Masyarakat Iktiologi Indonesia Kondisi habitat ikan pelangi arfak, Melanotaenia arfakensis Allen, 1990 di Sungai Nimbai, Prafi Manokwari
Jurnal Iktiologi Indonesia, 14(1):21-36
Kondisi habitat ikan pelangi arfak, Melanotaenia arfakensis Allen, 1990 di Sungai Nimbai, Prafi Manokwari
[Habitat condition of arfak rainbowfish, Melanotaenia arfakensis Allen, 1990 at Nimbai Streams, Prafi Manokwari]
1 Emmanuel Manangkalangi 2 , Simon P. O. Leatemia , Paskalina Th. Lefaan ,
3 Hans F. Z. Peday 1
, Luky Sembel
2 Fakultas Peternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Negeri Papua Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Papua
3 Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua Jln. Gunung Salju Amban, Manokwari 98314
Diterima: 06 Juli 2013; Disetujui: 14 Januari 2014
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi habitat ikan pelangi arfak, Melanotaenia arfakensis yang endemik di Sungai Nimbai pada bulan Juni-Juli dan September-Oktober 2012. Pada lokasi ini ditetapkan tujuh stasiun pengambilan contoh organisme dan parameter lingkungan dari segmen di bagian hulu sampai ke arah hilir masing-masing dengan dua tipe habitat, yaitu tepi sungai beraliran lambat dan daerah beraliran deras. Parameter kualitas habitat yang diukur meliputi kecepatan aliran air, suhu air, gas oksigen terlarut, pH, konsentrasi minyak dan lemak, kondisi vegetasi riparian, kom- posisi dan kepadatan makroavertebrata air, serta komposisi dan penyebaran spesies ikan. Pengumpulan contoh vegetasi ripa-
rian tepi sungai menggunakan petak contoh berukuran 4 m 2 untuk tingkat semai dan 400 m 2 untuk tingkat pancang, tiang, dan pohon. Pengumpulan contoh makroavertebrata dan ikan kedua tipe habitat menggunakan surber berukuran 0,0625 m 2 dan hand net . Hasil penelitian ini memperlihatkan ikan pelangi arfak hanya ditemukan pada segmen sungai di bagian hu - lu. Keberadaan spesies ini berkaitan dengan kondisi parameter fisik-kimiawi perairan yang mendukung kehidupan- nya, tersedianya habitat pemijahan dan perlindungan bagi larva, dan tersedianya makanan berupa insekta air. Keti- dak hadiran ikan ini pada segmen sungai di bagian ke arah hilir disebabkan oleh menurunnya kualitas habitat yang berkaitan dengan berkurangnya tutupan vegetasi riparian dan masuknya limbah organik ke dalam sistem sungai, serta kebera- daan ikan asing. Hasil ini memperlihatkan terjadinya penurunan kualitas dan luasan habitat yang layak bagi spesies ikan ende- mik ini. Oleh karena itu perlu adanya upaya pelestariannya melalui konservasi habitat alami agar populasinya tetap lestari.
Kata penting: endemik, karakteristik habitat, Melanotaenia arfakensis, sungai
Abstract
This research aimed to describe habitat condition of endemic arfak rainbowfish, Melanotaenia arfakensis at Sungai Nimbai on June-July and September-October 2012. The study site consisted of seven sampling stations for organisms and environmental qualities, from upstream to downstream segment, and each of these stations divided into two habitat types, ie. slow littoral and run areas. The parameters of habitat quality were measured and analysed such as current water, temperature, dissolved oxygen, pH, grease and oil concentration, riparian vegetation, macroinvertebrates compo- sition and abundance, also fish composition and distribution. Riparian vegetation sampling was done at stream sides
using 4 m 2 plot for seedling and 400 m 2 for sapling, pole, and tree categories. Macroinvertebrate and fish at two habitat types were collected using surber of 0.0625 m 2 and hand net. The result showed that arfak rainbow-fish were only found at upstream segment. The presence of the species was related to physical and chemical parameters condition that supporting their life, also related to the availability of spawning and nursering habitat for larvae, and the aquatic insects as their food. The absence of the fish at downstream segment, maybe due to the degradation of their habitat condition that related to decreasing riparian vegetation coverage and organic waste flow to stream system, and also the presence of alien fish. The study showed decreasing of the quality and suitable habitat areal for this endemic species decrease, therefore it is need to conserve the natural habitat as the effort to maintain the sustainability of this species popula- tions.
Keywords: endemic, habitat characteristic, Melanotaenia arfakensis, stream
Pendahuluan
rapa sungai di Manokwari (Allen 1991). Status Ikan pelangi arfak (Melanotaenia arfak-
konservasi ikan ini sudah berada dalam kategori ensis ) adalah salah satu biota endemik pada bebe-
rentan (vulnerable) dengan kriteria A2ce sejak tahun 1996 sampai 2012 (IUCN 2012). Selain
Penulis korespondensi Alamat surel: e_manangkalangi2013@yahoo.com
Masyarakat Iktiologi Indonesia
Habitat ikan pelangi arfak di Sungai Nimba
penyebarannya yang sangat terbatas, status kon- rameter kualitas perairan di setiap lokasi dilakukan servasi ini juga berkaitan dengan perubahan habi-
sebanyak dua kali, yaitu pada bulan Juni-Juli (P1) tat alaminya yang disebabkan oleh aktivitas pem-
yang mewakili periode akhir musim kemarau dan bukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit dan
bulan September-Oktober (P2) 2012 yang mewa- pertanian serta permukiman transmigrasi (Allen
kili periode awal musim hujan. Analisis contoh 1991 dan Polhemus et al. 2004). Juga berkaitan
dilakukan di Laboratorium Perikanan-FPPK dan dengan masuknya ikan asing dari luar yang dapat
Laboratorium Biologi-FMIPA Universitas Negeri menimbulkan persaingan dan/atau pemangsaan
Papua, serta Laboratorium Produktivitas dan Ling- terhadap ikan endemik ini (Allen 1991 dan Pol-
kungan Perairan FPIK IPB. hemus et al. 2004). Manangkalangi & Kaliele
Pada ketujuh lokasi penelitian tersebut (2011) melaporkan indikasi persaingan makanan
ditetapkan dua tipe habitat untuk pengambilan di antara ikan pelangi arfak dengan ikan pemakan
contoh ikan pelangi arfak dan makroavertebrata nyamuk (Gambussia affinis). Penurunan kualitas
air, serta pengukuran parameter lingkungan per- habitat yang disebabkan masuknya limbah antro-
airan. Kedua tipe habitat ini meliputi tepi beralir- pogenik sehingga meningkatkan serangan parasit
an lambat (terletak di bagian tepi kanan dan kiri juga sudah dilaporkan oleh Sabariah et al. (2005).
sungai) dan daerah beraliran deras (terletak di ba- Limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang
gian tengah sungai). Pengambilan contoh vegeta- masuk ke Sungai Nimbai dikhawatirkan juga
si riparian dilakukan pada kedua sisi segmen su- memberikan dampak negatif bagi keberadaan ko-
ngai yang berdekatan dengan lokasi pengambil- munitas ikan seperti yang telah dilaporkan pada
an contoh organisme dan parameter lingkungan lokasi lainnya (Devita & Tarumun 2012 dan
perairan.
