MAKALAH KAPITA SELEKTA HEWAN PENGENDALIA

MAKALAH KAPITA SELEKTA HEWAN
PENGENDALIAN KALSIUM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Hewan

Dosen Pengampu:
DR. R. Susanti

Disusun oleh:
Anita Sulistyawati
NIM. 0402516011

PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kalsium merupakan mineral yang sangat vital dan diperlukan oleh tubuh
dalam jumlah yang lebih besar dibanding mineral lainnya. Tubuh manusia
dewasa mengandung sekitar 1100 g kalsium yang sebagian besar yaitu sekitar
99% berada dalam tulang dan sisanya sebesar 1% berada pada cairan
ekstraseluler dan jaringan lunak.
Tulang merupakan massa padat yang tidak selamanya dalam keadaan
tetap, artinya tulang mengalami proses penyusunan kembali (modeling) dan
juga mengalami proses resorpsi (remodeling) yang merupakan suatu
mekanisme untuk menjaga homeostasis kadar kalsium pada cairan
ekstraseluler. Mekanisme pengendalian kalsium sendiri merupakan proses
yang kompleks dan melibatkan banyak agen-agen pengendali yang
mengkoordinasi kerjanya yaitu hormon-hormon pada sistem endokrin seperti
paratohormon, kalsitonin, dan kalsitrol. Selain itu, banyak pula faktor-faktor
lain yang mempengaruhi konsentrasi kalsium tubuh seperti hormon-hormon
lain misalnya estrogen ataupun ion-ion lain seperti phospat.
Mengingat fungsi kalsium sendiri dalam tubuh manusia sangatlah vital
diantaranya adalah sebagai pembawa pesan kedua, penjaga stabilitas
membran, turut dalam beberapa reaksi enzimatis, penting dalam transmisi
syaraf, koagulasi darah, dan tentu sebagai mineral penyusun tulang, maka
dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai mekanisme

pengendalian kalsium dengan lebih rinci serta beberapa penyakit yang
berkaitan dengan kalsium yang salah satunya akan dibahas secara lebih
mendalam berdasarkan jurnal yang terkait yaitu mengenai osteoporosis.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui mekanisme pengendalian kalsium dalam tubuh.

BAB II
KONSEP DASAR SISTEM

2.1 Kalsium
2.1.1 Kalsium sebagai Mineral Makro
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak dalam tubuh yaitu sekitar
1,5-2% berat badan orang dewasa yaitu sekitar 1 kg kalsium (Gardner, 2003).
Sebesar 99% kalsium dalam tubuh berada dalam tulang dalam bentuk mineral
hidroksiapatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2, dan 1% berada dalam cairan
ekstraseluler dan jaringan lunak. Kalsium dalam plasma normalnya memiliki
konsentrasi 10 mg/dL, dimana sebagian dalam bentuk ion Ca2+ sekitar 50%,
berikatan dengan protein plasma seperti albumin dan globulin sekitar 40%, dan
dalam ikatan kompleks lain seperti sitrat, HCO3- sekitar 10%. Berikut ini adalah

tabel mengenai konsentrasi kalsium dalam cairan plasma dalam keadaan normal
(Barret, 2012):
Tabel 1. Distribusi (mmol/L) kalsium dalam plasma manusia normal
1,34

Total yang dapat berdifusi
Terionisasi (Ca2+)

1,18

Berkompleks dengan sitrat, HCO3-, dst.

0,16
1,16

Total yang tidak dapat berdifusi (terikat protein)
Berikatan dengan albumin

0,92


Berikatan dengan globulin

0,24

Kalsium plasma total

2,50

Kalsium yang terionisasi dalam cairan plasma bertindak sebagai second
messenger yang penting dan diperlukan untuk reaksi-reaksi tubuh. Sementara
kalsium dalam tulang terdiri atas dua tipe yaitu cadangan yang dapat
dipertukarkan dengan cepat, dan cadangan kalsium stabil yang jauh lebih besar
dan dipertukarkan secara lambat.
Sistem lain yang berhubungan dengan kalsium adalah sistem rangka yang
berperan dalam resopsi dan dekomposisi tulang yang konstan. Namun, pertukaran
Ca2+ antara plasma dan cadangan pada tulang hanyalah sekitar 7,5 mmol/hari

(Barret, 2012). Pertukaran kalsium dalam tubuh dengan tulang dapat dilihat pada
gambar berikut ini:


Gambar 1. metabolisme kalsium pada manusia dewasa yang mengkonsumsi 25 mmol/ 1000 mg
kalsium per hari
(Sumber : Ganong’s review of medical physiology, 24th edition, 2012)

Sejumlah besar kalsium disaring dalam ginjal, namun 98-99% yang
disaring akan diserap kembali. Sekitar 60% direarbsorpsi di tubulus proksimal dan
sisanya terjadi di lekung Henle dan tubulus distal. Selain itu ekskresi kalsium
terjadi melalui urin dan feses dengan jumlah yang sama antara kalsium yang
dikonsumsi. Penyerapan kalsium terjadi pada usus oleh suatu sistem dalam brush
border sel epitel yang melibatkan ATPase yang diatur oleh hormon kalsitrol.
Penyerapan kalsium juga menurun oleh zat-zat yang membentuk garam tak larut
dengan Ca2+ misalnya fosfat dan oksalat atau oleh alkali yang mendorong
pembentukan sabun kalsium yang tak larut.

