Peran Ganda Perempuan Pada Keluarga Masyarakat Petani Di Desa Tampeng, Kecamatan Kutapanjang, Kabupaten Gayo Lues

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Tinjauan Umum Tentang Keluarga

2.1.1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih
yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama.
Para sosiolog berpendapat bahwa asal-usul pengelompokkan keluarga bermula
dari peristiwa perkawinan. Akan tetapi asal-usul keluarga dapat pula terbentuk
dari hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan status yang berbeda,
kemudian mereka tinggal bersama memiliki anak. Anak yang dihasilkan dari
hidup bersama memiliki anak. Anak yang dihasilkan dari hidup bersama ini
disebut keturunan dari kelompok itu. Dari sinilah pengertian keluarga dapat
dipahami dalam berbagai segi. Pertama, dari segi orang yang melangsungkan
perkawinan yang sah serta dikaruniai anak. Kedua, lelaki dan perempuan yang
hidup bersama serta memiliki seorang anak, namun tidak pernah menikah. Ketiga,
dari segi hubungan jauh antara anggota keluarga, namun masih memiliki ikatan
darah. Keempat, keluarga yang mengadopsi anak orang lain (Suhendi, 2001 : 41)

Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam keluarga terdapat hubungan
fungsional di antara anggotanya. Yang perlu diperhatikan disini ialah faktor yang
mempengaruhi hubungan itu, yaitu struktur keluarga itu sendiri. Struktur keluarga
banyak menentukan pola hubungan dalam keluarga. Pada keluarga batih
hubungan antara anggota mungkin saja lebih kuat karena terdiri dari jumlah
anggota yang terbatas. Akan tetapi, pada keluarga luas, hubungan antaranggota
8

Universitas Sumatera Utara

keluarga sangat renggang karena terdiri dari jumlah anggota yang banyak dengan
tempat terpisah.
Dengan memperhatikan berbagai definisi di atas, Horton dan Hurt
memberikan beberapa pilihan dalam mendefinisikan keluarga yaitu :
a)

Suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama.

b)


Suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah dan
perkawinan.

c)

Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak.

d)

Pasangan tanpa nikah yang mempunyai anak.

e)

Para anggota suatu komunitas yang biasanya mereka ingin disebut
sebagai keluarga (Horton dan Hurt, 1996 : 267)

1. Fungsi Keluarga
Setelah sebuah keluaraga terbentuk, anggota keluarga yang ada di
dalamnya memiliki tugas masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan
dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Jadi fungsi keluarga adalah

suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga.
Fungsi disini mengacu pada peran individu dalam mengetahui, yang pada
akhirnya mewujudkan hak dan kewajiban. Mengetahui fungsi keluarga sangat
penting sebab dari sinilah terukur dan terbaca sosok keluarga yang ideal dan
harmonis. Munculnya krisis dalam rumah tangga dapat juga sebagai akibat tidak
berfungsinya salah satu fungsi keluarga.
Fungsi keluarga terdiri dari fungsi biologis, fungsi pendidikan, fungsi
keagamaan, fungsi perlindungan, fungsi sosialisasi anak, fungsi rekreatif, dan
fungsi ekonomis. Sementara itu, dalam tulisan Horton dan Hurt, fungsi keluarga

Universitas Sumatera Utara

meliputi, fungsi pengaturan seksual, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi, fungsi
afeksi, fungsi penentuan status, fungsi perlindungan, dan fungsi ekonomi.
Di antara semua fungsi tersebut, ada tiga pokok fungsi keluarga yang dulu
diubah dan digantikan orang lain, yaitu fungsi biologis, fungsi sosialisasi anak,
dan fungsi afeksi :
a. Fungsi Biologis
Fungsi biologis berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan seksual
suami istri. Keluarga adalah lembaga pokok yang secara absah memberikan uang

bagi pengaturan dan pengorganisasian kepuasan seksual. Namun, ada pula
masyarakat yang memberikan toleransi yang berbeda-beda terhadap lembaga yang
mengambil alih fungsi pengaturan seksual ini, misalnya tempat-tempat hiburan
dan panti pijat. Kenyataan ini pada dasarnya merupakan suatu kendala dan
sekaligus suatu hal yang sangat rumit untuk dipikirkan. Kelangsungan sebuah
keluarga, banyak ditentukan oleh keberhasilan dalam menjalani fungsi biologis
ini. Apabila salah satu pasangan kemudian tidak berhasil menjalankan fungsi
biologisnya, dimungkinkan akan terjadinya gangguan dalam keluarga yang
biasanya berujung pada perceraian dan poligami.
a. Fungsi Sosialisasi Anak
Fungsi sosialisasi anak menunjuk pada perana keluarga dalam membentuk
kepribadian anak. Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mepersiapkan bekal
selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku,
sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat serta
mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan mereka. Dengan demikian,
sosialisasi berarti melakukan proses pembelajaran terhadap seorang anak. Belajar

Universitas Sumatera Utara

tidak selalu diartikan sebagai suatu aktivitas yang sifatnya semata-mata

intelektual, tetapi juga mencakup hal lain, yaitu pengamatan. Sejalan dengan itu,
baik atau buruknya sosialisasi dalam keluarga akan berpengaruh terhadap
anggotanya.
Abdullah Nasikh Ulwan (1989 : 17) berpendapat bahwa anak adalah
amanat yang berada pada pundak orang tuanya. Kalbunya yang murni bersih,
seperti mutiara yang tak ternilai. Bila dibiasakan dan dididik kebaikan, dia akan
tumbuh menjadi orang baik dan berbahagia di dunia dan akhirat. Apabila
dibiarkan pada kejelekan seperti layaknya hewan, niscaya dia akan rusak dan
menderita. Kalau sudah begitu keadaannya, sukar untuk dididik dan mengarahkan.
Apabila orang tua tidak menjalankan fungsi sosialisasi dengan baik, problem yang
muncul adalah anak kehilangan perhatian. Setelah itu dia mencari tokoh lain
selain orang tuanya untuk ditiru.
Semua masyarakat sangat menggantungkan diri kepada keluarga dalam hal
sosialisasi sebagai persiapan untuk memasuki usia dewasa agar anak dapat
berperan secara positif di tengah-tengah masyarakat. Salah satu caranya adalah
melalui pemberian model bagi anak. Anak belajar menjadi laki-laki, suami, dan
ayah dengan keluarga yang betul-betul dipimpin oleh seorang laki-laki. Sosialisasi
akan menemukan kesulitan apabila model semacam itu tidak ada dan bila anak
harus mengandalkan diri pada model yang disaksikan dalam keluarga lain. Dalam
proses sosialisasi tidak ada peran pengganti ayah dan ibu yang betul-betul

