Keuangan Negara negara-negara budaya negara-negara budaya negara-negara budaya
Laporan Bacaan ke-1: Keuangan Negara
Pertumbuhan Pengeluaran Publik
oleh Nathasya Marta Ningrum (1406621065), Nur Atikasari (1406621001),
Robyanti Wulandari (1406621020), dan Sumardiyanto Baresi (1406621115)
Ilmu Administrasi Fiskal Paralel 2014
Universitas Indonesia
I. Pendahuluan
Pemerintahan merupakan suatu organisasi besar yang terdiri dari banyak orang
dengan satu tujuan. Tujuan negara Indonesia sesuai dengan pembukaan UndangUndang Dasar 1945 alinea ke-4 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
melaksanakan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan kemerdekaan, dan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam
mencapai tujuan tersebut agar keinginan masyarakat terpenuhi maka ditunjang
oleh beberapa fungsi pemerintah dalam kegiatan ekonomi, yaitu alokator,
stabilitator, distributor, dan stabilitator. Fungsi distributor merupakan salah satu
bentuk kegiatan ekonomi dalam pembagian sumber daya baik barang maupun
jasa.
Oleh sebab itu, dalam mewujudkan pemerintah yang melakukan distribusi
secara adil, pemerintah membuat daftar anggaran mengenai rencana penerimaan
dan pengeluaran setiap tahunnya. Daftar anggaran yang ada di Indonesia tersebut
dijabarkan dalam Anggaran Perencanaan Belanja Negara (APBN). Penerimaan
pemerintah terdiri dari pendapatan dalam negeri dan pendapatan hibah sedangkan
pengeluaran pemerintah sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran negara
dan pengeluaran daerah, yang masing-masing mempunyai struktur pengeluaran
tersendiri dan berbeda. Dalam pelaksanaan mendistribusikan barang dan jasa
secara adil dapat dalam berbagai bentuk termasuk uang. Penggunaan uang
tersebut digunakan untuk melaksanakan fungsi pemerintah yang dimaksud dengan
pengeluaran pemerintah.
II. Isi
2.1 Pengertian Pengeluaran Publik
Dalam APBN terdapat rencana atau target pendapatan dan pengeluaran
pemerintah. Musgrave dan Rostow menyatakan bahwa yang menentukan
peningkatan pengeluaran pemerintah disebabkan oleh tahap perkembangan
ekonomi dari suatu negara yaitu tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut.
Sedangkan, menurut Adolf Wagner, penyebab utama pengeluaran pemerintah
meningkat terutama adalah pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul
dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.
Pengeluaran pemerintah (government expenditure) dalam kamus bisnis adalah
belanja
sektor
pemerintah
termasuk
pembelian
barang
dan jasa serta
pembayaran subsidi. Hal ini diilakukan untuk digunakan untuk melakukan fungsifungsi penting pemerintahan, seperti pertahanan nasional dan pendidikan serta
pengeluaran tersebut dibiayai baik dari pajak maupun pinjaman. Disisi lain,
pengeluaran pemerintah juga dapat diartikan sebagai penggunaan uang dan
sumberdaya suatu negara untuk membiayai suatu kegiatan negara atau pemerintah
dalam rangka mewujudkan fungsinya dalam melakukan kesejahteraan (Prasetya,
2012). Melalui kedua pengertian ini, pengeluaran pemerintah secara umum
merupakan salah satu kebijakan fiskal dalam hal membiayai fungsi-fungsi
pemerintah dengan cara memungut pajak maupun pinjaman untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat.
II.2 Teori Pertumbuhan Pengeluaran Publik
Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari
identitas keseimbangan pendapatan nasional, yaitu Y = C + I + G + (X-M)
[keterangan: Y= pendapatan, C= konsumsi, I = investasi, G = pengeluaran, X =
Ekspor, dan M = Impor] yang merupakan sumber legitimasi pandangan
Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari
persamaan tersebut, kebijakan pemerintah atas pendapatan dan pengeluaran
berbanding lurus. Apabila pemerintah melakukan kenaikan atau penurunan
pengeluaran pemerintah akan menaikan atau menurunkan pendapatan nasional.
Setelah mengenal identitas keseimbangan pendapatan nasional, ada berbagai
pendekatan atau perspektif baru mengenai pengeluaran pemerintah yang dapat
dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu teori makro dan teori mikro.
2.2.1 Teori Makro
Menurut Boediono (1999) yang dikutip oleh S. Widya, dalam teori
ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga prinsip yang dapat
digolongkan, yaitu pembelian barang dan jasa, gaji pegawai, serta transfer
payment. Perubahan nilai pada gaji pegawai mempunyai pengaruh terhadap
proses makro ekonomi karena perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi
besarnya tingkat permintaan secara tidak langsung. Transfer payment
berkaitan dengan pembayaran atau pemberian langsung dari pemerintah
untuk masyarakat, seperti pembayaran subsidi atau bantuan langsung tunai
(BLT) kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun,
pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Secara
ekonomis transfer payment mempunyai status dan pengaruh yang sama
dengan prinsip gaji pegawai meskipun secara administrasi keduanya berbeda.
Dalam
pengeluaran
pemerintah,
terdapat
empat
pendekatan
dalam
pengeluaran pemerintah secara makro, yaitu:
a. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Musgrave dan Rostow merupakan dua orang yang mengembangkan model
ini menyatakan bahwa adanya hubungan antara perkembangan pengeluaran
pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan
antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal, negara
masih perlu untuk mengembangkan ekonomi di negaranya sendiri, oleh sebab
itu persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena
pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan,
kesehatan, transportasi, dan lain-lain (contoh: negara-negara yang baru
merdeka).
Selanjutnya, pada tahap menengah negara masuk kedalam tahap dalam
mewujudkan pembangunan ekonomi sehingga investasi pemerintah masih
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin
meningkat, tetapi pada tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar.
Menurut Basri (2005) yang dikutip oleh E. Martin, sebenarnya peranan
pemerintah juga tidak kalah besar dengan peranan swasta karena pada tahap
ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor
yang semakin rumit. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh
perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat
pencemaran udara dan air sehingga pemerintah harus turun tangan untuk
mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat.
Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang
lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Terakhir, negara pada
tahap ekonomi lanjut akan berfokus pada stabilisasi ekonomi. Aktivitas
pemerintah pada tahap lanjut beralih dari penyediaan prasarana ke aktivitasaktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua, pelayanan kesehatan
masyarakat dan sebagainya.
b. Teori Adolf Wagner
Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan
pemerintah semakin lama semakin meningkat. Menurut Dumairy (1997) yang
dikutip oleh E. Martin, Adolf Wagner melakukan pengukuran terhadap
perbandingan pengeluaran pemerintah dengan PDB. Melalui hal ini, Wagner
mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah
yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. Inti dalam teori Wegner
adalah semakin meningkatnya peran pemerintah dalam kegiatan dan
kehidupan ekonomi masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Menurut
Mangkoesoebroto (1994) yang dikutip oleh Prasetya, Wagner menyatakan
bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat
maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat terutama
disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam
masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.
Temuannya kemudian oleh Richard A. Musgrave dinamakan Hukum
Pengeluaran Pemerintah yang selalu Meningkat (The Law of Growing Public
Expenditure). Hukum Wagner:
Gambar 2.1 The Law of Growing Public Expenditure
Gambar 2.1 Kurva Law of Growing Public Expenditure
Pada Gambar 2.1, kurva diatas menunjukkan secara relatif peranan
pemerintah semakin meningkat. Hal ini didasarkan pada teori Wagner
“Organic Theory of State” yaitu teori organis yang menganggap pemerintah
sebagai individu yang bebas bertindak terlepas dengan masyarakat lain.
Menurut Wagner dalam pernyataan Dumairy yang dikutip oleh E. Martin, ada
5 hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu
tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan
tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan
ekonomi,
perkembangan
ekonomi,
perkembangan
demokrasi
dan
ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintahan.
c. Teori Peacock dan Wiseman
Menurut Mangkoesoebroto (1994) yang dikutip oleh S. Widya, teori ini
muncul berdasarkan analisis perkembangan pengeluaran negara yang
memandang bahwa pemerintah selalu berusaha untuk memperbesar
pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang juga
semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar.
Menurut Peacock dan Wiseman, pertumbuhan ekonomi menyebabkan
pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan
meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga
semakin meningkat.
Inti dari teori Peacock dan Wiseman adalah masyarakat mempunyai suatu
tingkat toleransi pajak atau kesukarelaan pajak (tax voluteer), yaitu suatu
tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang
dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi
masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk
membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat
kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Melalui tingkat toleransi ini
menjadi kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara
semena-mena sehingga pemerintah perlu merumuskan kenaikan pajak secara
baik
berdasarkan
penggunaanya
agar
dapat
meningkatkan
tingkat
kesukarelaan masyarakat dalam membayar pajak.
Dalam
teori
Peacock
dan
Wiseman
terdapat
efek
penggantian
(displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial yang menyebabkan
aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Perkembangan ekonomi
menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif
pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan
pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu dalam
keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah
yang menjadi semakin besar. Apabila keadaan normal tersebut terganggu,
misalnya karena ada perang, maka pemerintah harus memperbesar
pengeluarannya untuk membiayai perang.
