MAKALAH TEKNOLOGI MINYAK BUMI PLANT HYDR

MAKALAH TEKNOLOGI MINYAK BUMI
PLANT HYDROCRACKING
Diajukan Untuk Memenuhi Tuntutan Tugas Mata Kuliah Teknologi Minyak Bumi

Disusun Oleh :
Kelompok 4

1. ARIANA AISA

21030112130102

2. DHIKIE REZEKIA APRIZAL TANJUNG

21030112140164

3. FAROUK ABDILLAH

21030112130042

4. IGNATIUS IVAN HARTONO


21030112140047

5. IRMA SAPUTRI

21030112130048

6. NITA ARIANI

21030112120022

7. QONITA ANGGRAINI

21030112130112

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Meningkatnya populasi manusia dan semakin berkembangnya kehidupan manusia
kontradiktif dengan kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia. Sampai sekarang
minyak bumi merupakan sumber energi utama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Permintaan
untuk bensin maupun diesel meningkat, sementara untuk minyak berat menurun. Oleh karena itu,
banyak langkah diambil untuk mengubah minyak berat menjadi fraksi ringan. Salah satu cara
yang dilakukan adalah dengan hydrocracking. Proses ini terdiri dari dua tahap, yaitu
menggabungkan catalytic cracking dan hidrogenasi, dimana bahan baku aromatic dengan
molekul yang berat diubah menjadi produk yang lebih ringan dengan berbagai tekanan yang
sangat tinggi (1000-2000 psi) dan temperatur yang cukup tinggi (750 ° -1500 ° F), dengan
adanya hydrogen dan katalis khusus. Hydrocracking digunakan untuk bahan baku yang sulit
untuk diproses, baik dengan catalytic cracking atau reformasi, karena bahan baku ini biasanya
ditandai dengan kandungan aromatic polisiklik tinggi dan / atau konsentrasi tinggi dari dua racun
katalis utama, sulfur dan senyawa nitrogen.
Hydrocracking awalnya sudah didesain dan diterapkan untuk konversi batubara pada
tahun 1915 di Jerman. Hydrocracking ini merupakan salah satu proses konversi hidrokarbon
tertua selama perkembangan teknologi petroleum refining. Unit hidrogenasi brown coal pertama
terdapat di Leuna, Jerman sejak tahun 1927 dan sudah menggunakan teknologi proses
hydrocracking komersial. Kemudian pada tahun 1960 Unit hydrocracker komersial pertama kali
dibangun di Chevron’s Rischmond CA Refinery. Sejak saat itu proses hydrocracking mulai
berkembang, mulai dari penggunaan sebagai industri otomotif untuk memproduksi bensin

dengan bilangan oktan yang tinggi, bahan bakar diesel untuk kereta api, dan lain-lain.
Proses hydrocracking sudah banyak diterapkan pada kilang-kilang minyak Indonesia
untuk memenuhi kebutuhan akan bensin maupun diesel yang permintaannya lebih banyak
daripada fraksi berat.

BAB II
ISI
II.1 Pengertian Hydrocracking
Hydrocracking merupakan proses dua tahap menggabungkan catalytic cracking dan
hidrogenasi, dimana bahan baku yang lebih berat akan terpecahkan dengan adanya hydrogen
untuk menghasilkan produk yang lebih diinginkan. Proses ini menggunakan tekanan tinggi, suhu
tinggi, katalis, dan hidrogen. Hydrocracking digunakan untuk bahan baku yang sulit untuk
diproses, baik dengan catalytic cracking atau reformasi, karena bahan baku ini biasanya ditandai
dengan kandungan aromatic polisiklik tinggi dan / atau konsentrasi tinggi dari dua racun katalis
utama, sulfur dan senyawa nitrogen.
Prinsip dari hydrocracking adalah mengkonversi hidrokarbon berat menjadi fraksi ringan
sehingga dapat meningkatkan kuantitas dari fraksi ringan tersebut. Dalam proses ini, yang
terpenting adalah system katalis dan kontrol suhu di reaktor. Suhu reactor harus meningkat untuk
mempertahankan konversi dan katalis sendiri menonaktifkan karena pembentukan kokas
dihindari pada permukaan katalis. Secara konstan hydrogen dalam proses akan menipis sehingga

dibutuhkan tambahan hidrogen. Surplus panas yang dilepaskan saat proses hidrogenasi tersebut
menyebabkan suhu reactor meningkat dan untuk mengontrol suhu, dilakukan penyuntikan dingin
untuk menambah hidrogen agar katalis tidak aus.
Proses hydrocracking sangat tergantung pada sifat dari bahan baku dan tingkat relative
dari kedua reaksi, hidrogenasi dan cracking. Bahan baku aromatic dengan molekul yang berat
diubah menjadi produk yang lebih ringan dengan berbagai tekanan yang sangat tinggi (10002000 psi) dan temperatur yang cukup tinggi (750 ° -1500 ° F), dengan adanya hydrogen dan
katalis khusus. Ketika bahan baku memiliki kandungan paraffin tinggi, fungsi utama dari
hydrogen adalah untuk mencegah pembentukan senyawa aromatic polisiklik. Peran penting
hydrogen dalam proses hydrocracking adalah untuk mengurangi pembentukan tar dan mencegah
penumpukan coke di katalis. Hidrogenasi juga berfungsi untuk mengkonversi senyawa sulfur dan
nitrogen dalam bahan baku untuk hidrogen sulfide dan amonia.

