Identifikasi dan pencegahan kontaminasi pada kultur cair sistem perendaman sesaat

  Menara Perkebunan 2014 82(2), 64-69

Identifikasi dan pencegahan kontaminasi pada kultur

cair sistem perendaman sesaat

  

Identification and prevention of contamination in liquid culture of temporary immersion system

  Masna Maya SINTA*), Imron RIYADI & SUMARYONO Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jl. Taman Kencana No.1, Bogor 16128, Indonesia

  Diterima tanggal 27 Juni 2014/disetujui tanggal 8 Oktober 2014

  Abstract Liquid culture is commonly used to scale up in vitro culture production as well as to optimize the developmental phase of plant in vitro culture. One of the liquid cultures that has been used widely is temporary immersion system (TIS). The main problem of liquid culture is contamination. The use of antibiotics sometimes controls the contaminants less effectively and hinders the growth of plant culture. The purpose of this research was to determine sources of contaminant on whole sequence of TIS to identify and to prevent the emergence of the contaminants. Sampling method was applied to each section and stage of TIS culture and the contaminants found were identified. The results revealed that compartment of TIS was the main source of contaminant (100%). Furthermore, from all components of TIS compartment, washer (a small ring seal connecting screen disc and basket) was the main source of TIS contaminant (41.2%). Four contaminants found were identified as Bacillus macerans, Bacillus megaterium, Bacillus sphaericus and Bacillus firmus. Two times sterilization of washer in an autoclave at temperature of 121 o C and air pressure of 1 kg/cm 2 for 20 minutes before and after being installed reduced the contamination level on

  TIS culture significantly.

  [Keywords: In-vitro culture, bacterial contamination, sterilization method, Bacillus spp.]

  Abstrak Kultur cair umumnya digunakan untuk meningkatkan skala produksi dan mengoptimalkan fase perkembangan kultur in vitro tanaman. Salah satu jenis kultur cair yang banyak digunakan adalah sistem perendaman sesaat (SPS). Masalah utama dalam kultur cair adalah kontaminasi. Penggunaan antibiotika terkadang kurang efektif dalam me- ngendalikan kontaminan dan menghambat pertumbuhan kultur tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber kontaminan pada seluruh rangkaian kultur SPS serta mengidentifikasi dan mencegah munculnya kontaminan tersebut. Metode yang digunakan adalah pengambilan contoh pada tiap bagian dan fase kultur SPS, serta kontaminan yang ditemukan kemudian diidentifikasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kompartemen SPS merupakan sumber utama kontaminan (100%). Selanjutnya, dari seluruh komponen kompartemen SPS, washer (cincin penutup yang menghubungkan penyaring dan keranjang) di dalam rangkaian SPS merupakan sumber utama kontaminan (41,2%). Empat kontaminan yang ditemukan diidentifikasi sebagai Bacillus macerans, Bacillus megaterium, Bacillus sphaericus dan Bacillus firmus. Sterilisasi cincin penutup sebanyak dua kali dalam autoklaf pada suhu 121 o C dan tekanan udara 1 kg/cm 2 selama 20 menit sebelum dan sesudah dirangkai secara nyata menurunkan tingkat konta- minasi pada kultur SPS. [Kata kunci: Kultur in-vitro, kontaminasi bakteri, metode sterilisasi, Bacillus spp.]

  Pendahuluan

  Kontaminasi oleh mikroba merupakan salah satu masalah serius dalam kultur in vitro tanaman (Leifert & Cassells, 2001) dan merupakan penyebab utama hilangnya kultur tanaman. Upaya untuk meningkatkan skala produksi (scaling up) kultur in vitro tanaman seringkali terhambat oleh adanya kontaminasi mikroba. Berbagai jenis mikroorganisme (fungi, kapang, bakteri, virus, dan viroid) dan mikroantro- poda (tungau dan trips) telah diidentifikasi sebagai kontaminan dalam kultur jaringan tanaman (Leifert & Cassells, 2001).