2.1.2 Fungsi dan Peranan Kalsium
Kalsium mempunyai peran penting didalam tubuh, yaitu dalam
pembentukan tulang dan gigi, dalam pengaturan fungsi sel pada cairan
ekstraselular dan intraselular, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot,
penggumpalan darah, dan menjaga permebilitas membran sel. Selain itu, kalsium
juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan. Berikut ini

dipaparkan sedikit mengenai fungsi kalsium dalam tubuh:

a. Pembentukan tulang
Almatsier (2004) menyebutkan bahwa kalsium dalam tulang mempunyai
dua fungsi : (a) sebagai bagian integral dari struktur tulang, (b) sebagai
tempat menyimpan kalsium. Proses pembentukan tulang dimulai pada
awal perkembangan janin, dengan membentuk matriks yang kuat, tetapi
masih lunak dan lentur yang merupakan cikal bakal tulang tubuh.
Selanjutnya setelah beranjak dewasa matriks akan berikatan dengan
garam-garam mineral seperti kalsium dan phospat sehingga terbentuk
struktur yang padat.
b. Pembentukan gigi
Mineral yang membenuk dentin dan email yang merupakan bagian tengah
dan luar dari gigi adalah mineral yang sama dengan pembentuk tulang,
yaitu hidroksiapatit. Namun, kristal dalam gigi lebih padat dan kadar
airnya lebih rendah. Protein dalam email gigi adalah keratin, sedangkan
dalam dentin adalah kolagen. Pertukaran anatra kalsium gigi dan kalsium
tubuh berlangsung dengan lambat dan terbatas pada kalsium yang terdapat
dalam lapisan dentin. Sedikit pertukaran mungkin juga terjadi diantara
saliva dan email gigi. Kekurangan kalsium selama masa pembentukan

gigi dapat menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap kerusakan
gigi (Almatsier, 2004).
c. Pertumbuhan
Kalsium secara nyata diperlukan untuk pertumbuhan kerena bagian
penting dalam pembentukan tulang dan gigi, juga dibutuhkan dalam
jumlah yang lebih kecil untuk mendukung fungsi sel dalam tubuh.
d. Pembekuan darah
Bila terjadi luka, ion kalsium dalam darah merangsang pembebasan
fosfolipida tromboplastin dari platelet darah yang terluka. Tromboplastin
ini mengatalisis perubahan protrombin bagian darah normal, menjadi
trombin kemudian membantu perubahan fibrinogen, bagian lan dari darah,
menjadi fibrin yang merupakan gumpalan darah.

e. Katalisator reaksi-reaksi biologik
Kalsium berfungsi sebagai katalisator berbagai reaksi biologik, seperti
absorpsi vitamin B12, tindakan enzim pemecah lemak, lipase pankreas,
ekskresi insulin oleh pankreas, pembentukan dan pemecahan asetilkolin.
Kalsium yang diperlukan untuk mengkatalisis reaksi-reaksi ini diambil
dari pesediaan kalsium dalam tubuh (Almatsier, 2004).
f. Kontraksi otot

Pada waktu otot berkontraksi kalsium berperan dalam interaksi protein di
dalam otot, yaitu aktin dan miosin.

Bila darah kalsium kurang dari

normal, otot tidak bisa mengendur sesudah kontraksi. Tubuh akan kaku
dan dapat menimbulkan kejang. Beberapa fungsi kalsium lain adalah
meningkatkan fungsi transpor membra sel, kemungkinan dengan bertindak
sebagai stabilisator membran, dan transmisi ion melalui membran organel
sel (Almatsier, 2004).

2.2 Tulang
2.2.1 Fisiologi, Modeling, dan Remodeling Tulang
Tulang adalah bentuk khusus jaringan ikat dengan kerangka kolagen yang
mengandung

Ca2+

dan


PO43-

yang

membentuk

hidroksiapatit

atau

Ca10(PO4)6(OH)2 (Ganong, 2005). Tulang tersusun atas sel-sel tulang yaitu
osteosit, osteoblas, dan osteoklas, dan matriks tulang dimana matriks tulang
tersusun atas matriks organik yang terdiri dari kolagen, protein, dan proteoglikan,
serta matriks anorganik yang tersusun atas mineral kalsium dan fosfor. Matriks
organik dan anorganik akan bergabung membentuk osteoid. Berikut ini adalah
sel-sel tulang yang berperan dalam modeling dan remodeling tulang (Kini dan
Nandeesh, 2012):
a. Osteoblas dan Osteosit
Osteoblas berasal dari sel punca mesenkim (sel osteoprogenitor). Fungsi
dari sel osteoblas adalah membentuk matriks tulang dan mendukung

proses mineralisasi dengan kemampuannya dalam menyebabkan kondidi
basa pada tulang. Osteoblas adalah sel berinti tunggal dengan bentuk yang