Selain itu, menurut Mangkoesoebroto yang dikutip oleh E. Marin, masih
banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang
dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga
akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah
yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek inilah disebut sebagai efek
konsentrasi (concentration effect). Dengan adanya ketiga efek tersebut
menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang
selesai tingkat pajak tidak menurun kembali pada tingkat sebelum terjadi
perang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini
Gambar 2.2 Kurva Teori Peacock dan Wiseman
Dalam keadaan normal, t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam persentase
terhadap GNP (Gross National Product) meningkat sebagaimana yang
ditunjukan garis AG. Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran
pemerintah meningkat sebesar AC dan kemudian meningkat seperti yang
ditunjukan pada segmen CD. Setelah perang selesai pada tahun t+1,
pengeluaran pemerintah tidak menurun ke G. Hal ini disebabkan setelah
perang, pemerintah membutuhkan tambahan dana untuk mengembalikan
pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan pembangunan.
Berbeda
dengan
pandangan
Wagner,
perkembangan
pengeluaran
pemerintah versi Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis,
seperti kurva di bawah, tetapi berbentuk seperti tangga.
Gambar 2.3 Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Berdasarkan
Pendapat Rostow Mugrave dan Peacock Wiseman
Pengeluaran pemerintah menurut teori Wagner, Sollow, dan Musgrave
digambarkan dalam bentuk kurva yang eksponensial, sedangkan teori
Peacock dan Wiseman mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah jika
digambarkan dalam kurva seperti bentuk tangga. Hal ini dikarenakan adanya
kendala toleransi pajak. Ketika masyarakat tidak ingin membayar pajak yang
tinggi yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah tidak bisa meningkatkan
pengeluarannya,
walaupun
pemerintah
ingin
senantiasa
menaikkan
pengeluarannya.
Menurut Bird dalam karya Mangkoesoebroto yang dikutip oleh E. Martin,
mengkritik hipotesa yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman. Bird
menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial memang terjadi
pengalihan aktivitas pemerintah dari pengeluaran sebelum gangguan ke
pengeluaran yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal ini akan
diikuti oleh peningkatan persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB.
Akan tetapi setelah terjadinya gangguan, persentase pengeluaran pemerintah
terhadap PDB akan menurun secara perlahan-lahan kembali ke keadaan
semula. Oleh sebab itu, menurut Bird, efek pengalihan merupakan gejala
dalam jangka pendek, tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang.
d. Teori batas kritis Colin Clark
Dalam teorinya, Collin Clark mengemukakan hipotesis tentang batas kritis
perpajakan. Toleransi tingkat pajak dan pengeluaran pemerintah diperkirakan
kurang dari 25 persen dari GNP, meskipun anggaran belanja pemerintah tetap
seimbang. Hal ini jika terjadi dalam kegiatan ekonomi pemerintah akan
menimbulkan inflasi karena pajak dan penerimaan-penerimaan lain melebihi
25% dari total kegiatan ekonomi. Inflasi terjadi karena adanya keseimbangan
baru yang timbul sebagai akibat adanya kesenjangan antara permintaan
agregate dan penawaran agregate. Apabila batas 25 persen terlampaui maka
akan timbul inflasi yang akan mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat.
Nilai pajak yang tinggi akan mengurangi gairah kerja dan berdampak pada
produktivitas akan turun dengan sendirinya serta secara tidak langsung akan
mengurangi penawaran agregate. Di lain pihak, pengeluaran pemerintah yang
tinggi akan berakibat pada naiknya permintaan agregat. (Prasetya, 2012)
2. Teori Mikro
Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah
adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan
barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya barang
publik. Beberapa faktor menurut Mangkoesoebroto (1994) yang dikutip oleh
S. Widya yang mampu mempengaruhi pengeluaran pemerintah yaitu:
a. Perubahan permintaan akan barang publik.
b. Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik
dan perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan.
c. Perubahan kualitas barang publik.
d. Perubahan harga faktor – faktor produksi.
Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang publik
menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran
belanja, misalnya menurut Basri (2005) yang dikutip oleh E. Martin,
pemerintah menetapkan akan membuat sebuah pelabuhan udara baru.
Pelaksanaan pembuatan pelabuhan baru tersebut menimbulkan permintaan
akan barang lain yang dihasilkan oleh sektor swasta seperti semen, baja, alatalat pengangkutan dan sebagainya. Jumlah barang publik yang akan
disediakan tersebut selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang
lain. Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a. Penentuan Permintaan
Ui = f (G,X)
Keterangan:
G = vektor dari barang publik
X = vektor barang swasta
i = individu; = 1,...., m
U = fungsi utilitas
Seorang individu mempunyai permintaan akan barang publik dan swasta.
Akan tetapi, permintaan efektif akan barang tersebut (pemerintah dan swasta)
tergantung pada kendala anggaran (budget constraints). Misalkan seorang
individu (i) membutuhkan barang publik (K) sebanyak Gk. Untuk
menghasilkan i barang K sebanyak Gk, pemerintah harus mengatur sejumlah
kegiatan. Misalnya pemerintah berusaha untuk meningkatkan penjagaan
keamanan. Dalam pelaksanaan usaha meningkatkan keamanan tersebut tidak
mungkin bagi pemerintah untuk menghapuskan sama sekali angka kejahatan.
Karena itu, pemerintah dan masyarakat harus menetapkan suatu tingkat
keamanan yang dapat ditolerir oleh masyarakat. Suatu tingkat keamanan
tertentu dapat dicapai dengan berbagai kombinasi aktivitas atau dengan
menggunakan berbagai fungsi produksi.
b. Penentuan Tingkat Output
Barang dan jasa publik yang disediakan oleh pemerintah ditentukan oleh
politisi yang memilih jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Disamping itu,
para politisi juga menentukan jumlah pajak yang akan dikenakan kepada
masyarakat untuk membiayai barang dan jasa publik tersebut dalam
menentukan jumlah barang dan jasa yang akan disediakan. Menurut Basri
(2005) yang dikutip oleh E. Martin, para politisi memperhatikan selera atau
keinginan masyarakat, agar masyarakat merasa puas dan tetap memilih
mereka dalam sebagai wakil masyarakat. Fungsi utilitas para politisi adalah
sebagai berikut:
Up = g (X, G, S)
Keterangan:
Up = fungsi utilitas
S = keuntungan yang diperoleh politisi dalam bentuk materi atau kedudukan
G = vector barang public
X = vector barang swasta
Kita asumsikan bahwa fungsi utilitas masyarakat diwakili seorang pemilih:
Max Ui = f (X, G)
Dengan pemuasan dibatasi kendala anggaran sehingga rumusnya:
PxX + t B < Mi
Keterangan:
P = vektor harga barang swasta
X = vektor barang swasta
Bi = basis pajak individu 1
Mi = total pendapatan individu 1
T = tariff pajak
Kurva permintaan dari pemilik yang mewakili masyarakat ditentukan oleh 2
proses, yaitu dengan mengasumsikan pemilik tidak punya kemampuan
mempengaruhi tarif pajak, sehingga dia bertindak sebagai pengambil harga
(Price Taker). Atau, asumsikan kedua pemilik tidak bisa menentukan jumlah
barang public, sehingga Ia bertindak sebagai pengambil output (Output
Taker).
2.3 Klasifikasi Pengeluaran Publik
Pengeluaran pemerintah memiliki dua sifat, yaitu exhaustive dan transfer.
Pertama pengeluaran pemerintah dapat bersifat exhaustive yaitu merupakan
pembelian barang dan jasa dalam perekonomian yang dapat langsung dikonsumsi
maupun dapat dijadikan barang yang lain. Pembelian barang dan jasa tersebut
dibeli dari perusahaan swasta (seperti makanan, bangunan, mesin, dan
sebgaianya) maupun dari pemerintah itu sendiri (seperti jasa-jasa guru, militer,
pegawai negeri, dan sebgainya). Kedua pengeluaran pemerintah dapat bersifat
transfer yaitu merupakan pemindahan uang kepada individu-individu untuk
kepentingan sosial, atau kepada perusahan-perusahan dalam bentuk subsidi
ataupun kepada negara lain dalam bentuk pemberian atauh hibah, seperti BLT,
tunjangan pensiun, tunjangan veteran, dan sebagainya.
Menurut Suparmoko dalam bukunya Keuangan Negara, pengeluaran
pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan sebagai
berikut:
a. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan
ekonomi di masa-masa yang akan datang
b. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejateraan dan kegembiraan bagi
masyarakat
c. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang
d. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan peneybaran tenaga beli yang
luas
Berdasarkan poin-poin di atas, maka pengeluaran-pengeluaran negara dapat
dijabarkan lagi menjadi:
1. Pengeluaran yang “self-liquiditing” sebagian atau seluruhnya
Artinya pengeluaran untuk barang/jasa yang akan diterima atau dimanfaatkan
oleh masyarakat dan akan dibayar kembali ke pemerintah. Contohnya,
pengeluaran untuk jasa-jasa pengeluaran negara, atau untuk proyek-proyek
profuktif barang ekspor.
2. Pengeluaran yang reproduktif
Pengeluaran yang reproduktif adalah pengeluaran yang mewujudkan
keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat. Dengan diuntungkannya
masyarakat, maka penghasilan akan meningkat dan sasaran pajak akan semakin
banyak dan/atau tinggi penerimaannya. Contohnya, pengeluaran di bidang
pengairan, pertanian, dan sebagainya.
3. Pengeluaran yang tidak “self-liquiditing” maupun yang tidak reproduktif
Yaitu pegeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan
masyarakat, seperti objek rekreasi, pendirian monumen, juga objek-objek
parwisata yang dapat mengakibatkan naiknya penghasilan nasional dalam arti
jasa-jasa tadi.
4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupaka pemborosan
Misalnya, pembiayaan pertahanan/perang meskipun pada saat pengeluaran
terjadu penghasilan perorangan yang menerimanya akan naik
5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa mendatang
Misalnya, pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. Kalau hal ini tidak
dijalankan sekarang, biaya pemeliharaan bagi mereka di masa mendatang akan
lebih besar.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pengeluaran
pemerintah Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
1.
