian dukungan Informasional Tabel 2. Distribusi Frekuensi dukungan informasional terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di Puskesmas Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017

  4.1 diperoleh bahwa dari 46 responden (100%), mayoritas responden dukungan emosional yang baik terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa sebanyak 40 responden (87,0 %).

  Berdasarkan tabel

  Sumber : Data Primer diolah tahun 2017

  Jumlah 46 100

  2. Kurang 6 13,0

  1. Baik 40 87,0

  1. Baik 41 89,1

  2. Kurang 5 10,9

  5. Hasil penelitian Kekambuhan Pasien Tabel 5. Distribusi Frekuensi dukungan penilai kekambuhan penderita gangguan jiwa di Puskesmas Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017

  2. BIVARIAT

  30 responden (65,2 %)

  4.5 diperoleh bahwa dari 46 responden (100%), mayoritas responden yarespondng tidak kambuh gangguan jiwa sebanyak

  Berdasarkan tabel

  Sumber : Data Primer diolah tahun 2017

  2. Kambuh 16 34,8 Jumlah 46 100

  1. Tidak kambuh 30 65,2

  No Kekambuhan F %

  4.4 diperoleh bahwa dari 46 responden (100%), mayoritas responden dukungan penilaian yang baik terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa sebanyak 36 responden (78,3 %).

  Jumlah 46 100

  Berdasarkan tabel

  Sumber : Data Primer diolah tahun 2017

  2. Kurang 10 21,7 Jumlah 46 100

  1. Baik 36 78,3

  No Dukungan penilaian F %

  4. Hasil penelitian dukungan Penilaian Tabel 4. Distribusi Frekuensi dukungan penilaian terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di Puskesmas Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017

  4.3 diperoleh bahwa dari 46 responden (100%), mayoritas responden dukungan instrumental yang baik terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa sebanyak 41 responden (89,1 %)

  Berdasarkan tabel

  Sumber : Data Primer diolah tahun 2017

  1. Hasil Penelitian Hubungan dukungan emosional terhadap kekambuhan penderita gangguan jiwa

Tabel 6 Analisis Hubungan dukungan emosional terhadap kekambuhan penderita

gangguan jiwa di puskesmas Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017

  Dukungan emosional

  2. Hasil Penelitian Hubungan dukungan informasional terhadaap kekambuhan penderita gangguan jiwa Tabel 7Analisis Hubungan dukungan informasional terhadap kekambuhan penderita gangguan jiwa di puskesmas Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017

  Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan dari 46 responden (100%), responden yang memiliki dukungan informasional kurang sebanyak 41 responden (89,1%) dan dari 27 responden (90,0%) mengalami kekambuhan gangguan jiwa dan responden yang tidak mengalami kekambuhan gangguan jiwa sebanyak 14 responden (87,5%).

  Sumber : Data Primer diolah Tahun 2017

  0,576 Kurang 27 90,0 14 87,5 41 89,1

  Baik 3 10,0 2 12,5 5 10,9 0,05

  Tdk kambuh %

  F % Α P -Value Kambuh %

  Kekambuhan gangguan jiwa

  Dukungan informasional

  Dari hasil tabel silang diatas di dapatkan hasil uji statistic (Uji Chi- Square), diperoleh nilai P=0,015 (P<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan emosional dengan kekambuhan gangguan jiwa.

  Kekambuhan gangguan jiwa

  29 responden (96,7%) mengalami kekambuhan gangguan jiwa dan responden yang tidak mengalami kekambuhan gangguan jiwa sebanyak 11 responden (68,8%).

  4.6 menunjukkan dari 46 responden (100%), responden yang memiliki dukungan emosional kurang sebanyak 40 responden (87,0%) dan dari

  Berdasarkan tabel

  Sumber : Data Primer diolah Tahun 2017

  Kurang 29 96,7 11 68,8 40 87,0

  Baik 1 3,3 5 31,3 6 13,0 0,05 0,015

  Tdk kambuh %

  P -Value Kambuh %

  F % Α

  Dari hasil tabel silang diatas di dapatkan hasil uji statistic (Uji Chi- Square), diperoleh nilai P=0,576 (P<0,05) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa.

