5761772229. 5761772229

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.
Lahir
Alamat Rumah
Alamat Kantor

Jabatan
Agama

: Solo, 14 Juni 1949
: Jl. Margaguna I/1
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
: Mahkamah Konstitusi
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6
Jakarta Pusat 10110
: Hakim Konstitusi pada
Mahkamah Konstitusi RI
: Katolik

Riwayat Pendidikan:
1. Sarjana Hukum Jurusan Hukum Tantra FHUI, Jakarta 1975.
2. Pasca Sarjana Bidang Hukum Kenegaraan FHUI,

Jakarta - 1997.
3. Doktor Bidang Hukum Kenegaraan FHUI, Jakarta - 2002.
4. Guru Besar Bidang Hukum Perundang-undangan FHUI,
Jakarta - 2007.
5. Notariat Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta – (1976-1982).
6. Pendidikan Teknik Perundang-undangan (Legal Drafting)
di Leiden, Negeri-Belanda, Agustus – Desember 1988.
7. Pendidikan Legislative Drafting, pada tanggal 24 Februari
s/d 3 Maret 2002, di Boston University School of Law,
USA.

MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA

EKSISTENSI PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM
SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
MATERI DISAMPAIKAN OLEH:
HAKIM KONSTITUSI

MARIA FARIDA INDRATI, S.

KEGIATAN CERAMAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENGETAHUAN
TENAGA PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ANGGARAN 2011
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA, 27 APRIL 2011

PASAL 22 UUD 1945
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti
undang-undang.
(2) Peraturan Pemerintah itu harus mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka
peraturan pemerintah itu harus dicabut.


PENJELASAN PASAL 22 UUD 1945
(SEBELUM AMANDEMEN)
Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht
Presiden. Aturan sebagai ini memang perlu
diadakan agar supaya keselamatan negara dapat
dijamin oleh pemerintah dalam keadaan genting,
yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas
dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak
akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan
Rakyat. Oleh karena itu, peraturan pemerintah
dalam pasal ini, yang kekuatannya sama dengan
undang-undang harus disahkan pula oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.

SYARAT KEGENTINGAN MEMAKSA
SEBAGAIMANA YANG DIMAKSUD DALAM
PASAL 22 AYAT (1) UUD 1945
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diperlukan apabila:
1. adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk
menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UndangUndang;

2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi
kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
3. kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat
Undang- Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan
waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut
perlu kepastian untuk diselesaikan.
[Vide Perkara Nomor: 138/PUU-VII/2009 perihal Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945]

Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu):




Bukan oleh DPR, karena:
diputuskan dalam waktu lama melalui rapatrapat
Oleh karena kebutuhan hukum secara cepat/
mendesak untuk menyelesaikan persoalan

negara

UUD 1945 memberikan hak kepada Presiden.

Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang:





hak Presiden;
norma hukum baru, yang lahir sejak disahkan;
sah dan berlaku seperti Undang-Undang;
menimbulkan:
a. status hukum baru;
b. hubungan hukum baru;
c. akibat hukum baru.

[Vide Perkara Nomor: 138/PUU-VII/2009 perihal Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945]

KEKUATAN MENGIKAT
Perpu

=

Undang-Undang

MK berwenang : menguji Perpu terhadap UUD 1945
 sebelum adanya penolakan/persetujuan DPR;
 setelah adanya persetujuan DPR karena
Perpu tersebut telah menjadi Undang-Undang.
[Vide Perkara Nomor: 138/PUU-VII/2009 perihal Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945]

TAP MPRS NOMOR: XX/MPRS/1966
MEMORANDUM DPR-GR MENGENAI SUMBER TERTIB HUKUM
REPUBLIK INDONESIA DAN TATA URUTAN PERATURAN
PERUNDANGAN REPUBLIK INDONESIA


Lampiran IIA:

Bentuk-bentuk peraturan perundangan:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU / PERPU
4. PP
5. KEPPRES
Peraturan Pelaksanaan lainnya:
6. Permen
7. Instruksi Menteri
8. dll.

TATA URUTAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Ketetapan MPR Nomor 3 Tahun 2000 tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan
Pasal 2:

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

UUD 1945
TAP MPR
UU
PERPU
PP
KEPPRES
PERDA

Pasal 4 ayat (2):
* Peraturan Menteri

TATA URUTAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
Pasal 7 ayat (1):
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.
Penjelasan Pasal 7 ayat (4):
* Peraturan Menteri

Undang-Undang Dasar 1945

Pasal II Aturan Tambahan:
Dengan ditetapkannya perubahan UndangUndang Dasar ini, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.


KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
MENURUT PASAL 24C UUD 1945
Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 :
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut Undang-Undang Dasar.
13

KEWENANGAN & KEWAJIBAN MAHKAMAH KONSTITUSI
MENURUT PASAL 10 UU NO. 24/2003
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk:

- menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- memutus pembubaran partai politik; dan
- memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
- pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan
negara sebagaimana
diatur dalam undang-undang.
- korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi
atau penyuapan sebagaimana diatur dalam
undang-undang.
- tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih.
- perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil

PERKEMBANGAN WEWENANG
MAHKAMAH KONSTITUSI

Perkembangan Wewenang dari Pasal
236C Perubahan UU 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah:
Penanganan sengketa hasil penghitungan
suara pemilihan kepala dan wakil kepala
daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan
kepada Mahkamah Konstitusi paling lama
18 (delapan belas) bulan sejak UndangUndang ini diundangkan.

SEKIAN
DAN
TERIMA
KASIH
16

Dokumen yang terkait