Pengeluaran Rutin
Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang secara rutin setiap tahunnya
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan dan pemeliharaan roda
pemerintahan, terdiri dari:
a.
Belanja pegawai, yaitu untuk pembayaran gaji pegawai termasuk gaji pokok
dan tunjangan
b.
Belanja barang, yaitu untuk pembelian barang - barang yang digunakan untuk
penyelenggaraan pemerintah sehari – hari
c.
Subsidi
d.
Pembayaran angsuran dan bunga atas utang negara
e.
Belanja pemeliharaan, yaitu pengeluaran untuk memelihara agar milik atau
kekayaan pemerintah tetap terpelihara secara baik
f.
Belanja perjalanan, yaitu untuk perjalanan kepentingan penyelenggaraan
pemerintahan.
2.
Pengeluaran Pembangunan
Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan
untuk
membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan umum, yang bersifat
menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik
maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode
tertentu. Pengeluaran
pembangunan dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan
dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan dialokasikan melalui
departemen-departemen/lembaga pemerintah termasuk pemerintah daerah.
Disisi lain, pada pasal 11 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
tercantum bahwa klasifikasi jenis belanja negara, terdiri dari belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja lainlain, dan belanja daerah. Dari ke-8 jenis belanja negara tersebut, tujuh poin
pertama adalah murni pengeluaran yang dilakukan negara untuk membiayai
barang dan jasa yang diperlukan dan menjamin kesejahteraan rakyat Indonesia
secara menyeluruh. Sedangkan, belanja daerah adalah dana yang dialirkan pusat
ke pemerintah-pemerintah daerah. Belanja daerah merupakan pengeluaran negara
yang bersifat pengeluaran pembangunan. Terbagi atas dua kelompok besar, yaitu
Dana Perimbangan (terdiri dari: Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum,
Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak). Selain Dana Perimbangan, juga
terdapat Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.
2.4 Pengaruh Pengeluaran Negara Terhadap Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi menurut Simon Kuznets adalah kenaikan kapasitas
dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi bagi penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi,
kelembagaan, dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Oleh
karena itu, pertumbuhan ekonomi membawa dampak yang signifikan bagi
kesejahteraan masyarakat. Menurut pandangan para ahli ekonomi klasik, terdapat
tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu- jumlah penduduk,
jumlah barang modal, kekayaan alam, serta teknologi. Semakin banyak barang
modal yang dimiliki, produktivitas suatu negara dalam memenuhi barang dan jasa
akan meningkat. Untuk memenuhi permintaan barang modal, pemerintah akan
mengeluarkan dana untuk belanja modal sehingga menambah pengeluaran
pemerintah. Dengan begitu, semakin pengeluaran dikelola secara efisien, maka
hal itu dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran pemerintah yang bersifat belanja rutin, seperti gaji pegawai,
bunga, pembayaran hutang, dan subsidi juga menunjukkan berbagai pengaruhnya.
Jika bunga dan hutang dari pinjaman ditangguhkan pembayarannya, maka bunga
akan semakin besar dan melimpahkan beban hutang ke tahun-tahun berikutnya.
Justru, pengeluaran di bidang ini merupakan pengeluaran yang bersifat
penghematan di masa yang akan datang. Pengeluaran-pengeluaran yang bersifat
reproduktif akan menambah keuntungan ekonomis masyarakat yang dapat
berpengaruh pada peningkatan penghasilan. Meningkatnya penghasilan juga
berpengaruh pada sasaran pajak yang semakin banyak dan/atau tinggi
penerimaannya.
Selain
itu,
pengeluaran
pembangunan
seperti
misalnya
bendungan, jalan raya, juga membawa dampak bagi kesejahteraan masyarakat.
Dampak positif
bagi perekonomian Indonesia terasa pula dengan adanya
pengeluaan yang tidak self-liquiditing maupun yang tidak produktif. Dapat dilihat
dari dibangunnya objek-objek rekreasi yang merupakan potensi untuk menyokong
pendapatan pemerintah.
Menurut Maria Christiana dalam tulisan “Analisis Pengaruh Pengeluaran
Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, pengeluaran pemerintah
pasti akan mempengaruhi aktivitas perekonomian namun bukan hanya karena
pengeluaran pemerintah dapat menciptakan proses pembangunan melainkan dapat
pula menjadi salah satu komponen agregat permintaan yang dapat menambah
produk domestik. Dari sebuah jurnal berjudul Pengaruh Pengeluaran Pemerintah
dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Eknomi dan Kesenjangan Pendapatan
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa
pengeluaran pemerintah dan investasi dari tahun 2000-2012 berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
Provinsi Bali dan pertumbuhan ekonomi berdampak secara signifikan terhadap
kesenjangan pendapatan.
Selain itu, menurut Prasetya (2012) dalam Modul Ekonomi, dampak
pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian juga dapat ditinjau dari berbagai
sektor perekonomian, antara lain:
a.
Sektor Produksi
Sektor produksi dapat dipengaruhi oleh besarnya penyediaan barang dan jasa
oleh pemerintah. Dilihat secara agregat pengeluaran negara merupakan faktor
produksi (money), melengkapi faktor-faktor produksi yang lain (man, machine,
material, method, management). Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan
akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap perekonomian, karena
pendidikan akan menghasilkan SDM yang lebih berkualitas. Dengan SDM yang
berkualitas produksi akan meningkat.
b.
Sektor Distribusi
Distrbusi yang dilakukan oleh pemrintah dapat dilihat dari segi distribusi
pendapatan, distribusi barang, dan distribusi jasa. Subsidi listrik, pupuk, dan BBM
adalah contoh-contoh pengeluaran pemerintah dalam sektor distribusi, hal itu
dilakukan untuk menjangkau masyarakat yang kurang mampu menikmati
barang/jasa yang dibutuhkan. Pengeluaran pemerintah untuk biaya pendidikan
SD-SLTA membuat masyarakat kurang mampu dapat menikmati pendidikan yang
lebih baik, dengan pendidikan yang lebih baik, diharapkan masyarakat dapat
meningkatkan taraf hidupnya. Apabila pemerintah tidak mengeluarkan dana untuk
keperluan tersebut, maka distribusi pendapatan, barang, dan jasa akan berbeda.
Hanya masyarakat mampu saja yang akan menikmati tingkat kehidupan yang
lebih baik, sementara masyarakat kurang mampu tidak memperoleh kesempatan
untuk meningkatkan taraf hidupnya.
c.
Sektor Konsumsi Masyarakat
Pengaruh pengeluaran negara terhadap tingkat konsumsi masyarakat dapat
dirasakan dengan adanya subisidi atau tidak. Jika pemerintah memberikan subsidi
terhadap suatu barang/jasa, contohnya BBM, maka masyarakat yang kurang
mampu dapat menggunakan BBM dan yang mampu dapat menggunakan BBM
lebih banyak lagi. Dengan begitu, konsumsi masyarakat akan menigkat. Tetapi,
jika subsidi dicabut, maka harga akan semakin mahal dan masyarakat akan lebih
sedikit menggunakan BBM. Dengan begitu, konsumsi masyarakat akan menurun.
d.
Sektor Keseimbangan Perekonomian
Untuk mencapai target-target peningkatan PDB, pemerintah dapat mengatur
alokasi dan tingkat pengeluaran negara. Misalnya dengan mengatur tingkat
pengeluaran negara yang tinggi (untuk sektor-sektor tertentu), pemerintah dapat
mengatur tingkat employment (menuju full employment). Apabila target
penerimaan tidak memadai untuk membiayai pengeluaran tersebut, pemerintah
dapat membiayainya dengan pola defisit anggaran.
2.5 Pertumbuhan Sektor Publik dan Ukuran Pemerintah
Pemerintah Indonesia mempunyai tujuan untuk mensejahterahkan masyarakat
Indonesia, oleh sebab itu salah satu kegiatan pemerintah adalah mampu
menyediakan barang dan jasa dan membagikannya secara adil dan merata ke
seluruh Indonesia. Dalam menyediakan barang dan jasa tersebut pemerintah
membuat anggaran pengeluaran pemerintah setiap tahunnya.
Kegiatan pemerintah dalam hal distribusi dan alokasi semakin meningkat dari
tahun ketahun. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertumbuhan ekonomi yang
mengharuskan pemerintah semakin banyak melakukan pengeluaran pemerintah
untuk menyediakan barang dan jasa. Semakin besar dan banyak kegiatan
pemerintah maka semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang harus dibiayai.
Gambar 2.4 Tabel Produk Domestik Bruto Indonesia tahun 2010-2013
atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rupiah)
Gambar 2.5 Tabel Pengeluaran Negara pada Tahun 2007-2014
Data tabel 1.1 merupakan data penggunaan produk domestik bruto tahun
2010 sampai dengan tahun 2013 yang dimana bahwa dari tahun ketahun PDB
Indonesia selalu meningkat. Begitu pula dengan tabel 1.2 yang merupakan data
pengelauran pemerintah dari tahun 2007 samapi dengan 2014 yang mengalami
peningkatan atau pertumbuhan pengeluaran pemeringtah dari tahun ke tahun.
