B1J010025 13.

III. METODE PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Sungai Pelus merupakan salah satu sungai yang terletak di Kabupaten
Banyumas dan mengalir dari bagian selatan kaki Gunung Slamet di Desa
Pajerukan bertemu menjadi satu dengan Sungai Klawing serta bermuara di Sungai
Serayu. Secara geografis terletak antara 7o 12’ 30” LS sampai 7o 21’ 31” LS dan
109o 12'31" BT sampai 109o 19’ 10” BT, dengan ketinggian 24 m – 810 m di atas
permukaan laut. Sungai Pelus memiliki panjang ±28 km dan melalui wilayahwilayah antara lain, Kecamatan Sumbang, Kecamatan Baturraden, Kecamatan
Purwokerto Utara, Kecamatan Purwokerto Timur, Kecamatan Kembaran,
Kecamatan Sokaraja, dan Kecamatan Kalibagor (Gambar 3.1).
Stasiun I

Stasiun II

Stasiun III

Stasiun IV

Stasiun V

bio.unsoed.ac.id


Gambar 3.1. Peta Sungai Pelus Kabupaten Banyumas (Balai PSDA)
Keterangan:
Stasiun 1 : Telaga Sunyi
Stasiun 2 : Desa Pandak
Stasiun 3 : Desa Ledug
Stasiun 4 : Desa Sokaraja
Stasiun 5 : Desa Pajerukan

7

B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sungai Pelus Kabupaten Banyumas, analisis
fisika-kimia di Laboratorium Lingkungan, dan pengamatan serta identifikasi
sampel makrozoobentos di Laboratorium Biologi Akuatik Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman mulai bulan Maret hingga Agustus 2014.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei. Variabel
yang digunakan adalah variabel bebas berupa faktor kimia-fisika dan variabel
tergantungnya


adalah

kelimpahan,

dominansi

dan

keanekaragaman

makrozoobentos. Parameter yang digunakan adalah parameter utama dan
parameter pendukung. Parameter utamaberupa jumlah dan jenis individu
makrozoobentos, serta parameter pendukungnya yakni suhu, kedalaman, substrat
dasar, arus, TSS, TDS, DO, CO2 bebas, BOD, COD dan amonia.Pengambilan
sampel dilakukan pada 5 stasiun penelitian yang ditentukan berdasarkan rona
lingkungan yang berbeda (Tabel 3.1). Setiap stasiun diulang sebanyak tiga kali
dengan interval waktu 2 minggu. Setiap stasiun dilakukan pengambilan sampel
pada 3 titik, yaitu daerah tepi kiri, tengah dan tepi kanan di komposit.
Tabel 3.1.Stasiun Pengambilan Sampel

Stasiun
I. Telaga
Sunyi,
Kecamatan
Baturraden
II. Desa
Pandak,
Kecamatan
Baturraden
III. Desa
Ledug,
Kecamatan
Kembaran
IV. Kelurahan
Sokaraja,
Kecamatan
Sokaraja
V. Desa
Pajerukan,
Kecamatan

Kalibagor

Koordinat

Keterangan

07o 18’ 29. 0’’ LS dan 109o 14’ 30.
1’’ BT

Merupakan daerah hulu sungai
dengan kondisi lingkungan sekitar
berupa hutan.

07o 23’ 38. 5’’ LS dan 109o 14’
54.2’’ BT

Kondisi lingkungan sekitar berupa
pemukiman penduduk, persawahan,
perikanan dan peternakan.


07o 24’ 59. 8’’ LS dan 109o 15’
58.3’’ BT

Kondisi lingkungan sekitar berupa
pemukiman penduduk, persawahan
dan industri rumah tangga.

bio.unsoed.ac.id
07 28 08. 4 LS dan 109 18 13.
8’’ BT

Kondisi lingkungan sekitar berupa
pemukiman penduduk, persawahan,
perkotaan dan industri rumah
tangga.

07o 28’ 33. 1’’ LS dan 109o 19’ 03.
6’’ BT

Kondisi lingkungan sekitar berupa

pemukiman penduduk, persawahan
dan MCK.

o



’’

o

8



D. Cara Kerja
1. Pengambilan Sampel Air
1. Pengambilan sampel air untuk DO, CO2 bebas dan BOD menggunakan
metode botol Winkler. Pengukuran DO dan CO2 bebas dilakukan secara
insitu (lapangan), dan pengukuran BOD dilakukan secara eksitu di