  3. Hasil Penelitian Hubungan dukungan instrumental terhadaap kekambuhan penderita gangguan jiwa Tabel 8 Analisis Hubungan dukungan instrumental terhadap kekambuhan penderita gangguan jiwa di puskesmas Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017

  Dukung an instrum ental

  Kekambuhan gangguan jiwa

  F % Α

  P -Value Kambuh %

  Tdk kambuh %

  Baik 20 66,7 2 12,5 22 47,8 0,05

  0,000 Kurang 10 33,3 14 87,5 24 52,2

  Sumber : Data Primer diolah Tahun 2017

  Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan dari 46 responden (100%), responden yang memiliki dukungan penilaian kurang sebanyak 24 responden (52,2%) dan dari 14 responden (87,5%) tidak mengalami kekambuhan gangguan jiwa dan responden yang mengalami kekambuhan gangguan jiwa sebanyak 10 responden (33,3%).

  Dari hasil tabel silang diatas di dapatkan hasil uji statistic (Uji Chi- Square), diperoleh nilai P=0,000 (P<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa.

4. Hasil Penelitian Hubungan dukungan penilaian terhadaap kekambuhan penderita gangguan jiwa

  Dukungan penilaian

  Kekambuhan gangguan jiwa

  F % Α

  P -Value Kambuh %

  Tdk kambuh %

  Baik 6 20,0 4 25,0 10 21,7 0,05 0,485

  Kurang 24 80,0 12 75,0 36 78,3

  Sumber : Data Primer diolah Tahun 2017

  Berdasarkan tabel

  4.9 menunjukkan dari 46 responden (100%), responden yang memiliki dukungan penilaian kurang sebanyak 36 responden (78,3%) dan dari 24 responden (80,0%) mengalami kekambuhan gangguan jiwa dan responden yang tidak mengalami kekambuhan gangguan jiwa sebanyak 12 responden (75,0%).

  

Tabel 9 Analisis Hubungan dukungan penilaian terhadap kekambuhan penderita

gangguan jiwa di puskesmas Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017

  Dari hasil tabel silang diatas di dapatkan hasil uji statistic (Uji Chi- Square), diperoleh nilai P=0,485(P<0,05) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa.

  3. MULTIVARIAT

  1. Pengaruh Dukungan keluarga terhadap kekambuhan penderita gangguan jiwa di Puskesmas Idi Tabel 10 Analisis pengaruh terhadap kekambuhan penderita gangguan jiwa di puskesmas Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017

  Model

  Unstandartized coefficients standartized coefficients T Sig

  B Std Error Beta (Constant) ,558 ,111

  5,022 ,000 Emosional ,376 ,185 ,266 2,031 ,049

  Informasional ,014 ,194 ,009 ,072 ,943 Instrumental -,472 ,132 -,495 -3,581 ,001

  Penilaian -,145 ,151 -,130 -,957 ,344

  Sumber : Data Primer diolah Tahun 2017

  Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, diperoleh nilai sig untuk dukungan emosional sebesar 0,049 (p > 0,05) maka dari itu hipotesis diterima artinya variabel dukungan emosional berpengaruh signifikan terhadap kekambuhan pasien gangguan jiwa dan memiliki peluang sebanyak 2,031 kali mengalami kekambuhan ganggua jiwa

  3. Pembahasan

  1. Kekambuhan pasien skizofrenia

  Hasil Penelitan bahwa dari 46 responden (100%), mayoritas responden tidak kambuh gangguan jiwa sebanyak 30 responden (65,2 %) menunjukkan bahwa adanya dukungan anggota keluarga yang diberikan pada pasien gangguan jiwa dan faktor ekonomi sangat mempengaruhi pengobatan pada pasien Gangguan jiwa kenyataannya dalam praktek sehari-hari angka kekambuhan masih tinggi karena masih banyak anggota keluarga yang jarang mengunjungi pasien di rumah sakit.