II.2 Sejarah Hydrocracking
Unit hydrocracker komersial pertama kali dibangun di Chevron’s Rischmond CA
Refinery pada tahun 1960. Hydrocracking ini merupakan salah satu proses konversi hidrokarbon
tertua selama perkembangan teknologi petroleum refining. Hydrocracking sendiri sebenarnya
awalnya sudah didesain dan diterapkan untuk konversi batubara pada tahun 1915 di Jerman. Unit
hidrogenasi brown coal pertama terdapat di Leuna, Jerman sejak tahun 1927 dan sudah
menggunakan teknologi proses hydrocracking komersial.
Pada pertengahan 1950-an, industri mobil memproduksi mobil dengan tingkat performa

yang mensyaratkan rasio kompresi mesin yang tinggi. Tentunya kebutuhan angka oktan bahan
bakar juga harus lebih tinggi. Hal ini pulalah yang memicu semakin pesatnya perkembangan
teknologi hydrocracking. Fleksibilitas unit hydrocracker yang memungkinkan berproduksi
dengan mode yang berbeda-beda dengan jenis katalis dan kondisi operasi yang berbeda sesuai
dengan kebutuhan refinery tersebut. Pada akhir 1950-an, yang mana terjadi reformasi besarbesaran dalam dunia transportasi pasca perang dunia II yakni penggunaan mesin diesel pada
kereta yang awalnya memanfaatkan tenaga steam dan juga adanya peningkatan kebutuhan jet
fuel untuk bahan bakar pesawat terbang.
Pada tahun 1960-an, perkembangan teknologi hydrocracking semakin pesat seiring
penemuan katalis zeolit untuk hydrocracker. Peningkatan yang signifikan terlihat pada
pemakaian katalis berbahan dasar zeolit dibandingkan yang sebelumnya menggunakan katalis
amorphous antara lain aktivitas yang lebih tinggi, toleransi amonia yang lebih besar, dan
selektivitas terhadap gasolin yang lebih tinggi. Pada tahun 1970-an, mode produksi yang
awalnya berorientas iuntuk menghasilkan gasoline dengan ON yang tinggi, mulai beralih ke
produk middle distillates. Katalis amorphous-pun kembali banyak digunakan meskipun pada
masa itu mulai dikembangkan katalis yang lebih fleksibel yang mampu menghasilkan produk
dengan mode yang berbeda dengan mengubah kondisi operasinya. Pada awal tahun 2001, lebih
dari 150 hydrocracker beroperasi di seluruh dunia dengan total kapasitas lebih dari 3800000 B/D
(500000 MT/D).

II.3 Proses Hydrocracking

Pada tahap pertama, bahan baku dipanaskan lalu dicampur dengan hydrogen daur ulang
dan dikirim ke reaktor tahap pertama, di mana katalis mengkonversi senyawa sulfur dan nitrogen

untuk menjadi hydrogen sulfide dan amonia. Setelah hidrokarbon meninggalkan tahap pertama,
kemudian didinginkan hingga cair dan dijalankan melalui pemisah hidrokarbon. Hidrogen didaur
ulang untuk bahan baku. Cairan dibebankan pada sebuah fractionator. Tergantung pada produk
yang diinginkan (bensin komponen, bahan bakar jet, dan minyak gas), fractionator dijalankan
untuk memotong beberapa bagian dari keluaran reactor tahap pertama. Range minyak tanah
material dapatdiambil sebagai produk samping imbang terpisah atau termasuk dalam dasar
fractionator dengan minyak gas.
Bagian bawah fractionator yang dicampur lagi dengan aliran hydrogen dan dibebankan
pada tahap kedua. Karena bahan ini telah mengalami beberapa hidrogenasi, cracking, dan
reformasi dalam tahap pertama, operasi tahap kedua yang lebih tinggi (suhu yang lebih tinggi
dan tekanan). Seperti tenaga mesin dari tahap pertama, tahap kedua produk dipisahkan dari
hydrogen dan dibebankan fractionator tersebut. Berikut data umpan dan produk dari proses
hydrocracing.