Menurut Suparmoko dalam buku “Keuangan Negara: Teori dan Konsep”, alasan
pertumbuhan pengeluaran pemerintah meningkat dari tahun ke tahun karena
kegiatan pemerintah yang selalu meningkat. Peningkatan kegiatan pemerintah
disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
a. Adanya perang: walau perang sudah berakhir, pengeluaran tetap ada karena
membiayai tentara tentara yang sudah terlanjur diangkat sebagai pegawai
negeri.
b. Adanya kenaikan tingkat pengahasilan dalam masyarakat: jika pengahasilan
meningkat maka kebutuhan konsumsi akan barang dan jasa akan meningkat
sehingga pemerintah harus mengeluarkan dana yang lebih besar untuk
menyediakan barang dan jasa tersebut.
c. Adanya urbanisasi yang dibarengi dengan perkembangan ekonomi: dengan
banyaknya masyarakat yang pindah dari desa ke kota maka pemerintah harus
menyedikan lapangan kerja, kebutuhan listirk, air, perumaha, keaman, dan
kesehatan, sehinggan pengeluaran pemerintah meningkat.
d. Perkembangan demokrasi: diperlukannnya biaya yang sangat besar untuk
mengadakan musyarawah, pungutan suaran dan rapat-rapat untuk menunjang
demokrasi.
e. Pembangunan ekonomi: makin banyaknya rencana untuk pembangunan
ekonomi sehingga anggaran atau pengeluaran pemerintah meningkat
f. Program kesejahteraaan masyarakat: demi mencapai kesejahteraan masyarakat
maka pemerintah mengeluarkan program-program seperi BPJS, rumah panti
jompo, panti asuhan yang biayanya di biayai oleh pemerintah dari anggaran
yang telah dibuat.
2.6 Perwujudan Efisiensi Pengeluaran Pemerintah
Dalam mengetahui efisiensi kebijakan pemerintah harus didasarkan pada
pengaruh dari kebijakan tersebut. Setiap kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah mempunyai pengaruh terhadap alokasi sumber atau kombinasi barang
dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian. Selain itu pengaruh kebijakan
pemerintah terhadap distribusi barang dan jasa atas distribusi pendapatan rill. Pada
umumnya kriteria yang digunakan untuk menilai kebijakan pemerintah terbagi
menjadi 4, yaitu:
1.
Keadlian (Equity)
Keadilan berarti bahwa kebijakkan pemerintah haruslah mempunyai akibat
yang tidak berat sebelah, contoh dalam kebijakan perpajakan yang harus diartikan
bahwa bagi yang kurang mampu akan mendapatkan subsidi dan sebaliknya
golongan kaya akan membayar pajak.
2.
Efisiensi ekonomis (economic efficiency)
Efficiency adalah perbandingan antara input dan output, di mana input
digunakan setepat dan sebaik mungkin untuk memperoleh output yang terbaik.
Secara sederhana efisiensi ekonomis, dapat dikatakan bahwa efisiensi ekonomis
ada jika kebijakan pemerintah itu lebih baik memperhatikan pengaruh ekonomi
terhadap kesejahteraan masyarakat sejauh mungkin atau secara lebih hati-hati.
Pengertian
efisiensi ekonomis
ini
dapat dipertegas
yaitu
kalau suatu
perekonomian itu sudah tidak mungkin lagi untuk mengadakan alokasi sumbersumber yang menyebabkan disatu pihak akan lebih makmur dan pihak lain rugi.
3.
Kebapakan (paternalisme)
Kebapakan yaitu kebijakan pemerintah untuk mengadakan atau menyediakan
barang dan jasa yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh masyarakat. Karenanya
banyak orang mendukung kebijakan pemerintah bukan karena kebijakan ini
memberikan kepada masyarakat apa yang mereka butuhkan, tetapi karena mereka
beranggapan bahwa pemerintah lebih baik daripada masyarakat itu sendiri.
4.
Kebebasan perorangan (individual freedom)
Pada umumnya orang memberi nilai tinggi terhadap kebebasan perorangan
maka dari itu pembatasan yang ditetapkan perorangan harus dibuat sekecil
mumgkin. Misalkan apabila pemeritah memungut pajak untuk membiayai
pengeluarannya maka hal ini akan mengurangi kebebasan wajib pajak itu
membelanjakan sebagian dari pendapatanya seperti yang di kehendaki.
Keempat kriteria diatas secara bersama-sama tidak mungkin dipenuhi oleh
setiap kriteria kebijakan secara simultan karena suatu kriteria mungkin bersifat
kontradiksi antara satu dan yang lain, contohnya, efisiensi dan keadilan sering
sekali tidak dapat sejalan. Dalam mencapai efisiensi maka harus mengorbankan
keadilan dan sebaliknya. Begitu juga antara kebapakan dan kebebasan perorangan
yang selalu ada “trade off” diantara keduanya. Untuk menilai kebijakan haruslah
memandang bagaimana pentingnya masing-masing kriteria itu atau sejauh mana
bobot dari tiap kriteria telah dipertimbangkan dalam kebijakan pemerintah.
Penyusunan model efisiensi pengeluaran publik berdasarkan kriteria-kriteria
yang ada adalah dengan cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang secara
langsung akan menurunkan tingkat kemiskinan dan jumlah pengangguran. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengurangi laju pertumbuhan jumlah pegawai sehingga
dapat mengurangi belanja pegawai ataupun melalui pengurangan subsidi BBM
yang memberatkan
APBN. Melalui kebijakan
fiskal yang salah satu
penekanannya melalui kebijakan pengeluaran pemerintah, dimana kebijakan
pengeluaran pemerintah diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang
akan berdampak pada menurunkan angka kemiskinan dan jumlah pengangguran.
III. Kesimpulan
Penjabaran APBN Indonesia bukan sekedar memberikan angka pada
pendapatan dan pengeluaran melainkan didalamnya terdapat tujuan dari negara
Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, dan
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh sebab itu, pemerintah memiliki
tanggung jawab yang besar dalam menyusun APBN, terutama dalam penyusunan
alokasi pengeluaran yang efektif dan efisien namun tetap menjujung tujuan negara
Indonesia.
Dalam menentukan pengeluaran pemerintah, pemerintah juga perlu untuk
mengetahui teori pengeluaran publik dari segi makro maupun mikro ekonomi.
Melalui teori ini, pemerintah diharapkan mampu untuk mengetahui resiko yang
akan dihadapi apabila meningkatkan atau menurunkan pengeluaran. Hal ini sangat
penting karena akan mempengaruhi keseimbangan sektor ekonomi suatu negara,
seperti sektor produksi, distribusi, dan konsumsi. Pertumbuhan pada pengeluaran
pemerintah meningkat dari tahun ke tahun menandakan bahwa kegiatan
pemerintah juga selalu meningkat.
Selain pemerintah harus merencanakan pengeluaran, pemerintah juga harus
mengalokasikan anggaran dengan efektif ke sektor pengeluaran yang dapat
meningkatkan PDB sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. Skala
prioritas ini memang membawa dampak terhadap kemiskinan dan pengangguran.
Pada akhirnya pemerintah harus bijaksana untuk mengambil kebijakan dengan
mempertimbangkan dampak terdapat efisiensi dan equality.
Referensi nat:
http://www.slideshare.net/ratiihlovePersib/8-dasar-teori-perkembanganpengeluaran-pemerintah
Prasetya, Ferry. 2012. Modul Ekonomi Publik Bagian V: Teori Pengeluaran
Pemerintah. Malang: Universitas Brawijaya.
Tinjauan Pustaka mengenai Pengeluaran Pemerintah dari Universitas Sumatera
Utara. S Widya. 2013 repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38971/4/Chapter
%20ll.pdf
Uraian Teoritis mengenai Pengeluaran Pemerintah dari Universitas Sumatera
Utara. E martin, 2010.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38971/4/Chapter%20ll.pdf
Kalo ada sumber lain di cantumin yaa, mau itu buku ataupun dari internet, thank
you
Suparmoko. THN BRP. Keuangan Negara: Dalam Teori dan Praktik.
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Nyoman, Made Sukarsa.Wahyuni, I Gusti Ayu Putri. Yuliarmi. 2014. Pengaruh
Pengeluaran Pemerintah dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Eknomi dan
Kesenjangan Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. E - Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Universitas Udayana. 3.8 (2014) : 458 - 47
7.http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=174430&val=984&title=PENGARUH%20PENGELUARAN
%20PEMERINTAH%20DAN%20INVESTASI%20TERHADAP
%20PERTUMBUHAN%20EKONOMI%20DAN%20KESENJANGAN
%20PENDAPATAN%20KABUPATEN/KOTA%20DI%20PROVINSI%20BALI.
Diakses pada 19 Februari 2015.
Amirsyah. 2015. Mengenal Jenis-jenis Belanja Pemerinta Pusat Dalam APBN.
http://www.kompasiana.com/amirsyahoke/mengenal-jenis-jenis-belanjapemerintah-pusat-dalam-apbn_552b00daf17e616860d623ca. Diakses pada 19
Februari 2015.
Manalu, Maria Christina. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
https://www.researchgate.net/publication/42351454_Analisis_Pengaruh_Pengelua
ran_Pemerintah_Terhadap_Pertumbuhan_Ekonomi_Indonesia. Diakses pada 19
Februari 2015.
https://www.researchgate.net/publication/
42351454_Analisis_Pengaruh_Pengeluaran_Pemerintah_Terhadap_Pertumbuhan
_Ekonomi_Indonesia
Kemenkeu “Penyusunan Model Efisiensi Belanja Negara Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi,
Tingkat
Kemiskinan
dan
Pengangguran”
http://www.kemenkeu.go.id/Kajian/penyusunan-model-efisiensi-belanja-negaraterhadap-pertumbuhan-ekonomi-tingkat-kemiskinan-d-0 (20 feb 2016)
Analisis Efesiensi Pengeluaran Publik Pada Pemerintah Provinsi di Indonesia
Tahun
2011
http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S-Nurul%20Ainul
%20Mardiyah (20 feb 2016)
Suparmoko.2000.Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek.Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta
Galih, (2012). Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Angka Melek
Huruf Perempuan Dan Angka Partisipasi Sekolah Perempuan Di Kabupaten/Kota
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012
http://kamusbisnis.com/arti/pengeluaran-pemerintah/
Pertumbuhan Pengeluaran Publik
oleh Nathasya Marta Ningrum (1406621065), Nur Atikasari (1406621001),
Robyanti Wulandari (1406621020), dan Sumardiyanto Baresi (1406621115)
Ilmu Administrasi Fiskal Paralel 2014
Universitas Indonesia
I. Pendahuluan
Pemerintahan merupakan suatu organisasi besar yang terdiri dari banyak orang
dengan satu tujuan. Tujuan negara Indonesia sesuai dengan pembukaan UndangUndang Dasar 1945 alinea ke-4 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
melaksanakan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan kemerdekaan, dan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam
mencapai tujuan tersebut agar keinginan masyarakat terpenuhi maka ditunjang
oleh beberapa fungsi pemerintah dalam kegiatan ekonomi, yaitu alokator,
stabilitator, distributor, dan stabilitator. Fungsi distributor merupakan salah satu
bentuk kegiatan ekonomi dalam pembagian sumber daya baik barang maupun
jasa.