Madaki & Seng 2013). Penangkapan contoh ikan di setiap tipe Mengingat banyaknya gangguan terhadap
habitat dilakukan dengan menggunakan alat hand populasi ikan ini dan untuk kelestariannya maka
net (panjang 3 m, tinggi 2 m dan ukuran mata ja- perlu dilakukan penelitian untuk mendeskripsikan
ring 1 mm) yang terbuat dari waring. Pengopera- kondisi terkini habitatnya, khususnya di Sungai
sian alat tangkap ini dilakukan oleh dua orang Nimbai, sebagai dasar bagi upaya konservasi ikan
dengan memegang keempat sudut jaring ini. Fre- pelangi arfak.
kuensi penangkapan di setiap habitat dilakukan sebanyak 8-10 kali.
Bahan dan metode
Pengumpulan contoh makroavertebrata Penelitian ini dilakukan pada dua sungai
bentik dilakukan menggunakan alat surber dengan dalam sistem Sungai Prafi, yaitu Sungai Nimbai
luasan berukuran 0,0625 m 2 dan mata jaring ber- dan Sungai Prafi meliputi tujuh lokasi (L1-L7) yang
ukuran 200 m. Contoh organisme yang terkum- terletak di antara ordo 2 dan ordo 4 (ritral) (Gambar
pul diawetkan dengan larutan formalin 4%; yang 1). Pemilihan ketujuh lokasi ini didasarkan pada
diberi pewarna rose bengal untuk memudahkan kondisi tipe hutan riparian, yaitu primer (L1-L2),
pemilahannya dari partikel sedimen (Hauer & sekunder (L3-L4), dan terbuka (L6-L7) serta sum-
Resh 2007). Contoh makroavertebrata selanjutnya ber bahan pencemar yang masuk ke dalam Sungai
diidentifikasi dengan mengamati karakter morfo- Nimbai (L5). Pengambilan contoh ikan, makro-
loginya dengan menggunakan mikroskop meng- avertebrata, vegetasi riparian serta pengukuran pa-
ikuti petunjuk McCafferty (1983), Carver et al.
Jurnal Iktiologi Indonesia
Manangkalangi et al.
Gambar 1. Lokasi penelitian (Sumber: dimodifikasi dari Bakosurtanal 2006)
(1996), Colless & McAlpine (1996), Lawrence & Pada setiap tipe habitat dilakukan peng- Britton (1996), Naumann (1996), Neboiss (1996),
ukuran kualitas air saat pengambilan contoh de- Peters & Campbell (1996), Watson & O’Farrell
ngan tiga ulangan. Karakteristik fisik-kimiawi air (1996), dan Bouchard (2004) sampai ke tingkatan
yang diukur meliputi suhu air dengan mengguna- takson terdekat. Kepadatan mutlak makroaverte-
kan termometer, gas oksigen terlarut dengan DO brata dihitung berdasarkan jumlah individu yang
meter, dan pH dengan pH meter. Kecepatan alir- terdapat dalam luasan surber dengan mengguna-
an sungai diukur menggunakan basic handheld kan rumus berdasarkan Krebs (1989).
stream flowmeter Ward’s dengan ketelitian 0,1 m Pengamatan dan pengambilan contoh ve-
det -1 . Analisis kandungan minyak dan lemak getasi riparian dilakukan di tepi kiri dan kanan
yang berasal dari limbah pengolahan buah kelapa sungai dengan menggunakan petak contoh ber-
sawit dilakukan di Laboratorium Produktivitas
ukuran 2 m x 2 m (4 m 2 ) untuk tingkat pertum-
dan Lingkungan Perairan FPIK IPB.
buhan semai dan 20 m x 20 m (400 m 2 ) untuk
tingkat pertumbuhan pancang, tiang, dan pohon.
Hasil
Identifikasi vegetasi riparian mengacu pada Su- Karakteristik fisik-kimiawi darnadi (1996) dan Lekitoo et al. (2008). Untuk
Kecepatan aliran air di antara lokasi pe- mendapatkan gambaran mengenai struktur ko-
nelitian menunjukkan sedikit variasi, khususnya munitas vegetasi riparian maka dilakukan anali-
di lokasi ke tujuh (L7) dengan kecepatan aliran sis frekuensi, kepadatan, dan nilai indeks pen-
air yang relatif lebih cepat dibandingkan enam ting berdasarkan Cox (2002).
lokasi lainnya. Berdasarkan periode waktu peng-
Volume 14 Nomor 1, Februari 2014
Habitat ikan pelangi arfak di Sungai Nimba
ukuran, secara umum rata-rata kecepatan aliran yang lebih terbuka. Berdasarkan periode waktu air relatif tidak berbeda di antara kedua waktu
pengukuran, suhu air relatif tidak berbeda. pengukuran. Kecepatan aliran air berdasarkan
Konsentrasi rata-rata gas oksigen terlarut lokasi dan waktu pengukuran ditunjukkan pada
relatif tidak berbeda secara nyata di antara kedua Tabel 1.
waktu pengukuran. Namun jika berdasarkan lo- Hasil pengukuran suhu air pada setiap
kasi, maka lokasi ke arah hulu (L1-L4) cende- lokasi penelitian berdasarkan periode waktu di-
rung menunjukkan konsentrasi gas oksigen terla- tampilkan pada Tabel 1. Suhu air yang berbeda
rut yang lebih tinggi dibandingkan lokasi ke arah di antara lokasi penelitian, selain dipengaruhi
hilir (L5-L7) (Tabel 1). Perbedaan konsentrasi oleh perbedaan ketinggian lokasi, juga diduga
kelarutan gas oksigen ini diduga berkaitan de- berkaitan dengan kondisi naungan vegetasi ripa-
ngan meningkatnya suhu air sebagai dampak rian. Lokasi di bagian ke arah hulu dan tengah
berkurangnya vegetasi riparian di bagian tepi dan (L1-L5) cenderung lebih tertutup vegetasi ripa-
masuknya limbah pengolahan kelapa sawit ke rian dibandingkan lokasi ke arah hilir (L6-L7)
badan sungai.
Tabel 1. Karakteristik fisik-kimiawi air di lokasi penelitian
Lokasi dan
Minyak Periode
pH air Pengukuran
Ketinggian
Kecepatan aliran
Suhu
Gas oksigen terlarut
(m dpl)
(m det. -1 )
dan lemak
7,71-7,91 - L3
7,72-7,95 L4
7,64-7,67 L5
7,59-7,69 L6
7,62-7,76 L7
Keterangan: P1 = periode pengukuran pada Juni-Juli dan P2 = periode pengukuran pada September-Oktober, Angka dalam tanda kurung adalah kisaran * melampaui Baku Mutu Kelas I-III yaitu 1 mg L -1 (PP No 82 Tahun 2001), - tidak dilakukan pengukuran
Jurnal Iktiologi Indonesia
Manangkalangi et al.