  Peningkatan skala produksi kultur in vitro tanaman umumnya dilakukan pada media cair, baik dalam labu Erlenmeyer, sistem perendaman sesaat (SPS) maupun bioreaktor. Kontaminasi merupakan salah satu masalah utama dalam penggunaan media cair. Satu bejana berkapasitas satu liter media cair mampu menampung ratusan sampai ribuan propagula sehingga kehilangan yang dialami sangat merugikan. Pada medium padat terkadang mikroba kontaminan bersifat laten namun akan muncul ketika berada pada medium cair yang memiliki lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Salah satu jenis kultur cair yang banyak digunakan dalam kultur in vitro tanaman adalah SPS. Kultur SPS memungkinkan eksplan memperoleh nutrisi yang cukup ketika eksplan te- rendam dalam media, serta memperoleh aerasi yang baik. Pencegahan kontaminasi mikroba pada kultur cair SPS lebih sulit dibandingkan dengan kultur padat karena peralatan yang digunakan lebih kompleks. Alat SPS terdiri dari dua wadah yaitu wadah bawah sebagai tempat medium cair dan wadah atas sebagai tempat propagula. Pompa menekan udara luar masuk melalui selang ke dalam wadah bawah mendorong medium ke wadah atas dan merendam propagula selama jangka waktu tertentu. Setelah waktu peren- daman selesai aliran udara yang masuk ke wadah berhenti dan medium turun ke wadah bawah karena gravitasi. Udara masuk dan keluar wadah melalui filter untuk mencegah masuknya kontaminan. Adanya aliran udara dari dan keluar medium menyebabkan

Identifikasi dan pencegahan kontaminasi pada kultur cair ……………(Sinta et al.)

  ®

  65

  Pengambilan contoh peralatan kultur dilakukan dengan menggoreskan bagian tersebut pada media NA. Pengambilan contoh LAF dilakukan dengan meletakkan media NA pada LAF selama empat menit (karena proses kultur pada SPS rata-rata dilakukan selama empat menit). Pengambilan contoh media dilakukan dengan menuang sedikit media setelah diautoklaf pada media NA (metode pour plate). Pengambilan contoh eksplan dilakukan dengan mengkultur eksplan pada media NA. Pengambilan contoh kompartemen SPS dilakukan dengan meng- gores bagian-bagian kompartemen SPS dengan menggunakan jarum ose steril kemudian digoreskan pada media NA (streak). Pengambilan contoh udara dalam SPS dilakukan dengan meletakkan media NA di dalam kompartemen SPS yang dioperasikan secara normal. Pengambilan contoh pelaksana kultur dilaku- kan dengan menggores ujung jari dengan jarum ose steril kemudian digoreskan pada media NA. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak sembilan kali dengan tiga ulangan waktu. Contoh kemudian diinkubasi pada suhu ruangan. Penentuan sumber kontaminan tahap dua dilakukan untuk memperinci lebih lanjut bagian dari sumber kontaminan hasil

  Penentuan sumber kontaminan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama dilakukan untuk menentu- kan sumber kontaminan sesuai alur kerja kultur SPS. Untuk mengetahui sumber kontaminan bakteri pada kultur in vitro, dilakukan pengambilan contoh (sampling) pada tiap bagian proses kultur yang dilakukan. Titik pengambilan contoh yang diambil antara lain: peralatan kultur (pinset dan spatula sendok), LAF cabinet, media, eksplan, kompartemen SPS, udara dalam SPS, pelaksana kultur, serta lingkungan sekitar SPS berada.

  Penentuan sumber kontaminan

  2 selama 20 menit.

  C dan tekanan udara 1 kg/cm

  o

  (Etienne & Berthouly, 2002) dengan ukuran diameter 12,5 cm dan tinggi 15 cm. Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalus friable karet klon PB 260. Media pendeteksi kontaminan adalah media Nutrient Agar (NA) yang disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121

  terjadinya kontaminasi pada SPS lebih besar diban- dingkan pada kultur padat yang statis. Di bioreaktor kabut yang prinsip kerjanya mirip dengan SPS, fungi dan bakteri dapat bergerak dari wadah medium dan generator pengkabutan ke dalam ruang tanam tempat propagula yang akan menimbulkan kontaminasi tiga sampai tujuh hari kemudian (Sharaf-Eldin & Weathers, 2006).