  Hasil ini didukung oleh pendapat Handayani (2008), yang menyatakan bahwa ekspresi emosi yang terlalu tinggi dan memarahi pasien gangguan jiwa akan membuat pasien gangguan jiwa mengalami kekambuhan yang lebih cepat. Kekambuhan yang tinggi yang terjadi dalam rentang waktu 1 tahun berjumlah 29 orang (90,6%) menunjukkan bahwa angka kekambuhan yang sangat cepat setelah pasien pulang dari rumah sakit pada pasien skizofrenia dikarenakan kurang adanya partisipasi anggota keluarga dalam mendukung kesembuhan pasien gangguan jiwa.

  Menurut Akbar (2008), kurang adanya dukungan keluarga dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa merupakan faktor paling utama mengakibatkan kekambuhan pasien gangguan jiwa. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Umbransyah, dkk (2007) yang menyatakan kurang adanya perhatian keluarga seperti tidak mensuport pasien, memarahi pasien, tidak membawa pasien berobat teratur akan mempercepat proses kekambuhan pasien gangguan jiwa.

  Hal ini dikarenakan karena gangguan jiwa merupakan penyakit kronis yang membutuhkan strategi penatalaksanaan pengobatan yang sangat panjang dan membutuhkan suport keluarga untuk tidak terjadi kambuh kembali. Oleh karena itu,sebaiknya anggota keluarga ikut berperan aktif dalam perawatan pasien gangguan jiwa dan harus memberikan dukungan pada pasien skizofenia sehingga kekambuhan tidak terjadi.

  Asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian responden tidak mengalami kekambuhan gangguan jiwa dikarenakan keluarga mendukung dalam perawatan pasien dengan memantau pasien untuk meminum obat, dan memperhatikan kebutuhan pasien sehingga pasien merasa diperhatikan dan dilindungi.

  Ada 4 komponen dukungan keluarga yang dibahas yaitu sebagai berikut :

  1. Dukungan Emosional Dukungan emosional yaitu memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya dan perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga memberikan dukungan emosional yang baik terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa sebanyak 40 responden (87,0 %). Hal ini menunjukkan bahwa anggota keluarga optimal memberikan rasa nyaman, menerima kondisi pasien dan emosi yang stabil pada anggota keluarga saat merawat pasien Gangguan jiwa yang mengakibatkan keluarga tidak memarahi pasien dan tidak membatasi aktivitas yang akibatnya pasien merasa dihargai dan dicintai oleh anggota keluarga sehingga mempercepat kekambuhan pada pasien gangguan jiwa.

  Dari hasil tabel silang diatas di dapatkan hasil uji statistic (Uji Chi- Square), diperoleh nilai P=0,015 (P<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan emosional dengan kekambuhan gangguan jiwa.

  Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Manungkalit (2009), yang menyatakan bahwa adanya perhatian dan perawatan keluarga selama proses penyembuhan mengakibatkan jarang mengalami kekambuhan. Selama pasien dirawat di rumah sakit, anggota keluarga mengunjungi pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga pada saat pasien gangguan jiwa pulang ke rumah, anggota keluarga mengerti cara merawat pasien gangguan jiwa .

2. Dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan pasien gangguan jiwa

  Asumsi peneliti ada hubungan antara dukungan emosional dengan kekambuhan gangguan jiwa dikarenakan dukungan dan perhatian oleh keluarga sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien.

  2. Dukungan Informasi Dukungan ini meliputi mencari informasi, memberikan informasi, memberi solusi masalah, dan memberikan pengarahan pada pasien skizofrenia. bahwa dari 46 responden (100%), mayoritas responden dukungan informasional yang baik terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa sebanyak 41 responden (89,1 %), Hal ini menunjukkan adanya partisipasi keluarga untuk mencari informasi mengenai kesehatan anggota keluarga yang menderita gangguan Jiwa. Walaupun mayoritas keluarga sebanyak 22 responden (68,8%) sudah memberikan dukungan informasi yang baik, namun dalam kenyataannya masih banyak pasien skizofenia mengalami kekambuhan. Hal ini dikarenakan keluarga tidak mempraktekkan secara optimal informasi yang diketahui anggota keluarga kepada pasien gangguan jiwa, tidak berobat ulang secara teratur ke rumah sakit dan kurang adanya penyuluhan dari petugas kesehatan. Menurut Firdiansyah (1992), apabila keluarga tidak mempunyai pengetahuan tentang penyakit Gangguan jiwa , maka keluarga tidak mampu menyadari dan melaksanakan perannya sehingga menjadikan salah satu penyebab timbulnya kekambuhan dengan insidensi tinggi. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Sianipar (2008), yang menyatakan 41,32% keluarga tidak tahu cara merawat penderita skizofrenia karena keterbatasan informasi yang diterima tentang cara perawatannya.