Nilai pH pada hampir semua lokasi me- adaan insekta terrestrial, yaitu Formicidae (Hyme- nunjukkan bahwa kondisi Sungai Nimbai berada
noptera) diduga hanyut di sekitar lokasi pengam- dalam kisaran di antara netral dan basa, kecuali lo-
bilan contoh. Kepadatan makroavertebrata (ind. kasi ke lima yang lebih rendah (Tabel 1). Minyak
m -2 ) sangat bervariasi berdasarkan lokasi pene- dan lemak pada beberapa lokasi penelitian umum-
litian dan famili (Tabel 3). Hasil penelitian me- nya berada dalam konsentrasi yang rendah (< 1 mg
nunjukkan bahwa kepadatan total yang tinggi di- L -1 ), kecuali pada lokasi saluran pembuangan dari
temukan pada L4-L5 dan paling rendah pada L7. instalasi pengolahan air limbah (IPAL) PT. Perke- bunan Nusantara II Prafi (L5) (Tabel 1). Konsen-
Komposisi dan persebaran spesies ikan trasi minyak dan lemak yang tinggi pada L5 di-
Komposisi spesies ikan yang ditemukan di duga berkaitan dengan sistem pengolahan lim-
Sungai Nimbai selama penelitian tertera pada bahnya yang tidak berlangsung dengan baik, se-
Tabel 4. Tujuh belas spesies yang ditemukan di hingga ketika memasuki sistem sungai konse-
perairan ini, 11 spesies termasuk dalam kelompok trasinya masih tinggi.
ikan asli dan enam spesies lainnya termasuk dalam kelompok ikan asing yang masuk dari luar Papua.
Vegetasi riparian Ikan asli (termasuk ikan pelangi arfak) Berdasarkan komposisi jenis, bentuk per-
umumnya hanya ditemukan di bagian hulu sungai tumbuhan dan kepadatan vegetasi, maka tipe
(L1-L4). Empat lokasi ini masih dalam kondisi hutan riparian pada lokasi penelitian terdiri atas
yang relatif alami dengan kondisi suhu air yang hutan riparian terbuka (padang rumput), hutan
rendah dan konsentrasi gas oksigen terlarut serta riparian sekunder, dan hutan riparian primer (Ta-
nilai pH yang lebih tinggi (bersifat basa) (Tabel 5 bel 2).
dan 6). Ikan asing umumnya ditemukan pada seg- men sungai ke arah hilir (L4-L7). Namun terdapat Komposisi dan kepadatan makroavertebrata dua spesies ikan asing, yaitu tawes (Puntius bino-
Kelompok makroavertebrata yang ditemu- tatus ) dan mujair (Oreochromis mossambicus) kan di Sungai Nimbai, terutama didominasi oleh
yang ditemukan pada hampir semua lokasi (85,7% kelompok insekta dewasa dan larva (terdiri atas
dan 71,4%). Keberadaan kedua spesies ini pada Ordo Ephemeroptera, Diptera, Hymenoptera, Tri-
hampir di setiap lokasi diduga berkaitan dengan choptera, Coleoptera, Odonata, Hemiptera, dan
kemampuan adaptasinya pada berbagai tipe habitat Megaloptera) dan Oligochaeta (Tabel 3). Keber-
(Johnson 1967, Canonico et al. 2005, Pérez et al.
Tabel 2. Tipe dan kondisi hutan riparian Tipe Hutan Riparian
Primer Lokasi
Tingkat Pertumbuhan
Terbuka
Sekunder
L1-L2 Tingkat semai
L6-L7
L3-L5
14 (51.250,0) Tingkat pancang
15 (3.400,0) Tingkat tiang
Tingkat pohon
Angka menunjukkan jumlah spesies vegetasi Angka dalam tanda kurung menunjukkan kepadatan (ind. Ha -1 )
Volume 14 Nomor 1, Februari 2014
Habitat ikan pelangi arfak di Sungai Nimba
Tabel 3. Komposisi spesies dan kepadatan mutlak (ind. m -2 ) makroavertebrata Lokasi
INSEKTA Ephemeroptera
29 Insekta air lain**
ANNELIDA
12 JUMLAH TAKSA
30 Oligochaeta 3 16 11 68 1.936 600
15 18 11 12 11 7 9 Rendah 4 (33,3) 5 (38,5) 4 (36,4) 3 (33,3) 1 (11,1) 0 (0,00) 2 (22,2)
Tingkat toleransi terhadap limbah organik
Sedang
2 (16,7) 2 (15,4) 2 (18,2) 2 (22,2) 2 (22,2) 2 (33,3) 3 (33,3) Kepadatan mutlak total (ind. m -2 )
* tidak teridentifikasi sampai tingkat famili, **tidak teridentifikasi sampai tingkat ordo/famili,
1 toleran terhadap pencemaran bahan organik rendah,
3 toleran terhadap pencemaran bahan organik sedang, toleran terhadap pencemaran bahan organik tinggi, Angka dalam tanda kurung adalah persentase.
Jurnal Iktiologi Indonesia
Manangkalangi et al.
Tabel 4. Komposisi dan persebaran spesies ikan di Sungai Nimbai
Frekuensi kehadiran Taksa L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7
Lokasi
IKAN ENDEMIK Melanotaeniidae
1. Melanotaenia arfakensis (pelangi arfak)
IKAN ASLI Gobiidae
2. Awous melanocephalus (gobi)
3. Glossogobius giurus (gobi)
4. Sicyopterus cyanocephalus (gobi)
5. Stiphodon semoni (gobi)
Rhyacichthyidae
6. Rhyacichthys aspro (gobi)
Eleotridae
7. Belobranchus belobranchus (gabus)
8. Oxyeleotris fimbriata (gabus)
Kuhlidae
9. Kuhlia marginata
Anguillidae
10. Anguilla megastoma (sidat)
Synbranchidae
11. Ophisternon bengalense (belut)
IKAN ASING Poeciliidae
12. Gambusia affinis (mosquitofish)
Aplocheilidae
13. Aplocheilus panchax (killfish) + 14,3
Cichlidae
14. Oreochromis mossambicus (mujair)
Cyprinidae
15. Puntius binotatus (tawes)
Clariidae
16. Clarias batrachus (lele)
14,3 Jumlah spesies
17. Clarias gariepinus (lele dumbo)
6 4 3 Keterangan: + ditemukan pada lokasi penelitian
2006, Maddern et al. 2007, Hashim et al. 2012, kemiringan segmen sungai. Selain itu, kecepatan Ganie et al. 2013, dan Paller et al. 2013). Selain
aliran air juga dipengaruhi oleh curah hujan. Ke- itu juga, sebagian besar ikan asing mempunyai
cepatan aliran air yang lebih tinggi pada lokasi ke kisaran toleransi parameter lingkungan yang lebih
tujuh (L7) diduga berkaitan dengan keberadaan lo- luas serta mampu hidup pada perairan dengan kon-
kasi ini yang merupakan pertemuan antara Sungai sentrasi gas oksigen terlarut yang rendah (Tabel 5).