Oleh sebab itu, dalam mewujudkan pemerintah yang melakukan distribusi
secara adil, pemerintah membuat daftar anggaran mengenai rencana penerimaan
dan pengeluaran setiap tahunnya. Daftar anggaran yang ada di Indonesia tersebut
dijabarkan dalam Anggaran Perencanaan Belanja Negara (APBN). Penerimaan
pemerintah terdiri dari pendapatan dalam negeri dan pendapatan hibah sedangkan
pengeluaran pemerintah sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran negara
dan pengeluaran daerah, yang masing-masing mempunyai struktur pengeluaran
tersendiri dan berbeda. Dalam pelaksanaan mendistribusikan barang dan jasa
secara adil dapat dalam berbagai bentuk termasuk uang. Penggunaan uang
tersebut digunakan untuk melaksanakan fungsi pemerintah yang dimaksud dengan
pengeluaran pemerintah.
II. Isi
2.1 Pengertian Pengeluaran Publik
Dalam APBN terdapat rencana atau target pendapatan dan pengeluaran
pemerintah. Musgrave dan Rostow menyatakan bahwa yang menentukan
peningkatan pengeluaran pemerintah disebabkan oleh tahap perkembangan
ekonomi dari suatu negara yaitu tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut.
Sedangkan, menurut Adolf Wagner, penyebab utama pengeluaran pemerintah
meningkat terutama adalah pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul
dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.
Pengeluaran pemerintah (government expenditure) dalam kamus bisnis adalah
belanja
sektor
pemerintah
termasuk
pembelian
barang
dan jasa serta
pembayaran subsidi. Hal ini diilakukan untuk digunakan untuk melakukan fungsifungsi penting pemerintahan, seperti pertahanan nasional dan pendidikan serta
pengeluaran tersebut dibiayai baik dari pajak maupun pinjaman. Disisi lain,
pengeluaran pemerintah juga dapat diartikan sebagai penggunaan uang dan
sumberdaya suatu negara untuk membiayai suatu kegiatan negara atau pemerintah
dalam rangka mewujudkan fungsinya dalam melakukan kesejahteraan (Prasetya,
2012). Melalui kedua pengertian ini, pengeluaran pemerintah secara umum
merupakan salah satu kebijakan fiskal dalam hal membiayai fungsi-fungsi
pemerintah dengan cara memungut pajak maupun pinjaman untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat.
II.2 Teori Pertumbuhan Pengeluaran Publik
Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari
identitas keseimbangan pendapatan nasional, yaitu Y = C + I + G + (X-M)
[keterangan: Y= pendapatan, C= konsumsi, I = investasi, G = pengeluaran, X =
Ekspor, dan M = Impor] yang merupakan sumber legitimasi pandangan
Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari
persamaan tersebut, kebijakan pemerintah atas pendapatan dan pengeluaran
berbanding lurus. Apabila pemerintah melakukan kenaikan atau penurunan
pengeluaran pemerintah akan menaikan atau menurunkan pendapatan nasional.
Setelah mengenal identitas keseimbangan pendapatan nasional, ada berbagai
pendekatan atau perspektif baru mengenai pengeluaran pemerintah yang dapat
dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu teori makro dan teori mikro.
2.2.1 Teori Makro
Menurut Boediono (1999) yang dikutip oleh S. Widya, dalam teori
ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga prinsip yang dapat
digolongkan, yaitu pembelian barang dan jasa, gaji pegawai, serta transfer
payment. Perubahan nilai pada gaji pegawai mempunyai pengaruh terhadap
proses makro ekonomi karena perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi
besarnya tingkat permintaan secara tidak langsung. Transfer payment
berkaitan dengan pembayaran atau pemberian langsung dari pemerintah
untuk masyarakat, seperti pembayaran subsidi atau bantuan langsung tunai
(BLT) kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun,
pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Secara
ekonomis transfer payment mempunyai status dan pengaruh yang sama
dengan prinsip gaji pegawai meskipun secara administrasi keduanya berbeda.
Dalam
pengeluaran
pemerintah,
terdapat
empat
pendekatan
dalam
pengeluaran pemerintah secara makro, yaitu:
a. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Musgrave dan Rostow merupakan dua orang yang mengembangkan model
ini menyatakan bahwa adanya hubungan antara perkembangan pengeluaran
pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan
antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal, negara
masih perlu untuk mengembangkan ekonomi di negaranya sendiri, oleh sebab
itu persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena
pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan,
kesehatan, transportasi, dan lain-lain (contoh: negara-negara yang baru
merdeka).
Selanjutnya, pada tahap menengah negara masuk kedalam tahap dalam
mewujudkan pembangunan ekonomi sehingga investasi pemerintah masih
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin
meningkat, tetapi pada tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar.
Menurut Basri (2005) yang dikutip oleh E. Martin, sebenarnya peranan
pemerintah juga tidak kalah besar dengan peranan swasta karena pada tahap
ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor
yang semakin rumit. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh
perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat
pencemaran udara dan air sehingga pemerintah harus turun tangan untuk
mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat.
Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang
lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Terakhir, negara pada
tahap ekonomi lanjut akan berfokus pada stabilisasi ekonomi. Aktivitas
pemerintah pada tahap lanjut beralih dari penyediaan prasarana ke aktivitasaktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua, pelayanan kesehatan
masyarakat dan sebagainya.
b. Teori Adolf Wagner
Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan
pemerintah semakin lama semakin meningkat. Menurut Dumairy (1997) yang
dikutip oleh E. Martin, Adolf Wagner melakukan pengukuran terhadap
perbandingan pengeluaran pemerintah dengan PDB. Melalui hal ini, Wagner
mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah
yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. Inti dalam teori Wegner
adalah semakin meningkatnya peran pemerintah dalam kegiatan dan
kehidupan ekonomi masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Menurut
Mangkoesoebroto (1994) yang dikutip oleh Prasetya, Wagner menyatakan
bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat
maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat terutama
disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam
masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.
Temuannya kemudian oleh Richard A. Musgrave dinamakan Hukum
Pengeluaran Pemerintah yang selalu Meningkat (The Law of Growing Public
Expenditure). Hukum Wagner:
Gambar 2.1 The Law of Growing Public Expenditure
Gambar 2.1 Kurva Law of Growing Public Expenditure
Pada Gambar 2.1, kurva diatas menunjukkan secara relatif peranan
pemerintah semakin meningkat. Hal ini didasarkan pada teori Wagner
“Organic Theory of State” yaitu teori organis yang menganggap pemerintah
sebagai individu yang bebas bertindak terlepas dengan masyarakat lain.
Menurut Wagner dalam pernyataan Dumairy yang dikutip oleh E. Martin, ada
5 hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu
tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan
tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan
ekonomi,
perkembangan
ekonomi,
perkembangan
demokrasi
dan
ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintahan.
c. Teori Peacock dan Wiseman
Menurut Mangkoesoebroto (1994) yang dikutip oleh S. Widya, teori ini
muncul berdasarkan analisis perkembangan pengeluaran negara yang
memandang bahwa pemerintah selalu berusaha untuk memperbesar
pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang juga
semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar.
Menurut Peacock dan Wiseman, pertumbuhan ekonomi menyebabkan
pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan
meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga
semakin meningkat.
Inti dari teori Peacock dan Wiseman adalah masyarakat mempunyai suatu
tingkat toleransi pajak atau kesukarelaan pajak (tax voluteer), yaitu suatu
tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang
dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi
masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk
membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat
kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Melalui tingkat toleransi ini
menjadi kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara
semena-mena sehingga pemerintah perlu merumuskan kenaikan pajak secara
baik
berdasarkan
penggunaanya
agar
dapat
meningkatkan
tingkat
kesukarelaan masyarakat dalam membayar pajak.
Dalam
teori
Peacock
dan
Wiseman
terdapat
efek
penggantian
(displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial yang menyebabkan
aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Perkembangan ekonomi
menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif
pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan
pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu dalam
keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah
yang menjadi semakin besar. Apabila keadaan normal tersebut terganggu,
misalnya karena ada perang, maka pemerintah harus memperbesar
pengeluarannya untuk membiayai perang.
Selain itu, menurut Mangkoesoebroto yang dikutip oleh E. Marin, masih
banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang
dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga
akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah
yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek inilah disebut sebagai efek
konsentrasi (concentration effect). Dengan adanya ketiga efek tersebut
menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang
selesai tingkat pajak tidak menurun kembali pada tingkat sebelum terjadi
perang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini
Gambar 2.2 Kurva Teori Peacock dan Wiseman
Dalam keadaan normal, t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam persentase
terhadap GNP (Gross National Product) meningkat sebagaimana yang
ditunjukan garis AG. Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran
pemerintah meningkat sebesar AC dan kemudian meningkat seperti yang
ditunjukan pada segmen CD. Setelah perang selesai pada tahun t+1,
pengeluaran pemerintah tidak menurun ke G. Hal ini disebabkan setelah
perang, pemerintah membutuhkan tambahan dana untuk mengembalikan
pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan pembangunan.