Tabel 2.1 Umpan dan Produk Proses Hydrocracking

Proses hydrocracking dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :


Gambar 2.1. Proses Hydrocracking (Buku Pintar Migas Indonesia, 2012)

II.4 Macam-Macam Plant dalam Proses Hidrocraking
Secara umum proses hydrocracking dibedakan menjadi dua macam, yaitu single stage dan two
stage.
1. Single stage once-through hydrocracking

Ket :
H2: hydrogen
R : reactor
F :fraksinasi

Gambar 2.2 Blok Diagram Single Stage Once-Through Hydrocracking

Blok diagram di atas menunjukkan skematik proses single stage once-through
hydrocracking yang merupakan konfigurasi unit hydrocracking yang paling sederhana.
Campuran minyak umpan dan hydrogen memasuki reaktor. Kemudian effluent reactor
difraksinasi di dalam sebuah fraksinator dengan bottom product berupa unconverted oil.
Konfigurasi unit proses ini adalah konfigurasi unit hydrocracking yang membutuhkan


biaya paling sedikit. Meskipun demikian, konfigurasi unit proses ini mampu mengolah
umpan fraksi berat dengan boiling range yang tinggi dan menghasilkan unconverted oil
dengan kualitas yang baik yang dapat dijadikan sebagai umpan unit FCC, ethylene plants
maupun Lube Oil Plant. Secara umum, konversi dapat berkisar 60-70 % volume bahkan
hingga 90 % volume.
Pada prinsipnya single stage hanya sekali melalui hydrocracker. Proses ini hanya
menggunakan satu reactor dan setiap bahan baku yang pertama harus melalui tahap
hydrotreated

untuk menghilangkan ammonia dan hydrogen sulfide ataukatalis yang

digunakan dalam reactor tunggal harus mampu untuk melakukan hydrotreatings ekaligus
hydrocracking.

Gambar 2.3 Flow Diagram Single Stage Hydrocracking

2. Single stage with recycle hydrocracking
Unit hydrocracking yang paling banyak ditemui adalah unit dengan konfigurasi
single stage with recycle. Fresh feed dan hydrogen memasuki reactor setelah dipanaskan

hingga mencapai temperature reaksi melalui sejumlah preheater dan heater. Effluent
reactor dipisahkan dalam sebuah separator, di mana hydrogen dialirkan kembali ke sistem
reactor dengan tambahan make up hydrogren. Fraksi liquid yang terpisah di dalam
separator dialirkan dalam sebuah fraksinator di mana bottom product-nya fraksinator

tersebut sebagai unconverted oil. Pada unit single stage hydrocracker dengan recycle ini,
unconverted oil akan diumpankan kembali kedalam reactor bersama fresh feed.

Gambar 2.4 Blok Diagram Single stage with recycle hydrocracking

Pada perkembangannya, unit hydrocracker dengan konfigurasi single stage
dengan recycle ini dikembangkan menjadi konfigurasi dengan dua buah reaktor. Berikut
ini adalah contoh flow diagram unit hydrocracker single stage tipikal.

Gambar 2.5 Flow Diagram Single Stage with Recycle Hydrocracking

3. Two stage recycle hydrocracking
Konfigurasi two stage recycle hydrocracking juga banyak digunakan khususnya
untuk unit-unit dengan kapasitas yang besar. Pada unit dengan two stage, reaksi
hydrotreating dan cracking terjadi pada stage pertama. Effluent dari stage pertama


dipisahkan dan difraksinasikan dengan unconverted oil-nya. Unconverted oil hasil
fraksinasi dikirim ke reaktor stage kedua dan hasilnya bergabung dengan effluent reaktor
stage pertama.
Proses hydrocracking sistem dua tahap prinsipnya sama dengan satu tahap,
kecuali terdapat dua reactor tersusun secara seri, tiap reactor mengandung tipe katalis
yang berbeda. Reaktor pertama menghilangkan kontaminan, penjenuhan aromatik, dan
sedikit beban konversi. Reaktor kedua kontinyu terhadap reaksi hydrocracking dalam
kehadiran H2S dan NH3. Setelah reactor tahap pertama menyelesaikan hydrotreating
maupun hydrocracking, maka umpan reactor tahap kedua hampir bebas dari ammonia
dan hydrogen sulfida. Katalis yang baik digunakan adalah logam mulia yang mempunyai
kinerja tinggi seperti palladium dan platinum karena rentan terhadap keracunan katalis
akibat senyawa sulfur dan nitrogen. Skema sederhana unit hydrocracking dua stage
adalah sebagai berikut:

Gambar 2.6 Blok Diagram Two Stage Recycle Hydrocracking

4. Separate hydrotreat two stage hydrocracking
Variasi dari konfigurasi dua stage dengan sirkulasi hydrogen adalah separate
hydrotreat hydrocracking. Dengan konfigurasi ini, sirkulasi hydrogen terpisah, sehingga

memungkinkan terjadinya operasi pada stage kedua dengan kadar hydrogen sulphide (dan
amonia) nil (sangat sedikit).

Gambar 2.7 Blok Diagram Separate hydrotreat two stage hydrocracking

II.5 Reaksi Hidrocracking
Berikut urutan reaksi hydrocracking pada reactor hydrocracker.

Gambar 2.8 Urutan reaksi hydrocracker (Buku Pintar Migas Indonesia, 2012)

Secara umum, reaksi hydrocracking dimulai dengan pembentukan olefin atau siklo-olefin
pada sisi logam katalis. Selanjutnya sisi asam akan menambahkan proton pada olefin atau sikloolefin tersebut untuk menghasilkan ion carbonium. Ion carbonium tersebut akan terrengkah
menjadi ion carbonium yang lebih kecil dan senyawa olefin yang lebih kecil. Produk tersebut
merupakan produk utama hydrocracking. Proses terminasi pada reaksi hydrocracking terjadi

dengan reaksi penjenuhan senyawa olefin pada sisi logam katalisator. Berikut ini adalah tahapan
reaksi pada rangkaian reaksi hydrocracking terhadap suatu senyawa n-parafin.

