PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KEJADIAN HIPERGLIKEMIA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL: STUDI KASUS DI KOTA DEPOK TAHUN 2009 Rahmawati,

PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KEJADIAN HIPERGLIKEMIA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL: STUDI KASUS DI KOTA DEPOK TAHUN 2009

Rahmawati, 1 Asih Setiarini 2 dan Sudikno 3

1 Dinas Kesehatan Kota Depok

2 Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UI, Depok

3 Mahasiswa S2, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UI, Depok

ABSTRACT

INFLUENCE OF NUTRITIONAL STATUS ON HYPERGLYCEMIA INCIDENCE AMONG THE GOVERNMENT EMPLOYEES: A CASE STUDY IN DEPOK CITY, 2009

Several studies have shown an increasing trend of diabetes mellitus in Depok city. The objective of the study is to determine association of nutritional status on hyperglycemia incidence among the government employees in Depok city. The study used case-control design covering 47 cases and 94 controls, conducted between March – May 2009. Criteria for inclusion is government employees age

40 year old or above, fasting blood glucose is > 126 mg/dl for case and ≤ 126 for control group. Variabel collected for the study are fasting blood glucose, weight, height, socio-demographic characteristics, food consumption pattern and blood pressure. Bivariate (Chi-square test) and multivariate (logistic regression) analysis were used to determine the association. The results reveal that hyperglycemia is significantly (p<0,05) associated with body mass index (BMI) and family history of hyperglycemia after controlling confounding factor of protein consumption. The risk of hyperglycemia is 5,06 times among subjects with BMI ≥ 25,1 and 6,63 times among subjects with family history of hyperglycemia.

Keywords: nutritional status, body mass index, hyperglycemia

PENDAHULUAN

Laporan beberapa rumah sakit di Indonesia tentang jumlah kasus diabetes (2006)

T makanan tidak sehat dan melakukan tahun 2006. Survei Kesehatan Rumah

antangan global pada saat ini adalah melaporkan bahwa jumlah kasus diabetes memerangi tiga faktor risiko gaya

sebesar 338.056 pada tahun 2005 hidup, yakni merokok, mengonsumsi

meningkat menjadi 342.246 kasus pada

aktivitas fisik rendah. Faktor-faktor tersebut Tangga (SKRT) memberi gambaran menyebabkan empat penyakit utama, yaitu

terjadinya peningkatan prevalensi diabetes diabetes, kanker, penyakit kardiovaskular

dari 7,5 persen pada tahun 2001 menjadi dan penyakit respirasi. Obesitas, diabetes

10,4 persen pada tahun 2004. Adapun hasil dan penyakit kardiovaskular beserta

survei BPS tahun 2003 menunjukkan bahwa komplikasi-komplikasinya

prevalensi diabetes sudah mencapai 14,7 penyakit kronis, penyakit degeneratif atau

merupakan

persen di perkotaan dan 7,2 persen di penyakit tidak menular (PTM) yang saling 2 perdesaan.

berhubungan dan paling banyak terjadi di Diabetes adalah penyakit yang dunia. Penyakit-penyakit ini mengganggu

disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula kesehatan, memperpendek harapan hidup,

darah. Pada penderita diabetes, tingginya menyebabkan penderitaan, kecacatan dan

kadar gula dalam darah dan adanya glukosa merupakan suatu beban ekonomi yang

dalam air seni disebabkan ketidakmampuan sangat berat. 1 sel dalam menggunakan karbohidrat untuk

Di Indonesia prevalensi diabetes terus menghasilkan tenaga, gangguan meningkat. Pada tahun 1995 prevalensi

metabolisme protein dan lemak yang diikuti diabetes 1,2 persen, tetapi pada tahun 2003

dengan komplikasi-komplikasi yang bersifat sudah meningkat menjadi 14,7 persen.

kronis, terutama struktur dan fungsi kronis, terutama struktur dan fungsi

relatif. 3 Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) merupakan ciri khas diabetes. 4 Lebih dari 80 persen penderita hiperglikemi tidak memeriksakan kadar gula dalam darahnya dengan baik. Padahal di hari tua mereka terancam komplikasi bila tidak melakukan kontrol gula darah dengan baik. Hiperglikemia adalah keadaan kadar gula darah yang lebih tinggi dari kadar gula darah normal, yaitu kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau gula darah sesaat >200 mg/

dl. 5 Menurut WHO (1995), konsentrasi gula darah di atas 110 mg/dl merupakan kelompok dari gangguan gula darah

(hiperglikemia). 6 Prevalensi hiperglikemia antara tahun 2001 dan 2004 telah terjadi peningkatan, yakni dari 7,9 menjadi 11,3 persen. Hasil pemeriksaan kadar gula darah pada sejuta orang yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan selama 2 tahun (2003-2005) mendapatkan sebanyak 81.696 orang (8,29%) memiliki kadar glukosa darah sesaat

melebihi 200 mg/dl. 7 Khusus penyakit diabetes, di Kota Depok mengalami peningkatan. Hasil penelitian Badan Litbangkes Depkes RI di Kelurahan Abadijaya tahun 2001 tentang penyakit degeneratif menunjukkan bahwa prevalensi diabetes sebesar 12,7 persen. Faktor risiko diabetes yang ditemukan antara lain: hiperkolesterol sebesar 30,2 persen, kegemukan sebesar 37,8 persen dan kebiasaan merokok sebesar 39,6 persen. 8 Sementara hasil penelitian terakhir tahun 2005 mendapatkan prevalensi diabetes tipe-