bervariasi mulai dari lempengan hingga bulat yang menggambarkan tahap
aktivitas selulernya dan pada tahap kedewasaannya, osteoblas akan
membentuk lining sel yang melapisi permukaan tulang. Osteoblas juga
memiliki kemampuan untuk meregulasi pembentukan osteoklas dan
mendeposisi matriks tulang. Beberapa sel osteoblas yang terperangkap
dalam matriks tulang akan membentuk sel osteosit dimana sel ini telah
berhenti menghasilkan osteoid. Meskipun demikian osteosit bekerja
sebagai mekannosensor yang bisa menginstruksi osteoklas dimana dan
kapan meresorpsi tulang serta osteoblas dimana dan kapan untuk
membentuknya kembali.
Osteoblas memiliki reseptor terhadap hormon paratiroid, estrogen,
growth hormon, serta bereaksi atas aktivitas fisik dan banyak lagi. Berikut
adalah gambar ilustrasi mengenai evolusi sel-sel tulang berdasarkan
asalnya:

Gambar 2. mekanisme perubahan sel osteoblas dan osteoklas dalam pembentukan tulang
(sumber: physiology of bone formation, remodeling and metabolism, Kini & Nandeesh,

2012)

b. Osteoklas
Osteoklas adalah satu-satunya sel yang memiliki kemampuan untuk
meresorpsi tulang yang merupakan sel dengan inti banyak dan berasal dari
sel prekusor monosit dan makrofag. Kemampuan osteoklas meresorpsi
tulang karena ia memiliki banyak pompa proton H+ yang dapat

menyebabkan kondisi asam sehingga dapat melarutkan mineral-mineral
tulang. Sel osteoklas secara ultrastruktur pada gambar di bawah ini:

Gambar 3. ultrastruktur sel osteoklas dengan pompa proton H+
(sumber: vitamin D, endocrin system, and osteoclast, Bonekey report, 2014)

2.2.2 Struktur Tulang
Tulang tersusun atas tulang kompak (keras) dan tulang trabekular atau
sponge. Tulang kompak bersifat keras dan permukaannya dilindungi oleh lapisan
semacam sarung yang disebut periosteum kecuali bagian persendian. Fungsi dari
periosteum adalah menutrisi tulang. Tulang sponge adalah bagian tulang yang
berongga-rongga menyerupai sponge dan berada pada bagian dalam tulang keras.
Tulang sponge banyak ditemukan pada tulang-tulang tipis, tulang belakang,
sternum, dan berisi sum-sum tulang tempat pembentukan sel darah (Goodenough,
2012).
Tulang kompak tersusun atas lapisan kolagen yang tersusun konsentris
yang disebut osteon. Pada bagian tengah osteon terdapat pembuluh darah yang
disebut kanal havers. Osteosit yang terperangkap dalam matriks tulang dan
tersusun konsentris membentuk lamela. Osteosit memperoleh nutrien dari
kanalikuli yang bercabang-cabang. Ruang di antara lamela disebut lakuna. Berikut
adalah gambar struktur tulang manusia:

Gambar 4. Struktur tulang manusia
(s
(sumber: biology of humans, Goodenough, 2012)

2.2.3 Pertumbuhan
an Tulang
ntuk dalam tulang
Selama perkem
kembangan janin, sebagian besar tulang dibentuk
rawan

dan

kemudi
udian

diubah

menjadi

tulang keras

melalui
me

osifikasi.

tengkorak tertentu
Pengecualiannya adal
dalah pada klavikula, mandibula, dan tulang teng
g. Selama masa
tempat sel mesenki
nkim membentuk tulang secara langsung.
tiap tulang epifisis
pertumbuhan akan ter
terjadi pemisahan daerah khusus di ujung setia
Pelebaran tulang
oleh suatu lempeng
ng tulang rawan yang aktif berproliferasi.. P
nti setelah epifisis
dipengaruhi sejumlah
ah hormon IGF-1. Pertumbuhan tulang berhenti
rawan menyekresi
menyatu dengan korpus dan dilanjutkan dengan sel tulang raw
g, 2005). Berikut
VEGF yang menyeba
ebabkan osifikasi dan vaskularisasi (Ganong,
adalah gambar pertum
umbuhan tulang:

Gambar 5. Proses pertumbuhan tulang
(sumber: biology of humans, Goodenough, 2012)

2.3 Sistem Endokrin
Sistem endokrin merupakan sistem tanpa saluran khusus yang berfungsi
dalam mengkoordinasi sistem tubuh dalam menjaga homeostasis, dimana sistem
ini merupakan salah satu model persinyalan dalam tubuh bekerja sama dengan
sistem syaraf. Sistem endokrin memiliki kelenjar endokrin yang berfungsi
mengeluarkan sekret yang disebut hormon (Goodenough, 2012).
2.3.1 Hormon dan Tipe Persinyalan
Hormon merupakan suatu sinyal kimiawi yang ada di dalam tubuh yang
disekresikan oleh kelenjar endokrin akan mengalir bersama aliran darah menuju
ke sel target. Sel target berlokasi cenderung jauh dan memiliki reseptor khusus
berupa molekul protein yang bisa mengikat hormon tertentu saja (Reece, 2011).
Seperti yang disebutkan di atas bahwa sistem endokrin hanyalah salah satu
tipe persinyalan dalam tubuh sedangkan masih banyak tipe lain diantanya adalah
parakrin, autokrin, sinaps, dan gap junction. Parakrin adalah tipe persinyalan yang
sel targetnya merupakan sel tetangganya, sedangkan autokrin adalah tipe
persinyalan yang sekretnya dihasilkan oleh sel itu sendiri dan sekaligus sebagai