Dari reaksi tersebut dapat diketahui bahwa pada awal reaksi hydrocracking terbentuk
senyawa olefin yang dikatalisis oleh sisi logam. Kemudian olefin tersebut diubah menjadi ion
carbonium. Ion carbonium tersebut terisomerisasi menjadi ion carbonium tersier yang lebih
stabil. Selanjutnya terjadi perengkahan ion carbonium tersebut pada ikatan pada posisi β
terhadap muatan ion carbonium tersebut. Posisi β merupakan ikatan kedua dari muatan ion. Ion
carbonium dapat bereaksi dengan olefin untuk mentransferkan muatan dari satu fragmen ke
fragmen lainnya. Dengan cara ini muatan dapat ditransfer dari senyawa hidrokarbon rantai
pendek ke senyawa hidrokarbon rantai lebih panjang yang dapat mengakomodasi muatan dengan
lebih baik. Akhirnya, reaksi penjenuhan terhadap olefin terjadi pada sisi logam katalisator.
Reaksi hydrocracking merupakan reaksi yang selektif terhadap parafin dengan jumlah atom
karbon yang banyak. Hal ini terjadi dalam rangka mencapai kesetimbangan untuk membentuk
olefin dengan jumlah atom karbon yang banyak. Di samping itu, parafin dengan jumlah atom
karbon lebih banyak dapat mengadsorb lebih kuat. Ion carbonium intermedia menyebabkan
isomerisasi yang berlebih pada produk reaksi khususnya pada α-metil isomer. Hal ini karena ion
carbonium tersier lebih stabil. Oleh karena itu, produksi C1 dan C3 rendah karena produksi gas
hidrokarbon tersebut terjadi ketika terbentuknya ion carbonium primer dan sekunder yang
sebenarnya kurang dikehendaki. Senyawa-senyawa lain seperti alkil-naften, alkil-aromat, dan

lain sebagainya bereaksi dengan mekanisme serupa melalui reaksi pembentukan ion carbonium.
Selain reaksi hydrocracking terhadap paraffin, reaksi utama yang terjadi antara lain yaitu :
a. Reaksi hydrocracking paraffin

b. Reaksi hidrodealkilasi

c. Reaksi hidrodesiklisasi

Macam-macam reaksi samping dari hasil proses hydrocracking;
1. Penghilangan sulfur dilakukan dengan cara mengubah senyawa sulfur organic menjadi
hydrogen sulfide dan hydrocarbon.
2. Penghilangan nitrogen dilakukan dengan cara mengubah senyawa nitrogen organic
menjadi ammonia dan hydrocarbon.
3. Penghilangan oksigen dilakukan dengan cara mengubah senyawa oksigen organic
menjadi air dan hydrocarbon.
4. Penghilangan halida dilakukan dengan cara mengubah senyawa halide menjadi chloride
acid dan hydrocarbon.
5. Penjenuhan olefin dilakukan dengan cara meng-hydrogenasi senyawa olefin menjadi
parafin. Tujuan penjenuhan olefin adalah untuk peningkatan stabilitas produk saat
penyimpanan (warna dan sediment).
6. Penghilangan metal : senyawa organik metal akan terdekomposisi dan metal akan secara
permanen diserap atau beraksi dengan katalis. Metal ini merupakan racun katalis yang
permanen (tidak dapat dihilangkan).
Reaksi samping yang terjadi secara paralel adalah reaksi dekomposisi senyawa sulfur,
nitrogen dan oksigen serta reaksi hidrogenasi olefin dan aromat.

a. reaksi dekomposisi

b. reaksi hidrogenasi

II.6 Kondisi Operasi Hydrocracking
Kondisi operasi hydrocracking secara umum dapat berupa :


Tekanan kg/cm2

= 120 – 150



Temperatur (oC)

= 350-450



Rasio gas H2/hydrocarbon



(mol/mol)

= 20

(lt/lt)

= 1000

Konversi umpan (% wt)
Hydro cracking satu tahap

= 30 – 60

Hydro cracking dua tahap

= 50 – 70

II.7 Katalis yang digunakan dalam proses Hydrocracking
Katalis yang digunakan dalam proses hydrocracking adalah bi-functional catalyst
(mempunyai dua fungsi, yaitu metal function dan acid function). Metal function digunakan untuk
sulfur removal, nitrogen removal, olefin saturation, dan aromatic saturation. Sedangkan acid
function digunakan untuk hydrocracking. Berkaitan dengan katalis hydrocracking, dikenal istilah
supports dan promoters, dimana supports menyediakan acid fuction sedangkan promoters
menyediakan metal function. Umumnya katalis hydrocracking dikelompokkan menjadi 2 tipe
berdasarkan support-nya, yaitu amorphous dan zeolite. Tipe amorphous digunakan jika
diinginkan maksimasi produk distilat (kerosene dan diesel), sedangkan tipe zeolite digunakan

jika diinginkan maksimasi produk naphtha. Perbandingan antara tipe amorphous dan zeolite
adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Perbandingan Katalis Tipe Amarphous dan Zeolite