Nimbai dan Sungai Prafi (Gambar 1) dan kondisi hujan di bagian hulu Sungai Prafi saat pengukuran
Pembahasan
yang menyebabkan massa airnya mengalir lebih ce- Variasi kecepatan aliran air di antara lo-
pat. Kecepatan aliran air yang relatif tidak berbeda kasi ini berkaitan dengan perbedaan ketinggian
di antara kedua waktu pengukuran diduga berkaitan dan kecuraman setiap lokasi (Tabel 1). Hasil pe-
dengan kondisi curah hujan yang relatif tidak ber- nelitian Bathurst (2002) dan Comiti et al. (2007)
beda di antara kedua waktu pengukuran (BMKG menunjukkan korelasi antara kecepatan aliran dan
Volume 14 Nomor 1, Februari 2014
Habitat ikan pelangi arfak di Sungai Nimba
Tabel 5. Karakteristik fisik-kimiawi habitat ikan
Kisaran parameter fisik-kimiawi habitat ikan
Spesies
Suhu (ºC)
Oksigen terlarut
pH
(mg/L)
IKAN ENDEMIK
Melanotaenia arfakensis
(22,1-28,6) 1,2,3 (3,6-7,5) 1,2,3
(6,27-8,60) 1,2,3
IKAN ASLI
Awous melanocephalus
7,71-7,98 Glosogobius giuris
(5,1-7,7) 4,5 Sicyopterus cyanocephalus
(23,0-35,0) 4,5 (5,2-7,0) 4,5
7,71-7,98 Stiphodon semoni
24,0-27,5
5,1-6,9
7,71-7,98 Rhyacichthys aspro
25,0-27,5
5,1-6,9
7,71-7,98 Belobranchus belobranchus
24,0-27,5
5,1-6,9
7,71-7,98 Oxyeleotris fimbriata
24,0-27,5
5,1-6,9
7,71-7,98 (27,0-27,5) 5 (4,1-5,4) 5 Kuhlia marginata
24,0-27,5
5,1-6,9
6,63-7,94 (25,0-27,0) 5 (5,7-7,0) 5 (7,4-7,7) 5 Anguilla megastoma
5,9-6,3
5,66-7,67 Ophisternon bengalense
IKAN ASING
Gambusia affinis
5,66-7,95 (11,9-27,0) 5,6 (3,6-10,6) 5,6 (6,0-7,6) 5,6 Aplocheilus panchax
26,0-28,0
2,2-6,9
7,62-8,29 Oreochromis mossambica
28,1-32,0
4,2-5,9
5,66-8,29 (25,0-27,0) 7 (4,1-10,6) 7 (6,0-7,6) 7 Puntius binotatus
25,0-32,0
2,2-6,9
5,66-8,29 (21,23-27) 5,8 (5,3-8,1) 5,8 (5,83-7,4) 5,8 Clarias batrachus
24,0-32,0
2,2-6,9
5,66-7,95 Clarias gariepinus
7,72-7,95 Keterangan: Angka dalam kurung berdasarkan pustaka 1 Tapilatu & Renyaan (2005), 2 Sabariah et al. (2005),
3 Manangkalangi et al. (2009a), 4 Bishop et al. (2001), 5 Berra et al. (1975), 6 Al-Hafedh (2007), 7 Sutin et al. (2006), 8 Paller et al. (2013)
Suhu air dipengaruhi oleh banyak para- tar daerah terbuka, seperti padang rumput (Chen meter, dan salah satu di antaranya adalah keting-
& Chen 1994).
gian (Hynes 1960). Air sungai di lokasi yang le- Variasi konsentrasi gas oksigen terlarut bih tinggi memiliki suhu yang lebih dingin
berdasarkan lokasi terutama berkaitan dengan (Keleher & Rahel 1996). Juga, suhu air sungai
suhu air. Angelier (2003) menyatakan bahwa ke- dipengaruhi oleh pertukaran panas di antara per-
larutan gas oksigen merupakan suatu fungsi dari mukaan air-udara. Segmen sungai dengan kon-
suhu, yaitu kelarutannya akan meningkat karena disi naungan yang lebih terbuka memungkinkan
menurunnya suhu. Pada lokasi ke lima (L5), kon- cahaya matahari sampai ke permukaan perairan
sentrasi gas oksigen terlarut yang rendah disebab- sehingga meningkatkan suhu airnya (Dong et al.
kan masuknya limbah pengolahan buah kelapa 1998). Keberadaan hutan riparian sebagai pe-
sawit ke sistem sungai. Limbah buangan dari pro- nyangga memberikan dampak terhadap suhu air
ses ekstraksi buah kelapa sawit (palm oil mill sungai yang menjadi lebih dingin dan kurang
effluent , POME) berupa koloid tersuspensi bewar- berfluktuasi, baik secara harian maupun musim-
na kecoklatan yang mengandung konsentrasi ba- an, jika dibandingkan sungai yang berada di seki-
han organik, padatan tersuspensi, minyak dan le-
Jurnal Iktiologi Indonesia
Manangkalangi et al.
mak yang tinggi (Ma 2000). Dalam kondisi yang arfak memiliki kemampuan adaptasi terhadap demikian, oksigen terlarut akan digunakan untuk
konsentrasi gas oksigen terlarut yang cukup ren- proses oksidasi zat-zat atau proses dekomposisi -1 dah 3,6 mg L (Tabel 6). Namun kondisi ini ter-
bahan organik. Pada sungai yang dangkal di ba- utama hanya mampu ditoleransi oleh ikan pelangi gian hulu (ritral), pertukaran gas oksigen pada
pada tahap perkembangan awal (larva dan juve- permukaan di antara air-udara memberikan kons-
nil), sedangkan individu yang berukuran besar tribusi yang besar dalam konsentrasi gas oksigen
cenderung berada pada tipe habitat dengan kon- terlarut dalam air (Angelier 2003). Oleh karena
sentrasi kelarutan oksigen yang lebih tinggi itu, keberadaan konsentrasi minyak yang tinggi
(Manangkalangi et al. 2009a). bisa menghambat proses difusi gas oksigen yang
Sifat basa pada lokasi penelitian diduga terjadi pada permukaan di antara air-udara di
disebabkan oleh kadar kalsium yang cukup tinggi lokasi ke lima.
dari sedimen berkapur di bagian hulu. Robinson Gas oksigen terlarut sangat memengaruhi
et al . (1990), melaporkan bahwa beberapa dae- kehidupan yang ada dalam perairan (Eriksen et al.
rah di sekitar dataran tinggi Arfak terdiri atas 1996). Konsentrasi gas oksigen terlarut yang opti-
batuan kapur.
mum bagi ikan dan biota akuatik lainnya adalah 5- Organisme akuatik mempunyai toleransi
7 mg L -1 (Chapman & Kimstach 1992). Jika kon- yang berbeda-beda terhadap kondisi pH air. sentrasi gas oksigen terlarut menurun dan berada
Hawkes (1998) mengemukakan bahwa kelompok di bawah kebutuhan minimum yang diperlukan
makroavertebrata memiliki kisaran toleransi terha- untuk spesies ikan tertentu, maka akan menimbul-
dap pH air yang berbeda-beda, misalnya Tricho- kan tekanan (stress) dan dapat mengakibatkan ke-
ptera hanya hidup pada pH air yang bersifat basa, matian. Chapman & Kimstach (1992) mengemu-
sedangkan kelompok Coleoptera dan Diptera kakan bahwa konsentrasi gas oksigen terlarut di
mampu menoleransi kisaran pH air yang lebih bawah 5 mg L -1 akan mengganggu fungsi dan ke-
luas (4,8-8,5). Variasi toleransi terhadap pH air langsungan hidup komunitas biologi, dan jika ku-
juga ditemukan pada ikan. Hasil penelitian sebe- rang dari 2 mg L -1 akan menyebabkan kematian
lumnya (Tapilatu & Renyaan 2005 dan Manang- pada sebagian besar ikan, seperti yang dilaporkan
kalangi et al. 2009a) menemukan ikan pelangi oleh Devita & Tarumun (2012) di Sungai Siak
arfak yang hidup pada beberapa anak sungai da- pada periode November 2004.
lam sistem Sungai Prafi dengan kisaran nilai pH di Hasil penelitian sebelumnya (Tapilatu &
antara 6,27 dan 8,6.