2 sebesar 14,7 persen. 9 Penyakit diabetes

termasuk 10 besar penyebab kematian penderita rawat inap di RS swasta di Kota Depok. Pada tahun 2007 penyakit diabetes menduduki urutan ke-4 penyebab kematian (7,33 %) pada penderita umur 45-64 tahun dan penyebab kematian urutan ke-3 (7,59 %)

pada penderita usia ≥ 65 tahun. 10

Penelitian mengenai faktor-faktor risiko terjadinya hiperglikemia pada PNS di lingkungan Pemda Kota Depok belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh status gizi terhadap kejadian hiperglikemia setelah dikontrol dengan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, tekanan darah, riwayat diabetes dalam keluarga, aktivitas olahraga, kebiasaan merokok, frekuensi konsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi, frekuensi konsumsi lemak tinggi, dan frekuensi konsumsi protein tinggi pada PNS di lingkungan pemerintah daerah Kota Depok yang berusia ≥ 40 tahun tahun 2009. Usia dibatasi mulai 40 tahun karena puncak usia penderita diabetes di negara berkembang

adalah 40-45 tahun. 11

METODE PENELITIAN Desain, Sampel, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol tidak

berpasangan (unmatched). Penelitian dilakukan di lingkungan kerja Kota Depok dengan pemilihan kasus dan kontrol dalam satu lingkungan lokasi penelitian yang sama. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret-April tahun 2009. Populasi penelitian adalah seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemda Kota Depok tahun 2009. Populasi studi adalah seluruh PNS di lingkungan Pemda Kota Depok tahun 2009 berusia ≥ 40 tahun yang mengikuti program Medical Check-up yang diadakan oleh PT Askes, yaitu sebanyak 1 313 orang. Adapun sampel adalah seluruh PNS di lingkungan Pemda Kota Depok berusia ≥ 40 tahun yang mengikuti program Medical Check-up. Semua sampel yang diteliti adalah yang bersedia ikut dalam penelitian dengan mengisi informed consent.

Kelompok kasus adalah PNS di lingkungan pemerintah daerah Kota Depok tahun 2009 yang berusia ≥ 40 tahun yang, berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah, menderita hiperglikemia dengan kadar gula darah > 126 mg/dl. Sementara kelompok kontrol adalah PNS di lingkungan pemerintah Kelompok kasus adalah PNS di lingkungan pemerintah daerah Kota Depok tahun 2009 yang berusia ≥ 40 tahun yang, berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah, menderita hiperglikemia dengan kadar gula darah > 126 mg/dl. Sementara kelompok kontrol adalah PNS di lingkungan pemerintah

kali, di mana nilai yang diambil adalah nilai gula darah, tidak menderita hiperglikemia

dari pendengaran terakhir. dengan kadar gula darah ≤ 126 mg/dl. Baik

Data kadar gula darah merupakan data untuk kelompok kasus maupun kontrol tidak

sekunder yang diambil dari hasil mengikutsertakan subjek yang tidak dapat

pemeriksaan kadar gula darah yang berdiri tegak, misalnya bertubuh bungkuk;

dilaksanakan di Rumah Sakit Bhakti Yudha leher yang tidak bisa ditegakkan yang dapat

Depok pada bulan 26 November - 26 disebabkan menderita suatu penyakit,

Desember 2008. Kadar gula diperiksa kecelakaan, atau kondisi kesehatan lainnya;

dengan metode GO D-PAP (Glukosa serta wanita yang sedang hamil.

Dehydrogenase Oxidize Phosphate), dengan Jumlah sampel keseluruhan adalah 141

mengambil 5 ml darah venakubiti dan reagen orang. Kelompok kasus didapatkan 47

yang digunakan adalah Glukosa HK Test orang. Dengan menggunakan perbandingan

Cobas, kemudian dianalisis menggunakan kasus dan kontrol 1:2, maka jumlah sampel

alat ukur kadar gula darah merek Cobas. untuk kasus adalah 47 orang dan kontrol 94

Pengambilan dan pemeriksaan darah orang .

dilakukan oleh tenaga analis kimia. Sebelum Agar kualitas data yang dikumpulkan

mengikuti pemeriksaan kadar gula darah, benar-benar mendekati gambaran keadaan

responden diharuskan puasa selama 8 jam. sebenarnya, maka dilakukan uji validitas dan

Pengetahuan gizi diukur dengan realibilitas kuesioner kepada PNS yang

kuesioner yang berisi pertanyaan tentang bekerja pada beberapa instansi pemerintah

pengetahuan gizi. Penilaian pengetahuan Kota Depok dan yang tidak termasuk dalam

gizi dibagi tiga kelompok, yaitu baik, sedang sampel penelitian dengan jumlah sampel 30

dan kurang. Cara pengelompokan dilakukan orang. Kuesioner yang diujikan adalah

dengan menetapkan cut-off point dari skor bagian kuesioner yang berhubungan dengan

yang telah dijadikan persen. Cut-off point pengetahuan gizi responden. Di samping itu

yang digunakan adalah baik, jika skor dilakukan pula pelatihan bagi tenaga

jawaban yang benar adalah > 80 persen; pengumpul data dengan tujuan untuk

sedang, jika jika skor jawaban yang benar memperoleh persamaan persepsi terhadap

adalah 60-80 persen; dan kurang, jika skor kuesioner dan formulir FFQ.

jawaban yang benar adalah < 60 persen. Data yang dikumpulkan meliputi:

Analisis data dilakukan dengan bantuan karakteristik responden (umur, jenis kelamin,

program komputer melalui tahapan analisis pendidikan, pengetahuan tentang gizi,

univariat, bivariat dan multivariat. Analisis tekanan darah dan riwayat diabetes dalam

univariat dilakukan untuk mengetahui keluarga) gaya hidup (kebiasaan merokok

gambaran data masing-masing variabel yang dan aktivitas olahraga), konsumsi makanan

akan diteliti. Analisis bivariat untuk indeks glikemik tinggi, lemak tinggi dan

mengidentifikasi variabel potensial kandidat protein tinggi dengan menggunakan metode

yang masuk dalam model multivariat. Food Frequency Questionare (FFQ).

Adapun analisis multivariat dilakukan untuk Pemeriksaan antropometri meliputi

mengetahui pengaruh variabel independen pengukuran berat badan (BB) dan tinggi

utama terhadap variabel dependen setelah badan (TB). BB diukur dengan

dikontrol oleh variabel kovariat (potential menggunakan timbangan merek SECA

confounder).

digital weight scale berketelitian 0,1 kg, sedangkan TB diukur dengan menggunakan

HASIL

microtoice berketelitian 0,1 cm. Adapun pemeriksaan tekanan darah dilakukan

Pengaruh Status Gizi terhadap Kejadian

tensimeter air raksa dengan merek Nova

Hiperglikemia

Presameter oleh tenaga perawat. Indikator sederhana untuk memantau Responden pada saat pemeriksaan dalam

status gizi orang dewasa yang berusia lebih status gizi orang dewasa yang berusia lebih

terjadinya hiperglikemia.