  Pencegahan terhadap kontaminasi harus dilaku- kan sebelum pembuatan kultur karena apabila kultur cair diketahui terkontaminasi, penanggulangannya sudah terlambat. Sterilisasi dalam autoklaf dilakukan terhadap alat dan medium. Penambahan fungisida, bakterisida, antibiotika, dan biosida lain ke dalam medium dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya kontaminasi. Berdasarkan pengamatan hasil kultur SPS pada beberapa tanaman di Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia periode 2009-2014, ditemukan kontaminasi bakteri cukup tinggi yaitu antara lain 27,5% pada kelapa sawit, 30% pada sagu, dan 25% pada tebu. Untuk menanggulangi kontaminasi pada kultur SPS kelapa sawit, maka ditambahkan antibiotik rifampisin 15 mL/L dan tetrasiklin 15 mL/L pada media, tetapi masih terjadi kontaminasi oleh bakteri sebesar 5%, dan penambahan antibiotika tersebut dapat menurunkan perkembangan kultur sawit (Sumaryono et al., 2010). Penggunaan antibiotika yang tidak tepat akan mempengaruhi pertumbuhan planlet, sedangkan pemaparan kultur terhadap anti- biotika yang terlalu lama dapat menyebabkan kematian (Wojtania & Pulawska, 2005). Penggunaan erythromycin, ciprofloxacin dan sulfamethoxazole secara signifikan menurunkan pertumbuhan, kandung- an klorofil dan laju fotosintesis pada kultur Sele-

  2

  C dan tekanan udara 1 kg/cm

  o

  Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: pinset dan spatula sendok yang disterilisasi dengan cara dibakar dalam bunsen; media, millipore filter 0,2 µm dan kompartemen SPS yang disterilisasi dengan dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 121

  Alat dan bahan deteksi

  Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Oktober 2014 di Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.

  Bahan dan Metode Waktu dan tempat penelitian

  Salah satu bahan biosida yang banyak digunakan dalam kultur cair adalah golongan isotiazolon dalam bentuk Plant Preservative Mixture (PPM) (Sharaf- Eldin & Weathers, 2006). PPM terdiri dari campuran metilkloroisotiazolinon dan metilisotiazolinon. PPM merupakan biosida dengan spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan antibiotika lainnya dan relatif tahan terhadap suhu tinggi sehingga dapat diberikan ke dalam medium sebelum diautoklaf. Walaupun demikian, keefektifan senyawa biosida dalam mengendalikan kontaminan mikroba tidak dianjurkan apabila dapat menghambat pertumbuhan propagula. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah menetapkan sumber terjadinya kontaminasi pada seluruh rangkaian kultur SPS serta mengidentifikasi dan mencegah munculnya kontaminan tersebut.

  nastrum capricornutum (Liu et al., 2011).

  selama 20 menit; dan laminar air flow (LAF) cabinet yang disterilisasi dengan sinar UV selama 45 menit. Kompartemen SPS yang digunakan adalah SPS RITA

  Menara Perkebunan 2014 82(2), 64-69

  O ring ), tabung tengah (central tube), penyaring

  letters are not significantly different according to Duncan’s multiple range test at P= 0.05.

  11,1 bc Eksplan kalus karet (explant of rubber callus) c Kompartemen SPS (TIS compartment) 100 a Udara di dalam SPS (air inside TIS) 33,3 b Pelaksana kultur (lab workers) c Lingkungan sekitar SPS (surrounding TIS) c

  • *) Rerata pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada P= 0,05. *) Means on column followed by the same

  Laminar air flow cabinet 11,1 bc Media (medium)

  (%) Kontrol (control) c *) Pinset (forcep) c Spatula dengan sendok (spatula with spoon) c

  Titik pengambilan contoh (Sampling point) Tingkat kontaminasi Contamination level

  Table 1. Source of contamination in in vitro culture at phase 1.