Laboratorium Lingkungan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman.
2. Pengambilan sampel air untuk pengukuran COD, TSS, TDS menggunakan
dirigen. Setelah sampel air diambil, dirigen yang berisi air sampel
diletakkan di dalam cool box, yang selanjutnya akan dianalisis di
Laboratorium Lingkungan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman.
2. Pengambilan dan Pengawetan Sampel Makrozoobentos
Sampel makrozoobentos diambil menggunakan jala surber berukuran 30
x 30 cm. Untuk mengambil sampel makrozoobentos, jala surber diletakan di
dasar sungai dengan posisi melawan arus. Kemudian substrat dasar di dalam
bingkai (ukuran 30 x 30 cm) jala surber diaduk-aduk agar makrozoobentos
yang terdapat pada substrat masuk ke dalamnya. Substrat dan makrozoobentos
dipisahkan dengan cara menyaring substrat menggunakan saringan bertingkat.
Sampel makrozoobentos yang didapat diawetkan dengan alkohol 70% dalam
plastik sampel berlabel.
3. Identifikasi Sampel Makrozoobentos
Sampel makrozoobentos yang telah diawetkan kemudian diamati dengan
menggunakan alat bantu mikroskop stereo, selanjutnya diidentifikasi dengan
menggunakan kunci identifikasi dari Marwoto et al. (2011), Robba et al.
(2003), Burch (1989), Edmondson (1959), APHA (1992) dan Clarke (1981).
4. Pengukuran Parameter Fisika Perairan


bio.unsoed.ac.id

4.1 Pengukuran Suhu (Metode Pemuaian APHA (1992))
Pengukuran suhu menggunakan termometer. Sebelum mengukur
suhu air sebaiknya diukur pula suhu udara sebagai pembanding. Waktu
pengukuran dicatat. Suhu udara diukur dengan menggunakan termometer.
Suhu air diukur dilakukan dengan cara termometer Celcius dicelupkan ke
dalam perairan sekitar satu menit, setelah angkanya konstan, kemudian
dibaca skalanya dan dicatat.
9

4.2 Pengukuran Kedalaman
Kedalaman diukur menggunakan alat depth sounder. Bagian ujung
depan depth sounder ditempelkan ke permukaan air, lalu tekan tombol on,
angka yang nampak menunjukkan kedalaman perairan dicatat.
4.3 Substrat Dasar
Pengamatan substrat dasar dilakukan secara insitu dan secara visual,
dengan asumsi presentasi perbandingan substrat.
4.4 Mengukur Kecepatan Arus

Kecepatan arus diukur menggunakan metode pelampung, yakni bola
pelampung diikat dengan tali sepanjang 10 m, kemudian dihanyutkan ke
sungai. Waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak 10 m dihitung
dengan menggunakan stopwatch, kemudian dicatat.
4.5 Mengukur TSS (Total Suspended Solid) (Metode SNI 06-6989.26 :
2004)
Air sampel disaring menggunakan kertas Whattman no. 1. Kertas
milipore dibilas dengan akuades, kemudin dioven pada suhu 105 C selama
1 jam, lalu dinginkan dengan desikator kabinet selama 15 menit. Kertas
milipore tersebut ditimbang sebagai berat awal (x). Ambil air sampel yang
telah disaring dengan kertas Whattman no. 1, kemudian disaring dengan
kertas milipore yang telah ditimbang tersebut. Filtrat yang tersaring beserta
kertas milipore tersebut dioven selama 1 jam pada suhu 105 C. Masukkan
ke dalam desikator kabinet selama 15 menit. Kertas milipore ditimbang
sebagai berat akhir (y). Besarnya TSS dihitung dengan rumus berikut.
mg.l-1

TSS =

bio.unsoed.ac.id

Keterangan :
Y = berat kertas saring + zat tersuspensi
X = berat kertas saring awal

10

(3-1)

4.6 Mengukur TDS (Total Disolved Solid) (Metode SNI 06 -6989. 27 :
2005)
Kertas milipore dan cawan porselin dibilas dengan akuades,
kemudian dioven pada suhu 180 C selama 1 jam, lalu dinginkan dengan
desikator kabinet selama 15 menit. Kertas milipore dan cawan porselin
tersebut ditimbang, berat cawan porselen sebagai berat awal (x). Ambil air
sampel kemudian disaring dengan kertas milipore yang telah ditimbang.
Air yang lolos saringan dituang ke cawan porselin sebanyak 30 ml. Cawan
porselin dioven pada suhu 108○C selama 24 jam, lalu didinginkan dalam
desikator selama 15 menit lalu ditimbang sebagai berat akhir (y). TDS
ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
mg.l-1


TDS =

(3-2)