Berdasarkan tabel di atas, katalis tipe zeolite mempunyai banyak keunggulan
dibandingkan tipe amorphous. Namun tipe zeolite mempunyai kelemahan utama, yaitu lebih
sedikit memproduksi distilat (kerosene dan diesel). Oleh karena itu beberapa tahun belakangan
ini diproduksi katalis tipe semi-zeolite, yaitu katalis yang mempunyai keunggulan seperti tipe
zeolite dan mempunyai kemampuan produksi distilat (kerosene dan diesel) mendekati
kemampuan tipe amorphous.
Secara umum pemilihan katalis adalah berdasarkan pada 5 faktor utama sebagai berikut :


Initial activity (temperature)



Selectivity (produk yang diinginkan)



Stability (deactivation rate)



Product quality (desired specification)



Regenerability (kemudahan untuk diregenerasi)

1. Catalyst Sulfiding
Umumnya katalis hydrocracking yang baru (fresh catalyst) dibuat berbentuk
oksida. Bentuk aktif dari katalis adalah metal sufide, sehingga untuk mengaktifkan katalis
yang berbentuk metal oksida tersebut, maka dilakukan proses sulfiding. Proses sulfiding
adalah proses injeksi senyawa sulfide ke dalam system reactor sehingga bentuk metal
oksida dari katalis akan bereaksi dengan senyawa sulfide dan berubah menjadi metal
sulfide. Kondisi operasi yang penting diperhatikan saat proses berikut :

a. Hydrogen atmosphere (suasana hydrogen) Tekanan operasi normal
b. Temperatur terkendali Aliran recycle gas maksimum
c. Tidak ada quenching kecuali keadaan emergency
d. Tidak ada injeksi air .
Pelaksanaan proses sulfiding dapat dilakukan dengan 2 cara/metode, yaitu in-situ
sulfiding atau ex-situ sulfiding. In-situ sulfiding adalah proses sulfiding yang dilakukan
di hydrocracking plant setelah katalis di loading ke dalam reactor. Metode in-situ
sulfiding merupakan metode yang paling sering dilakukan. Ex-situ sulfiding adalah
proses sulfiding yang dilakukan di luar hydrocracking plant sebelum katalis di loading ke
dalam reactor. Ex-situ sulfiding biasanya dilaksanakan di tempat yang biasa melakukan
regenerasi katalis. Keunggulan pelaksanaan ex-situ sulfiding dibandingkan in-situ
sulfiding adalah waktu startup yang lebih singkat (karena dilakukan di luar hydrocracking
plant), namun ex-situ mempunyai kelemahan yang cukup mendasar yaitu pelaksanaan
loading harus dilakukan secara inert untuk menghindari reaksi katalis yang sudah
berbentuk metal sulfide dengan udara luar. Loading secara inert membutuhkan biaya
lebih banyak (karena harus menggunakan nitrogen) dan mempunyai resiko yang lebih
tinggi serta waktu yang lebih lama (karena harus dilakukan dengan sangat hati-hati).
2. Catalyst Loading
Loading katalis hydrocracker dilakukan dengan 2 macam metode, yaitu dense
loading dan sock loading. Dense loading dilakukan dengan menggunakan dense loading
machine, sedangkan sock loading dilakukan dengan hanya mencurahkan katalis melalui
sock yang dipasang menjulur dari permanent hopper ke dasar reaktor atau permukaan
katalis (jarak ujung sock ke permukaan katalis tidak boleh melebihi 60 cm untuk
menghindari pecahnya katalis). Dense loading method sangat mandatory dilakukan untuk
katalis hydrocracker, sedangkan untuk graded catalyst dan inert catalyst dapat
menggunakan sock loading terutama karena ukurannya yang cukup besar sehingga tidak
memungkinkan untuk menggunakan dense loading machine untuk me-loading.
3. Catalyst Unloading
Sebelum dilaksanakan unloading katalis, agar pelaksanaan unloading dapat
dilaksanakan dengan lancar, maka saat shutdown dilakukan proses sweeping terlebih
dahulu. Sweeping adalah mengalirkan recycle gas semaksimal mungkin ke dalam reactor