  (screen disc), cincin penutup (washer), keranjang (basket), lonceng (bell), dan wadah (vessel) (Gambar 1a). Komponen tersebut disusun secara berurutan Tabel 1. Sumber kontaminan pada kultur in vitro tahap 1.

  Kompartemen SPS terdiri dari 12 komponen utama yaitu dua saluran udara (air vent), filter udara dengan ukuran lubang 2,5 µ m (millipore filter), tutup (cap), segel tutup (cap O ring), segel tabung (tube

  tahap 1 yakni kompartemen SPS. Pengambilan contoh dilakukan dengan melepaskan setiap bagian kompar- temen SPS, kemudian menggores bagian-bagian tersebut kembali pada media NA. Media NA berisi hasil pengambilan contoh selanjutnya diinkubasi pada suhu ruangan selama satu minggu.

  Penentuan sumber kontaminan tahap 1 dilakukan dengan pengambilan contoh pada peralatan, eksplan yang digunakan, ruang kultur dan pelaksana kultur SPS. Hasil pengambilan contoh yang kemudian dikulturkan pada media NA menunjukkan bahwa kompartemen SPS merupakan sumber kontaminan utama dengan tingkat kontaminasi mencapai 100% (Tabel 1). Proses kultur in vitro terdiri dari beberapa tahap pelaksanaan yang melibatkan beberapa komponen, sehingga memungkinkan terjadinya konta- minasi. Komponen tersebut antara lain: peralatan kultur, media kultur, eksplan, ruang penanaman, pelaksana kultur serta ruang kultur. Berdasarkan penelitian ini sumber kontaminan utama berasal dari kompartemen SPS (100% terkontaminasi). Udara di minasi sebesar 33,3%, sedangkan contoh lainnya bukan merupakan sumber kontaminan. Peralatan kultur, ruang LAF, media, eksplan kalus embriogenik karet, pelaksana kultur dan lingkungan sekitar kompartemen SPS menunjukkan tingkat kontaminasi yang rendah (0 - 11,1%), sehingga bukan merupakan sumber kontaminasi.

  Hasil dan Pembahasan Sumber kontaminan

  Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam (analysis of variance). Apabila ada perbedaan yang nyata maka perbedaan antar perlakuan ditentukan menurut uji jarak berganda Duncan pada P=0,05.

  Analisis statistik

  Pencegahan kontaminasi dikhususkan pada bagian utama sumber kontaminan berdasarkan deteksi kontaminan tahap 1 dan 2. Pencegahan kontaminasi dilakukan secara fisik dengan perlakuan (1) kontrol yakni sterilisasi pada autoklaf setelah dirangkai, (2) sterilisasi menggunakan sinar UV dengan panjang gelombang 245 nm selama 45 menit lalu diautoklaf, (3) sterilisasi dengan diautoklaf terpisah sebelum dirangkai dan diautoklaf kembali setelah dirangkai, dan (4) sterilisasi dengan direndam dalam larutan alkohol 70% selama 10 menit sebelum dirangkai lalu diautoklaf. Deteksi efektifitas sterilisasi dilakukan dengan metode pengambilan contoh dan contoh dikultur pada media NA.

  Pencegahan kontaminasi

  Kontaminan yang tumbuh pada media NA hasil pengambilan contoh kemudian diisolasi berdasarkan perbedaan warna koloni yang muncul. Kontaminan yang telah diisolasi tersebut kemudian diidentifikasi di Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor. Metode identifikasi yang digunakan berdasarkan karakter morfologi serta uji biokimia yang dicocokkan dengan panduan Bergey’s Manual of Systemic Bacteriology (Holt, 1994).

  Isolasi dan identifikasi kontaminan

  66

Identifikasi dan pencegahan kontaminasi pada kultur cair ……………(Sinta et al.)

  o C (Jantova & Lukasova, 2001).

  (b) (a)

  Figure 1. Series of TIS compartment, a) Components of TIS compartment, b) TIS compartment has been assembled.