Tabel 1 Pengaruh Status Gizi terhadap Kejadian Hiperglikemia

Kasus

Kontrol

Status Gizi

p-value

% Gemuk

2 2,1 0,000* Kelebihan berat

19 20,2 Normal dan Kurang

Variabel status gizi pada penelitian ini kasus pada perempuan lebih besar (51,1%) dikategorikan menjadi status ‘gemuk’ (> 27,0

dibandingkan dengan laki-laki (48,9%). kg/m 2 ) yang diduga berisiko terhadap

tingkat pendidikan terjadinya hiperglikemia, status ‘kelebihan

Variabel

dikelompokkan menjadi pendidikan rendah berat’ (25,1-27,0), dan status ‘normal dan

(≤ SLTA) dan pendidikan tinggi (> SLTA). kurang’ (≤ 25,0 kg/m 2 ). Hasil analisis bivariat

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p>0,05, menunjukkan bahwa ada pengaruh status

yaitu tidak ada pengaruh tingkat pendidikan gizi terhadap kejadian hiperglikemia

terhadap kejadian hiperglikemia. Proporsi (p<0,05).

subjek dengan tingkat pendidikan rendah pada kasus sebesar 12,8 persen dan pada

Pengaruh Karakteristik Individu terhadap

kontrol sebesar 13,8 persen.

Kejadian Hiperglikemia

Hasil penelitian ini menunjukkan ada Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengaruh tingkat pengetahuan terhadap tidak ada pengaruh umur terhadap kejadian

kejadian hiperglikemia (nilai p<0,05). Pada hiperglikemia (p>0,05). Berdasarkan hasil

penelitian ini data tidak mampu membuktikan analisis ditemukan bahwa proporsi kasus

adanya pengaruh tekanan darah terhadap yang berumur > 45 tahun, yaitu sebanyak 83

kejadian hiperglikemia di mana nilai p>0,05. persen lebih besar dibandingkan dengan

Hasil penelitian ini menemukan bahwa proporsi pada kontrol (76,6%).

proporsi subjek dengan tekanan darah tinggi Hasil uji statistik menunjukkan bahwa

lebih besar pada kasus (21,3%) tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap

dibandingkan dengan proporsi pada kontrol kejadian hiperglikemia (p>0,05). Hasil

analisis bivariat menemukan bahwa proporsi

Tabel 2 Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Kejadian Hiperglikemia

Umur (tahun): • 45

0,383 (0,607-3,657) Jenis Kelamin: • Laki-laki

• Perempuan

0,278 (0,729-2,991) Tk. Pendidikan:

• Rendah

0,862 (0,323-2,574) Tk. Pengetahuan:

• Kurang

Baik Tekanan Darah:

• Normal

Riwayat Diabetes

• Tidak Ada

Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh riwayat diabetes dalam keluarga

Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian

terhadap kejadian hiperglikemia (nilai

Hiperglikemia

p<0,05). Pada tabel di atas dapat dilihat Pada penelitian ini dilakukan uji statistik bahwa proporsi kasus untuk subjek dengan

untuk mengetahui pengaruh gaya hidup riwayat diabetes (29,8%) lebih besar

terhadap kejadian hiperglikemia. Gaya hidup dibandingkan dengan proporsi pada kontrol

yang diteliti dalam penelitian ini meliputi (5,3%). Nilai OR (95% CI), yaitu sebesar

aktivitas olahraga dan kebiasaan merokok. 7,552, berarti subjek dengan riwayat

Di bawah ini dapat dilihat hasil penelitian dari diabetes dalam keluarga berpeluang 7,6 kali

kedua variabel tersebut terhadap untuk mengalami hiperglikemia daripada

hiperglikemia.

subjek tanpa riwayat diabetes dalam Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa keluarga.

terdapat pengaruh aktivitas olahraga terhadap kejadian hiperglikemia (p>0,05).

Untuk uji stastistik pada variabel olahraga kasus yang tidak berolahraga lebih kecil dikelompokkan menjadi subjek yang

(61,7 %) daripada proporsi pada kontrol berolahraga dan tidak berolahraga. Proporsi

Tabel 3 Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian Hiperglikemia

95% CI Olahraga:

Gaya Hidup

p-value

Tidak

• (0,202-0,939)

Merokok: • Ya

• Dulu pernah

0,953 • Tidak pernah

Hasil penelitian memperlihatkan tidak

Pengaruh Pola Konsumsi Makanan

adanya pengaruh merokok terhadap

terhadap Kejadian Hiperglikemia

kejadian hiperglikemia (p>0,05). Proporsi Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kasus yang merokok sama besar dengan

variabel frekuensi konsumsi bahan makanan proporsi pada kontrol (21,3%).

indeks glikemik tinggi tidak terdistribusi normal. Dengan demikian, pengelompokan dibagi menjadi frekuensi konsumsi yang ≥ median dan < median.

Tabel 4 Pengaruh Pola Konsumsi Makan terhadap Kejadian Hiperglikemia

Pola Konsumsi

Kasus

Kontrol

OR p-value

95% CI Konsumsi Bahan

Makanan

Makanan IG Tinggi: 0,720 0,879

• ≥ median

• < median

Konsumsi Lemak: 0,631

• 1,190 ≥ median

• (0,585-2,422)

Konsumsi Protein: 0,024* 0,440

• ≥ median

< median

Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada Untuk mengetahui apakah variabel pengaruh frekuensi konsumsi bahan

independen berpengaruh terhadap variabel makanan indeks glikemik tinggi terhadap

dependen, dan juga dipengaruhi oleh kejadian hiperglikemia (p>0,05).

variabel lain, dilakukan analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Analisis yang digunakan adalah regresi data tidak mampu membuktikan adanya

logistik ganda dengan model faktor risiko pengaruh frekuensi konsumsi lemak tinggi

dengan tingkat kepercayaan 95%. terhadap kejadian hiperglikemia (p>0,05).