untuk mengusir minyak yang masih tertinggal di dalam reactor setelah cut out feed.
Waktu pelaksanaan sweeping disesuaikan dengan perkiraan kondisi katalis. Biasanya
sweeping selama 2 s/d 4 jam sudah cukup membuat katalis di dalam reactor kering
sehingga pelaksanaan unloading dapat dilakukan dengan lancar.
4. Catalyst Skimming
Catalyst skimming adalah mengambil sejumlah katalis bagian atas yang banyak
mengandung impurities/coke. Proses catalyst skimming biasanya dilakukan untuk katalis
yang performance-nya masih bagus tetapi menghadapi masalah pressure drop yang
tinggi. Pelaksanaan catalyst skimming harus dilakukan secara inert dengan menggunakan
nitrogen untuk mencegah terjadinya flash akibat adanya senyawa pirit akibat katalis
berkontak dengan udara. Pengambilan katalis dilakukan oleh pekerja yang masuk ke
dalam reactor menggunakan breathing apparatus. Pelaksanaan catalyst skimming harus
dilakukan dengan sangat hati hati untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan,
seperti kenaikan temperature bed reactor akibat kurangnya supply nitrogen, atau
terputusnya supply oksigen ke breathing apparatus yang akan mengakibatkan pekerja
tidak sadarkan diri. Berdasarkan pengalaman, katalis yang di-skimming biasanya seluruh
inert catalyst, seluruh graded catalyst, dan 50 cm layer hydrocracking catalyst (tergantung
banyaknya kotoran yang ada pada permukaan katalis).
Kinerja Katalis
Kinerja katalis dapat diketahui atau diukur dengan beberapa parameter sebagai berikut :
a. Peak temperature, yaitu temperature bed maksimum. Peak temperature biasanya dibatasi
oleh desain reactor atau dibatasi oleh kecenderungan kemungkinan terjadinya
temperature runaway. Reaktor yang didesain menggunakan katalis amorphous
mempunyai mechanical design reactor maksimum 454 ˚C.
b. ΔT reaktor, yaitu selisih antara temperature bed reaktor tertinggi dengan temperature inlet
reaktor. Untuk katalis amorphous ΔT maksimum agar tidak terjadi temperature runaway
adalah 28 ˚C (fresh feed reactor) dan 14 ˚C (recycle feed reactor). Sedangkan untuk
katalis zeolite, ΔT maksimum agar tidak terjadi temperature runaway adalah 42 ˚C (fresh
feed reactor) dan 21˚C (recycle feed reactor).
c. ΔP (pressure drop) reaktor, yaitu penurunan tekanan reaktor akibat adanya impurities
yang mengendap pada katalis.

d. Jumlah produk gasoline ataupun middle distillate (kerosene atau diesel).
e. Radial temperature difference, yaitu perbedaan temperature radial. Radial temperature
difference yang tinggi dapat terjadi karena terjadi channeling, yaitu distribusi aliran
dalam reaktor yang tidak merata. Channeling dapat terjadi pelaksanaan loading katalis
yang tidak baik, frekuensi start-stop yang sering, frekuensi emergency stop yang sering
(terutama saat depressuring reaktor), pelaksanaan prewetting yang kurang sempurna, atau
perubahan komposisi feed yang mendadak yang menyebabkan temperature bed reaktor
menjadi lebih tinggi daripada kebutuhan dan menyebabkan terjadinya coking pada
katalis.

II.8 Variabel Proses Hydrocracking
1. Fresh Feed Quality
Kualitas feed hydrocracker akan mempengaruhi : Temperatur yang dibutuhkan
untuk mencapai konversi penuh, jumlah hydrogen yang dikonsumsi, umur katalis kualitas
produk. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan kualitas feed hydrocracker adalah
sebagai berikut :
a. Boiling range (Rentang Titik Didih)
Peningkatan boiling range umpan akan mengakibatkan umpan tersebut
lebih susah untuk diproses, sehingga membutuhkan temperatur yang lebih tinggi
yang kemudian akan menyebabkan umur katalis menjadi lebih pendek. Umpan
dengan end point tinggi biasanya juga mengandung sulfur dan nitrogen lebih
banyak. Initial boiling point umpan yang rendah (< 370oC) tidak berpengaruh
buruk terhadap operasi, namun akan mengurangi efisiensi operasi karena fraksi <
370oC tidak mengalami konversi di katalis.
b. Kandungan Sulfur dan Nitrogen
Kenaikan

jumlah

senyawa

sulfur

dan

nitrogen

organik

akan

meningkatkanseverity operasi. Kandungan sulfur tinggi akan meningkatkan
konsentrasi H2S dalam recycle gas sehingga akan menurunkan purity recycle gas
dan kemudian menurunkan tekanan partial hydrogen. Namun hal ini tidak terlalu
berpengaruh terhadap aktivitas katalis karena konsentrasi H2S hanya berkisar
ratusan ppm (part per million). Namun kandungan senyawa nitrogen organic yang