targetnya. Gap junction adalah tipe persinyalan dengan menggunakan kanal
sebagai jembatan sinyal dan sinaps adalah persinyalan yang melewati celah di
antara sel-sel neuron yang menggunakan neurotransmiter sebagai sekret. Berikut
adalah gambar beberapa macam tipe persinyalan dalam tubuh :

Gambar 6. Tipe persiyalan dalam tubuh
(sumber : biology, Campbell, 2005)

Hormon dapat dibedakan menjadi beberapa tipe diantaranya adalah tipe
hormon larut lemak dan larut air. Hormon larut lemak umumnya berasal dari
golongan steroid seperti estrogen sedangkan hormon larut air pembentuknya
berasal dari asam amino dan polipeptida seperti paratohormon (Reece, 2011).
Hormon larut lemak umumnya reseptor terletak pada bagian intraseluler
karena sifat hormon yang hidrofobik dan berukuran kecil sehingga bisa melintasi
membran fosfolipid. Sedangkan hormon larut air reseptor umumnya berada pada
membran sel sehingga hanya bertindak sebagai first mesengger yang
membutuhkan second messenger sebagai penerus pesan menuju inti sel.
Umumnya yang bertindak sebagai pembawa pesan kedua adalah cAMP (cyclic
adenosine monophospat). Berikut adalah gambar mekanisme pengikatan hormon
pada reseptor:

Gambar 7. Mekanisme pen
pengikatan hormon pada target intraseluler dan membran
ran sel dengan cAMP
(s
(sumber: biology of humans, Goodenough, 2012)

Pada hormon
on la
larut lemak, reseptor ada di dalam sel yang
ang menyebabkan
hormon berikatan den
dengan reseptor di sitoplasma membentuk kom
kompleks hormonreseptor yang kemudi
udian bergerak menuju nukleus dan berikatan
tan dengan DNA.
Selanjutnya ikatann de
dengan DNA menyebabkan aktifnya prose
oses pembentukan
protein ataupun enzim
im tertentu sebagai respon dari hormon (Campbe
pbell, 2005).
Pada hormon
on la
larut air mekanisme sedikit berbeda yaitu den
engan melibatkan
pembawa pesan kedua
dua seperti cAMP yang bekerja melalui kaskad
skade enzim. Ketika
hormon berikatan di membran sel, hal ini menyebabkan aktifn
ifnya protein atau
enzim di bawah resept
septor yang kemudian menyebabkan pembentuka
ntukan cAMP dari
ATP dan diteruskann dengan kaskade enzim lalu muncullah respon (Campbell,
2005).

2.3.2 Mekanismee K
Kerja Hormon
Hormon
on be
bekerja melalui dua macam mekanisme diant
diantaranya adalah
umpan balik
lik positif dan umpan balik negatif. Nam
amun umumnya

mekanisme ke
kerja hormon adalah umpan balik negatif. Umpa
mpan balik negatif
yaitu apabila
bila suatu respon dapat menghentikan produksi
oduksi sendiri dari
hormon bila
la mencapai kondisi homeostasis misalnya
nya pada insulin
sedangkan um
umpan balik positif merupakan mekanisme kerj
kerja hormon untuk
terus menamba
mbah produksi sendiri sebagai respon dari sti
stimulus misalnya
pada hormon
on pr
prolaktin (Goodenough, 2012).
Jalur hor
hormon sendiri dapat dibedakan menjadi
di jalur endokrin
sederhana dim
dimana hormon dihasilkan oleh kelenjar endokr
ndokrin dan jalur
neuroendokrin
ndokrin sederhana yang hormonnya dihasilkan ole
oleh kelenjar pada
sistem syaraff ((Campell, 2005).

2.3.3 Hormon-hormon
mon dalam Mekanisme Pengendalian Kalsiu
sium
Hormon-hor
on-hormon yang berkaitan dengan mekanism
sme pengendalian
kalsium

diant
antaranya

adalah

hormon

paratiroid

(PTH),

1,25-

dihidroksikoleka
ekalsiferol (kalsitrol), dan hormon kalsitoni
tonin (CT), yang
dipaparkan satu
tu pe
per satu berikut ini:
a. Hormon Parat
aratiroid (PTH)
Hormon
on pa
paratiroid merupakan hormon yang dihasilka
lkan oleh kelenjar
paratiroid. Ke
Kelenjar paratiroid adalah 4 buah massa di be
belakang kelenjar
tiroid. Kelenja
njar-kelenjar ini mengeluarkan hormon paratir
atiroid (PTH) atau
disebut juga
uga pa
paratohormon. Kelenjar ini mengandung
ndung se
sel chief dan sel
oksifil. Sel chi
chief merupakan tempat pembentukan hormon
on paratiroid yang
mengandungg aaparatus Golgi yang mencolok, RE, dan granul
anula sekretorik.