Renyaan 2005) menunjukkan bahwa ikan pelangi
Tabel 6. Karakteristik parameter fisik-kimiawi habitat ikan pelangi arfak Oksigen ter-
Lokasi
Suhu (ºC)
larut (mg L )
Sungai Warmare, Madrat, Subsay, dan Aimasi
Tapilatu & Renyaan (2005) Sungai Nuni
Sabariah et al. (2005) Sungai Nimbai dan Aimasi
27 4,9-7,1
6,6-6,8
Manangkalangi et al. (2009a) Sungai Nimbai
5,06-6,87 6,63-7,98
Penelitian ini
Volume 14 Nomor 1, Februari 2014
Habitat ikan pelangi arfak di Sungai Nimba
Jurnal Iktiologi Indonesia
Konsentrasi minyak dan lemak yang ting- gi bisa menyebabkan terhambatnya proses difusi gas oksigen ke dalam kolom air. Selain minyak dan lemak, limbah buangan proses ekstraksi buah kelapa sawit (POME) berupa koloid tersuspensi bewarna kecoklatan mengandung konsentrasi ba- han organik dan padatan tersuspensi yang tinggi (Ma 2000). Kondisi limbah yang demikian bisa menyebabkan dampak yang serius bagi lingkung- an perairan, khususnya konsentrasi gas oksigen terlarut yang menjadi rendah atau bahkan kondisi anaerobik. Konsentrasi gas oksigen yang ada da- lam air akan terpakai dalam proses oksidasi ki- miawi zat-zat dan proses dekomposisi bahan or- ganik yang berasal dari limbah.
Kondisi vegetasi riparian di L1-L2 lebih alami dibandingkan lokasi lainnya. Kondisi ini tampak pada jumlah jenis pada tingkat tiang dan pohon yang lebih beranekaragam dengan kepa- datan yang lebih tinggi. Kepadatan yang tinggi dari kedua tingkat pertumbuhan ini akan berim- plikasi pada kondisi naungan yang lebih besar di atas badan air sungai dan sumbangan serasah yang lebih tinggi. Cummins et al. (1989) menya- takan bahwa ada hubungan yang erat di antara naungan vegetasi riparian dan serasah daun yang terperangkap pada segmen sungai yang berdekat- an dengan naungan riparian. Berkurangnya per- sentase tutupan hutan di sekitar daerah tangkapan air akan menyebabkan menurunnya partikel ba- han organik kasar (coarse particulate organic matter , CPOM) yang masuk ke sungai (Johnson & Covich 1997 dan England 2003) dan selan- jutnya menyebabkan menurunnya kepadatan ke- lompok pencabik (shredder) dalam komunitas makroavertebrata di sungai (England 2003) dan jenjang trofik berikutnya yang memanfaatkannya sebagai makanan.
Produksi primer yang berasal dari vegetasi riparian merupakan sumber energi dalam jejaring
makanan di sungai (Vannote et al. 1980 dan Thorpe & Delong 1994). Selain itu, naungan vege- tasi riparian juga berperan dalam menyangga suhu air (Lynch et al. 1984), meningkatkan kestabilan bagian tepi sungai (Prosser et al. 2001), menyedia- kan makanan berupa serasah yang jatuh bagi ke- lompok makroavertebrata (Cummins et al. 1989), khususnya insekta air yang merupakan makanan ikan pelangi arfak (Manangkalangi et al. 2010 dan Manangkalangi & Kaliele 2011), menyediakan ha- bitat dan substrat bagi organisme sungai (Everett & Ruiz 1993 dan Crook & Robertson 1999) termasuk habitat reproduksi dan berlindung bagi larva ikan pelangi arfak (Manangkalangi et al. 2009a).
Komposisi spesies makroavertebrata me- nunjukkan variasi di antara lokasi penelitian. Kon- disi hidrologis dan fisikokimiawi habitat yang ber- beda-beda pada lingkungan sungai berperan pen- ting dalam menentukan komposisi komunitas ma- kroavertebrata (Brown et al. 2006 dan Manang- kalangi et al. 2009b). Selain itu, perubahan ling- kungan yang diakibatkan kerusakan vegetasi ripa- rian, di antaranya bisa menyebabkan perubahan ukuran substrat dasar menjadi berukuran kecil (lumpur dan liat) dan bisa menyebabkan hilangnya beberapa kelompok makroavertebrata air (misal- nya Ephemeroptera dan Trichoptera). Masuknya limbah organik ke dalam sungai juga akan mengu- rangi jumlah spesies pada sistem perairan tersebut dan sering kali hanya menguntungkan bagi be- berapa spesies yang mampu menoleransinya (Bartsch & Ingram 1975).
Kepadatan kelompok makroavertebrata yang tinggi pada L4 dan L5 berkaitan dengan masuknya bahan organik ke dalam sungai. Hal ini terlihat dari tingginya kepadatan kelompok yang mampu menoleransi pencemaran bahan or- ganik (Oligochaeta). Kelompok avertebrata ini mampu menoleransi konsentrasi gas oksigen yang rendah dalam air karena bisa menghirup ok-
Manangkalangi et al.
sigen dari atmosfer melalui siphon atau memiliki bagian tepi sungai sangat berperan penting pada beberapa adaptasi khusus lainnya seperti pigmen
tahap awal perkembangan dan proses reproduksi pernapasan yang memungkinkannya untuk lebih
ikan pelangi arfak. Keberadaan vegetasi, teruta- efisien memperoleh gas oksigen dalam konsen-
ma bagian akarnya, pada tepi sungai akan me- trasi yang rendah. Pada lokasi yang masih alami,
nurunkan kecepatan aliran air sehingga mem- kepadatan paling tinggi ditemukan pada kelom-
bentuk habitat yang relatif tenang (Green 2005). pok yang peka terhadap pencemaran bahan or-
Manangkalangi et al. (2009a) melaporkan bahwa ganik (Leptophlebiidae) dan kelompok yang
tahap perkembangan awal (larva dan juvenil) mempunyai toleransi sedang (Chironomidae dan
ikan pelangi arfak ditemukan pada bagian tepi Hydropsycidae). Sebagai contoh, kebanyakan
sungai yang terdapat vegetasi dan beraliran air larva Ephemeroptera dan Trichoptera yang ber-
lambat. Keberadaan tahap perkembangan awal nafas menggunakan insang hanya dapat bertahan
pada daerah yang relatif tenang di bagian tepi hidup ketika terdapat konsentrasi gas oksigen
sungai berkaitan dengan pergerakannya yang ter- yang tinggi dalam air. Konsentrasi gas oksigen
batas (Heggenes 1988) dan merupakan bentuk terlarut dalam air di antara 3-6 mg L -1 bisa me-
adaptasi agar larva yang dihasilkan sedikit mung- nyebabkan mortalitas dan mengganggu aktivitas
kin mengalami mortalitas yang tinggi karena pe- respirasi larva Ephemeroptera (Wiley & Kohler
mindahan secara fisik yang disebabkan aliran air 1980). Demikian juga Nebeker et al. (1996) yang
(Humphries et al. 1999). Selama proses pemijah- melaporkan bahwa konsentrasi gas oksigen terla-
an berlangsung, ikan pelangi jantan dan betina rut di bawah 2,4 mg L -1 menyebabkan mortalitas
akan berenang secara berpasangan di daerah dan di bawah 4,6 mg L -1 menyebabkan perkem-
yang bervegetasi terendam air (terutama bagian bangan dan pertumbuhan larva Clistoronia mag-
akar) dan selanjutnya akan menempelkan telur- nifica (Trichoptera) terhambat.