Model faktor risiko dipilih sebagai model Namun, proporsi kasus dengan frekuensi

analisis dengan tujuan untuk mengestimasi konsumsi lemak tinggi (59,6 %) lebih tinggi

secara valid pengaruh variabel independen daripada proporsi kontrol, yaitu sebanyak

utama (status gizi) terhadap variabel 55,3 persen.

dependen (hiperglikemia) . Hasil uji statistik diperoleh adanya

Status gizi pada penelitian ini pengaruh frekuensi konsumsi protein tinggi

dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu terhadap kejadian hiperglikemia (p<0,05).

status ‘kelebihan berat’ (> 25,0 kg/m 2 ) dan Nilai OR didapatkan 0,440, yang berarti pada

IMT ‘normal’ (≤ 25,0 kg/m 2 ). Selanjutnya subjek dengan konsumsi protein tinggi

dilakukan analisis multivariat, yaitu mempunyai risiko 0,44 kali dibandingkan

menggunakan regresi logistik model faktor subjek dengan konsumsi protein rendah.

risiko dengan prosedur pengujian sebagai berikut:

Analisis Multivariat Seleksi Bivariat dengan Regresi Logistik Sederhana

Tabel 5 Variabel yang Dimasukkan ke dalam Analisis Multivariat

95% CI OR Status Gizi

Variabel

OR

2,646-12,091 Riwayat Diabetes

2,523-22,606 Tingkat Pengetahuan

0,198-0,857 Konsumsi Protein

0,215-0,902 Aktivitas Olahraga

0,202-0,939 Konsumsi IG Tinggi

0,435-1,777 Konsumsi Lemak

0,585-2,422 Sebelum melakukan analisis multivariat,

dimasukkan ke dalam analisis multivariat terlebih dulu dilakukan analisis bivariat

karena nilai p < 0,25. Variabel frekuensi regresi, di mana didapatkan variabel yang

indeks glikemik tinggi dan konsumsi lemak berpengaruh terhadap hiperglikemia, yakni

mempunyai nilai p> 0,25, tetapi karena status gizi, pengetahuan, riwayat diabetes

secara substansi penting, maka dalam keluarga, olahraga dan frekuensi

diikutsertakan juga dalam analisis. konsumsi protein. Variabel-variabel tersebut

Tabel 6 Hasil Akhir Analisis Multivariat

95% CI OR Status Gizi

Variabel

OR

5,057 2,242 – 11,408 Riwayat Diabetes

6,628 2,061 – 21,317 Konsumsi Protein

0,390 0,171 – 0,892 Penelitian ini mendapatkan adanya

daripada subjek dengan status ‘normal atau pengaruh status gizi terhadap kejadian

kurang’, setelah dikontrol dengan riwayat hiperglikemia (p<0,05). Pada tingkat

diabetes dalam keluarga dan konsumsi kepercayaan 95% (95% CI), subjek dengan

protein.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian memiliko risiko 5,06 kali untuk mengalami

status ‘kelebihan berat’ (> 25,1 kg/m 2 )

yang dilakukan Hanis (2007) yang hiperglikemia dibandingkan dengan

menemukan bahwa status gizi berpengaruh responden berstatus gizi normal (≤ 25,0 kg/

terhadap risiko diabetes (p<0,05). 12 m 2 ), setelah dikontrol dengan riwayat

Penelitian Hanis menemukan, subjek dengan diabetes dalam keluarga dan konsumsi

status ‘kelebihan berat’ lebih berisiko terkena protein. Namun, pada pemodelan akhir

diabetes dibandingkan dengan subjek didapatkan riwayat diabetes dalam keluarga

berstatus ‘normal’ dengan OR 4,47. memiliki OR paling tinggi (6,63); artinya,

Kegemukan merupakan salah satu faktor responden yang memiliki riwayat diabetes

risiko terjadinya berbagai penyakit dalam keluarga memiliki risiko sebesar 6,63

degeneratif, seperti hipertensi, diabetes, kali mengalami hiperglikemia dibandingkan

penyakit jantung koroner, penyakit hati dan dengan responden yang tidak memiliki

kantung empedu. 13 riwayat diabetes dalam keluarga, setelah

Penelitian yang dilakukan Schienkiewitz dikontrol dengan status gizi dan konsumsi

et al. (2006) menemukan bahwa obesitas protein.

dan peningkatan BB pada orang dewasa merupakan faktor risiko utama diabetes tipe

BAHASAN

2. Peningkatan BB pada dewasa muda (< 40 tahun) berhubungan dengan peningkatan

Pengaruh Status Gizi terhadap Kejadian

risiko dan lebih cepat terkena diabetes

Hiperglikemia

daripada peningkatan BB yang terjadi pada Status gizi adalah variabel independen

usia 40-55 tahun. 14 Penelitian lain utama pada penelitian ini. Status gizi

menemukan bahwa BB pada dewasa muda dikategorikan menjadi 2, yaitu status

berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi

dan lebih cepat menjadi diabetes tipe 2 berisiko terhadap terjadinya hiperglikemia

‘kelebihan berat’ (> 25,0 kg/m 2 ) yang diduga

daripada yang berusia 40-55 tahun. Mereka

yang mengalami obesitas mempunyai risiko analisis antara status gizi dengan

dan status ‘normal’ (≤ 25,0 kg/m 2 ). Hasil

1,31 kali lebih besar untuk memiliki kendali hiperglikemia menunjukkan bahwa ada

gula darah yang buruk dibandingkan dengan pengaruh status gizi terhadap kejadian

mereka yang tidak obesitas. 15 hiperglikemia (p<0,05). Nilai OR (95% CI),

Villalpando et al. 2009 menemukan yaitu sebesar 5,49, yang berarti subjek

bahwa subjek dengan status ‘kelebihan dengan status ‘kelebihan berat’ berpeluang

berat’ memiliki kadar gula darah yang tinggi 5,49 kali untuk mengalami hiperglikemia

dibandingkan dengan orang berstatus gizi

‘normal’. Kenaikan gula darah lebih tinggi keempat dalam kehidupan dan akan terjadi pada laki-laki dan perempuan gemuk

kemunduran yang cepat pada usia 60 tahun. dibandingkan dengan mereka yang tidak

Perubahan toleransi glukosa juga gemuk. Orang yang gemuk memiliki kadar

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti insulin yang tinggi dibandingkan dengan

resistensi insulin, defisiensi sel beta dan orang dengan status gizi ‘normal’. Kenaikan

obesitas dapat memperbesar timbulnya gula darah lebih tinggi pada laki-laki dan

gejala diabetes. 21

perempuan gemuk dibandingkan dengan Salah satu faktor risiko terjadinya mereka yang tidak gemuk. Penelitian ini

diabetes adalah faktor usia di atas 45 menemukan pengaruh asosiasi yang kuat di

tahun. 22 Data penderita diabetes makin antara obesitas terhadap risiko tingginya

meningkat, terutama pada pasien berumur di konsentrasi kadar glukosa darah. Penekanan

atas 45 tahun, 1 dan berdasarkan SKRT penemuan ini adalah obesitas di umur awal

2004, kadar gula darah cenderung berpengaruh terhadap kenaikan kadar

meningkat hingga usia 65 tahun. Puncak glukosa darah. 16 usia penderita diabetes di negara maju

Shih-Wei Lai (2000) menemukan adalah 60-70 tahun, sedangkan di negara obesitas berasosiasi signifikan dengan

berkembang adalah 40-45 tahun. 11 hiperglikemia setelah dikontrol dengan

Penelitian ini sejalan dengan penelitian variabel lain. Penelitian ini mendapatkan

Haryati (2007) yang menunjukkan, tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingginya

hubungan yang bermakna antara umur dan status gizi terhadap hiperglikemia, di mana

kadar gula darah (p 0,126) dengan uji subjek dengan status ‘kelebihan berat’

korelasi menunjukkan r = 0,124 23 . Hal ini memiliki risiko 2,1 kali menderita

mungkin disebabkan gangguan kadar gula hiperglikemia dibandingkan dengan mereka

darah terjadi pada usia di atas 40 tahun.