Gambar 7. Kelenjar paratiroid
(sumber: google.com)

Hormon paratiroid merupakan merupakan suatu hormon polipeptida
yang terdiri dari 84 asam amino dengan berat molekul 9500 dengan kadar
normal dalam darah adalah 10-55 pg/mL (Ganong, 2005). Berikut adalah
gambar struktur hormon paratiroid:

Gambar 8. Struktur hormon paratiroid
(sumber: google.com)

Biosintesis hormon paratiroid dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Proses sintesis hormon ini dimulai dengan precursor hormon dengan
jumlah asam amino 115 yang disebut sebagai preproparatiroid hormon
(pre-proPTH).
2) Pre-proPTH yang sudah terbentuk akan masuk ke dalam ribosom pada
retikulum endoplasma, yang memungkinkan masuknya kedalam ruang
sisterna yang akan memisahkan rangkaian ‘pre’ sehingga akan
terbentuk proPTH yang terdiri dari 90 asam amino.
3) ProPTH akan dikonversi menjadi hormon paratiroid yangsudah lebih
aktif pada apparatus golgi dengan memisahkan asam amino-6 terminal,
sehingga akan terbentuk suatu polipeptida dengan 84 asam amino yang
kemudian akan disimpan dalam bentuk granula sekretorik dan akan di
sekresikan apabila ada rangsangan. Berikut adalah gambar mekanisme
pembentukan hormon paratiroid:

Gambar 8. Biosintesis hormon paratiroid
(sumber: google.com)

Reseptor PTH berada di tulang dan ginjal dimana reseptor hormon
paratiroid terletak pada membrane sel dan menggunakan cAMP terkopel
protein G sebagai second messenger untuk bekerja pada sel target.
Pengaturan sekresi hormon ini adalah apabila reseptor berikatan
dengan Ca2+ di membran sel maka di kelenjar paratiroid, aktivasi
membran tersebut menghambat sekresi PTH. Dengan cara ini jika kadar
Ca2+ di darah tinggi maka sekresi PTH akan dihambat dan Ca2+
dideposisi di tulang. Sedangkan apabila kadar Ca2+ di cairan plasma
rendah, maka akan lepas ikatannya dengan reseptor yang menyebabkan
granula sekretorik hormon paratiroid lepas ke cairan ekstraseluler
(Ganong, 2005). Adapun reseptor kalsium pada sel disebut CASR
(calcium sensing receptor). Mekanisme tersebut dapat ditunjukkan oleh
gambar berikut:

Gambar 9. Mekanisme sekresi PTH
(sumber: google.com)

Fungsi hormon
an kadar kalsium
mon paratiroid adalah untuk meningkatkan
darah, dengan
gan ccara (Goodenough, 2012) :
1) Bekerja langsun
kan kalsium dalam
gsung untuk me-resorpsi tulang, mengeluarkan
darah
2) merangsangg gi
um dari filtrat urin
ginjal untuk meningkatkan rearbsobsi kalsium
dan mengemba
us pr
proksimal ginjal
balikannya ke darah yang terjadi di tubulus
Serta menurunkan
(60%) sisanya
ya terjadi di lekung henle dan tubulus distal.. Se
rearbsobsi fosf
osfat.
3) Menstimulasi
ol pa
pada ginjal yang
si pembentukan 1,25 dihidroksikolekalsiferol
bisa meningka
katkan absorbsi Ca2+ di usus
Berikut ini aka
paratiroid pada sel
akan dipaparkan mengenai peran hormon par
target:
a) Peran Hormon
mon Paratiroid pada Tulang
Peran horm
ui se
sebelumnya yaitu
hormon paratiroid pada tulang telah diketahui
mengkoordina
dikeluarkan pada
dinasi sel untuk meresorpsi tulang agar bisa di
cairan plasma.
fase lambat yang
a. Fase resorpsi ada dua yaitu fase cepat dann fa
dijelaskann seba
sebagai berukut:
a.1) Fase Cepa
epat Absorpsi Kalsium
PTH dapat me
ng dari dua tempat
menyebabkan pemindahan garam-garam tulang
dalam tulang,
ng, yaitu :
1) Dari matriks
triks tulang disekitar osteosit yang terletakk ddalam tulangnya
sendiri

2) Disekitar osteoblas yang terletak disepanjang permukaan tulang.
Letak peran PTH dalam proses ini adalah pertama, membran sel
osteoblas dan osteosit memiliki protein reseptor untuk mengikat PTH.
PTH nantinya akan mengaktrifkan pompa kalsium dengan kuat sehinga
menyebabkan perpindahan garam-garam kalsium fosfat dengan cepat dari
cristal tulang amorf yang terletak dekat dengan sel. PTH diyakni
merangsang pompa ini dengan meningkatkan permeabilitas kalsium pada
sisi cairan tulang dari membran osteositik, sehingga mempermudah difusi
ion kalsium ke dalam membran sel cairan tulang. Selanjutnya pompa
kalsium di sisi lain dari membran sel memindahkan ion kalsium yang
tersisa ke dalam CES. Berikut adalah gambar ilustrasi fase cepat resorpsi
kalsium:

Gambar 9. Fase cepat resorpsi kalsium
(sumber: google.com)

a.2) Fase Lambat Absorpsi Kalsium
Pada fase ini, yang berperan adalah Osteoklas. Walaupun pada dasarnya
osteoklas tidak memiliki membran reseptor untuk PTH, melainkan
osteoblas. Aktifasi sistem osteoklastik terjadi dalam dua tahap, yaitu:
1) Aktifasi yang berlangsung dengan segera dar osteoklas yang sudah
terbentuk
2) Pembentukan osteoklas baru

Pembentukan osteoklas baru dimulai dengan ikatan antara hormon
paratiroid dengan reseptor yang berada pada sel osteoblas. Sel osteoblas
kemudian mengeluarkan respon berupa pembentukan protein RANK-L
(Receptor activator of nuclear factor kappa-B) dan osteoprotegrin. RANKL merupakan suatu protein yang nantinya akan berikatan dengan reseptor
RANK yang dimiliki oleh sel-sel prekusor osteoklas. Dimana ikatan antara
RANK-L dan RANK menyebabkan aktifnya mekanisme pembentukan selsel osteoklas yang menyebabkan penambahan jumlah osteoklas sehingga
dapat meresorpsi tulang dengan lebih cepat. Disamping pembentukan
protein tersebut dibentuk juga osteoprotegrin, yaitu suatu protein yang
juga dapat berikatan dengan sisi aktif RANK-L dimana fungsinya untuk
mencegah ikatan yang berlebihan dengan prekusor pada sel prekusor
osteoklas yang dapat melindungi tulang dari resorpsi yan berlebihan (Kini,
2012). Berikut adalah gambar mekanisme pembentukan osteoklas oleh
koordinasi PTH:

Gambar 10. Pembentukan sel osteoklas
(sumber: google.com)

b) Peran Hormon Paratiroid pada Ginjal
Pada ginjal hormon paratiroid menstimulasi rearbsorpsi kalsium
dengan cara menghambat penyerapan phospat dari tubulus ginjal sehingga
menyebabkan penurunan konsentrasi phospat plasma. Hal ini dilakukan
karena ion pphospat dan ion kalsium akan bergabung membentuk garam
yang tidak larut air, sehingga penurunan konsentrasi phospat dapat
meningkatkan konsentrasi kalsium yang terionisasi. Rearbsorpsi kalsium

pada ginjal sebesar 60% terjadi pada tubulus proksimal dan sisanya 40%
terjadi di tubulus distal dan lekung Henle. Selain itu, hormon paratiroid
juga

menstimulasi

pembentukan

1,25-dihidroksikolekalsiferol

atau

kalsitrol yang merupakan bentuk aktif dari vitamin D yang nantinya
berfungsi untuk membentuk pompa protein pada usus halus sehingga
meningkatkan penyerapan kalsium.

b. 1,25-dihidroksikolekalsiferol (kalsitrol)
1,25-dihidroksikolekalsiferol atau kalsitrol adalah suatu hormon yang
merupakan bentuk aktif dari vitamin D2 (ergokalsiferol) yang berasal dari
makanan maupun dari simpanan vitamin D (7-dihidrokolesterol) pada
kulit. Prosesnya terjadi kulit yaitu dengan bantuan sinar matahari 7dihidroksikolesterol akan diubah menjadi provitamin D3 kemudian
vitamin D3 yang masuk melalui plasma darah menuju ke hati bersama
dengan vitamin D2 yang berasal dari makanan. Di hati, vitamin D dikatalis
oleh enzim 25-hidroksilase membentuk 25-hidroksikolekalsiferol yang
tahap terakhir diaktifkan di tubulus ginjal dengan bantuan hormon
paratiroid.
Di ginjal, 25-hidroksikolekalsiferol diubah menjadi bentuk aktif oleh
bantuan 1 alpha-hidroksilase yang pengeluarannya distimulisasi oleh
hormon

paratiroid,

yang

menghasilkan

produk

akhir

1,25-

dihidroksikolekalsiferol atau kalsitrol. Kalsitrol kemudian akan diedarkan
ke seluruh sel-sel yang memiliki reseptor terhadapnya. Kaitannya dengan
kalsium maka hormon ini akan bekerja langsung pada usus halus dengan
meningkatkan efisiensi penyerapan kalsium sekitar 30%. Karena diketahui
bahwa pada orang dewasa kalsium tidak dapat diserap secara optimal
hanya dengan mengandalkan transpor pasif usus halus secara difusi, yaitu
hanya sekitar 10-15% (Kini & Nandeesh, 2012). Berikut adalah gambaran
mekanisme biosintesis kalsitrol:

Gambar 11. Biosintesis hormon kalsitrol
(sumber: google.com)

sitrol merupakan golongan hormon steroid yang
Kalsitr
ng memiliki
reseptor di banyak tempat seperti usus halus, di kelenjar
njar paratiroid, di
us ginj
ginjal, bahkan di tulang. Mekanisme reseptor
tubulus
or ka
kalsitrol sendiri
pada gambar berikut ini:
disajikann pa

Gambar 12. Kalsitrol pada sel target
(sumber: google.com)

a) Peran 1,25-dihidroksikolekalsiferol pada usus halus
Vitamin D dapat meningkatkan absorpsi kalsium dalam usus. 1,25dihidroksikolekalsiferol berfungsi untuk meningkatkan absorpsi
kalsium oleh usus dengan cara meningkatkan pembentukan protein
pengikat kalsium di sel epitel usus. Protein pengikat kalsium ini
berfungsi di brush border untuk mengangkut kalsium ke dalam
sitoplasma sel dan selanjutnya kalsium bergerak melalui membran
basolateral sel dengan cara difusi terfasilitasi. Protein-proteinnya
disebut kalbidin-D9K+ (mampu mengikat 2 Ca2+ ) dan kalbindin-D25k
(mampu mengikat 4 Ca2+ ) (Ganong, 2005).
Protein ini akan tetap berada di dalam sel selama beberapa minggu
setelah 1,25 hidroksikalsiferol dibuang dari tubuh, sehingga memiliki
efek yang berkepanjangan terhadap absorbsi kalsium. Efek lain yang
ditimbulkan adalah pembentukakn ATPase terstimulasi kalsium di
brush border sel epitel dan pembentukan suatu alkalin forfatase di sel
epitel.
b) Peran 1,25-dihidroksikolekalsiferol pada tulang, ginjal, dan
kelenjar paratiroid
Pada tulang, mekanisme secara spesifik masih belum jelas, namun
diketahui bahwa kalsitrol membantu dalam sintetik osteoblas sehingga
membentuk tulang. Sedangkan pada gijal kalsitrol berfungsi untuk
meningkatkan penyerapan ion kalsium dan pada kelenjar paratiroid
kalsitrol mencegah pembentukan paratohormon secara langsung agar
tidak meresorpsi tulang terlalu banyak. Dari sini tampak bahwa kerja
kalsitrol dan PTH sedikit antagonis meskipun tidak semua.

c. Hormon Kalsitonin
Hormon kalsitonin dihasilkan pada kelenjar tiroid tepatnya pada sel
parafolikuler atau sel C yang berada di sekeliling sel folikel yang

membentuk
uk hor
hormon-hormon tiroksin. Berikut adalahh ggambar struktur
kelenjar tiroid
oid da
dan sel-selnya:

Gambar 13. Struktur kelenjar tiroid
(s
(sumber: biology of humans, Goodenough, 2012)

Hormon kalsit
lsitonin merupakan hormon polipeptida dengan
an 32 asam amino
yang reseptornya dite
ditemukan di tulang pada sel osteoklas dan tubul
ubulus ginjal.
Hormon berikatann den
dengan reseptor sel target di membran plasmaa (m
(mekanisme
cAMP). Berikut adala
dalah struktur hormon kalsitonin:

Gambar 12. Kalsitrol pada sel target
(sumber: buku fisiologi kedokteran, Ganong, 200
005)

Kalsitonin sendi
sendiri berasal dari asam amino dengan CT m
merupakan hasil
proteolitik ekspresi ge
gen CALC1 hingga CALC4 pada kromosom 11 yang bernama
pre-prokalsitonin denga
dengan panjang 141 AA. Irisan yang lain berup
upa peptida antara

lain disebut CGRP yang merupakan vasodilator yang menstimulasi laju filtrasi
glomerular pada ginjal, irisan yang lain berupa peptida bernama amilin dengan
panjang 37 AA yang dicerap oleh sel beta pada pankreas. Berikut adalah bagan
mekanisme pembentuakan hormon kalsitonin:

Gambar 14. Biosintesis hormon kalsitonin
(sumber: google.com)

Hormon kalsitonin berfungsi untuk menurunkan kadar kalsium dalam
darah, dengan cara menghambat penguraian tulang oleh (osteoklas) dan
meningkatkan ekskresi Ca2+ dalam urin. Gambar berikut menunjukkan kalsitonin
memiliki reseptor pada sel target yaitu osteoklas:

Gambar 15. Reseptor kalsitonin pada osteoklas
(sumber: artikel
el vvitamin D endocrin system and osteoclast, bonekey rep
report, 2014)

Pada tulang,, kkalsitonin diketahui dapat menghambat proli
oliferasi osteoklas
sehingga dapat menin
ningkatkan osteoblas untuk mendeposisi kalsium
lsium pada tulang.
Sedangkan, pada tubul
ubulus ginjal diketahui kalsitonin berperan dalam
lam meningkatkan
ekskresi ion kalsium yyang berlebih ke dalam urin (Ganong,, 2005).
Apabila seluruh
uruh hormon ini dilihat dalam sistem yang ut
utuh maka dapat
disajikan seperti dalam
lam gambar berikut:

Gambar 16. Mekanisme hormon dalam menjaga homeostasis kalsium tubuh
(sumber: Biology, Campbell, 2005)