memuaskan. Sejumlah studi mutakhir menyimpulkan bahwa alasan utama
perbedaan prestasi intelektual anak adalah suasana dalam keluarga. Studi

Universitas Sumatera Utara

semacam ini semakin menegaskan bahwa keluarga merupakan faktor penentu
utama bagi sosialisasi anak.
b. Fungsi Afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan kasih sayang atau
rasa dicinta. Pandangan psikiatrik mengatakan bahwa penyebab utama gangguan
emosional, perilaku dan bahkan kesehatan fisik adalah ketiadaan cinta , yakni
tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan
yang intim. Banyak fakta menunjukkan bahwa kebutuhan persahabatan dan
keintiman sangat penting bagi anak. Data-data menunjukkan bahwa kenakalan
anak serius adalah salah satu cirri khas dari anak yang tidak mendapat perhatian
atau merasakan kasih sayang.
Belakangan ini banyak muncul kelompok sosial yang mampu memenuhi
kebutuhan persahabatan dan kasih sayang. Tentu saja kelompok ini secara tidak
langsung merupakan perluasan dari fungsi afeksi dalam keluarga. Akan tetapi,
perlu diwaspadai apabila kebutuhan afeksi itu kemudian diambil alih oleh

kelompok lain di luar keluarga. Kecendrungan dewasa ini menunjukkan bahwa,
fungsi afeksi telah bergeser kepada orang lain, terutama bagi mereka yang orang
tuanya bekerja di luar rumah. Konsekuensinya, anak tidak lagi dekat secara
psikologis karena anak akan menganggap orang tuanya tidak memiliki perhatian.
Lebih buruk lagi istri yang bekerja diluar rumah, senantiasa memanjakan anakanaknya dengan barang-barang mewah (benda yang bersifat materialistis),
padahal kebutuhan sesunggunhya bagi anak bukanlah hal itu, melainkan
keintiman, perhatian, dan kasih sayang tulus dari ibunya. Lebih jauh lagi, seorang
ibu yang bekerja di luar rumah akan memanjakan anaknya. Hal itu dilakukan

Universitas Sumatera Utara

karena adanya “rasa bersalah” terhadap anaknya akibat tidak bertemu seharian.
Oleh karena itu, dampak lain yang muncul adalah longgarnya nilai control orang
tua terhadap anak dan pemberian toleransi terhadap perbuatan anak yang
melanggar etika.
2. Bentuk-Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga sangat berbeda antara satu masyarakat dan masyarakat
lainnya. Bentuk di sini dapat dilihat dari jumlah anggota keluarga, yaitu keluarga
batih dan keluarga luas, dilihat dari sistem yang digunakan, yaitu keluarga
pangkal (sistem family) dan keluarga gabungan (joint family), dan dilihat dari segi

status individu dalam keluarga, yaitu keluarga prokreasi dan keluarga orientasi.
a. Keluarga Batih (Nuclear Family)
Keluarga batih ialah kelompok orang yang terdiri dari ayah, ibu, dan anakanaknya yang belum memisahkan diri dan membentuk keluarga tersendiri.
Keluarga ini bisa juga disebut sebagai keluarga conjugal (conjugal family), yaitu
keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri bersama anak-anaknya.
Menurut Hutter, keluarga inti (nuclear family) dibedakan dengan keluarga
konjugal (conjugal family). Keluarga conjugal terlihat lebih otonom, dalam arti
tidak memiliki keterikatan secara ketat dengan keluarga luas, sedangkan keluarga
inti tidak memiliki otonomi karena memiliki ikatan garis keturunan, baik
patrilineal maupun matrilinieal (Suhendi dkk, 2001 : 54).Hubungan intim antara
suami dan istri lebih mendalam, namun biasanya dikaitkan dengan suatu
hubungan pertukaran yang menyenangkan. Apabila suami mampu memberikan
suasana kepuasan batin dan materi, hubungan suami dan istri menyebabkan
mekanisme pertukaran sosial tidak berjalan, terbuka peluang bentuk berpisah.

Universitas Sumatera Utara

b. Keluarga Luas (Extended Family)
Keluarga luas, yaitu keluarga yang terdiri dari semua orang yang
berketurunan dari kakek dan nenek yang sama termasuk keturunan masingmasing isteri dan suami. Dengan kata lain, keluarga luas adalah keluarga batih

ditambah kerabat lain yang memiliki hubungan erat dan senantiasa dipertahankan.
Sebutan keluarga yang diperluas (Extended Family) digunakan bagi suatu sistem
yang masyarakatnya menginginkan beberapa generasi yang hidup dalam satu atap
rumah tangga. Sistem semacam ini ada pada orang-orang China yaitu bila seorang
laki-laki telah menikah, ia tinggal bersama dengan keluarga yang telah menikah
dan bersama anak-anaknya yang lain yang belum menikah, juga bersama cicitnya
dari garis keturunan laki-laki.
Istilah keluarga luas seringkali digunakan untuk mengacu pada keluarga
batih berikut keluarga lain yang memiliki hubungan baik dengannya dan tetap
memelihara dan mempertahankan hubungan tersebut. Keluarga luas tentu saja
memiliki keuntungan tersendiri. Pertama, keluarga luas banyak ditemukan di
desa-desa dan bukan pada daerah industri.
Keluarga luas sangat cocok dengan kehidupan desa, yang dapat
memberikan pelayanan sosial bagi anggota-anggotanya. Kedua, keluarga luas
mampu mengumpulkan modal ekonomi secara besar. Proses pengambilan
keputusan dalam keluarga luas terlihat sangat berbelit-belit. Penyelesaian masalah
waris yang dikehendaki jatuh pada anak yang paling tua sering mengakibatkan
benturan dan gesekan pada istri-istri muda lainnya. Peraturan mengenai hal itu
tidak secara terperinci memuaskan mereka. Inilah posisi kehidupan keluarga yang