telur yang telah dibuahi pada bagian vegetasi ter- Ikan pelangi dan ikan asli hanya dite-
sebut (Allen 1995) pada kedalaman sekitar 10 cm mukan di bagian hulu sungai (L1-L4). Keempat
dari permukaan air (Milton & Arthington 1984). lokasi ini masih dalam kondisi yang relatif alami
Beberapa mikrohabitat untuk tempat berlindung dengan suhu air yang lebih rendah, serta kon-
bagi tahap perkembangan awal dan reproduksi sentrasi gas oksigen terlarut dan nilai pH yang
ikan pelangi arfak terutama ditemukan pada L2- lebih tinggi (bersifat basa) (Tabel 1). Dibanding-
L4.
kan dengan informasi sebelumnya (Allen 1991) Kondisi yang berbeda terlihat di L5-L7 yang melaporkan bahwa ikan pelangi arfak terda-
yang menunjukkan ketidakhadiran ikan pelangi pat cukup melimpah di Sungai Prafi dan anak
arfak. Diduga, kondisi lingkungan pada ketiga sungai yang mengalir di sekitarnya (di sekitar
lokasi ini telah mengalami degradasi (Tabel 1), L6-L7 dalam penelitian ini), maka terdapat indi-
terutama masuknya limbah pengolahan minyak kasi bahwa persebarannya semakin sempit.
kelapa sawit. Selain itu juga, kondisi vegetasi di Pada lokasi di bagian hulu sungai (L1-
bagian tepi sungai pada L6-L7 yang lebih terbu- L4), selain suhu air yang lebih rendah, kon-
ka (Tabel 2) menyebabkan suhu air yang lebih sentrasi gas oksigen terlarut dan pH yang lebih
tinggi, khususnya pada waktu siang. Masuknya tinggi, sesuai bagi kehidupan ikan pelangi arfak
limbah organik dan suhu air yang lebih tinggi (Tabel 6), juga keberadaan akar-akar pohon di
menyebabkan rendahnya konsentrasi gas oksi-
Volume 14 Nomor 1, Februari 2014
Habitat ikan pelangi arfak di Sungai Nimba
gen terlarut dan nilai pH air, sehingga ikan pe-
Simpulan
langi arfak tidak mampu menoleransi kondisi Lokasi di bagian ke arah hulu merupakan lingkungan ini. Masuknya limbah organik juga
habitat ikan pelangi yang masih baik. Lokasi di menyebabkan menurunnya kepadatan beberapa
bagian ke arah hilir tidak sesuai lagi bagi kehi- spesies makroavertebrata, khususnya larva in-
dupan ikan endemik ini karena banyak mendapat sekta air (Diptera, Ephemeroptera, Coleoptera,
pengaruh dari aktifitas perkebunan kelapa sawit dan Trichoptera) (Tabel 3) yang merupakan ma-
dan masyarakat lainnya yang telah mengubah hu- kanan ikan pelangi arfak (Manangkalangi et al.
tan riparian di bagian tepi sungai, juga keberada- 2010 dan Manangkalangi & Kaliele 2011).
an ikan asing yang menimbulkan persaingan ha- Keberadaan ikan asing, terutama ditemu-
bitat dan makanan.
kan pada segmen sungai Nimbai ke arah hilir (L4-L7), bisa mengganggu keberadaan ikan asli
Persantunan
khususnya yang endemik di Papua; karena me- Penulis menyampaikan terima kasih ke- nimbulkan persaingan sumber makanan dan ru-
pada DP2M DIKTI yang telah memberikan dana ang hidup. Sebagian besar ikan asing tersebut
melalui Hibah Penelitian Strategis Nasional No- adalah predator yang rakus dan memiliki per-
mor: 041/SP2H/PL/Dit.Litabmas/III/-2012 se- kembangbiakan yang cepat (Allen et al. 2000).
hingga penelitian ini bisa terlaksana. Ungkapan Hasil penelitian King (2004) menunjukkan ada-
terima kasih juga disampaikan kepada Martinus nya strategi ontogenetik yang sama antara Mela-
Iwanggin, Frangky N. Krey, Berty D. Arebo, notaenia fluviatilis (ikan pelangi) dan Gambusia
Irman Rumengan, Ofenty Kaiway, Alfred W. holbrooki yang diintroduksi untuk mengendali-
Nauw, Hadi Prayitno, dan Givan Y. Iryanto yang kan nyamuk. Kondisi ini menunjukkan adanya
telah membantu pengumpulan data di lapangan persaingan atau pembagian habitat dan makanan
dan identifikasi contoh organisme air di labora- (King 2004). Demikian juga halnya dengan ikan
torium. Penulis juga menyampaikan terima kasih pelangi arfak dan Gambusia affinis yang menun-
kepada Dr. Ir. Vera Sabariah, M.Sc., yang telah jukkan kesamaan tipe habitat di Sungai Nimbai,
membaca dan mengoreksi tulisan ini. yaitu pada tipe habitat tepi beraliran lambat dan tepi beraliran sedang (Manangkalangi & Kaliele
Daftar pustaka
2011). Selain itu, Manangkalangi & Kaliele Al-Hafedh YS. 2007. An eco-biological study of (2011) juga menemukan adanya tumpang tindih
the mosquitofish, Gambusia affinis, from the Eastern Province of Saudi Arabia. Saudi
relung makanan yang termasuk tinggi (0,926 Journal of Biological Sciences , 14:115-122. dalam skala 0-1) di antara kedua spesies ini di
Allen GR. 1991. Field guide to the freshwater Sungai Nimbai. Kondisi ini mengindikasikan
fishes of New Guinea . Christensen Re- search Institute, Madang. 268 p.
adanya persaingan habitat dan makanan di antara Allen GR. 1995. Rainbowfishes in nature and the
ikan endemik dan ikan asing ini. Beberapa hasil aquarium . Tetra Press, Melle Germany. 178 penelitian sebelumnya (Billman et al. 2007, Laha
p.