Keterangan :
Y = berat cawan porselin + residu
X = berat cawan porselin
5. Pengukuran Parameter Kimiawi Perairan
5.1 Mengukur pH (Metode Alaerts dan Santika (1987))
Kertas indikator pH diambil satu lembar dan dicelupkan ke dalam air
sungai. Perubahan warna yang terjadi pada kertas pH dicocokkan dengan
warna standar pada kemasan dan catat hasilnya.
5.2 Mengukur Oksigen Terlarut (DO atau Dissolved Oxygen) (Metode SNI
06 - 6989. 14 : 2004).
Sampel air diambil dengan botol Winkler 250 ml. Kemudian
ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml KOH-KI menggunakan pipet seukuran

bio.unsoed.ac.id

ke dalam botol Winkler, botol ditutup kembali. Botol dikocok perlahan
sampai larutan MnSO4 dan KOH-KI homogen dengan air sampel. Setelah
itu didiamkan

2 menit sampai timbul endapan berwarna coklat. H2SO4

pekat ditambahkan sebanyak 1 ml dengan pipet seukuran dan botol ditutup
kembali. Botol dikocok perlahan atau dibolak-balik hingga semua endapan
menjadi larut dan berwarna coklat kekuningan. Seratus ml diambil dengan
menggunakan gelas ukur dan tuang ke dalam Erlenmeyer. Indikator
11

amilum ditambahkan 3-5 tetes hingga berwarna biru tua, lalu dengan
Na2S2O3 0,025 N dititrasi hingga warna biru tersebut hilang/jernih.
Volume titran yang digunakan untuk titrasi dicatat dan dimasukkan ke
dalam rumus untuk menghitung kadar oksigen terlarut.
DO =

x p x q x 8 mg.l-1

(3-3)

Keterangan :
p = jumlah Na2S2O3 0,025 N yang digunakan dalam titrasi (ml)
q = normalitas larutan (0,025 N)
8
= bobot setara dengan O2
5.3 Mengukur Karbondioksida Bebas (Metode Titrimetri dari Wetzel dan
likens (1992))
Sampel air diambil menggunakan botol Winkler 250 ml, kemudian
100 ml sampel air dalam botol Winkler diambil menggunakan gelas ukur
dan dituangkan ke dalam labu Erlenmeyer. Indikator PP sebanyak 3-5 tetes
ditambahkan (jika berubah warna menjadi pink

berarti CO2 tidak

terdeteksi karena kadar yang terlalu kecil sehingga tidak perlu dititrasi).
Kemudian dititrasi menggunakan Na 2CO3 0,01 N. sampai larutan berubah
warna menjadi pink. Jumlah titran yang digunakan dicatat, dimasukkan
dalam rumus untuk menghitung kadar CO2 bebas.
mg.l-1

Kadar CO2 bebas =

(3-4)

Keterangan :
p = jumlah Na2CO3 0,01 N yang digunakan dalam titrasi (ml)
q = normalitas larutan (0,01 N)
22 = bobot setara dengan CO2

bio.unsoed.ac.id

5.4 BOD5 (Metode SNI 06-2503 : 1991)

Sampel air diambil menggunakan botol Winkler 250 ml, kemudian
diencerkan dengan tingkat pengenceran 1 : 1. Air pengencer terdiri dari
larutan FeCl3, CaCl2, buffer fosfat dan MgSO4 masing-masing 1 ml tiap
liter air pengencer. Sampel yang telah diencerkan dimasukkan dalam 2
botol Winkler volume 250 ml.

Botol Winkler pertama diperiksa

kandungan oksigennya yang dinyatakan sebagai DO0 hari, sedangkan
12

botol Winkler kedua diperiksa setelah 5 hari dan dinyatakan sebagai DO 5
hari. Blanko digunakan akuades dengan perlakuan sama seperti cara kerja
untuk air sampel.
Kandungan BOD dihitung dengan persamaan :


(3-5)

Keterangan :
X0 = kandungan O2 terlarut sampel hari ke-0
X5 = kandungan O2 terlarut sampel hari ke-5
B0 = kandungan O2 terlarut blanko hari ke-0
B2 = kandungan O2 terlarut blanko hari ke-5
P = faktor pengenceran
5.5 Mengukur COD (Chemical Oxygen Demand) (Metode SNI 06 - 6989.
15 : 2004)
Sampel air dan blanko berupa akuades sebanyak 10 ml, dituangkan
ke dalam Erlenmeyer berasah, lalu ditambahkan 5 ml larutan K2Cr2O7 0,25
N dan dikocok secara perlahan hingga homogen dan setelah itu
dimasukkan 4 buah batu didih. Sampel tersebut ditambahkan 15 ml H2SO4
pekat. Setelah itu ditempatkan di kondensor dan dipanaskan selama 2 jam
pada suhu 365°C.Setelah 2 jam, kondensor dimatikan dan sampel ditunggu
hingga dingin. Setelah dingin sampel diencerkan hingga 100 ml
menggunakan akuades dan diteteskan indikator feroin sebanyak 4 tetes.
Sampel dititrasi dengan larutan FAS (Fero Amonium Sulfat) sampai warna
hijau-biru menjadi warna merah bata. Pemberian larutan dan titrasi pada
blanko dilakukan dengan cara yang sama. Jumlah titran dicatat, dan
dimasukkan dalam rumus sebagai berikut.