Universitas Sumatera Utara

memperlihatkan segi-segi kooperatif pada satu sisi dan pertentangan pada sisi
lainnya.
c. Keluarga Pangkal (Stem Family)
Keluarga pangkal, yaitu sejenis keluarga yang menggunkan sistem
pewarisan kekayaan pada satu anak yang paling tua. Keluarga pangkal ini banyak
terdapat di Eropa zaman feodal. Para petani imigran AS dan di zaman Tokugawa
Jepang. Pada masa tersebut seorang anak yang paling tua bertanggung jawab
terhadap adik-adiknya yang perempuan sampai menikah, begitu pula terhadap
saudara laki-lakinya yang lain. Dengan demikian, pada jenis keluarga ini
pemusatan kekayaan hanya pada satu orang.
d. Keluarga Gabungan (Joint Family)
Keluarga gabungan, yaitu keluarga yang terdiri atas orang-orang yang
berhak atas hasil milik keluarga, antara lain saudara laki-laki setiap generasi. Di
sini, tekanannya hanya pada saudara laki-laki karena menurut adat Hindu, anak
laki-laki sejak kelahirannya mempunyai hak atas kekayaan keluarga. Walaupun
antara saudara laki-laki itu tinggal terpisah, mereka manganggap dirinya sebagai
suatu keluarga gabungan dan tetap menghormati kewajiban mereka bersama,
termasuk membuat anggaran perawatan harta keluarga dan menetapkan anggaran

belanja. Lelaki tertua yang menjadi kepala keluarga tidak bisa menjual harta milik
bersama itu.
e. Keluarga Prokreasi dan Keluarga Orientasi
Keluarga prokreasi adalah sebuah keluarga yang individunya merupakan
orang tua. Adapun orientasi adalah keluarga yang individunya merupakan slah
seorang keturunan. Ikatan perkawinan merupakan dasar bagi terbentuknya suatu

Universitas Sumatera Utara

keluarga baru (keluarga prokreasi) sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Namun
demikian, perkawinan ini tidak dengan sendirinya menjadi sarana bagi
penerimaan anggota dalam keluarga asal (orientasi). Hubungan suami dan istri
dengan keluarga orientasinya sangat erat dan kuat.

2.2.

Kedudukan dan Peran Perempuan Dalam Keluarga

Definisi peran dalam perspektif ilmu Sosiologi. Mengenai definisi peran,
Pratama, Fauzi, Setiawan, Zafriady & Fallo (2008) dan Tangkilisan (2005)
mengungkapkan bahwa peran dapat didefinisikan sebagai suatu aspek dinamis
dari adanya suatu kedudukan (posisi/status sosial). Aspek dinamis tersebut
mencakup rangkaian wewenang, hak dan kewajiban yang menyertai keberadaan
dari kedudukan tersebut. Lebih lanjut, Pratama dkk. menyebutkan bahwa suatu
peran mencakup tiga hal, yaitu:

a)

Peran meliputi norma-norma terkait posisi dan tempat (kedudukan) dalam
masyarakat,

b)

Peran merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
(atau organisasi) dalam masyarakat.

c)

Peran sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial.

Struktur sosial sendiri dapat diartikan sebagai suatu jalinan atau pola
hubungan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu antara lain kelompokkelompok sosial, institusi sosial, norma sosial dan stratifikasi sosial (Henslin,
2007). Dalam istilah yang lebih sederhana, peran merupakan perilaku individu
yang penting bagi pihak-pihak selain dirinya dalam suatu masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Henslin (2007) mendefinisikan peran (role) sebagai perilaku, kewajiban
dan hak yang melekat pada suatu status. Lebih jauh, Henslin menyebutkan bahwa
arti penting sosiologis dari suatu peran adalah “…memaparkan apa yang
diharapkan dari (sese)orang“. Jika masyarakat dianalogikan sebagai sebuah
pementasan drama, maka peran diibaratkan sebagai aturan yang “...mengekang
orang – mengatakan kepada mereka kapan harus ‘masuk’ dan kapan harus
‘keluar’…“. Dengan kata lain, peran dapat diartikan sebagai batasan-batasan
mengenai apa yang boleh dan tidak boleh, patut dan tidak patut dilakukan oleh
seseorang (atau suatu institusi) di tengah masyarakat di sekitarnya.

Pada umumnya kedudukan dan peranan wanita pada zaman dahulu
menduduki tempat kedua dalam masyarakat. Kedudukan wanita lebih rendah bila
dibandingkan dengan laki-laki. Hal seperti ini hanya ditemukan dikalangan
masyarakat biasa tapi banyak juga ditemukan pada masyarakat kalangan atas.
Kadang-kadang dibedakan antara pengertian-pengertian kedudukan dengan
kedudukan sosial, untuk lebih jelasnya dapat dijabarkan bahwa kedudukan
diartikan sebagai tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan
dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan
hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila
seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan
dengan peranan, adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan, keduanya tak dapat
dipisah-pisahkan, oleh karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya
juga demikian, tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan.