  Dari hasil wawancara dengan keluarga bahwa mereka kurang mendapatkan informasi tentang perawatan skizofrenia. Menurut Stuart dan Laraia, (1998) menyatakan bahwa dengan adanya pengetahuan dan informasi yang benar tentang perawatan skizofrenia maka anggota keluarga diharapkan dapat menurunkan angka kambuh. Hal ini pun didukung oleh penelitian Arif, (2006) mengatakan bahwa secara umum keluarga masih kurang memiliki informasi-informasi yang adekuat tentang skizofrenia, perjalanan penyakitnya dan bagaimana tatalaksana untuk mengupayakan rehabilitasi bagi pasien sehingga kekambuhan sangat tinggi pada pasien skizofrenia.

  3. Dukungan Nyata Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari

  46 responden (100%), mayoritas responden dukungan instrumental yang baik terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa sebanyak 41 responden (89,1 %), Dari sini dapat dikatakan bahwa masih adanya bantuan dana yang diberikan keluarga dalam memperoleh pelayanan kesehatan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien gangguan jiwa. Tindakan keluarga yang sangat penting setelah pulang ke rumah adalah keluarga harus membawa pasien gangguan jiwa ke rumah sakit secara teratur untuk mencegah kekambuhan. Keluarga merasa malu mempunyai anggota keluarga menderita Gangguan jiwa sehingga tidak membawa untuk berobat ke rumah sakit secara teratur (Andri, 2008). Menurut Mubin, dkk (2008) keluarga yang memiliki pasien gangguan jiwa mengalami stigma yang buruk dari masyarakat dan lingkungan tempat tinggal serta aib bagi keluarga sehingga keluarga merasa malu mempunyai anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Tempat terbaik bagi penderita gangguan jiwa bukan di panti rehabilitasi atau rumah sakit jiwa apalagi di jalanan melainkan seharusnya berada di tengah-tengah anggota keluarga. Hal utama yang dibutuhkan oleh pasien gangguan jiwa adalah perhatian, pengertian, dukungan atau perasaan cinta dan kasih sayang dari keluarga atau orang-orang terdekat sehingga proses penyembuhan penderita gangguan jiwa berjalan dengan baik (Tarjum, 2004).

  Hasil penelitian Rahmawati Tahun 2011 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan nyata terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Didapatkan nilai koefesien korelasi (ρ) = -

  0,407 dan nilai signifikansi (p) = 0,021 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif koefesien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan nyata diberikan keluarga maka semakin rendah kekambuhan gangguan jiwa.

  .asumsi peneliti hal utama yang dibutuhkan oleh pasien gangguan jiwa adalah perhatian, pengertian, dukungan atau perasaan cinta dan kasih sayang dari keluarga atau orang-orang terdekat sehingga proses penyembuhan penderita gangguan jiwa berjalan dengan baik

  1. Hasil penelitian Hubungan dukungan emosional dengan kekambuhan pasien Gangguan jiwa

  Menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan emosional terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Didapatkan nilai (p) = 0,015 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif koefesien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan emosional diberikan keluarga maka semakin rendah kekambuhan skizofrenia. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa pasien mengalami kejadian kekambuhan dalam kategori sedang menuju tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan emosional masih belum optimal dalam merawat pasien skizofrenia karena masih banyak pasien yang mengalami kekambuhan.