Padahal faktor risiko (merokok, asupan Schwarz et al. (2006) mendapatkan status

yang memilki status gizi ‘normal’. 17 Penelitian

lemak dan asupan serat) lebih terkendali ‘kelebihan berat’ berpengaruh terhadap

pada usia lebih tua dibandingkan dengan hiperglikemia, baik pada laki-laki maupun

usia yang lebih muda. Juga diasumsikan perempuan. 18 L-Y Chien et al. (2004)

karena sampel penelitian adalah berusia ≥ menemukan bahwa obesitas adalah variabel

40 tahun, maka rentang jarak umur terlalu independen yang berpengaruh terhadap

sempit (40-56 tahun) sehingga umur yang peningkatan hiperglikemia di Taiwan setelah

lebih muda atau lebih tua tidak terdeteksi. dikontrol dengan umur, tingkat pendidikan

dan kebiasaan merokok. 19 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Kejadian Hiperglikemia

Pengaruh Umur terhadap Kejadian

WHO (2000) melaporkan bahwa dari

Hiperglikemia

beberapa wilayah di dunia, lebih banyak laki- Hasil penelitian menunjukkan bahwa

laki yang menderita diabetes daripada tidak ada pengaruh umur terhadap kejadian

perempuan, dengan rasio laki-laki dan hiperglikemia (p>0,05). Hasil analisis

perempuan 1:0,85. 24 Hasil uji statistik menemukan bahwa proporsi kasus yang

menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh berumur > 45 tahun lebih tinggi (83,0%)

jenis kelamin terhadap kejadian dibandingkan dengan proporsi pada kontrol

hiperglikemia (p>0,05). Dengan demikian, (76,6 %).

dalam penelitian ini jenis kelamin tidak Proses penuaan berhubungan dengan

terhadap kejadian perubahan metabolisme glukosa. Proses

berpengaruh

hiperglikemia, di mana laki-laki yang penuaan mempengaruhi perubahan pada sel

seharusnya lebih berisiko terkena beta pankreas yang akhirnya menyebabkan

hiperglikemia dibandingkan dengan

perempuan tidak terbukti dalam penelitian (2006), metabolisme glukosa akan berkurang

perubahan aksi insulin. 20 Menurut Anderson

ini. Tidak adanya pengaruh jenis kelamin efisiensinya pada dekade ketiga atau

terhadap kejadian hiperglikemia diasumsikan terhadap kejadian hiperglikemia diasumsikan

Namun, pada hasil analisis multivariat dibandingkan dengan subjek perempuan

diketahui bahwa variabel tingkat (19,8%).

pengetahuan tidak berpengaruh terhadap Penelitian ini sejalan dengan penelitian

kejadian hiperglikemia (p = 0,079 dengan kasus kontrol yang dilakukan Yusmayati

OR = 0,461). Hal ini diasumsikan bahwa (2008), di mana tidak terdapat pengaruh

variabel pengetahuan bila dianalisis dengan jenis kelamin terhadap kejadian diabetes, 25 variabel lain, maka variabel status gizi,

tetapi tidak sejalan dengan penelitian yang riwayat diabetes dalam keluarga dan dilakukan oleh Haryati (2007) yang

frekuensi konsumsi protein lebih menemukan bahwa jenis kelamin

berpengaruh terhadap kejadian hiperglikemia berpengaruh secara bermakna terhadap

daripada variabel pengetahuan. Menurut kadar gula darah (p>0,05) setelah dikontrol

Callabero et al. (2003) pengetahuan dengan sukubangsa dan pendidikan. 23 mengenai jenis makanan mempengaruhi

Roberts et al. (2007) menemukan bahwa pemilihan makanan yang akan dikonsumsi. 27 jenis kelamin adalah faktor independen yang

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan berpengaruh paling kuat terhadap

penelitian yang dilakukan oleh Yuniatun hiperglikemia. Laki-laki memiliki risiko 1,6 kali

(2003) bahwa ada pengaruh pengetahuan mengalami hiperglikemia dibandingkan

terhadap peningkatan kadar gula darah

dengan perempuan. 26 puasa. 28

Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pengaruh Tekanan Darah terhadap Kejadian Hiperglikemia

Kejadian Hiperglikemia

Proporsi subjek dengan tingkat Tekanan darah <120/80 mmHg pendidikan rendah pada kasus (12,8) lebih

didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah rendah dibandingkan dengan pada kontrol

normal. Hipertensi biasanya terjadi pada (13,8%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai

tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih. p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada

Tekanan darah >130/80 mmHg pada orang pengaruh tingkat pendidikan terhadap

dengan hiperglikemia harus dianggap kejadian hiperglikemia. Tidak adanya

sebagai faktor risiko. 29 pengaruh tingkat pendidikan terhadap

Pada penelitian ini tidak ada pengaruh kejadian hiperglikemia dimungkinkan karena

tekanan darah terhadap kejadian walaupun subjek memiliki pendidikan tinggi,

hiperglikemia, di mana nilai p>0,05. Hasil tetapi tidak selalu mempraktikkan gaya hidup

penelitian ini menemukan bahwa proporsi sehat (berolahraga teratur dan mengonsumsi

subjek dengan hipertensi lebih besar pada makanan dengan asupan gizi yang

kasus (21,3%) dibandingkan dengan seimbang) sehingga terpapar juga oleh

proporsi pada kontrol (13,8%). Tidak adanya faktor-faktor risiko terjadinya hiperglikemia;

pengaruh tekanan darah terhadap kejadian misalnya, karena kesibukan, tidak

hiperglikemia diasumsikan karena sebanyak berolahraga dan memilih makanan yang

82,6 persen subjek dengan hipertensi praktis dan cepat saji. Hasil penelitian ini

adalah bukan perokok. tidak sejalan dengan penelitian yang

Hasil penelitian ini sejalan dengan dilakukan L-Y Chien et al. (2004) yang

penelitian Haryati (2007) yang mendapatkan menemukan bahwa pendidikan yang rendah

bahwa tidak ada pengaruh hipertensi berpengaruh terhadap hiperglikemia pada

dengan kadar gula darah (p=0,014), 23 tetapi perempuan tetapi tidak pada laki-laki. 19 tidak sejalan dengan penelitian Shih-Wei Lai (2000) yang menemukan adanya pengaruh

Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap

tekanan darah yang tinggi terhadap

Kejadian Hiperglikemia

hiperglikemia dengan nilai OR 2,1 yang Hasil analisis bivariat menemukan

berarti bahwa orang dengan tekanan darah bahwa ada pengaruh tingkat pengetahuan

tinggi memiliki risiko 2,1 kali menderita tinggi memiliki risiko 2,1 kali menderita

olahraga terhadap kejadian hiperglikemia (p penelitian Schwarz et al. (2006) yang

bertekanan darah normal. 17 Juga dengan

mendapatkan bahwa tekanan darah sistol Pada penelitian ini proporsi subjek yang tinggi berpengaruh terhadap kejadian

tidak berolahraga 72,7 persen lebih tinggi hiperglikemia, baik pada laki-laki maupun

jika dibandingkan dengan prevalensi perempuan. 18 nasional kurang aktivitas fisik pada

penduduk (48,2%). 7 Menurut Ramachandran

Pengaruh Riwayat Diabetes Keluarga

& Snehalatha (2004), perkembangan

Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) menjadi Analisis bivariat menunjukkan ada

terhadap Kejadian Hiperglikemia

diabetes dapat dicegah melalui peningkatan pengaruh riwayat diabetes terhadap kejadian

aktivitas fisik yang memberikan perlindungan hiperglikemia (nilai p<0,05). Proporsi kasus

terhadap timbulnya diabetes tipe 2, baik untuk subjek dengan riwayat diabetes lebih

secara langsung maupun melalui besar (29,8%) dibandingkan dengan

pengaruhnya pada obesitas dan proporsi pada kontrol (5,3%). Hasil analisis

metabolisme lemak. 30 multivariat menunjukkan, ada pengaruh

Menurut Suyono (2006), selain dengan riwayat diabetes dalam keluarga dengan

memperhatikan makanan, olahraga teratur kejadian hiperglikemia dan memiliki nilai OR

merupakan salah satu cara menghindari paling tinggi (6,63); artinya, responden yang

risiko diabetes. Olahraga pada kelompok memiliki riwayat diabetes dalam keluarga

risiko tinggi, misalnya anak-anak dari pasien memiliki risiko sebesar 6,63 kali mengalami

diabetes, merupakan salah satu upaya hiperglikemia dibandingkan dengan

pencegahan primer yang sangat efektif dan responden yang tidak memiliki riwayat

murah. 3

diabetes dalam keluarga setelah dikontrol dengan status gizi dan konsumsi protein.

Pengaruh Merokok terhadap Kejadian

Hasil penelitian ini sejalan dengan

Hiperglikemia

penelitian Hanis (2007) yang mendapatkan Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat diabetes

bahwa tidak ada pengaruh merokok dalam keluarga berisiko 5,98 kali menderita

terhadap terjadinya hiperglikemia (p>0,05). diabetes dibandingkan dengan orang yang

Tidak adanya pengaruh merokok terhadap

kejadian hiperglikemia diasumsikan karena sejalan dengan penelitian Villalpando, et al.

tidak memiliki riwayat diabetes. 12 Juga

pada subjek yang merokok mempunyai (2009) yang menemukan adanya pengaruh

kebiasaan berolahraga dan pola makan yang riwayat diabetes terhadap kadar gula darah,

baik sehingga olahraga dan pola konsumsi di mana pada perempuan dengan riwayat

lebih mempengaruhi kadar gula darah diabetes, kadar gula darah lebih tinggi

dibandingkan dengan kebiasaan merokok. dibandingkan dengan perempuan tanpa

Pada penelitian ini didapatkan subjek riwayat diabetes. 16 yang merokok 21,3 persen lebih rendah dibandingkan dengan persentase nasional merokok setiap hari pada penduduk (23,7

Pengaruh Aktivitas Olahraga terhadap

persen). 7 Merokok dapat memberikan efek

Kejadian Hiperglikemia

terhadap basal metabolisme rate dan Peningkatan penyakit tidak menular

thermic effect dari makanan. Mekanisme sangat erat kaitannya dengan perubahan

fisiologi meliputi perubahan pada insulin perilaku dan gaya hidup, seperti pola makan

homeostatis, aktivitas lipoprotein lipase, dan tidak seimbang, kurang melakukan aktivitas

aktivitas sistim simfatik. Merokok fisik dan merokok. Hasil analisis bivariat

mempengaruhi penggumpalan lemak pada menunjukkan bahwa ada pengaruh aktivitas

abdomen dan menghambat kontraksi otot olahraga terhadap kejadian hiperglikemia

lambung sehingga mempengaruhi nafsu (p<0,05). Namun, analisis multivariat regresi lambung sehingga mempengaruhi nafsu (p<0,05). Namun, analisis multivariat regresi

Penelitian Willi dan rekannya (2007) cepat terurai selama proses pencernaan dan mendapati risiko lebih tinggi pada perokok

membuat kadar gula darah langsung berat. Mereka yang menghabiskan

meninggi dianggap memiliki IG tinggi, sedikitnya 20 batang rokok sehari memiliki

sedangkan jenis karbohidrat yang lambat risiko terserang diabetes 62 persen lebih

terurai dan melepas glukosa secara lambat tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak

dalam aliran darah dianggap memiliki IG merokok. Bekas perokok menghadapi risiko

rendah. IG dikatakan tinggi jika memiliki nilai

23 persen lebih tinggi dibandingkan dengan lebih dari 70, dikatakan sedang jika memiliki yang bukan perokok, jauh lebih rendah

nilai 56-69, dan dikatakan rendah jika dibandingkan dengan yang masih merokok. 31 memiliki nilai kurang dari 55. 32 Makanan Adapun L-Y Chien et al. (2004) menemukan

dengan IG rendah sangat menguntungkan bahwa

penderita diabetes karena membuat kadar hiperglikemia bukan hanya secara tidak

merokok

mempengaruhi

gula darahnya lebih stabil. 33 langsung melalui akibat dari obesitas, juga secara langsung melalui faktor fisiologis