Berbeda
dengan
pandangan
Wagner,
perkembangan
pengeluaran
pemerintah versi Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis,
seperti kurva di bawah, tetapi berbentuk seperti tangga.
Gambar 2.3 Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Berdasarkan
Pendapat Rostow Mugrave dan Peacock Wiseman
Pengeluaran pemerintah menurut teori Wagner, Sollow, dan Musgrave
digambarkan dalam bentuk kurva yang eksponensial, sedangkan teori
Peacock dan Wiseman mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah jika
digambarkan dalam kurva seperti bentuk tangga. Hal ini dikarenakan adanya
kendala toleransi pajak. Ketika masyarakat tidak ingin membayar pajak yang
tinggi yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah tidak bisa meningkatkan
pengeluarannya,
walaupun
pemerintah
ingin
senantiasa
menaikkan
pengeluarannya.
Menurut Bird dalam karya Mangkoesoebroto yang dikutip oleh E. Martin,
mengkritik hipotesa yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman. Bird
menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial memang terjadi
pengalihan aktivitas pemerintah dari pengeluaran sebelum gangguan ke
pengeluaran yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal ini akan
diikuti oleh peningkatan persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB.
Akan tetapi setelah terjadinya gangguan, persentase pengeluaran pemerintah
terhadap PDB akan menurun secara perlahan-lahan kembali ke keadaan
semula. Oleh sebab itu, menurut Bird, efek pengalihan merupakan gejala
dalam jangka pendek, tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang.
d. Teori batas kritis Colin Clark
Dalam teorinya, Collin Clark mengemukakan hipotesis tentang batas kritis
perpajakan. Toleransi tingkat pajak dan pengeluaran pemerintah diperkirakan
kurang dari 25 persen dari GNP, meskipun anggaran belanja pemerintah tetap
seimbang. Hal ini jika terjadi dalam kegiatan ekonomi pemerintah akan
menimbulkan inflasi karena pajak dan penerimaan-penerimaan lain melebihi
25% dari total kegiatan ekonomi. Inflasi terjadi karena adanya keseimbangan
baru yang timbul sebagai akibat adanya kesenjangan antara permintaan
agregate dan penawaran agregate. Apabila batas 25 persen terlampaui maka
akan timbul inflasi yang akan mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat.
Nilai pajak yang tinggi akan mengurangi gairah kerja dan berdampak pada
produktivitas akan turun dengan sendirinya serta secara tidak langsung akan
mengurangi penawaran agregate. Di lain pihak, pengeluaran pemerintah yang
tinggi akan berakibat pada naiknya permintaan agregat. (Prasetya, 2012)
2. Teori Mikro
Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah
adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan
barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya barang
publik. Beberapa faktor menurut Mangkoesoebroto (1994) yang dikutip oleh
S. Widya yang mampu mempengaruhi pengeluaran pemerintah yaitu:
a. Perubahan permintaan akan barang publik.
b. Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik
dan perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan.
c. Perubahan kualitas barang publik.
d. Perubahan harga faktor – faktor produksi.
Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang publik
menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran
belanja, misalnya menurut Basri (2005) yang dikutip oleh E. Martin,
pemerintah menetapkan akan membuat sebuah pelabuhan udara baru.
Pelaksanaan pembuatan pelabuhan baru tersebut menimbulkan permintaan
akan barang lain yang dihasilkan oleh sektor swasta seperti semen, baja, alatalat pengangkutan dan sebagainya. Jumlah barang publik yang akan
disediakan tersebut selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang
lain. Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a. Penentuan Permintaan
Ui = f (G,X)
Keterangan:
G = vektor dari barang publik
X = vektor barang swasta
i = individu; = 1,...., m
U = fungsi utilitas
Seorang individu mempunyai permintaan akan barang publik dan swasta.
Akan tetapi, permintaan efektif akan barang tersebut (pemerintah dan swasta)
tergantung pada kendala anggaran (budget constraints). Misalkan seorang
individu (i) membutuhkan barang publik (K) sebanyak Gk. Untuk
menghasilkan i barang K sebanyak Gk, pemerintah harus mengatur sejumlah
kegiatan. Misalnya pemerintah berusaha untuk meningkatkan penjagaan
keamanan. Dalam pelaksanaan usaha meningkatkan keamanan tersebut tidak
mungkin bagi pemerintah untuk menghapuskan sama sekali angka kejahatan.
Karena itu, pemerintah dan masyarakat harus menetapkan suatu tingkat
keamanan yang dapat ditolerir oleh masyarakat. Suatu tingkat keamanan
tertentu dapat dicapai dengan berbagai kombinasi aktivitas atau dengan
menggunakan berbagai fungsi produksi.
b. Penentuan Tingkat Output
Barang dan jasa publik yang disediakan oleh pemerintah ditentukan oleh
politisi yang memilih jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Disamping itu,
para politisi juga menentukan jumlah pajak yang akan dikenakan kepada
masyarakat untuk membiayai barang dan jasa publik tersebut dalam
menentukan jumlah barang dan jasa yang akan disediakan. Menurut Basri
(2005) yang dikutip oleh E. Martin, para politisi memperhatikan selera atau
keinginan masyarakat, agar masyarakat merasa puas dan tetap memilih
mereka dalam sebagai wakil masyarakat. Fungsi utilitas para politisi adalah
sebagai berikut:
Up = g (X, G, S)
Keterangan:
Up = fungsi utilitas
S = keuntungan yang diperoleh politisi dalam bentuk materi atau kedudukan
G = vector barang public
X = vector barang swasta
Kita asumsikan bahwa fungsi utilitas masyarakat diwakili seorang pemilih:
Max Ui = f (X, G)
Dengan pemuasan dibatasi kendala anggaran sehingga rumusnya:
PxX + t B < Mi
Keterangan:
P = vektor harga barang swasta
X = vektor barang swasta
Bi = basis pajak individu 1
Mi = total pendapatan individu 1
T = tariff pajak
Kurva permintaan dari pemilik yang mewakili masyarakat ditentukan oleh 2
proses, yaitu dengan mengasumsikan pemilik tidak punya kemampuan
mempengaruhi tarif pajak, sehingga dia bertindak sebagai pengambil harga
(Price Taker). Atau, asumsikan kedua pemilik tidak bisa menentukan jumlah
barang public, sehingga Ia bertindak sebagai pengambil output (Output
Taker).
2.3 Klasifikasi Pengeluaran Publik
Pengeluaran pemerintah memiliki dua sifat, yaitu exhaustive dan transfer.
Pertama pengeluaran pemerintah dapat bersifat exhaustive yaitu merupakan
pembelian barang dan jasa dalam perekonomian yang dapat langsung dikonsumsi
maupun dapat dijadikan barang yang lain. Pembelian barang dan jasa tersebut
dibeli dari perusahaan swasta (seperti makanan, bangunan, mesin, dan
sebgaianya) maupun dari pemerintah itu sendiri (seperti jasa-jasa guru, militer,
pegawai negeri, dan sebgainya). Kedua pengeluaran pemerintah dapat bersifat
transfer yaitu merupakan pemindahan uang kepada individu-individu untuk
kepentingan sosial, atau kepada perusahan-perusahan dalam bentuk subsidi
ataupun kepada negara lain dalam bentuk pemberian atauh hibah, seperti BLT,
tunjangan pensiun, tunjangan veteran, dan sebagainya.
Menurut Suparmoko dalam bukunya Keuangan Negara, pengeluaran
pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan sebagai
berikut:
a. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan
ekonomi di masa-masa yang akan datang
b. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejateraan dan kegembiraan bagi
masyarakat
c. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang
d. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan peneybaran tenaga beli yang
luas
Berdasarkan poin-poin di atas, maka pengeluaran-pengeluaran negara dapat
dijabarkan lagi menjadi:
1. Pengeluaran yang “self-liquiditing” sebagian atau seluruhnya
Artinya pengeluaran untuk barang/jasa yang akan diterima atau dimanfaatkan
oleh masyarakat dan akan dibayar kembali ke pemerintah. Contohnya,
pengeluaran untuk jasa-jasa pengeluaran negara, atau untuk proyek-proyek
profuktif barang ekspor.
2. Pengeluaran yang reproduktif
Pengeluaran yang reproduktif adalah pengeluaran yang mewujudkan
keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat. Dengan diuntungkannya
masyarakat, maka penghasilan akan meningkat dan sasaran pajak akan semakin
banyak dan/atau tinggi penerimaannya. Contohnya, pengeluaran di bidang
pengairan, pertanian, dan sebagainya.
3. Pengeluaran yang tidak “self-liquiditing” maupun yang tidak reproduktif
Yaitu pegeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan
masyarakat, seperti objek rekreasi, pendirian monumen, juga objek-objek
parwisata yang dapat mengakibatkan naiknya penghasilan nasional dalam arti
jasa-jasa tadi.
4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupaka pemborosan
Misalnya, pembiayaan pertahanan/perang meskipun pada saat pengeluaran
terjadu penghasilan perorangan yang menerimanya akan naik
5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa mendatang
Misalnya, pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. Kalau hal ini tidak
dijalankan sekarang, biaya pemeliharaan bagi mereka di masa mendatang akan
lebih besar.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pengeluaran
pemerintah Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
1.