terkonversi menjadi ammonia dan terakumulasi dalam recycle gas akan
menurunkan aktivitas katalis. Oleh karena itu, umpan dengan kandungan nitrogen
organik tinggi akan lebih sulit diproses dan membutuhkan temperature lebih
tinggi.
c. Kandungan Senyawa Tak Jenuh
Jumlah senyawa tak jenuh seperti olefin dan aromatik yang terkandung
dalam umpan akan meningkatkan kebutuhan gas hidrogen dan meningkatkan
panas reaksi yang dilepas. Secara umum untuk boiling range umpan tertentu,
penurunan API gravity mengindikasikan peningkatan kandungan senyawa
aromatik tak jenuh. Selain itu parameter lain yang mengindikasikan peningkatan
senyawa tidak jenuh adalah tingginya angka insoluble normal Heptane (n-C7).
Kandungan hidrokarbon tak jenuh yang berlebihan dapat menyebabkan
permasalahan kesetimbangan energi bila suatu unit tidak dirancang khusus untuk
jenis umpan tersebut.
d. Komponen Cracked Feed
Catalytically cracked feed dan thermally cracked feed biasanya memiliki
kandungan sulfur, nitrogen, dan particulate yang lebih besar. Selain itu juga
mengandung aromatik dan senyawa pembentuk HPNA yang lebih banyak. Hal ini
menyebabkan cracked feed lebih sulit diproses dan membutuhkan hydrogen lebih
banyak. Pengolahan cracked feed akan meningkatkan laju deaktivasi katalis dan
juga pressure drop reaktor.
e. Racun Katalis Permanen
Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic
terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang
biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro,
natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal, dan phospor. Keracunan
katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang dengan cara
regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi kandungan logam
dalam umpan. Best practice batasan maksimum kandungan logam yang
terkandung dalam umpan hydrocracker adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan
vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.

f. Racun Katalis Tidak Permanen (Regenerable Catalyst Contaminant)
Racun katalis tidak permanen adalah pengotor yang dapat dilepaskan dari
katalis dengan cara regenerasi katalis. Contoh racun katalis tidak permanen adalah
coke. Kandungan asphaltene yang tinggi akan mengakibatkan pembentukan coke
di permukaan katalis dan menurunkan aktivitas katalis. Kandungan asphaltene
diukur dengan menggunakan parameter insoluble normal heptane (n-C7). Batasan
maksimum insoluble n-C7 dalam umpan adalah 0,05 %wt. Selain insoluble n-C7,
parameter lain untuk mengetahui jumlah kandungan asphalthene adalah
Conradson Carbon Ratio (CCR). Batasan maksimum CCR dalam umpan adalah 1
%wt.
2. Fresh Feed Rate atau LHSV (Liquid Hourly Space Velocity)
LHSV didefinisikan sebagai (fresh feed, m/jam)/(volume katalis, m), sehingga
satuan LHSV adalah 1/jam. Kenaikan feed rate dengan volume katalis yang tetap akan
menaikkan nilai LHSV. Untuk memperoleh tingkat konversi reaksi yang sama, maka
sebagai kompensasinya maka temperatur reaksi (temperature inlet reactor) harus
dinaikkan. Namun kenaikan temperatur catalyst akan menyebabkan peningkatan
kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis sehingga akan mengurangi umur
katalis.
a. Combined Feed Ratio (CFR)
CFR didefinisikan sebagai (fresh feed + recycle feed)/(fresh feed). Bottom
fraksionator yang tidak terkonversi dikembalikan ke reaktor dengan tujuan untuk :
Menurunkan panas yang dilepaskan oleh reaksi, karena recycle feed tersebut telah
terdesulfurisasi dan telah jenuh serta hanya membutuhkan reaksi hidrocracking.
Hal ini dapat menurunkan beban katalis, Menurunkan severity reaksi. Efek
langsung kenaikan CFR adalah pengurangan yield naphtha (dan kenaikan yield
produk 150oC+) dan dari kenaikan yield produk 150oC+ yang tertinggiadalah
kenaikan jumlah produksi diesel.
CFR optimum untuk operasi Hydrocracker adalah antara 1,6 s/d 1,65.
CFR > 1,65 berarti unit dijalankan dengan low severity, sedangkan jika CFR <
1,6 berarti unit dijalankan dengan high severity. CFR ini bisa juga untuk

mensiasati umur katalis; jika peak temperature fresh feed reactor sudah tercapai,
CFR dapat dinaikkan untuk menurunkan severity operasi fresh feed reactor.
b. Hydrogen Partial Pressure
Selain digunakan untuk reaksi, hydrogen juga berfungsi untuk menjaga
tingkat kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis. Hydrogen partial
pressure yang rendah akan meningkatkan kecepatan deaktivasi katalis. Hydrogen
partial pressure dikendalikan dengan cara menjaga tekanan reaktor dan purity
hydrogen dalam recycle gas. Purity hydrogen dapat ditingkatkan dengan cara
: Meningkatkan kandungan hydrogen dari make up compressor, Venting recycle
gas dari High Pressure Separator untuk membuang impurities seperti NH3 dan
H2S, Menurunkan temperatur High Pressure Separator.
Hydrogen to Hydrocarbon Ratio (H2/HC ratio)