Universitas Sumatera Utara

Peranan yang melekat pada diri seseorang, harus dibedakan dengan posisi atau
tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat merupakan unsur yang statis yang menunjukkan tempat individu
dalam organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi,
penyesuaian diri dan sebagai suatu proses, jadi tepatnya adalah seseorang
menduduki suatu posisi atau tempat dalam masyarakat serta menjalankan suatu
peranan (Soekanto, 2002:243).
Kaum perempuan memiliki kodrat kehidupan yang berupa: kodrat
perempuan sebagai ibu, sebagai istri, sebagai individu perempuan, dan sebagai
anggota masyarakat. Setiap unsur kodrat yang dimiliki memerlukan tanggung
jawab yang berbeda dengan peran dirinya sebagai anggota masyarakat, dan akan
berbeda pula dengan peran dirinya sebagai individu. Meskipun demikian masingmasing unsur tersebut tidak boleh saling bertentangan (Sujarwa, 2001:91).
Adapun dalam pembahasan ini lebih mengutamakan pada potret fenomena
sosial berdasarkan analisis kasus kodrat perempuan yaitu :
1. Peran dan citra perempuan sebagai ibu
Karateristik perempuan sebagai ibu bukan saja terletak pada peran kodrat
perempuan yang dapat mengandung dan melahirkan, melainkan juga terletak pada
kemampuan seorang ibu dalam mengasuh anak-anaknya sejak lahir hingga
dewasa. Dalam kehidupan modern, banyak kaum ibu rumah tangga mengabaikan
atau bahkan enggan mengasuh perkembangan dan pertumbuhan anaknya sendri,
sehingga tidak jarang pertumbuhan perkembangan anak-anak di kota besar itu
lebih didasarkan pada kemampuan fasilitas finansialnya dengan menyerahkan
sepenuhnya pada pembantu rumah tangga atau panti-panti penitipan anak.

Universitas Sumatera Utara

2. Peran dan citra perempuan sebagai istri
Dalam pandangan islam, hubungan suami istri diibaratkan sebagai pakaian
antara yang satu bagi yang lain. Suami merupakan pakaian bagi istri dan istri
merupakan pakaian bagi suami. Laki-laki merupakan kepala dan rumah
merupakan pelabuhannya. Dalam kehidupan modern, peran suami istri dalam
gambaran diatas masih dimungkinkan. Meskipun mereka memiliki mobilitas yang
lebih tinggi dibanding dengan kehidupan keluarga tradisional, keluarga modern
masih didasarkan pada pandangan romantis, maternal, dan domestik. Cinta
romantis adalah konsep yang menunjang prinsip modernisme keteraturan, untuk
tiap pria ada satu orang perempuan yang menjadi pasangannya, demikian pula
yang sebaliknya. Cinta material dipandang sebagai perwujudan tugas seorang ibu
dalam mencintai dan merawat anak-anaknya. Persepsi cinta, romantis, material,
dan domestic dapat diartikan sebagai suatu kehidupan keluarga yang dapat berada
dalam satu nilai kebersamaan.
Dalam kehidupan pasca modern, tampaknya ada perbedaan, kekhususan,
dan ketidakberaturan yang mendasari kehidupan keluarga mereka. Konsep tentang
keluarga inti dengan satu bapak yang bekerja mencari nafkah dan satu ibu yang
yang mengayomi anak-anak dirumah sudah sulit dipertahankan sebagai realitas
kehidupan. Keluarga pasca modern diwarnai dengan kehidupan kedua orang tua
yang sama-sama bekerja mencari nafkah diluar rumah, akibatnya angka
perceraian semakin tinggi, banyak keluarga dengan satu orang tua saja sehingga
anak-anak harus bertahan dan berjuang dijalan.

Universitas Sumatera Utara

3. Peranan Perempuan Dalam Ekonomi Keluarga
Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dilakukan melalui upaya
stabilisasi ekonomi, pemanfaatan sumber daya dalam negeri yang potensial, dan
upaya promosi ekspor yang merupakan tendensi pembangunan dunia saat itu.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa periode ini sentrum aktivitas
pembangunan masih terpusat di darat, terhadap lapisan masyarakat yang
menjanjikan potensi produksi yang tinggi, dan unit aktivitas yang sanggup
mendatangkan akumulasi modal dan devisa negara terbesar. Kecendrungan ini
belum berjalan secara proporsional bila dikaitkan dengan luas wilayah, dan luas
kelompok masyarakat yang menguntungkan nasib pada pengelolahan sumber
daya laut.
Permasalahan petani dan kemiskinan memiliki akar yang cukup kompleks.
Terdapat banyak hal yang turut mempengaruhi kehidupannya. Namun, dalam hal
ini dikemukakan empat masalah dasar yang dihadapi dalam peningkatan kualitas
hidup masyarakat petani, paling tidak dipengaruhi oleh empat hal pokok :
a. Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh masyarakat petani.
Kualitas hidup yang dimaksud dapat dalam arti luas yang meliputi kualitas
pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan aspek sosial lainnya. Acuan yang
digunakan pada kajian ini adalah kualitas SDM yang berkaitan langsung
dengan tingkat produktivitas dan kualitas hasil kerja yang dipunyai. Hal
yang terakhir ini berkaitan langsung dengan keterampilan yang dimiliki
kelompok masyarakat petani tersebut.
b. Keterbatasan daya jangkau pemasaran hasil produksi sumber daya hasil
pertanian yang dipunyai oleh para petani. Keterbatasan daya jangkau

Universitas Sumatera Utara

pemasaran dapat berkaitan erat dengan masalah dasar sebelumnya yang
berakibat pada mutu hasil produksi yang rendah, skala produksi yang tidak
ekonomis, dan ketepatan distribusi. Kelompok petani, di samping
memiliki keterbatasan sumber daya manusia, juga memiliki keterbatasan
asset produksi, serta kekuatan organisasi dan manajemen yang lemah.
c. Keterbatasan akses kelompok masyarakat petani terhadap sumber daya
finasial, teknologi, dan informasi, melengkapi kedua masalah dasar
sebelumnya. Kelambatan adaptasi teknologi kelompok masyarakat petani
bukan merupakan keterbatasan melekat pada diri petani, melainkan
terbatasnya kemudahan yang diberikan untuk beradaptasi.
d. Keterbatasan

kualitas

kelembagaan

yang

dimiliki.Keterbatasan

kelembagaan bukan hanya bersumber dari sisi internal kalangan petani,
melainkan juga berasal dari faktor eksternal, seperti perangkat hukum
melindungi, pengembangan organisasi, tingkat kemajuan koperasi petani,
dan atau lingkungan yang menempatkan kelembagaan petani khususnya
pada saat berhadapan dengan kekuatan kelembagaan swasta nasional dan
asing, pada kondisi yang tidak berimbang.
Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.
Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan
organisasi terbatas dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak
yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Dengan kata lain, keluarga tetap
merupakan bagian dari masyarakat lokal yang lahir dan berada didalamnya, yang
secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya
mereka ke arah pendewasaan (Khairuddin, 1985:10).