Pengeluaran Rutin
Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang secara rutin setiap tahunnya
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan dan pemeliharaan roda
pemerintahan, terdiri dari:
a.
Belanja pegawai, yaitu untuk pembayaran gaji pegawai termasuk gaji pokok
dan tunjangan
b.
Belanja barang, yaitu untuk pembelian barang - barang yang digunakan untuk
penyelenggaraan pemerintah sehari – hari
c.
Subsidi
d.
Pembayaran angsuran dan bunga atas utang negara
e.
Belanja pemeliharaan, yaitu pengeluaran untuk memelihara agar milik atau
kekayaan pemerintah tetap terpelihara secara baik
f.
Belanja perjalanan, yaitu untuk perjalanan kepentingan penyelenggaraan
pemerintahan.
2.
Pengeluaran Pembangunan
Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan
untuk
membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan umum, yang bersifat
menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik
maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode
tertentu. Pengeluaran
pembangunan dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan
dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan dialokasikan melalui
departemen-departemen/lembaga pemerintah termasuk pemerintah daerah.
Disisi lain, pada pasal 11 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
tercantum bahwa klasifikasi jenis belanja negara, terdiri dari belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja lainlain, dan belanja daerah. Dari ke-8 jenis belanja negara tersebut, tujuh poin
pertama adalah murni pengeluaran yang dilakukan negara untuk membiayai
barang dan jasa yang diperlukan dan menjamin kesejahteraan rakyat Indonesia
secara menyeluruh. Sedangkan, belanja daerah adalah dana yang dialirkan pusat
ke pemerintah-pemerintah daerah. Belanja daerah merupakan pengeluaran negara
yang bersifat pengeluaran pembangunan. Terbagi atas dua kelompok besar, yaitu
Dana Perimbangan (terdiri dari: Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum,
Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak). Selain Dana Perimbangan, juga
terdapat Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.
2.4 Pengaruh Pengeluaran Negara Terhadap Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi menurut Simon Kuznets adalah kenaikan kapasitas
dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi bagi penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi,
kelembagaan, dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Oleh
karena itu, pertumbuhan ekonomi membawa dampak yang signifikan bagi
kesejahteraan masyarakat. Menurut pandangan para ahli ekonomi klasik, terdapat
tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu- jumlah penduduk,
jumlah barang modal, kekayaan alam, serta teknologi. Semakin banyak barang
modal yang dimiliki, produktivitas suatu negara dalam memenuhi barang dan jasa
akan meningkat. Untuk memenuhi permintaan barang modal, pemerintah akan
mengeluarkan dana untuk belanja modal sehingga menambah pengeluaran
pemerintah. Dengan begitu, semakin pengeluaran dikelola secara efisien, maka
hal itu dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran pemerintah yang bersifat belanja rutin, seperti gaji pegawai,
bunga, pembayaran hutang, dan subsidi juga menunjukkan berbagai pengaruhnya.
Jika bunga dan hutang dari pinjaman ditangguhkan pembayarannya, maka bunga
akan semakin besar dan melimpahkan beban hutang ke tahun-tahun berikutnya.
Justru, pengeluaran di bidang ini merupakan pengeluaran yang bersifat
penghematan di masa yang akan datang. Pengeluaran-pengeluaran yang bersifat
reproduktif akan menambah keuntungan ekonomis masyarakat yang dapat
berpengaruh pada peningkatan penghasilan. Meningkatnya penghasilan juga
berpengaruh pada sasaran pajak yang semakin banyak dan/atau tinggi
penerimaannya.
Selain
itu,
pengeluaran
pembangunan
seperti
misalnya
bendungan, jalan raya, juga membawa dampak bagi kesejahteraan masyarakat.
Dampak positif
bagi perekonomian Indonesia terasa pula dengan adanya
pengeluaan yang tidak self-liquiditing maupun yang tidak produktif. Dapat dilihat
dari dibangunnya objek-objek rekreasi yang merupakan potensi untuk menyokong
pendapatan pemerintah.
Menurut Maria Christiana dalam tulisan “Analisis Pengaruh Pengeluaran
Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, pengeluaran pemerintah
pasti akan mempengaruhi aktivitas perekonomian namun bukan hanya karena
pengeluaran pemerintah dapat menciptakan proses pembangunan melainkan dapat
pula menjadi salah satu komponen agregat permintaan yang dapat menambah
produk domestik. Dari sebuah jurnal berjudul Pengaruh Pengeluaran Pemerintah
dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Eknomi dan Kesenjangan Pendapatan
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa
pengeluaran pemerintah dan investasi dari tahun 2000-2012 berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
Provinsi Bali dan pertumbuhan ekonomi berdampak secara signifikan terhadap
kesenjangan pendapatan.
Selain itu, menurut Prasetya (2012) dalam Modul Ekonomi, dampak
pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian juga dapat ditinjau dari berbagai
sektor perekonomian, antara lain:
a.
Sektor Produksi
Sektor produksi dapat dipengaruhi oleh besarnya penyediaan barang dan jasa
oleh pemerintah. Dilihat secara agregat pengeluaran negara merupakan faktor
produksi (money), melengkapi faktor-faktor produksi yang lain (man, machine,
material, method, management). Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan
akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap perekonomian, karena
pendidikan akan menghasilkan SDM yang lebih berkualitas. Dengan SDM yang
berkualitas produksi akan meningkat.
b.
Sektor Distribusi
Distrbusi yang dilakukan oleh pemrintah dapat dilihat dari segi distribusi
pendapatan, distribusi barang, dan distribusi jasa. Subsidi listrik, pupuk, dan BBM
adalah contoh-contoh pengeluaran pemerintah dalam sektor distribusi, hal itu
dilakukan untuk menjangkau masyarakat yang kurang mampu menikmati
barang/jasa yang dibutuhkan. Pengeluaran pemerintah untuk biaya pendidikan
SD-SLTA membuat masyarakat kurang mampu dapat menikmati pendidikan yang
lebih baik, dengan pendidikan yang lebih baik, diharapkan masyarakat dapat
meningkatkan taraf hidupnya. Apabila pemerintah tidak mengeluarkan dana untuk
keperluan tersebut, maka distribusi pendapatan, barang, dan jasa akan berbeda.
Hanya masyarakat mampu saja yang akan menikmati tingkat kehidupan yang
lebih baik, sementara masyarakat kurang mampu tidak memperoleh kesempatan
untuk meningkatkan taraf hidupnya.
c.
Sektor Konsumsi Masyarakat
Pengaruh pengeluaran negara terhadap tingkat konsumsi masyarakat dapat
dirasakan dengan adanya subisidi atau tidak. Jika pemerintah memberikan subsidi
terhadap suatu barang/jasa, contohnya BBM, maka masyarakat yang kurang
mampu dapat menggunakan BBM dan yang mampu dapat menggunakan BBM
lebih banyak lagi. Dengan begitu, konsumsi masyarakat akan menigkat. Tetapi,
jika subsidi dicabut, maka harga akan semakin mahal dan masyarakat akan lebih
sedikit menggunakan BBM. Dengan begitu, konsumsi masyarakat akan menurun.
d.
Sektor Keseimbangan Perekonomian
Untuk mencapai target-target peningkatan PDB, pemerintah dapat mengatur
alokasi dan tingkat pengeluaran negara. Misalnya dengan mengatur tingkat
pengeluaran negara yang tinggi (untuk sektor-sektor tertentu), pemerintah dapat
mengatur tingkat employment (menuju full employment). Apabila target
penerimaan tidak memadai untuk membiayai pengeluaran tersebut, pemerintah
dapat membiayainya dengan pola defisit anggaran.
2.5 Pertumbuhan Sektor Publik dan Ukuran Pemerintah
Pemerintah Indonesia mempunyai tujuan untuk mensejahterahkan masyarakat
Indonesia, oleh sebab itu salah satu kegiatan pemerintah adalah mampu
menyediakan barang dan jasa dan membagikannya secara adil dan merata ke
seluruh Indonesia. Dalam menyediakan barang dan jasa tersebut pemerintah
membuat anggaran pengeluaran pemerintah setiap tahunnya.
Kegiatan pemerintah dalam hal distribusi dan alokasi semakin meningkat dari
tahun ketahun. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertumbuhan ekonomi yang
mengharuskan pemerintah semakin banyak melakukan pengeluaran pemerintah
untuk menyediakan barang dan jasa. Semakin besar dan banyak kegiatan
pemerintah maka semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang harus dibiayai.
Gambar 2.4 Tabel Produk Domestik Bruto Indonesia tahun 2010-2013
atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rupiah)
Gambar 2.5 Tabel Pengeluaran Negara pada Tahun 2007-2014
Data tabel 1.1 merupakan data penggunaan produk domestik bruto tahun
2010 sampai dengan tahun 2013 yang dimana bahwa dari tahun ketahun PDB
Indonesia selalu meningkat. Begitu pula dengan tabel 1.2 yang merupakan data
pengelauran pemerintah dari tahun 2007 samapi dengan 2014 yang mengalami
peningkatan atau pertumbuhan pengeluaran pemeringtah dari tahun ke tahun.