  Menurut Keliat, (1996) keluarga seharusnya mempunyai sikap yang positif seperti menerima kenyataan kondisi pasien, menghargai pasien, menumbuhkan sikap tanggung jawab dan tidak memusuhi pasien. Keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan dan mengkritik) akan membuat kekambuhan lebih cepat dlm waktu 9 bulan. Hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang rendah (Vaught, dalam Keliat, 1992). Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Kembaren, (2009) yang menyatakan pasien Gangguan jiwa yang tinggal bersama keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bingung, marah, tidak mengerti, bermusuhan dan overprotektif) memiliki resiko kekambuhan yang lebih besar.

  Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Manungkalit (2009), yang menyatakan bahwa adanya perhatian dan perawatan keluarga selama proses penyembuhan mengakibatkan jarang mengalami kekambuhan. Selama pasien dirawat di rumah sakit, anggota keluarga mengunjungi pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga pada saat pasien gangguan jiwa pulang ke rumah, anggota keluarga mengerti cara merawat pasien gangguan jiwa .

  Asumsi peneliti ada hubungan antara dukungan emosional dengan kekambuhan gangguan jiwa dikarenakan dukungan dan perhatian oleh keluarga sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien.

  2. Hubungan dukungan informasi dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa .

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan informasi terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. nilai P=0,576 (P<0,05) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa.dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien gangguan jiwa informasi diberikan keluarga maka semakin rendah kekambuhan gangguan jiwa. Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan pasien skizofrenia dan merupakan perawat utama setelah pasien pulang dari rumah sakit. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan keperawatan yang diperlukan penderita Gangguan jiwa di rumah sehingga mencegah kekambuhan. Informasi yang akurat, gejala penyakit, kemungkinan perjalanan penyakit, berbagai bantuan medis dan psikologis dapat meringankan gejala gangguan jiwa yang merupakan informasi yang sangat dibutuhkan keluarga (Handayani, 2008).

  Dari hasil wawancara dengan keluarga bahwa mereka kurang mendapatkan informasi tentang perawatan gangguan jiwa. Menurut Stuart dan Laraia, (1998) menyatakan bahwa dengan adanya pengetahuan dan informasi yang benar tentang perawatan gangguan jiwa maka anggota keluarga diharapkan dapat menurunkan angka kambuh. Hal ini pun didukung oleh penelitian Arif, (2006) mengatakan bahwa secara umum keluarga masih kurang memiliki informasi-informasi yang adekuat tentang skizofrenia, perjalanan penyakitnya dan bagaimana tatalaksana untuk mengupayakan rehabilitasi bagi pasien sehingga kekambuhan sangat tinggi pada pasien gangguan jiwa.

  3. Hubungan dukungan instrumental dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji statistic (Uji Chi- Square), diperoleh nilai P=0,000 (P<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa.Penyakit Gangguan jiwa seringkali menetap atau kronis sehingga perlu terapi dalam jangka waktu yang lama. Penderita gangguan jiwa juga merupakan tantangan bagi masyarakat karena adanya stigma dalam masyarakat, penanganan yang kurang memadai, kesempatan dan kemampuan untuk reintegrasi ke dalam masyarakat kurang sekali, kurang dukungan psikososial dan keterlibatan keluarga, terapi modalitas yang berbeda-beda, sumber ekonomi yang kurang dan biaya terapi jangka lama. Faktor-faktor inilah yang sering menimbulkan kebosanan keluarga sebagai pemberi perawatan (Candra, 2004). Banyak masalah yang ditimbulkan akibat ada anggota keluarga yang menderita Gangguan jiwa seperti meningkatnya stres keluarga akibat biaya yang dibutuhkan pasien, status emosional keluarga yang tidak stabil sehingga akan berdampak pada fungsional keluarga.

  4. Hubungan dukungan penilaian dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa

  Hasil uji statistic (Uji Chi-Square), diperoleh nilai P=0,485(P<0,05) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa.