Universitas Sumatera Utara

Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani yang berarti tata pelaksanaan
rumah tangga yang berupa kegiatan unutk memenuhi kebutuhan pokok yaitu
makanan,peralatan rumah tangga, pakaian, dan perumahan. Berbicara mengenai
ekonomi selalu dikaitkan dengan manajemen serta pola pengambilan keputusan
dalam keluarga serta upaya pemenuhan ekonomi. Manajemen didalam sebuah
keluarga akan melibatkan suami maupun istri sebagai pengendali dalam keluarga.
Aktivitas dalam sebuah keluarga tidak akan berjalan lancar tanpa adanya kerja
sama diantara anggota keluarga dibawah pimpinan suami selaku pencari nafkah
dan bekerja sama dengan istri. Peran perempuan dalam ekonomi petani tidak
terbatas pada aspek sumbangan tunai saja, tetapi juga pada aspek manajemen
dalam keluarga. Di dalam sebuah manajemen keuangan ekonomi keluarga petani
sebahagian besar berada di tangan perempuan atau istri khususnya, dan kemudian
suami pada umumnya tidak ikut campur tangan dalam urusan rumah tangga.

2.3.

Partisipasi

2.3.1. Pengertian Partisipasi

Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta tau keterlibatan yang berkitan
dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro;1995). Participation becomes, then,
people's involvement in reflection and action, a process of empowerment and
active involvement in decision making throughout a programme, and access and
control over resources and institutions (Cristóvão, 1990).

Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif
dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap

Universitas Sumatera Utara

sosialisasi,

perencanaan,

pelaksanaan,

dan

pelestarian

kegiatan

dengan

memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill (PTO PNPM
PPK, 2007).

Hoofsteede (1971) menyatakan bahwa patisipasi adalah the taking part in
one ore more phases of the process sedangkan Keith Davis (1967) menyatakan
bahwa patisipasi “as mental and emotional involment of persons of person in a
group situation which encourages him to contribute to group goals and share
responsibility in them” Verhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan
bahwa, partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi
yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat.
Theodorson dalam Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian
sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang
(individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan
atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif
ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat
diartikan sebagi keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk
mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau
profesinya sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya
partisipasi dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut
konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau response
atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan
merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).

Universitas Sumatera Utara

Partisipasi masyarakat merutut Hetifah Sj. Soemarto (2003) adalah proses
ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi,
mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pemantauan kebijakan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehiduapan
mereka. Conyers (1991) menyebutkan tiga alasan mengapa partisipasi masyarakat
mempunyai sifat sangat penting. Pertama partispasi masyarakat merupakan suatu
alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap
masyarakata, tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek
akan gagal, alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai
proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan
dan perencanaannya, karena mereka akan mengetahui seluk beluk proyek tersebut
dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap poyek tersebut. Alasan ketiga yang
mendorong adanya partisiapsi umum di banyak negara karena timbul anggapan
bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat mereka sendiri. Hal ini selaras dengan konsep mancetered development yaitu pembangunan yang diarahkan demi perbaiakan nasib
manusia.
2.3.2. Tipologi Partisipasi

Penumbuhan

dan

pengembangan

partisipasi

masyrakat

serngkali

terhambat oleh persepsi yang kurang tepat, yang menilai masyarakat “sulit diajak
maju” oleh sebab itu kesulitan penumbuhan dan pengembangan partisipasi
masyrakat juga disebabkan karena sudah adanya campur tangan dari pihak
penguasa. Berikut adalah macam tipologi partisipasi masyarakat

Universitas Sumatera Utara

1. Partisipasi Pasif / manipulatif dengan karakteristik masyrakat diberitahu
apa yang sedang atau telah terjadi, pengumuman sepihak oleh pelkasan
proyek yanpa memperhatikan tanggapan masyarakat dan informasi yang
diperlukan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.
2. Partisipasi Informatif memilki kararkteristik dimana masyarakat menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian, masyarakat tidak diberikesempatan
untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian dan akuarasi hasil
penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.
3. Partisipasi konsultatif dengan karateristik masyaakat berpartisipasi dengan
cara berkonsultasi, tidak ada peluang pembutsn keputusan bersama, dan
para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan
masyarakat (sebagi masukan) atau tindak lanjut
4. Partisipasi intensif memiliki karakteristik masyarakat memberikan
korbanan atau jasanya untuk memperolh imbalan berupa intensif/upah.
Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajan atau eksperimeneksperimen yang dilakukan dan asyarakat tidak memiliki andil untuk
melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah intensif dihentikan.
5. Partisipasi Fungsional memiliki karakteristik masyarakat membentuk
kelompok untuk mencapai tujuan proyek, pembentukan kelompok
biasanya setelah ada keptusan-keputusan utama yang di sepakati, pada
tahap awal masyarakat tergantung terhadap pihak luar namun secara
bertahap menunjukkan kemandiriannya.
6. Partisipasi interaktif memiliki ciri dimana masyarakat berperan dalam
analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan penguatan