  Gambar 1. Rangkaian kompartemen SPS, a) Komponen penyusun kompartemen SPS, b) Kompartemen SPS yang telah dirangkai .

  Pencegahan kontaminasi pada SPS dilakukan dengan perbaikan sistem sterilisasi sumber konta- minan utama pada kompartemen SPS yaitu cincin penutup (washer). Berdasarkan beberapa perlakuan sterilisasi, pencegahan kontaminasi SPS paling efektif adalah dengan sterilisasi cincin penutup diautoklaf sebanyak dua kali yaitu sebelum dirangkai (terpisah) dengan memasukkan cincin pada botol jam, dan setelah dirangkai bersama komponen SPS lainnya dalam autoklaf sebelum dirangkai kemudian di- autoklaf kembali setelah dirangkai pada kompar- temen SPS mampu mengurangi tingkat kontaminasi

  Pencegahan kontaminasi

  Lokasi cincin penutup pada rangkaian SPS yang tersembunyi serta ketahanan endospora bakteri kontaminan pada suhu tinggi menyebabkan timbulnya kontaminasi pada kultur SPS.

  menjadi satu kesatuan seperti terlihat pada Gambar 1b dan dibungkus kertas sebelum disterilisasi dalam autoklaf.

  Penentuan sumber kontaminan tahap 2 dilakukan untuk menentukan lebih rinci sumber utama konta- minan (berdasarkan hasil tahap 1), sehingga pengam- bilan contoh hanya dilakukan pada kompartemen SPS. Pengambilan contoh pada setiap komponen kompartemen SPS memperlihatkan bahwa sumber kontaminan utama pada kultur SPS terdapat pada cincin penutup (washer), yang menghubungkan panyaring dan keranjang, dengan tingkat kontaminasi sebesar 41,6% (Tabel 2). Tingkat kontaminasi pada cincin penutup tersebut berbeda nyata dengan tingkat kontaminasi pada bagian komponen lainnya ber- dasarkan uji jarak berganda Duncan. Cincin penutup ketika dirangkaikan akan berada tepat di tengah kompartemen SPS, sehingga kemungkinan ketika proses sterilisasi tekanan udara 1 kg/cm

  B. megaterium dan B. sphaericus mampu bertahan

  Karakter utama dari bakteri genus Bacillus adalah adanya endospora. Resistensi endospora Bacillus lebih tinggi dibandingkan sel vegetatifnya. Spora

  dan Bacillus firmus. Genus Bacillus mampu tumbuh dengan baik pada suhu 10-50 °C dan membentuk endospora yang dikenal tahan terhadap panas.

  macerans, Bacillus megaterium, Bacillus sphaericus

  Hasil identifikasi kontaminan yang diisolasi dari media NA menunjukkan terdapat empat jenis bakteri yang menyebabkan kontaminasi yaitu Bacillus

  dan uap panas dengan suhu 121 °C dalam autoklaf kurang efektif menjangkaunya.

  2

  hingga suhu 120

  Menara Perkebunan 2014 82(2), 64-69 Tabel 2. Sumber kontaminan pada kompartemen SPS.

  pada SPS menjadi sebesar 11,1%. Sterilisasi satu kali dalam autoklaf setelah dirangkai atau dengan perlakuan perendaman dalam alkohol 70% selama 10 menit sebelum diautoklaf tidak menurunkan secara nyata tingkat kontaminasi, sedangkan dengan penyinaran sinar UV selama 45 menit sebelum diautoklaf me-nurunkan tingkat kontaminasi menjadi 40%.

  68

  jaringan mutlak diperlukan untuk menghindari dan menurunkan tingkat kontaminasi.