  Keluarga harus memberikan dorongan dan motivasi kepada pasien untuk mencegah terjadi kekambuhan. Menerima kenyataan adalah kunci pertama proses penyembuhan atau pengendalian skizofrenia. Keluarga harus bersikap menerima, tetap berkomunikasi dan tidak mengasingkan penderita. Tindakan kasar, bentakan, atau mengucilkan malah akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar. Akan tetapi, terlalu memanjakan juga tidak baik. Keluarga harus membantu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri penderita dan harus sabar, karena penyakit skizofrenia sulit disembuhkan. Berdasarkan penelitian, hanya satu dari lima penderita yang benar-benar bisa sembuh total (Suryantha, 2005).

  Hasil penelitian Rahmawati Tahun 2011 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan nyata terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Didapatkan nilai koefesien korelasi (ρ) = -0,407 dan nilai signifikansi (p) = 0,021 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif koefesien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan nyata diberikan keluarga maka semakin rendah kekambuhan gangguan jiwa.

  Asumsi peneliti hal utama yang dibutuhkan oleh pasien gangguan jiwa adalah perhatian, pengertian, dukungan atau perasaan cinta dan kasih sayang dari keluarga atau orang- orang terdekat sehingga proses penyembuhan penderita gangguan jiwa berjalan dengan baik

  5. Pengaruh dukungan keluarga terhadap pencegahan kekambuhan gangguan jiwa hasil analisis regresi logistik, diperoleh nilai sig untuk dukungan emosional sebesar 0,049 (p > 0,05) maka dari itu hipotesis diterima artinya variabel dukungan emosional berpengaruh signifikan terhadap kekambuhan pasien gangguan jiwa dan memiliki peluang sebanyak 2,031 kali mengalami kekambuhan ganggua jiwa

  Menurut Keliat, (1996) keluarga seharusnya mempunyai sikap yang positif seperti menerima kenyataan kondisi pasien, menghargai pasien, menumbuhkan sikap tanggung jawab dan tidak memusuhi pasien. Keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan dan mengkritik) akan membuat kekambuhan lebih cepat dlm waktu 9 bulan. Hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang rendah (Vaught, dalam Keliat, 1992). Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Kembaren, (2009) yang menyatakan pasien Gangguan jiwa yang tinggal bersama keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bingung, marah, tidak mengerti, bermusuhan dan overprotektif) memiliki resiko kekambuhan yang lebih besar.

  KESIMPULAN

  1. Hasil Peneilitian hasil uji statistic (Uji Chi-Square), diperoleh nilai P=0,015 (P<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan emosional dengan kekambuhan gangguan jiwa.

  2. Hasil Peneilitian hasil uji statistic (Uji Chi-Square), diperoleh nilai P=0,576 (P<0,05) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa.

  3. Hasil Peneilitian hasil uji statistic (Uji Chi-Square), diperoleh nilai P=0,000 (P<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa.

  4. Hasil uji statistic (Uji Chi-Square), hasil uji statistic (Uji Chi-Square), diperoleh nilai P=0,485(P<0,05) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan informasional dengan kekambuhan gangguan jiwa.

  5. Hasil analisis regresi logistik,

  diperoleh nilai sig untuk dukungan emosional sebesar 0,049 (p > 0,05) maka dari itu hipotesis diterima artinya variabel dukungan emosional berpengaruh signifikan terhadap kekambuhan pasien gangguan jiwa dan memiliki peluang sebanyak 2,031 kali mengalami kekambuhan gangguan Durand, V. M, Barlow, D.H. (2007). jiwa Essentials of Abnormal Psychology.

  Yogyakarta : Pustaka Pelajar

  SARAN

  1. Bagi Penelitian selanjutnya Gusti, Salvari (2013). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta ; CV.

  Diharapkan penelitian lebih lanjut Trans Info Media. tentang hubungan kejadian kekambuhan dengan faktor-faktor

  Hidayat, Abdul Alimul Aziz (2007). lain (pasien, dokter, dan

  Metode Penelitian dan Teknik Analisis penanggung jawab pasien) dengan Data. Jakarta : Salemba Medika jumlah sampel yang lebih besar sehingga didapatkan

  Hawari, Dadang (2006). Pendekatan faktor-faktor apa saja yang Holistik Pada Gangguan Jiwa. Jakarta : berhubungan dengan kejadian FKUI. kekambuhan agar proses penyembuhan dapat berjalan

  Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Jiwa & dengan baik. Psikiatri. Edisi 3. Jakarta : EGC Kazadi N. J. B (2008). Factors as Sociated

  2. Bagi Keluarga With Relaps in Schizophrenia. Jakarta: Rineka Cipta.

  Dari hasil di lapangan praktek sehari-hari banyak anggota keluarga Keliat, (2009). Influence of the abilities in yang kurang mengunjungi pasien saat controlling violence behavior to the length dirawat di rumah sakit. Oleh karena itu, of stay of schizophrenic clients in Bogor diharapkan bagi keluarga agar sering mental hospital, Indonesia, mengunjungi pasien sehingga proses http://emji.com/?page=journal.detail&id=1 kesembuhan dapat berjalan dengan 5 diakses pada tanggal 15 Mei 2017 jam baik. Selain itu, keluarga juga perlu

  19.45 WIB mengetahui informasi tentang gangguan jiwa sehingga apabila kambuh Martina (2004). Buku Saku Psikiatri. segera membawa ke tempat

  Jakarta : EGC pelayanan kesehatan. Muchlisin, Abi (2012). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Gosyen Publishing

DAFTAR PUSTAKA

  Nolen, Hoeksema, S. (2004). Abnormal Andri, (2008). Kongres Nasional

  Pyschology (3rd ed). New York, NY: Skizofrenia V Closing The Treathment

  McGraw-Hill Gap for Schizophrenia. Notosoedirdjo & Latipun. (2005). Arikunto, Suharsimi (2010). Prosedur Kesehatan Mental, Konsep dan Penerapan. Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

  Jakarta: EGC. Jakarta : Rineka Cipta.

  Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Promosi Efendi, Ferry (2009). Keperawatan

  Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Kesehatan Komunitas. Jakarta : Salemba

  Salemba Medika Medika.

Dokumen yang terkait

KEPATUHAN TERHADAP STANDAR AUDITING NEGARA LAIN 06 Dalam kondisi yang mensyaratkan auditor untuk menerapkan standar auditing negara lain pada waktu

0 0 5

LAPORAN KEUANGAN DISUSUN SESUAI DENGAN SUATU BASAIS AKUNTANSI KOMPREHENSIF SELAIN PRINSIP AKUNTANSI YANG BERLAKU UMUM DI INDONESIA 02 Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia diterapkan bila seorang auditor melaksanakan

0 0 22

INDEPENDEN TENTANG DAMPAK MEMBURUKNYA KONDISI EKONOMI INDONESIA TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP ENTITAS

0 0 12

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN (SIK) PUSKESMAS DI DINAS KESEHATAN KOTA METRO LAMPUNG

0 1 11

PROTEKSI MEMORI DAN CPU TERHADAP KESALAHAN PROGRAM PADA SISTEM OPERASI Septilia Arfida Dosen pada Jurusan Teknik Informatika, Informatics Business Institute Darmajaya Jl. Z.A Pagar Alam No 93, Bandar Lampung - Indonesia 35142 Telp. (0721) 787214 Fax. (072

0 0 10

SISTEM PENILAIAN KINERJA DOSEN PNS.Dpk DI LINGKUNGAN KOPERTIS WIL II MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERACHY PROCESS (AHP)

0 0 10

IMPLEMENTASI FUZZY TERHADAP SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN KELAYAKAN PEMBIAYAAN PENGAJUAN KREDIT BARANG 1Septilia Arfida 1Jurusan Teknik Informatika - Fakultas Ilmu Komputer Informatics Business Institute Darmajaya Jl. Z.A Pagar Alam No.93 Ba

0 0 10

PREDIKSI DAYA SERAP PERUSAHAAN TERHADAP ALUMNI TEKNIK INFORMATIKA IBI DARMAJAYA BERBASIS JARINGAN SYARAF TIRUAN

0 0 10

KONTROVERSI PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA

0 0 15

VISUALISASI PETA RSS FINGERPRINT DALAM FASE OFFLINE PADA LOCALIZATION DI LANTAI 3 GEDUNG TEKNIK ELEKTRO UGM MENGGUNAKAN WLAN

0 0 9