Pengaruh Frekuensi Konsumsi Lemak

yang berhubungan dengan pengeluaran

terhadap Kejadian Hiperglikemia

hormon insulin atau daya tahan hormon Hasil penelitian menunjukkan tidak ada insulin. 19 pengaruh frekuensi konsumsi lemak dengan terjadinya hiperglikemia. Karena data yang

Pengaruh Frekuensi Konsumsi Bahan

dikumpulkan tentang variabel ini diperoleh

Makanan Indeks Glikemik Tinggi terhadap

dengan FFQ, maka faktor bias food-recall

Kejadian Hiperglikemia

mungkin terjadi terutama dalam menentukan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa

berapa frekuensi subjek dalam tidak ada pengaruh frekuensi konsumsi

mengonsumsi bahan makanan yang bahan makanan indeks glikemik tinggi

mengandung lemak tinggi. terhadap kejadian hiperglikemia (p>0,05).

Pada analisis multivariat berdasarkan uji Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan

confounding, frekuensi konsumsi lemak penelitian Stevenson et al. (2006) yang

tinggi merupakan variabel pengganggu menemukan bahwa konsentrasi plasma

pengaruh status gizi terhadap kejadian glukosa meningkat pada orang yang diberi

hiperglikemia. Hal ini diasumsikan bahwa makanan dengan indeks glikemik tinggi yang

frekuensi konsumsi lemak berpengaruh diukur 90-120 menit setelah makan. 34 terhadap kejadian hiperglikemia dan

Hal ini mungkin disebabkan karena data mempunyai asosiasi ke arah variabel status yang dikumpulkan tentang variabel ini

gizi.

diperoleh dengan FFQ, maka faktor bias Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan food-recall mungkin terjadi terutama dalam

penelitian Xu Jiaqiong et al. (2007), yang menentukan berapa frekuensi subjek dalam

dilakukan pada orang Indian Amerika yang mengonsumsi bahan makanan yang

menunjukkan bahwa konsumsi lemak total, mengandung indeks glikemik tinggi.

lemak jenuh, dan lemak tak jenuh tunggal Selain karena adanya bias food-recall,

serta asupan karbohidrat yang rendah tidak adanya pengaruh frekuensi konsumsi

berhubungan dengan rendahnya kadar bahan makanan indeks glikemik tinggi

glukosa darah. Diet berlemak tinggi dan terhadap kejadian hiperglikemia diasumsikan

berkarbohidrat rendah merupakan penyebab karena pada subjek dengan frekuensi

bermulanya diabetes. 35 Juga tidak sejalan konsumsi bahan makanan indeks glikemik

dengan penelitian Luciana (2008) yang tinggi, mereka melakukan aktivitas olahraga

mendapatkan bahwa mereka yang sering teratur (60,5 %).

mengonsumsi makanan berlemak Menurut Miller (2002), indeks glikemik

mempunyai risko 1,14 kali lebih tinggi untuk (IG) adalah pengukuran kualitas karbohidrat

memiliki kendali gula darah yang buruk memiliki kendali gula darah yang buruk

Pengaruh Frekuensi Konsumsi Protein

25,1 kg/m 2 ) memiliki risiko 5,06 kali

terhadap Kejadian Hiperglikemia

untuk mengalami hiperglikemia Hasil analisis bivariat mendapatkan

dibandingkan dengan responden adanya pengaruh frekuensi konsumsi protein

dengan status gizi normal (≤ 25,0 kg/ terhadap kejadian hiperglikemia (p<0,05).

m 2 ), setelah dikontrol dengan riwayat Analisis multivariat regresi logistik

diabetes dalam keluarga dan mendapatkan, ada pengaruh frekuensi

konsumsi protein. konsumsi protein terhadap kejadian

2. H

hiperglikemia (p=0,026). Namun, pengaruh asil uji confounding pada penelitian tidak kuat karena hanya mempunyai nilai OR

ini menemukan bahwa yang menjadi 0,390.

variabel pengganggu hubungan Menurut Rodwell (2003), treonin dan

status gizi dengan kejadian tirosin terdapat pada protein sebagai O-

hiperglikemia adalah asupan lemak. fosfotreonin dan fosfotirosin. Fosforilasi

3. P

reversibel dan defosforilasi yang terjadi enelitian ini menemukan bahwa berikutnya memiliki fungsi regulasi yang

variabel riwayat diabetes dalam penting. Fosforilasi mengalami perubahan

keluarga memiliki OR terbesar (6,63). yang cepat pada enzim metabolik, yang

Artinya, responden yang memiliki menyebabkan terjadinya pengendalian aliran

riwayat diabetes dalam keluarga metabolik yang mudah dibalikkan dan diatur

memiliki risiko 6,63 kali untuk dengan halus pada metabolisme karbohidrat

hiperglikemia dan lipid serta penghantaran sinyal. Hal ini

mengalami

dibandingkan dengan responden mungkin menyebabkan adanya hubungan

yang tidak memiliki riwayat diabetes yang bermakna antara frekuensi konsumsi

dalam keluarga.

protein dengan kejadian hiperglikemia. 36

Penelitian Manders et al. (2005)

Saran

mendapatkan hasil plasma insulin lebih tinggi

pada subjek yang mendapatkan intervensi Diperlukan adanya kebijakan dari campuran karbohidrat, protein hidrolisate

Pemerintah Kota Depok berkenaan dan asam amino dibandingkan dengan pada

dengan kegiatan olahraga dan sarana kelompok kontrol yang hanya mendapatkan

untuk kegiatan olahraga bagi PNS di karbohidrat. Konsekuensinya mengakibatkan

Kota Depok.

respon plasma glukosa berkurang pada

2. Meningkatkan kegiatan promosi

kelompok intervensi dibandingkan dengan kesehatan dan penyuluhan yang kelompok kontrol. Secara signifikan protein

mengajak masyarakat untuk hidrolisate dan asam amino dapat

mengonsumsi makanan bergizi meningkatkan produksi insulin sehingga

seimbang dan menerapkan Perilaku kadar gula darah plasma menurun. 37 Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yaitu

mengonsumsi buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik yang teratur dan tidak merokok.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

SIMPULAN DAN SARAN

mengenai hiperglikemia dengan jumlah subjek dan variabel penelitian yang

Simpulan

lebih banyak serta dengan desain studi

1. H yang lebih baik, misalnya desain studi

asil analisis membuktikan bahwa

kohor.

status gizi berpengaruh terhadap

RUJUKAN

Tahun 2007. Jurnal Kedokteran

1. Soegondo S. Merokok: Siap-siap kena

Indonesia 2009; 4 diabetes. Artikel, indodiabetes.com,

13. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.