Universitas Sumatera Utara

kelembagaan dan cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang
mencari keragaman prespektik dalam proses belajar mengajar yang
terstuktur dan sisteatis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas
(pelaksanaan) keputusan-keputusan merek, sehingga memiliki andil dalam
keseluruhan proses kegitan.
7. Self mobilization (mandiri) memiliki karakter masyarakat mengambil
inisiatif sendiri secara bebabas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk
mengubah sistem atau nilai-niloai yang mereka miliki. Masyarakat
mengambangkan

kontak

dengan

lembaga-lemabaga

lain

untuk

mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang diperlukan.
Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada
dan atau digunakan

2.3.3. Tahap-Tahap Partisipasi

Uraian dari masing-masing tahapan partisipasi adalah sebagai berikut :

1. Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan

Pada umumnya, setiap program pembangunan masyarakat (termasuk
pemanfaatan sumber daya lokal dan alokasi anggarannya) selalu
ditetapkan sendiri oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini lebih
mencerminkan sifat kebutuhan kelompok-kelompok elit yang berkuasa
dan kurang mencerminkan keinginan dan kebutuhan masyarakat banyak.
Karena itu, partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan
melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak

Universitas Sumatera Utara

berpartisipasi langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang
program-program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal
(Mardikanto, 2001).

2. Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan

Slamet (1993) membedakan ada tingkatan partisipasi yaitu : partisipasi
dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam tahap pelaksanaan, partisipasi
dalam tahap pemanfaatan. Partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan
tahapan

yang

paling

tinggi

tingkatannya

diukur

dari

derajat

keterlibatannya. Dalam tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut
membuat keputusan yang mencakup merumusan tujuan, maksud dan
target.

Salah satu metodologi perencanaan pembangunan yang baru adalah
mengakui adanya kemampuan yang berbeda dari setiap kelompok masyarakat
dalam mengontrol dan ketergantungan mereka terhadap sumber-sumber yang
dapat diraih di dalam sistem lingkungannya.

Pengetahuan para perencana teknis yang berasal dari atas umumnya amat
mendalam. Oleh karena keadaan ini, peranan masyarakat sendirilah akhirnya yang
mau membuat pilihan akhir sebab mereka yang akan menanggung kehidupan
mereka. Oleh sebab itu, sistem perencanaan harus didesain sesuai dengan respon
masyarakat, bukan hanya karena keterlibatan mereka yang begitu esensial dalam
meraih komitmen, tetapi karena masyarakatlah yang mempunyai informasi yang
relevan yang tidak dapat dijangkau perencanaan teknis atasan (Slamet, 1993).

Universitas Sumatera Utara

3. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, seringkali diartikan sebagai
partisipasi masyarakat banyak (yang umumnya lebih miskin) untuk secara
sukarela menyumbangkan tenaganya di dalam kegiatan pembangunan. Di
lain pihak, lapisan yang ada di atasnya (yang umumnya terdiri atas orang
kaya) yang lebih banyak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan,
tidak dituntut sumbangannya secara proposional. Karena itu, partisipasi
masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus diartikan
sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja,
uang tunai, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan
dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan
(Mardikanto, 2001).

4. Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan

Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan
sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang
diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang
masalah-masalah

dan

kendala

yang

muncul

dalam

pelaksanaan

pembangunan yang bersangkutan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan
serta perilaku aparat pembangunan sangat diperlukan (Mardikanto, 2001).

Universitas Sumatera Utara

5. Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan

Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur
terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan adalah
untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan
hasil

pembangunan

merupakan

tujuan

utama.

Di

samping

itu,

pemanfaaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan
kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program
pembangunan yang akan datang (Mardikanto, 2001).

2.3.4. Tingkat Kesukarelaan Partisipasi

Dusseldorp (1981) membedakan adanya beberapa jenjang kesukarelaan
sebagai berikut:

1. Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi
intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya sendiri.
2. Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena terinduksi oleh
adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari
luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk
berpartisipasi.
3. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peranserta yang tumbuh karena
adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat
pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk mematuhi
kebiasaan, nilai-nilai, atau norma yang dianut oleh masyarakat setempat.

Universitas Sumatera Utara

Jika tidak berperanserta, khawatir akan tersisih atau dikucilkan
masyarakatnya.
4. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peranserta yang
dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita
kerugian/tidak

memperoleh

bagian

manfaat

dari

kegiatan

yang

dilaksanakan.
5. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peranserta yang dilakukan karena
takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah
diberlakukan.

2.3.5. Syarat tumbuh partisipasi

Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya
partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur
pokok, yaitu:

a. Adanya kemauan yang diberikan kepada masyarakat, untuk berpartisipasi
b. Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi
c. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipas.

Lebih rinci Slamet menjelaskan tiga persyaratan yang menyangkut
kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi adalah sebagai
berikut

a) Kemauan Secara psikologis kemauan berpartisipasi muncul oleh adanya
motif intrinsik (dari dalam sendiri) maupun ekstrinsik (karena rangsangan,

Universitas Sumatera Utara

dorongan atau tekanan dari pihak luar). Tumbuh dan berkembangnya
kemauan berpartisipasi sedikitnya diperlukan sikap-sikap yang:

1. Sikap

untuk

meninggalkan

nilai-nilai

yang

menghambat

pembangunan.
2. Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada
umumnya.
3. Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat
puas sendiri.
4. Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan
tercapainya tujuan pembangunan.
5. Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk
memperbaiki mutu hidupnya

b) Kemampuan

Beberapa

kemampuan

yang

dituntut

untuk

dapat

berpartisipasi dengan baik itu antara lain adalah:

1. Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah.
2. Kemampuan untuk memahami kesempatan-kesempatan yang dapat
dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.
3. Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan
pengetahuan dan keterampilan serta sumber daya lain yang dimiliki

c) Robbins (1998) kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbins (1998)

Universitas Sumatera Utara

menyatakan pada hakikatnya kemampuan individu tersuusun dari dua
perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
d) Kesempatan Berbagai kesempatan untuk berpartisipasi ini sangat
dipengaruhi oleh:

1. Kemauan

politik

dari

penguasa/pemerintah

untuk

melibatkan

masyarakat dalam pembangunan.
2. Kesempatan untuk memperoleh informasi.
3. Kesempatan untuk memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya.
4. Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi tepat
guna.
5. Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan
mempergunakan peraturan, perizinan dan prosedur kegiatan yang
harus dilaksanakan.
6. Kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan yang mampu
menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta memelihara
partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Sementara Mardikanto (1994) menyatakan bahwa pembangunan yang
partisipatoris tidak sekedar dimaksudkan untuk mencapai perbaikan kesejahteraan
masyarakat (secara material), akan tetapi harus mampu menjadikan warga
masyarakatnya menjadi lebih kreatif. Karena itu setiap hubungan atau interaksi
antara orang luar dengan masyarakat sasaran yang sifatnya asimetris (seperti:
menggurui, hak yang tidak sama dalam berbicara, serta mekanisme yang
menindas) tidak boleh terjadi. Dengan dimikian, setiap pelaksanaan aksi tidak

Universitas Sumatera Utara

hanya dilakukan dengan mengirimkan orang dari luar ke dalam masrakat sasaran,
akan tetapi secara bertahap harus semakin memanfaatkan orang-orang dalam
untuk merumuskan perencanaan yang sebaik-baiknya dalam masyarakatnya
sendiri.

Mardikanto (2003) menjelaskan adanya kesempatan yang diberikan, sering
merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan sangat
menentukan kemampuannya. Kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci
utama bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat. Sebab,
kesempatan dan kemampuan yang cukup, belum merupakan jaminan bagi tumbuh
dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki
kemauan untuk (turut) membangun. Sebaliknya, adanya kemauan akan
mendorong seseorang untuk meningkatkan kemam-puan dan aktif memburu serta
memanfaatkan setiap kesempatan. (Mardikanto,2003).

Mardikanto (2003) menjelaskan beberapa kesempatan yang dimaksud
adalah kemauan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam
pembagunan, baik dalam pengambilan kepu-tusan perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi, pemeliharaan, dan pemanfaatan pembangunan; sejak di
tingkat pusat sampai di jajaran birokrasi yang paling bawah. Selain hal tersebut
terdapat kesempatankesempatan yang lain diantaranya kesempatan untuk
memperoleh

informasi

pembangunan,

kesempatan

memanfaatkan

dan

memobilisasi sumber daya (alam dan manusia) untuk pelaksanaan pembangunan.
Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang tepat (termasuk
peralatan

perlengkapan

penunjangnya).

Kesempatan

untuk

berorganisasi,

Universitas Sumatera Utara

termasuk untuk memperoleh dan menggunakan peraturan, perijinan, dan prosedur
kegiatan

yang

harus

dilaksanakan,

dan

Kesempatan

mengembangkan

kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan, dan mengembangkan
serta memelihara partisipasi masyarakat (Mardikanto,2003).

Adanya kesempatan-kesempatan yang disediakan untuk menggerakkkan
partisipasi masyarakat akan tidak banyak berarti, jika masyarakatnya tidak
memiliki kemampuan untuk berpartisipasi. Mardikanto (2003) menjelaskan yang
dimaksud dengan kemampuan di sini adalah :

1. Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan
untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun
(memperbaiki mutu hidupnya).
2. Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki.
3.

Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
menggunakan sumberdaya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia
secara optimal.

Yadav dalam Mardikanto (1994) mengemukakan adanya empat macam
kegiatan yang menunjukkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu :
partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan,
partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi, dan partisipasi dalam pemanfaatan
hasil pembangunan. Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam
proses pembangunan, menunjukkan adanya kepercayaan dan kesempatan yang
diberikan "pemerintah" kepada masyarakatnya untuk terlibat secara aktif di dalam

Universitas Sumatera Utara

proses

pembangunan.

Artinya,

tumbuh

dan

berkembangnya

partisipasi

masyarakat, memberikan indikasi adanya pengakuan (aparat) pemerintah bahwa
masyarakat bukanlah sekedar obyek atau penikmat hasil pembangunan, melainkan
subyek atau pelaku pembangunan yang memiliki kemauan dan kemampuan yang
dapat diandalkan sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan
hasil-hasil pembangunan (Mardikanto, 2001).

f) Pendekatan

Partisipatif

dan

Pemberdayaan. Dampak

pendekatan

partisipatif secara umum adalah sebagai berikut:

a. Program dan pelaksanaannya lebih aplikatif terhadap konteks
sosial, ekonomi dan budaya yang sudah ada, sehingga memenuhi
kebutuhan masyarakat. Ini menyiratkan kebijakan desentralisasi.
b. Menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab diantara semua
pihak terkait dalam merencanakan dan melaksanakan program,
sehingga dampaknya dan begitu pula program itu sendiri
berkesinambungan.
c. Perlunya memberikan peran bagi semua orang untuk terlibat dalam
proses, khususnya dalam hal pengambilan dan pertanggungan
jawab keputusan sehingga memberdayakan semua orang yang
terlibat (terberdayakan).
d. Kegiatan-kegiatan pelaksanaan menjadi lebih obyektif dan
fleksibel berdasarkan keadaan setempat.
e. Transparansi semakin terbuka lebar akibat penyebaran informasi
dan wewenang.

Universitas Sumatera Utara

f. Pelaksanaan proyek atau program lebih terfokus pada kebutuhan
masyarakat

Dalam pembangunan partisipatif, pemberdayaan merupakan salah satu
strategi yang dianggap paling tepat jika faktor-faktor determinan dikondiskana
terlebih dahulu sedemikian rupa agar esensi pemberdayaan tidak terdistorsi.
Friedman menyatakan bahwa pemecahan masalah pembangunan melalui
pemeberdayaan adalah sebagai berikut “…involves a process of social an
political empowerment whose long term objective is to rebalance the structure of
power in society by making state action more accountable, strengthening the
powers of civil society in the management of its own affairs, and making
corporate business more socially responsible” (Friedmann, 1992)

Empowerment is the process of increasing the capacity of individuals or
groups to make choices and to transform those choices into desired actions and
outcomes. (World Bank, 2008)

World Bank dalam Bulletinnya Vol. 11 No.4/Vol. 2 No. 1 OctoberDesember 2001 telah menetapkan pemberdayaan sebagai salah satu ujung-tombak
dari Strategi Trisula (three-pronged strategy) untuk memerangi kemiskinan yang
dilaksanakan sejak memasuki dasarwarsa 90-an, yang terdiri dari: penggalakan
peluang

(promoting

empowerment)

dan

opportunity)
peningkatan

fasilitasi

pemberdayaan

keamanan

(enhancing

(facilitating
security)

(Mardikanto,2003).