bio.unsoed.ac.id

Kandungan COD =
Keterangan :

a = ml FAS yang digunakan pada titrasi blanko
b = ml FAS yang digunakan pada titrasi sampel
N = normalitas larutan FAS

13

(3-6)

5.6 Mengukur Amonia (Metode SNI 06-2479 : 1991)
Sampel air sebanyak 50 ml dipindahkan ke dalam tabung
Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 1 ml larutan ZnSO4, dihomogenkan.
Kemudian ditambahkan NaOH 6 N sampai timbul endapan putih. Sampel
disaring menggunakan kertas Whattman no. 1, lalu ditambahkan 1-2 tetes
reagen EDTA dan dihomogenkan. Sampel yang telah ditambahkan EDTA
dipindahkan dalam tabung Erlenmeyer 50 ml dan ditambahkan regen
Nessler, kemudian dihomogenkan, diamkan selama 10 menit. Setelah itu
untuk mengetahui absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 425 nm.
E. Metode Analisis
Semua data yang terkumpul akan dianalisis. Data yang diperoleh berupa
kelimpahan, kelimpahan relatif, dominansi, keanekaragaman makrozoobentos
serta nilai pengukuran parameter fisika dan parameter kimia yang dianalisis secara
deskriptif. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta
dilakukan interpretasi.
1. Kelimpahan
Kelimpahan makrozoobentos dihitung berdasarkan jumlah individu
persatuan luas (ind.m-2) menurut Odum (1971) dengan rumus perhitungan
sebagai berikut:
K=
Keterangan :
K = indeks kelimpahan jenis (ind.m-2)
a = luas bingkai jala surber (cm2)
b = jumlah total individu makrozoobenthos yang tertangkap (ind)

(3-7)

2. Kelimpahan Relatif (KR)

bio.unsoed.ac.id

Kelimpahan relatif merupakan kelimpahan jenis makrozoobentos ke-i
dengan jumlah total seluruh jenis makrozoobentos, dapat dirumuskan sebagai
berikut:
(3-8)

KR =

14

Keterangan :
KR = kelimpahan relatif
ni = jumlah spesies ke-i
N = jumlah total individu
3. Indeks Keanekaragaman Shanon-Wienner
Indeks keanekaragaman menggambarkan keadaan makrozoobentos
secara matematis agar memudahkan dalam mengamati keanekaragaman
populasi dalam suatu komunitas. Indeks keanekaragaman menurut Odum
(1971) adalah:


(3-9)

Keterangan :
H’ = indeks keanekaragaman
pi = perbandingan individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis (ni/N)
Kategori nilai indeks Shannon-Wiener menurut Wilhm & Dorris dalam
Dahuri et al. (1987) dalam Suwondo et al.,(2004), mempunyai kisaran nilai
tertentu yaitu :
H’ < 1 : keanekaragaman rendah
1 3 : keanekaragaman tinggi
Nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh, dibandingkan dengan
status perairan dilihat dari nilai indeks keanekaragaman menurut Lee et al.
(1978) dalam Simbolon (2012) untuk menentukan tingkat keanekaragaman
makrozoobentos yang ditunjukkan pada tabel 3.2. Data yang diperoleh
disajikan dalam tabel dan dilakukan interpretasi.
Tabel 3.2. Status Pencemaran Berdasarkan Indeks Keanekaragaman
Nilai Indeks
Keanekaragaman
>3
2,0 > 3,0
1,6 > 2,0
1,0 > 1,5
0,5) = ada jenis yang mendominansi

bio.unsoed.ac.id

16

F. Bagan Alir Penelitian

Survei

Penentuan Stasiun
Penelitian
Pengambilan Sampel Air
dan Makrozoobentos

Stasiun I

Stasiun II

Stasiun III

Stasiun IV

Stasiun V

Parameter
Kimia

Parameter
Fisika

Parameter Biologi
(Makrozoobentos)

pH
DO
CO2 bebas
COD
BOD
Amonia

Suhu
Kedalaman
Penetrasi Cahaya
TSS
TDS
Kecepatan Arus
Subsrat Dasar

Kelimpahan
Dominansi
Keanekaragaman

Analisis Data

bio.unsoed.ac.id
1. Kualitas fisika-kimia perairan Sungai Pelus Kabupaten
Banyumas.
2. Struktur komunitas makrozoobentos di perairan Sungai Pelus
Kabupaten Banyumas.
3. Kualitas perairan Sungai Pelus Kabupaten Banyumas
berdasarkan keanekaragaman makrozoobentos.

17