& Mattingly 2007, dan Schleier et al. 2008) juga Allen GR, Hortle KG, Renyaan SJ. 2000. Fresh- water fishes of the Timika Region New
melaporkan dampak negatif Gambusia affinis Guinea . PT. Freeport Indonesia, Timika kepada ikan asli.
Indonesia, 175 p.
Jurnal Iktiologi Indonesia
Manangkalangi et al.
Angelier E. 2003. Ecology of streams and rivers. search workers . Volume I. Melbourne Science Publisher, Inc., Enfield, New
University Press, Victoria. pp. 429-509. Hampshire, 215 p.
Chapman D, V Kimstach. 1992. The selection of Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
water quality variable. In: Chapman D (Bakosurtanal). 2006. Peta Rupabumi Indo-
(ed.). Water quality assessment. Chapman nesia. Manokwari Lembar 3015. Badan
and Hall Ltd.,London. pp. 51-119. Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional.
Chen DY, Chen H. 1993. Determining stream Bogor. temperature changes caused by harvest of
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika riparian vegetation: an overview. In: Ri- (BMKG). 2012. Data jumlah curah dan hari
parian ecosystems in the humid U.S.: hujan bulan Januari-Desember 2012. Sta-
functions, values and management . Pro- siun Meteorologi Kelas III Manokwari.
ceedings of a conference, Atlanta, GA, March 15-18, 1993. Washington, D.C:
Bartsch AF, Ingram WM. 1975. Stream life and National Association of Consevation Dis- the pollution environment. In: Keup LE,
tricts. pp. 313-323.
Ingram WM, MacKenthun KM (eds.). Biology of water pollution : U.S. Depart-
Colless DH, McAlpine DK. 1996. Diptera ment of the Interior,Washington, D.C. pp.
(Flies). In: Naumann ID, Carne PB, 119-127.
Lawrence JF, Nielsen ES, Spradbery JP, Taylor RW, Whitten MJ, Littlejohn MJ
Bathurst JC. 2002. At-a-site variation and mini- (eds.). The insects of Australia: A textbook mum flow resistance for mountain rivers. for students and research workers . Volume Journal of Hydrology , 269 (1-2):11-26.
II. Melbourne University Press, Victoria. Berra TM, Moore R, Reynolds LF. 1975. The
pp. 717-786.
freshwater fishes of the Laloki River Sys- Comiti F, Mao L, Wilcox A, Wohl EE, Lenzi tems of New Guinea. Copeia, 1975(2):316- MA. 2007. Field-derived relationships for 326. flow velocity and resistance in high-
Billman EJ, Wagner EJ, Ronneye A. 2007. A gradient streams. Journal of Hydrology, comparison of mosquito consumption and
340(1-2):48-62.
prey selection between least chub (Iotich- Canonico GC, Arthington A, McCrary JK, thys phlegethontis) and western mosquito- Thieme ML. 2005. The effects of intro- fish (Gambusia affinis). Journal Western duced tilapias on native biodiversity. North American Naturalist , 67(1):71-78. Aquatic Conservation Marine and Fresh-
Bishop KA, Allen SA, Pollard DA, Cook MG. water Ecosystems , 15(5):463-483. 2001. Ecological studies on the freshwater
Cox GW. 2002. General ecology laboratory ma- fishes of the Alligator Rivers Region, nual . 8th Edition. McGraw-Hill Higher Northern Territory: Autecology . Darwin: Education, New York. 312 p. Office of the Supervising Scientist Report
145, Supervising Scientist. Crook DA, Robertson AI. 1999. Relationships between riverine fish and woody debris:
Bouchard RW, Jr. 2004. Guide to aquatic inver- implications for lowland rivers. Marine and tebrates of the Upper Midwest: identifi- Freshwater Research , 50(8):941-953. cation manual for students, citizen moni-
tors, and aquatic resource professionals . Cummins KW, Wilzbach MA, Gates DM, Perry University of Minnesota. 207 p.
JB, Taliaferro WB. 1989. Shredders and riparian vegetation. BioScience, 39(1):24-
Brown LE, Milner AM, Hannah DM. 2006. Sta-
bility and persistence of alpine stream macroinvertebrate communities and the role
Devita F, Tarumun S. 2012. The impact of en- of physicochemical habitat variables. Hyd-
vironmental degradation on the socio- robiologia , 560(1):159-173.
economic aspects of community in the Siak River watershed, Riau Province Indo-nesia.
Carver M, Gross GF, Woodward TE. 1996. Jurnal Ilmu Lingkungan , 6(1):15-24. Hemiptera (bugs, leafhoppers, cicadas,
aphids, scale insects etc.). In: Naumann ID, Dong J, Chen J, Brosofske KD, Naiman RJ. Carne PB, Lawrence JF, Nielsen ES,
1998. Modelling air temperature gradients Spradbery JP, Taylor RW, Whitten MJ,
across managed small streams in western Littlejohn MJ (eds.). The insects of Aus-
Washington. Journal of Environmental tralia: A textbook for students and re-
Management , 53(4):309-321.
Volume 14 Nomor 1, Februari 2014
Habitat ikan pelangi arfak di Sungai Nimba
England LE. 2003. Riparian forest cover at multi Johnson DS. 1967. Distributional patterns of Ma- scales: influences on instream habitat,
layan freshwater fish. Ecology, 48(5):722- aquatic assemblages, and food webs in
headwater streams. Thesis. The University of Georgia. 121 p.
Johnson SL, Covich AP. 1997. Scales of distri- bution of riparian forests and distributions Eriksen CH, Resh VH, Lamberti GA. 1996.
of suspended detritus in a prairie river. Aquatic insect respiration. In: Merritt RW,
Freshwater Biology , 37(1):163-175. Cummins KW (eds.). An introduction to the aquatic insects of North America . 3 rd Keleher CJ, Rahel FJ. 1996. Thermal limits to salmonid distribution in the Rocky Moun-
Edition. Kendall/Hunt, Dubuque, IA. pp. 29-40.
tain Region and and potential habitat loss due to global warming. A geographic in-
Everett RA, Ruiz GM. 1993. Coarse woody de- formation system (GIS) approach. Trans- bris as a refuge from predation in aquatic
actions of the American Fisheries Society , communities. Oecologia, 93(4):475-486.
125(1):1-13.
Ganie MA, Bhat MD, Khan MI, Parveen M, Bal- King AJ. 2004. Ontogenetic patterns of habitat khi MH, Malla MA. 2013. Invasion of the
use by fishes within the main channel of an Mozambique tilapia, Oreochromis mos-
Australian floodplain river. Journal of Fish sambicus (Pisces: Cichlidae; Peters, 1852)
Biology , 65(6):1582-1603. in the Yamuna river, Uttar Pradesh, India.
Krebs CJ. 1989. Ecological methodology. Harper Journal of Ecology and the Natural Envi-
ronment , 5(10):310-317. Collins Publishers. New York. 654 p. Laha M, Mattingly HT. 2007. Ex-situ evaluation
Green JC. 2005. Velocity and turbulence distri- bution around lotic macrophytes. Aquatic
of impacts of invasive mosquitofish on the imperiled Barrens topminnow. Environ-
Ecology , 39(1):1-10. mental Biology of Fishes , 78(1):1-11.