Universitas Sumatera Utara

World bank dalam Mardikanto (2003) menyatakan yang dimaksud dengan
pemberdayaan adalah pemberian kesempatan kepada kelompok grassroot untuk
bersuara dan menentukan sendiri pilihan-pilihannya (voice and choice) kaitannya
dengan: aksesibilitas informasi, keterlibatan dalam pemenuhan kebutuhan serta
partisipasi

dalam

keseluruhan

proses

pembangunan,

bertanggung-gugat

(akuntabilitas publik), dan penguatan kapasitas lokal.

Dalam konsep pemberdayaan tersebut, terkandung pema-haman bahwa
pemberdayaan tersebut diarahkan terwujudnya masyarakat madani (yang beradab)
dan dalam pengertian dapat mengambil keputusan (yang terbaik) bagi
kesejahteraannya sendiri. Pemberdayaan masyarakat, dimaksudkan untuk
memperkuat kemampuan (capacity strenghtening) masyarakat, agar mereka dapat
berpartisipasi secara aktif dalam keselu-ruahn proses pembangunan, terutama
pembangunan yang ditawarkan oleh penguasa dan atau pihak luar yang lain
(penyuluh, LSM, dll) (Mardikanto, 2003)

2.3.6. Bentuk - Bentuk Partisipasi
Menurut Effendi, partisipasi ada dua bentuk, yaitu partisipasi vertikal dan
partisipasi horizontal.

1. Partisipasi vertikal adalah suatu bentuk kondisi tertentu dalam masyarakat
yang terlibat di dalamnya atau mengambil bagian dalam suatu program
pihak lain, dalam hubungan mana masyarakat berada sebagai posisi
bawahan.
2. Partisipasi horizontal adalah dimana masyarakatnya tidak mustahil untuk
mempunyai prakarsa dimana setiap anggota / kelompok masyarakat

Universitas Sumatera Utara

berpartisipasi secara horizontal antara satu dengan yang lainnya, baik
dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam rangka melakukan
kegiatan dengan pihak lain. menurut Effendi sendiri, tentu saja partisipasi
seperti ini merupakan tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang
mampu berkembang secara mandiri
2.3.7. Prinsip-prinsip partisipasi
Sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipati
yang disusun oleh Department for International Development (DFID) (dalam
Monique Sumampouw, 2004: 106-107) adalah:

1. Cakupan : Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang
terkena

dampak

dari

hasil-hasil

suatu keputusan atau proses

proyek pembangunan.
2. Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership): Pada dasarnya
setiap orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsaserta
mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam
setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang
dan struktur masing-masing pihak.
3. Transparansi :Semua

pihak harus dapat

menumbuhkembangkan

komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga
menimbulkan dialog.
4. Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership) : Berbagai
pihak

yang

terlibat

harus

dapat

menyeimbangkan

distribusi

kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.

Universitas Sumatera Utara

5. Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility : Berbagai pihak
mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena
adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya
dalam

proses

pengambilan

keputusan

dan

langkah-langkah

selanjutnya.
6. Pemberdayaan (Empowerment : Keterlibatan berbagai pihak tidak
lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak,
sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan,
terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu
sama lain.
7. Kerjasama : Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang
terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai
kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan
sumber daya manusia.

Universitas Sumatera Utara

2.3.8.`Tipe Partisipasi
Tabel. 2.1. Tipe-tipe Partisipasi
Tipologi

Karakteristik
(a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang
sedang atau telah terjadi;
(b)

Partisipasi

Pengumuman

sepihak

oleh

manajemen

atau

pasif/
pelaksana proyek]

tanpa

memperhatikan

tanggapan

manipulative
masyarakat;
(c) Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan
profesional di luar kelompok sasaran.
(a)

Masyarakat

berpartisipasi

dengan

cara

menjawab

pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti dalam kuesioner atau
Partisipasi dengan sejenisnya;
cara memberikan (b) Masyarakat tidak punya kesempatan untuk terlibat dan
informasi

memengaruhi proses penyelesaian;
(c)

Akurasi

hasil

penelitian

tidak

dibahas

bersama

masyarakat.
(a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi;
(b) Orang luar mendengarkan dan membangun pandanganPartisipasi melalui pandangannya
konsultasi

sendiri

untuk

kemudian

mendefinisikan

permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi
tanggapan-tanggapan masyarakat;
(c) Tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama;

Universitas Sumatera Utara

(d)

Para

profesional

tidak

berkewajiban

mengajukan

pandangan-pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk
ditindaklanjuti.
(a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan
sumber

daya

seperti tenaga kerja,

demi

mendapatkan

makanan, upah, ganti rugi, dan sebagainya;
Partisipasi

untuk (b) Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses

insentif materil

pembelajarannya;
(c) Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat [[insentif yang
disediakan/diterima habis.
(a) Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok
untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan proyek;
(b) Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-

Partisipasi
keputusan utama yang disepakati;
fungsional
(c) Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada
pihak luar (fasilitator, dll) tetapi pada saatnya mampu
mandiri.

Universitas Sumatera Utara

(a) Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang
mengarah

pada perencanaan kegiatan

dan

pembentukan

lembaga sosial baru atau penguatan kelembagaan yang telah
ada;
Partisipasi

(b) Partisipasi ini cenderung