Peningkatan laju alir recycle gas akan meningkatkan rasio H2/HC.
Pengaruh perubahan H2/HC sama dengan pengaruh tekanan parsial hidrogen
terhadapseverity reaksi. Variabel yang dikendalikan untuk menjaga H2/HC adalah
laju recycle gas, hydrogen purity dalam recycle gas, dan laju umpan.
3. Temperatur
Kenaikan

temperatur

akan

menaikkan

konversi

yang

kemudian

akan

menyebabkan kenaikan laju deaktivasi katalis. Kenaikan temperature yang mendadak dan
sangat tinggi disebut dengan istilah temperature runaway atau temperature excursion.
Temperature runaway atau temperature excursion didefinisikan sebagai berikut : ΔT
reaktor (peak – inlet temperature) > 28˚C (untuk 1st stage amorphouscatalyst) atau >
14˚C (untuk 2nd stage amorphous catalyst) atau > 42˚C (untuk 1st stage zeolite catalyst)
atau > 21˚C (untuk 2nd stage zeolite catalyst), dan Peak temperature reaktor melebihi
batasan disain (untuk amorphous catalyst > 454˚C).
4. Wash Water Injection
Injeksi wash water pada unit hydrocracker diperlukan untuk : Menghilangkan
ammonia dalam recycle gas. Adanya ammonia dalam recycle gas walaupun dalam jumlah

sangat kecil (biasanya sekitar 200-400 ppm tergantung dari jenis umpannya) akan sangat
mengganggu aktivitas katalis karena ammonia akan mengisi active site katalis.

Mencegah terjadinya fouling akibat pembentukan garam ammonia (terutama pada
fin fan cooler effluent reactor, upstream high pressure separator karena pada temperatur
rendah senyawa garam mudah mengendap).

Pembentukan NH4HS adalah akibat dari reaksi senyawa ammonia anorganik
(NH3) dengan senyawa sulfur anorganik (H2S). Fungsi wash water adalah melarutkan
NH4HS agar tidak mengendap pada bagian dalam fin fan cooler yang akan menyebabkan
plugging. Temperatur wash water tidak boleh terlalu tinggi. Best practice-nya,
temperature wash water harus cukup rendah sehingga minimal 20% dari injeksi wash
water masih tetap berbentuk cair pada outlet fin fan cooler (inlet high pressure separator).
Jika injeksi wash water terganggu dalam waktu lebih dari 30 menit maka efeknya akan
langsung terasa, yaitu jumlah unconverted oil meningkat (karena konversi menurun
akibat meningkatnya kandungan ammonia pada recycle gas yang berebut untuk
menempati active site katalis). Oleh karena itu, jika dalam waktu 30 menit gangguan
injeksi wash water tidak dapat diatasi, maka unit hydrocracker harus turun feed atau
bahkan harus shutdown jika injeksi wash water sama sekali tidak ada karena
ketidakadaan wash water akan menyebabkan plugging pada fin fan cooler upstream high
pressure separator.
5. Trobleshooting
Permasalahan yang sering terjadi di unit hydrocracker sangat banyak karena unit
hydrocracker merupakan unit yang sangat kompleks. Beberapa contoh permasalahan,
penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di unit Hydrocracking dapat dilihat dalam
Tabel 3 berikut ini :

Tabel 2.3. Penyebab, Permasalahan dan Troubleshooting pada Unit Hydrocracker

BAB V
PENUTUP
Plant Hydrocracking merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan energi
manusia yang meningkat seiring dengan perkembangan jaman. Prinsip kerjanya yaitu
mengkonversi hidrokarbon berat menjadi fraksi ringan dengan tujuan meningkatkan kuantitas
dari fraksi ringan tersebut sehingga lebih bermanfaat. Proses ini terdiri dari dua tahap, yaitu
menggabungkan catalytic cracking dan hidrogenasi, dimana bahan baku aromatic dengan
molekul yang berat diubah menjadi produk yang lebih ringan dengan berbagai tekanan yang
sangat tinggi (1000-2000 psi) dan temperatur yang cukup tinggi (750 ° -1500 ° F), dengan
adanya hydrogen dan katalis khusus. Adanya plant hydrocracking ini sangat berguna dan bernilai
ekonomi sehingga keberadaan plant ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kuantitas bensin
atau bahan bakar lain untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
Agus.

2012.

Kilang

Minyak.

http://www.agussuwasono.com/artikel/teknologi/oil-

knowledge/348-kilang-minyak-bumi.html diakses pada tanggal 18 Juni 2014
Anonim.

2012.

Hydrocracking

http://refiners-notes.blogspot.com/2012/10

Process.

/hydrocracking-process-part-2.html diunduh pada tanggal 18 Juni 2014
Anonim.

2012.

Refinery

and

Hydrocracking

Process.

http://www.scribd.com/doc/96453380/Refinery-06-Hydrocracking-Process. Diakses
tanggal 17 Juni 2014 pukul 20.00 WIB.
Anonim.

2013.

Dynamic

Expansion.

http://dynamic-expansion.blogspot.com/2013/07/

hydrocracker-unit.html. Diakses tanggal 17 Juni 2014 pukul 10.00 WIB.
David S. J. “Stan” Jones and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing,
Netherland: Springer
Muklis. 2011. Plant Hydrocracking. http://muklis-chemicalengineer.blogspot.com/2011_01_01_
archive.html. Diakses tanggal 16 Juni 2014 pukul 19.00 WIB.
Tim Penyusun. 2012. Buku Pintar Migas Indonesia. Jakarta.