  Good Laboratory Practice dalam proses kultur

  Beragamnya sumber dan jenis mikroba konta- minan menyebabkan perbedaan penanganan konta- minasi. Sumber kontaminan dari bakteri endogen seperti pada Jatropa curcas (Misra et al., 2010), lada (Anjali et al., 2007), pisang (Titov et al., 2007), dan yam (Mbah & Wakil, 2012) ditanggulangi dengan penambahan antibiotika yang sesuai pada media. Penggunaan beberapa buku tanpa daun sebagai sumber eksplan mampu menekan kontaminan dan efek negatif sterilan pada kultur bambu, teh dan mawar (Thakur & Sood, 2007). Nurhaimi-Haris et al. (2009) menemukan bahwa sumber kontaminan pada kultur microcutting karet berasal dari permukaan eksplan, dan sterilisasi eksplan dengan penggunaan desogerme efektif menurunkan tingkat kontaminasi. Laboratorium kultur jaringan di daerah tropis seperti Nigeria, lingkungan dan pelaksana kultur merupakan sumber utama kontaminan (Odutayo et al., 2007).

  Kontaminan dari genus Bacillus umumnya disebab- kan karena kurang efektifnya teknik sterilisasi (Leifert & Woodward, 1998), oleh karena itu perbaikan sistem sterilisasi seperti pada penelitian ini memang penting untuk dilakukan.

  B. megaterium dan B. sphaericus yang berada pada cincin penutup masih mampu bertahan hidup.

  Bakteri kontaminan yang muncul pada SPS ini berasal dari genus Bacillus yang tergolong dalam bakteri gram positif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang lebih tebal sehingga tidak ter- pengaruh oleh perendaman alkohol, berbeda dengan gram negatif yang memiliki dinding sel tipis dan mudah luruh oleh alkohol pada pewarnaan gram. Ketika cincin penutup tersebut dirangkaikan bersama komponen lain pada rangkaian SPS, cincin penutup akan berada tepat di tengah rangkaian dan terjepit di antara penyaring dan keranjang. Hal ini menyebabkan udara panas dan tekanan dalam autoklaf tidak mampu menjangkau cincin tersebut, oleh karena itu bakteri yang memiliki endospora tahan terhadap panas seperti

  Lubang keranjang (basket holes) 0,0 b *)

Rerata pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji jarak

berganda Duncan pada P= 0,05. *)

  Table 2. Source of contamination on TIS compartment.

  41,6 a Ulir tabung (tube screw) 0,0 b Ulir pada lonceng (screw on bell) 0,0 b Permukaan keranjang (basket surface) 8,3 b

  0,0 b Dinding luar lonceng (outer bell) 0,0 b Cincin penutup (washer)

  8,3 b Dinding dalam keranjang (basket inner wall) 0,0 b Dinding luar keranjang (basket outer wall) 8,3 b Dinding dalam lonceng (inner bell)

  Tengah tabung luar (outer central tube) 0,0 b Tengah tabung dalam (inner central tube) 0,0 b Dinding wadah atas (upper vessel wall) 0,0 b Permukaan atas saringan (upper surface of screen disc) 0,0 b Permukaan bawah saringan (lower surface of screen disc) 8,3 b Wadah bawah (lower vessel)

  Tutup (cap) 8,3 b Ulir pada tutup (screw on cap) 0,0 b Segel pada tabung (tube o ring) 8,3 b Dudukan cincin tabung (tube o ring holder) 8,3 b

  (%) Selang udara masuk (inlet air vent) 0,0 b *) Selang udara keluar (outlet air vent) 0,0 b Segel pada tutup (cap O ring) 0,0 b Dudukan cincin pada tutup (cap O ring holder) 0,0 b

  Titik pengambilan contoh (Sampling point) Kontaminasi Contamination

Means on column followed by the same letters are not significantly different according to Duncan’s multiple range test at P= 0.05

  Identifikasi dan pencegahan kontaminasi pada kultur cair ……………(Sinta et al.) a 100 a

  90 % ) n

  80 o ti a

  70 in m

  60 ta n

  50 b (Co i

  40 as in

  30 tam

  20 n o c K

  10 Autoklaf 1x UV+Autoklaf Autoklaf 2x Alkohol+Autoklaf Perlaukan sterilisasi (Sterilization method) Gambar 2. Perlakuan sterilisasi pada cincin penutup SPS. Kolom diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata.