Dari gambar dapat diketahui bahwa dalam plasma ion kalsium harus selalu
dalam keadaan homeostasis yaitu sekitar 10mg/100ML dimana apabila terjadi
kenaikan kadar ion kalsium maka kelenjar tiroid akan mensekresikan hormon
kalsitonin yang fungsinya menhambat sel pembentukan osteoklas tulang sehingga
dapat meningkatkan kerja osteoblas dalam mendeposisi mineral kalsium di tulang.
Selain itu kalsitonin juga berfungsi meningkatkan ekskresi kalsium melalui urin
pada tubulus ginjal sehingga konsentrasi ion kalsium kembali dalam keadaan
seimbang. Sebaliknya melalui mekanisme umpan balik negatif, apabila darah
kekurangan ion kalsium maka kelenjar paratiroid akan menghasilkan hormon
paratiroid yang fungsinya menstimulus sel-sel tulang untuk meresorpsi kalsium
dan juga tubulus ginjal untuk menggiatkan rearbsorpsi kalsium kembali ke darah.
Selain itu, PTH juga menstimulasi pembentukan vitamin D bentuk aktif di ginjal
dengan bantuan enzim tertentu yang nantinya vitamin D aktif ini meningkatkan
penyerapan kalsium dari makanan pada usus halus sehingga kalsium darah
kembali dalam keadaan homoestasis.

2.4 Penyakit yang berkaitan dengan Pengendalian Kalsium
a. Hiperparatiroidisme : Kelebihan hormon PTH karena pembesaran kelenjar
(tumor) paratiroid yang menyebabkan kadar kalsium dalam darah melebihi
normal (hiperkalsemia) yang dapat memunculkan penyakit-penyakit lain
misalnya osteoporosis, batu ginjal, dsb.
b. Hipoparatiroidisme : kombinasi dari gejala akibat tidak memadai produksi
hormon paratiroid. Hal ini menyebabkan penurunan kadar kalsium
(hipokalsemia).
c. Rickets : penyakit yang pelunakan tulang pada anak-anak berpotensi
menyebabkan pataht ulang dan kelainan bentuk dimana penyebab utama
adalah kekurangan vitamin D
d. Osteomalcia: yaitu penyakit yang menyerupai rikets namun terjadi pada
orang dewasa

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisis Jurnall
Judul: Parathyroi
roid hormone and optimal vitamin D status in postmenopausal
women.
Tujuan: Tujuann penelitain ini adalah memperkirakan jumlah
ah optimal vitamin
D untuk mencega
gah kenaikan konsentarasi PTH pada wanitaa pos m
menopause.
Metode : Peneliti
litian ini dilakukan terhadap 197 wanita pos menopause dan
menopause (sekur
kurang-kurangnya sudah menopause dalam satu tahun terakhir)
yang dibagi menja
njadi 4 grup usia yaitu:
- Grup 1 (39–50
50 yyears)
- Grup 2 (51–60
60 yyears)
- Grup 3 (61–70
70 yyears)
- Grup 4 (>70 yea
years)
phospat, alkalin
Adapun vari
variabel yang diukur adalah level kalsium,, phospa
phospatase, 25(O
(OH)D, dan kadar hormon paratiroid. Vitamin
in D yang diukur
disini adalah vita
vitamin D serum yaitu 25(OH)D, dimana pene
nelitian dilakukan
dalam kurun wakt
aktu mulai Februari 2011 hingga November 2012.

Hasil: Dari hasil peng
ngukuran didapatkan data sebagai berikut

Pembahasan
Tabel 1: data pada ta
tabel tersebut merupakan data mengenai distr
stribusi serum 25hidroksikolekalsiferol
rol, hormon paratiroid, kalsium, fosfor, dann al
alkalin fosfatase.
Vitamin D yang diukur adalah vitamin D dalam plasma yaituu da
dalam bentuk 25hidroksikolekalsiferol
rol yang dapat menunjukkan konsentrasi vit
vitamin D tubuh.
Sedangkan vitaminn D dalam bentuk aktif yaitu 1,25-dihidroksikole
kolekalsiferol tidak
diukur karena kadarr ka
kalsitrol tidak dapat menggambarkan kadarr se
sebenarnya pada
sel target dimana iaa di
dihasilkan. Hormon paratiroid diukur untuk
uk m
menggambarkan
pengaruh kadar vitam
tamin D serum dengan kenaikan atau penuu
uurunan kadarnya
yang akan ditampilka
pilkan lebih lanjut pada tabel 2. ALP adala
dalah enzim yang
dihasilkan sebagai aki
akibat yang bisa mengindikasikan adanya ke
kerusakan tulang
sehingga dalam pene
nelitian ini juga turut diukur, begitu pula den
dengan fosfat dan
kalsium.
Dari hasil perhitunga
gan, secara umum tidak terdapat perbedaann se
secara signifikan
antara sampel pada ke
kelompok beda usia, namun pada pengukura
ukuran ALP terdapat
perbedaan signifikann aantara kelompok usia grup 1 (39–50 tahun
ahun) dan grup 2
(51–60 tahun). Kekur
kurangan vitamin D serum yaitu