Didownload tanggal 14 November 2008. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2. Departemen Kesehatan RI. Profil

Kesehatan Indonesia Tahun 2007,

14. Schienkiewitz A. et al. Body mass index

Jakarta: Depkes, 2008. history and risk of type 2 diabetes:

3. Suyono S. Diabetes Melitus di

results from the European Prospective Indonesia: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC)-Potsdam Study. Am J Clin Nutr.

Dalam. Edisi ke-4 Jilid III. Jakarta: FKUI, 2006.

4. Bowman A. Barbara, Russel M Robert.

Luciana E. Hubungan Aktivitas Fisik Present Knowledge in Nutrition. 8 th

dengan Kendali Gula Darah pada Edition. Wasingthon DC: ILSI, 2001.

Penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2 di RS Husada [Tesis]. Depok: Fakultas

5. Soegondo S. Obesitas: Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Masyarakat UI, 2008. Penyakit Dalam. Edisi ke-4 Jilid III.

16. Villalpando Salvador et al. Body mass

Jakarta: FKUI, 2006. index associated with hyperglycemia

6. WHO. Physical Status: The Use and

and alterations of components of Interpretation of Anthropometry. Report

metabolic syndrome in Mexican of a WHO Expert Committe. Geneva:

adolescents. J Clin Epid 2009; 54(5): WHO, 1995.

470-74.

7. Badan Penelitian dan Pengembangan

17. Shih-Wei Lai, Chee-Keong Tan and

Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Kim-Choy Ng. Epidemiology of Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta:

hyperglycemia in elderly persons. Balitbangkes Depkes RI, 2008.

Journal of Gerontology 2000; 55A(5):

8. Badan Penelitian dan Pengembangan

M257-M259.

Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

18. Schwarz B, Bischof HP, Kunze M.

Survei Kesehatan Rumah Tangga Hyperglycemia and coronary risk factors (SKRT) 2004. Status Kesehatan

results from western Austria. Euro J Indonesia. Jakarta: Balitbangkes

Epid 2006

Depkes RI, 2004.

9. Dinas Kesehatan Kota Depok. Profil s. L-Y Chien, Y-M Liou, J-J Chen. Kota Depok Tahun 2005. Depok:

Association between indices of obesity Dinkes Kota Depok, 2006.

and fasting hyperglycemia in Taiwan, Institute of Community Health Nursing,

10. Dinas Kesehatan Kota Depok. Profil

National Yang-Ming University, Kota Depok Tahun 2007. Depok:

Published online 16 March 2004, Dinkes Kota Depok, 2008.

Taiwan.

11. Williams G, Pickup JC. Epidemiology

20. Bennet PH. Epidemiology of Type 2

and Etiology of Type 2 Diabetes: Handbook Diabetes. 3 rd

Diabetes Mellitus. In: Alexandra T,

Anderson. Diabetes Mellitus: A London: Blackwell Publishing, 2005.

Edition.

Fundamental and Clinical. 2nd Edition.

12. Hanis MT. Analisis faktor risiko diabetes

2000. hal 544-577 melitus tipe 2 di Puskesmas

21. Anderson, W James. Diabetes Mellitus:

Tanrutedong, Sidenreng, Rappang Medical Nutrition Therapy. In: Modern

Nutrition in Health and Disease. 10 th Melitus. Oxford: Blackwell Publishing, Edition. Philadelphia: 2006.

22. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI, 2006.

23. Haryati, Omi. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar Gula Darah Puasa Karyawan Poltekkes

Depkes Jakarta Tahun 2007 [Tesis]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2007.

24. WHO. Diet, Nutrition and Prevention of Chronic Disease. Report of WHO /FAO

Expert Consultation. Geneva: WHO, 2003.

25. Yusmayanti. Hubungan Obesitas Sentral dengan Kejadian Diabetes

31. Willi Carole et al. Active smoking and

Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum the risk of type 2 diabetes: a systematic Dr. M. Djamil Padang Tahun 2008

and meta-analysis. [Tesis]. Depok: Fakultas Kesehatan

review

JAMA 2007;298(22):2654-664. Masyarakat UI, 2008.

32. Miller-Brand Janette. Carbohydrate,

26. Roberts DE, Meakem TD, Dalton CE,

glycemic index and human. Am J Clin Haverstick DM & Lynch-III C.

Nutr 2002.

Prevalence of Hyperglycemia in a Pre-

33. Foster-Powell Kaye, Holt HA Susanna,

Surgical Population. The Internet Brand-Miller Janette. International table Journal of Anesthesiology 2007; 12(1). of glycemic index and glycemic load

27. Caballero B et al. Pathways: A school-

values. Am J Clin Nutr 2002. based, randomized controlled trial for

34. Stevenson Emma J et al. Influence of

the prevention of obesity in American high carbohydrate mixed meals with Indiana schoolchildren. Am J Clin Nutr different glycemic indexes on substrate 2003. utilization during subsequent exercise in

28. Yuniatun Kurniati. Faktor-faktor yang

women. Am J Clin Nutr 2006;84:354-60. Berhubungan dengan Pengendalian

35. Jiaqiong Xu et al. Macronutrient intake

Gula Darah Puasa Pasien Diabetes and glycemic control in population- Mellitus Lanjut Usia di Poliklinik based sampel of American Indians with Diabetes RSCM Tahun 2003 [Tesis]. diabetes: the Strong Heart Study. Am J Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Clin Nutr 2007:86:480-7. UI, 2003.

29. Departemen Kesehatan RI, 2005. Rodwell W. Victor 2003. Konversi Asam

Amino Menjadi Produk Khusus. Dalam: Diabetes Melitus Masalah Kesehatan Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: Masyarakat yang Serius, http ://

EGC, 2003.

www.indomedia.com/intisari.2001/Mrt/a

dvis.htm . 37. Manders Ralph JF et al. Co-ingestion of

a protein hydrolysate and amino acid Ramachandran Ambady, Snehalatha. mixture with carbohydrate improves Public Health Nutrition: Diabetes a protein hydrolysate and amino acid Ramachandran Ambady, Snehalatha. mixture with carbohydrate improves Public Health Nutrition: Diabetes