  Figure 2. Sterilization methods on washer of TIS. Column followed by the same letters are not significantly different.

  Kesimpulan Mbah EI & SM Wakil (2012). Elimination of bacteria from in vitro yam tissue cultures using antibiotics. J Plant

  Kontaminasi pada kultur SPS disebabkan ter-

  Pathol 94 (1), 53-58

  utama oleh kurang efektifnya proses sterilisasi

  Misra P, N Gupta, DD Toppo, V Pandey, MK Mishra &

  kompartemen SPS. Empat bakteri kontaminan telah

  R Tuli (2010). Establishment of long-term proliferating

  terdeteksi yaitu Bacillus macerans, B. megaterium,

  shoot cultures of elite Jatropha curcas L. by controlling

  B. sphaericus dan B. firmus. Dari rangkaian kompar- endophytic bacterial contamination. Plant Cell Tiss Org

  temen SPS terdeteksi bahwa sumber utama konta- Cult 100, 189-197. minan adalah cincin penutup (washer). Sterilisasi cincin penutup tersebut sebelum dan sesudah dirang- Nurhaimi-Haris, Sumaryono & MP Carron (2009).

  Pengaruh bahan pra-sterilan, tutup tabung kultur, dan

  kai pada autoklaf selama 20 menit menurunkan

  musim terhadap tingkat kontaminasi eksplan pada kultur tingkat kontaminasi pada kultur SPS. microcutting karet. Menara Perkebunan 77(2), 89-99.

  Daftar Pustaka Odutayo, OI, NA Amusa, OO Okutade & YR Ogunsanwo (2007). Sources of microbial contamination in tissue

  Anjali AK, SM Kelkar, MG Watve & KV Khrisnamurthy culture laboratories in Southwestern Nigeria. African J (2007). Characterization and control of endophytic Agric Res 2(3), 067-072. bacterial contaminants in in vitro cultures of Piper spp., Taxus baccata subsp. Wallichiana, and Withania

  Sharaf-Eldin MA & P Weathers (2006). Movement and somnifera . Canadian J Microbiol 53, 63-74. containment of microbial contamination in the nutrient mist bioreactor. In Vitro Cell Dev Biol-Plant 42, 553-

  Etienne H & M Berthouly (2002). Temporary immersion 557. systems in plant micropropagation. Plant Cell Tiss Org Cult 69, 215-231

  Sumaryono, I Riyadi & MM Sinta (2010). Clonal propagation of elite genotypes of oil palm through tissue Holt JG (1994) Bergey,s Manual of Determinative culture. Laporan Akhir Tahun BPBPI 2010. Bogor,

  Bacteriology, ninth eds. Baltimore, William & Wilkins Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.

  Jantova B & J Lukasova (2001). Heat resistance of Bacillus Thakur R & A Sood (2007). An efficient method for explant spp

  . spores isolated from cow’s milk and farm sterilization for reduced contamination. Plant Cell Tiss environment. Acta Vet Brno 70, 197-184.

  Org Cult 84, 369-371.

  Leifert C & AC Cassells (2001). Microbial hazards in plant Titov S, SK Bhowmik, MS Alam & SN Uddin (2007). tissue and cell cultures. In Vitro Cell Dev Biol-Plant 37, Control of endogenous bacterial contamination and 133-138. micropropagation of a traditional table banana (Musa spp cv. Kathali) of Bangladesh. Chinese J Biotechnol

  Leifert C & S Woodward (1998). Laboratory contamination management: the requirement for microbiological 23(6), 1042-1048. quality assurance. Plant Cell Tiss Org Cult 52, 83-88.

  Wojtania A & J Pulawska (2005). Identification and elimination of bacterial contaminants from Pelargonium Liu B, W Liu, X Nie, C Guan, Y Yang, Zwang & W Liao

(2011). Growth response and toxic effects of three tissue cultures. J Fruit Ornamental Plant Res 13, 101-

  108. antibiotics on Selenastrum capricornutum evaluated by photosynthetic rate and chlorophyll biosynthesis. J

  69 Environ Sci 23(9), 1558-1563.