Menurut Suparmoko dalam buku “Keuangan Negara: Teori dan Konsep”, alasan
pertumbuhan pengeluaran pemerintah meningkat dari tahun ke tahun karena
kegiatan pemerintah yang selalu meningkat. Peningkatan kegiatan pemerintah
disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
a. Adanya perang: walau perang sudah berakhir, pengeluaran tetap ada karena
membiayai tentara tentara yang sudah terlanjur diangkat sebagai pegawai
negeri.
b. Adanya kenaikan tingkat pengahasilan dalam masyarakat: jika pengahasilan
meningkat maka kebutuhan konsumsi akan barang dan jasa akan meningkat
sehingga pemerintah harus mengeluarkan dana yang lebih besar untuk
menyediakan barang dan jasa tersebut.
c. Adanya urbanisasi yang dibarengi dengan perkembangan ekonomi: dengan
banyaknya masyarakat yang pindah dari desa ke kota maka pemerintah harus
menyedikan lapangan kerja, kebutuhan listirk, air, perumaha, keaman, dan
kesehatan, sehinggan pengeluaran pemerintah meningkat.
d. Perkembangan demokrasi: diperlukannnya biaya yang sangat besar untuk
mengadakan musyarawah, pungutan suaran dan rapat-rapat untuk menunjang
demokrasi.
e. Pembangunan ekonomi: makin banyaknya rencana untuk pembangunan
ekonomi sehingga anggaran atau pengeluaran pemerintah meningkat
f. Program kesejahteraaan masyarakat: demi mencapai kesejahteraan masyarakat
maka pemerintah mengeluarkan program-program seperi BPJS, rumah panti
jompo, panti asuhan yang biayanya di biayai oleh pemerintah dari anggaran
yang telah dibuat.
2.6 Perwujudan Efisiensi Pengeluaran Pemerintah
Dalam mengetahui efisiensi kebijakan pemerintah harus didasarkan pada
pengaruh dari kebijakan tersebut. Setiap kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah mempunyai pengaruh terhadap alokasi sumber atau kombinasi barang
dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian. Selain itu pengaruh kebijakan
pemerintah terhadap distribusi barang dan jasa atas distribusi pendapatan rill. Pada
umumnya kriteria yang digunakan untuk menilai kebijakan pemerintah terbagi
menjadi 4, yaitu:
1.
Keadlian (Equity)
Keadilan berarti bahwa kebijakkan pemerintah haruslah mempunyai akibat
yang tidak berat sebelah, contoh dalam kebijakan perpajakan yang harus diartikan
bahwa bagi yang kurang mampu akan mendapatkan subsidi dan sebaliknya
golongan kaya akan membayar pajak.
2.
Efisiensi ekonomis (economic efficiency)
Efficiency adalah perbandingan antara input dan output, di mana input
digunakan setepat dan sebaik mungkin untuk memperoleh output yang terbaik.
Secara sederhana efisiensi ekonomis, dapat dikatakan bahwa efisiensi ekonomis
ada jika kebijakan pemerintah itu lebih baik memperhatikan pengaruh ekonomi
terhadap kesejahteraan masyarakat sejauh mungkin atau secara lebih hati-hati.
Pengertian
efisiensi ekonomis
ini
dapat dipertegas
yaitu
kalau suatu
perekonomian itu sudah tidak mungkin lagi untuk mengadakan alokasi sumbersumber yang menyebabkan disatu pihak akan lebih makmur dan pihak lain rugi.
3.
Kebapakan (paternalisme)
Kebapakan yaitu kebijakan pemerintah untuk mengadakan atau menyediakan
barang dan jasa yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh masyarakat. Karenanya
banyak orang mendukung kebijakan pemerintah bukan karena kebijakan ini
memberikan kepada masyarakat apa yang mereka butuhkan, tetapi karena mereka
beranggapan bahwa pemerintah lebih baik daripada masyarakat itu sendiri.
4.
Kebebasan perorangan (individual freedom)
Pada umumnya orang memberi nilai tinggi terhadap kebebasan perorangan
maka dari itu pembatasan yang ditetapkan perorangan harus dibuat sekecil
mumgkin. Misalkan apabila pemeritah memungut pajak untuk membiayai
pengeluarannya maka hal ini akan mengurangi kebebasan wajib pajak itu
membelanjakan sebagian dari pendapatanya seperti yang di kehendaki.
Keempat kriteria diatas secara bersama-sama tidak mungkin dipenuhi oleh
setiap kriteria kebijakan secara simultan karena suatu kriteria mungkin bersifat
kontradiksi antara satu dan yang lain, contohnya, efisiensi dan keadilan sering
sekali tidak dapat sejalan. Dalam mencapai efisiensi maka harus mengorbankan
keadilan dan sebaliknya. Begitu juga antara kebapakan dan kebebasan perorangan
yang selalu ada “trade off” diantara keduanya. Untuk menilai kebijakan haruslah
memandang bagaimana pentingnya masing-masing kriteria itu atau sejauh mana
bobot dari tiap kriteria telah dipertimbangkan dalam kebijakan pemerintah.
Penyusunan model efisiensi pengeluaran publik berdasarkan kriteria-kriteria
yang ada adalah dengan cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang secara
langsung akan menurunkan tingkat kemiskinan dan jumlah pengangguran. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengurangi laju pertumbuhan jumlah pegawai sehingga
dapat mengurangi belanja pegawai ataupun melalui pengurangan subsidi BBM
yang memberatkan
APBN. Melalui kebijakan
fiskal yang salah satu
penekanannya melalui kebijakan pengeluaran pemerintah, dimana kebijakan
pengeluaran pemerintah diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang
akan berdampak pada menurunkan angka kemiskinan dan jumlah pengangguran.
III. Kesimpulan
Penjabaran APBN Indonesia bukan sekedar memberikan angka pada
pendapatan dan pengeluaran melainkan didalamnya terdapat tujuan dari negara
Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, dan
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh sebab itu, pemerintah memiliki
tanggung jawab yang besar dalam menyusun APBN, terutama dalam penyusunan
alokasi pengeluaran yang efektif dan efisien namun tetap menjujung tujuan negara
Indonesia.
Dalam menentukan pengeluaran pemerintah, pemerintah juga perlu untuk
mengetahui teori pengeluaran publik dari segi makro maupun mikro ekonomi.
Melalui teori ini, pemerintah diharapkan mampu untuk mengetahui resiko yang
akan dihadapi apabila meningkatkan atau menurunkan pengeluaran. Hal ini sangat
penting karena akan mempengaruhi keseimbangan sektor ekonomi suatu negara,
seperti sektor produksi, distribusi, dan konsumsi. Pertumbuhan pada pengeluaran
pemerintah meningkat dari tahun ke tahun menandakan bahwa kegiatan
pemerintah juga selalu meningkat.
Selain pemerintah harus merencanakan pengeluaran, pemerintah juga harus
mengalokasikan anggaran dengan efektif ke sektor pengeluaran yang dapat
meningkatkan PDB sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. Skala
prioritas ini memang membawa dampak terhadap kemiskinan dan pengangguran.
Pada akhirnya pemerintah harus bijaksana untuk mengambil kebijakan dengan
mempertimbangkan dampak terdapat efisiensi dan equality.
Referensi nat:
http://www.slideshare.net/ratiihlovePersib/8-dasar-teori-perkembanganpengeluaran-pemerintah
Prasetya, Ferry. 2012. Modul Ekonomi Publik Bagian V: Teori Pengeluaran
Pemerintah. Malang: Universitas Brawijaya.
Tinjauan Pustaka mengenai Pengeluaran Pemerintah dari Universitas Sumatera
Utara. S Widya. 2013 repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38971/4/Chapter
%20ll.pdf
Uraian Teoritis mengenai Pengeluaran Pemerintah dari Universitas Sumatera
Utara. E martin, 2010.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38971/4/Chapter%20ll.pdf
Kalo ada sumber lain di cantumin yaa, mau itu buku ataupun dari internet, thank
you
Suparmoko. THN BRP. Keuangan Negara: Dalam Teori dan Praktik.
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Nyoman, Made Sukarsa.Wahyuni, I Gusti Ayu Putri. Yuliarmi. 2014. Pengaruh
Pengeluaran Pemerintah dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Eknomi dan
Kesenjangan Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. E - Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Universitas Udayana. 3.8 (2014) : 458 - 47
7.http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=174430&val=984&title=PENGARUH%20PENGELUARAN
%20PEMERINTAH%20DAN%20INVESTASI%20TERHADAP
%20PERTUMBUHAN%20EKONOMI%20DAN%20KESENJANGAN
%20PENDAPATAN%20KABUPATEN/KOTA%20DI%20PROVINSI%20BALI.
Diakses pada 19 Februari 2015.
Amirsyah. 2015. Mengenal Jenis-jenis Belanja Pemerinta Pusat Dalam APBN.
http://www.kompasiana.com/amirsyahoke/mengenal-jenis-jenis-belanjapemerintah-pusat-dalam-apbn_552b00daf17e616860d623ca. Diakses pada 19
Februari 2015.
Manalu, Maria Christina. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
https://www.researchgate.net/publication/42351454_Analisis_Pengaruh_Pengelua
ran_Pemerintah_Terhadap_Pertumbuhan_Ekonomi_Indonesia. Diakses pada 19
Februari 2015.
https://www.researchgate.net/publication/
42351454_Analisis_Pengaruh_Pengeluaran_Pemerintah_Terhadap_Pertumbuhan
_Ekonomi_Indonesia
Kemenkeu “Penyusunan Model Efisiensi Belanja Negara Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi,
Tingkat
Kemiskinan
dan
Pengangguran”
http://www.kemenkeu.go.id/Kajian/penyusunan-model-efisiensi-belanja-negaraterhadap-pertumbuhan-ekonomi-tingkat-kemiskinan-d-0 (20 feb 2016)
Analisis Efesiensi Pengeluaran Publik Pada Pemerintah Provinsi di Indonesia
Tahun
2011
http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S-Nurul%20Ainul
%20Mardiyah (20 feb 2016)
Suparmoko.2000.Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek.Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta
Galih, (2012). Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Angka Melek
Huruf Perempuan Dan Angka Partisipasi Sekolah Perempuan Di Kabupaten/Kota
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012
http://kamusbisnis.com/arti/pengeluaran-pemerintah/