Hashim ZH, Shah ASRM, Mohammad MS, Lawrence JF, Britton EB. 1996. Coleoptera Mansor M, Sah SAM. 2012. Fishes of
Sungai Enam and Sungai Telang in Te- (beetles). In: Naumann ID, Carne PB, Lawrence JF, Nielsen ES, Spradbery JP,
mengor Reservoir, Malaysia. Check List, 8(1):27-31.
Taylor RW, Whitten MJ, Littlejohn MJ (eds.). The insects of Australia: A text-book
Heggenes J. 1988. Effects of short-term flow for students and research workers . Volume fluctuations on displacement of, and ha-
II. Melbourne University Press, Victoria. bitat use by brown trout in a small stream.
pp. 543-683.
Transactions of the American Fisheries Lekitoo K., Matani O. P. M., Remetwa H., Society , 117(4):336-344. Heatubun C. D. 2008. Keanekaragaman
Hauer FR, Resh VH. 2007. Benthic macroinver- flora Taman Wisata Alam Gunung Meja tebrates. In: Hauer FR, Lamberti GA (eds.).
Papua Barat (Jenis-jenis pohon bagian-1) . Methods in stream ecology . Acade-mic
Balai Penelitian Kehutanan, Manokwari. Press, New York. pp. 339-369.
127 p.
Hawkes H. 1998. Origin and development of the Lynch JA, Rishel GB, Corbett ES. 1984. Ther- biological monitoring working party score
mal alteration of streams draining clearcut system. Water Research, 32(3):964-968.
watersheds: quantification and biological implications. Hydrobiologia, 111(3):161-
Humphries P, King AJ, Koehn JD. 1999. Fish,
flows and flood plains: links between freshwater fishes and their environment in
Ma AN. 2000. Environmental management for the Murray-Darling River Systems, Aus-
the oil palm industry. Palm Oil Develop- tralia. Environmental Biology of Fishes,
ments , 30: 1-10.
56(1):129-151. Madaki YS, Seng L. 2013. Pollution control.
Hynes HBN. 1960. The biology of polluted wa- How feasible is zero discharge concepts in ters . Liverpool University Press, Liver-
Malaysia palm oil mills. American Journal pool, 202 p.
of Engineering Research , 2(10):239-252. IUCN 2012. IUCN red list of threatened species.
Maddern MG, Morgan DL, Gill HS. 2007. Dis- Version 2012.2. http://www.iucnredlist.org.
tribution, diet and potential ecological im- [5 Desember 2012].
pacts of the introduced Mozambique
Jurnal Iktiologi Indonesia
Manangkalangi et al.
mouthbrooder Oreochromis mossambicus RW, Whitten MJ, Littlejohn MJ (eds.). The Peters (Pisces: Cichlidae) in Western Aus-
insects of Australia: A textbook for students tralia. Journal of the Royal Society of
and research workers . Volume II. Mel- Western Australia , 90(4):203-214.
bourne University Press, Victoria. pp. 787- 816.
Manangkalangi E, Rahardjo MF, Sjafii DS. 2009a. Habitat ontogeni ikan pelangi arfak
Paller VGV, Corpuz MNC, Ocampo PP. 2013. (Melanotaenia arfakensis) di Sungai Nim-
Diversity and distribution of freshwater fish bai dan Sungai Aimasi, Manokwari. Jur-nal
assemblages in Tayabas River, Quezon Natural . 8(1):4-11.
(Philippines). Philippine Journal of Sci- ence , 142(1):55-67.
Manangkalangi E, Rahardjo MF, Sjafii DS, Sulistiono. 2009b. Pengaruh kondisi hi-
Pérez JE, Nirchio M, Alfonsi C, Munoz C. 2006. drologi terhadap komunitas makroaver-
The biology of invasions: the genetic adapt- tebrata di Sungai Aimasi dan Sungai Nim-
ation paradox. Biological Invasions, 8(5): bai, Manokwari. Jurnal Perikanan dan
1115-1121.
Kelautan , 5(2):99-110. Peters WL, Campbell IC. 1996. Ephemeroptera
Manangkalangi E, Rahardjo MF, Sjafei DS, (mayflies). In: Naumann ID, Carne PB, Sulistiono. 2010. Preferensi makanan ikan
Lawrence JF, Nielsen ES, Spradbery JP, pelangi arfak (Melanotaenia arfakensis
Taylor RW, Whitten MJ, Littlejohn MJ Allen, 1990) di Sungai Nimbai dan Sungai
(eds.). The insects of Australia: A text-book Aimasi, Manokwari. Jurnal Iktiologi Indo-
for students and research workers . Volume nesia , 10(2):123-135.
I. Melbourne University Press, Victoria. pp. 279-293.
Manangkalangi E, Kaliele MY. 2011. Luas re- lung, tumpang tindih dan strategi mencari
Polhemus DA, Englund RA, Allen GR. 2004. makanan ikan pelangi arfak (Melanotaenia
Freshwater biotas of New Guinea and arfakensis ) dan ikan pemakan nyamuk
nearby islands: analysis of endemism, (Gambusia affinis) di Sungai Nimbai,
richness, and threats . Conservation Inter- Manokwari. Jurnal Perikanan dan Kelaut-
national, Washington DC. 62 p. an , 7(2):153-164.
Prosser IP, Rutherfurd ID, Olley JM, Young WJ, McCafferty WP. 1983. Aquatic entomology. The
Wallbrink PJ, Moran CJ. 2001. Large-scale fishermen’s and ecologist’s illustrated
patterns of erosion and sediment transport guide to insects and their relatives . Jones
in river networks, with examples from and Bartlett Publishers International, Lon-
Australia. Marine and Freshwater Re- don. 420 p.
search , 52(1):81-99. Milton DA, Arthington AH. 1984. Reproductive
Robinson GP, Ratman N, Pieters PE. 1990. Geo- strategy and growth of the crimson-spotted
logi lembar Manokwari, Irian Jaya (Geo- rainbowfish,
logy of the Manokwari sheet area, Irian splendida (Castelnau) (Pisces:Melanotaeni-
Melanotaenia
splendida
Jaya) . Bandung: Pusat Penelitian dan Pe- idae) in south-eastern Queensland. Marine
ngembangan Geologi Departemen Per- and Freshwater Research , 35(1):75-83.
tambangan dan Energi. Naumann ID. 1996. Hymenoptera (wasps, bees,
Sabariah V, Simatauw F, Kopalit H. 2005. Ekto- ants, sawflies). In: Naumann ID, Carne PB,
parasit dan endoparasit ikan rainbow arfak Lawrence JF, Nielsen ES, Spradbery JP,
(Melanotaenia arfakensis) dari Sungai Taylor RW, Whitten MJ, Littlejohn MJ
Nuni-Manokwari. Jurnal Perikanan dan (eds.). The insects of Australia: A text-book
Kelautan , 1(2):95-101. for students and research workers . Volume
Schleier JJ, Sing SE, Peterson RKD. 2008. Re-
II. Melbourne University Press, Victoria. pp. 916-1000.
gional ecological risk assessment for the introduction of Gambusia affinis (Western
Nebeker AV, Onjukka ST, Stevens DG, Chap- mosquitofish) into Montana watersheds. man GA. 1996. Effect of low dissolved