PENGHAPUSAN PERATURAN MENTERI SEBAGAI PE

PENGHAPUSAN PERATURAN MENTERI SEBAGAI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
OLEH : KASYFUL QULUB
A. PENDAHULUAN
Negara Hukum dengan sistem Hukum civil Law yang masih
berlaku hingga saat ini. Walaupun Undang-Undang Dasar NRI Tahun
1945 sebagai konstitusi Indonesia telah mengalami perubahan,
namun pengaruh Civil Law tetap digunakan sampai saat ini .
Peraturan Negara (Staatsregeings) sebagai wujud dari hukum
tertulis di Indonesia menurut I Gede Pantja dibagi dalam tiga
kelompok, (1). Peraturan Perundang-Undangan (Wettelijk Regeling),
(2). Peraturan Kebijaksanaan. (3). Penetapan (Beschikking).1
Berkaitan dengan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia
telah memiliki 4 (empat) Peraturan Perundang-Undangan yang
dijadikan dasar dalam pembentukan dan sistem yang digunakan.
Indonesia pula telah mengadopsi sistem norma hukum itu
berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata
susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber
dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian
seterusnya norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan
bersifat hipotetis dan fiktif, yaitu norma dasar (Grundnorm). Norma

dasar yang merupakan norma tertinggi dalam sistem norma
tersebut, tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi
tetapi norma itu ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai
norma dasar yang merupakan gantungan bagi norma yang berada
dibawahnya.2 Penempatan hirarki peraturan dalam peraturan
perundang-undangan sebagaimana dianut di Indonesia sejak
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 hingga Undang Undang Nomor
12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan. Dibawah ini penulis akan memaparkan perbedaan dari
1 I Gede Pantja dan Suprin Na, Dinamika Hukum dan ilmu perundang-undangan
di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2008).hlm 13.
2 Beberapa penulis menyatakan bahwa teori hirarki norma dipengaruhi oleh teori
Adolf Merkl, atau paling tidak Merkl telah menulis teori terlebih dahulu yang disebut
Juliae dengan Stairwell structure of legal order. Teori Merkl adalah tentang tahapan
hukum, yaitu bahwa hukum adalah suatu sistem hirarkis, suatu sistem norma yang
mengkondisikan dan dikondisikan dan tindakan hukum. Norma yang mengkondisikan
berisi kondisi untuk pembuatan norma yang lain atau tidakan. Pembuatan hirarkis
termanifestasi dalam bentuk regresi dari sistem ke sistem tata hukum yang lebih
rendah. Proses ini selalu merupakan merupakan proses konkretisasi dan
individualisasi. Lihat Jimly Assiddiqie & M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum
(Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 109; Maria Farida Indrati Soeprapto, Maria Farida

Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya,
Kanisius, Yogyakarta, 1998 hlm. 25

hirarki peraturan perundang-undangan yang pernah berlaku d
Indonesia:

Tabel I: Perbandingan jenis dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan 1966-2011
TAP MPRS No.
XX/MPRS/1966

TAP MPR No.
III/MPR/2000

UU Nomor 10
Tahun 2004

UU Nomor 12
Tahun 2011


1. Undang-Undang
Dasar 1945
2. Ketetapan MPR RI
3. UndangUndang/Peraturan
4. PemerintahPengga
nti Undang-Undang
(Perpu)
5. Peraturan
Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan
peraturan
pelaksana lainnya
Seperti :

1. UndangUndang Dasar
1945
2. Ketetapan
MPR RI
3. UndangUndang

4. Peraturan
Pemerintah
Pengganti
UndangUndang
(Perpu)
5. Peraturan
Pemerintah
6. Keputusan
Presiden
7. Peraturan
Daerah

1.
UndangUndang Dasar
RI Tahun 1945
2.
UndangUndang/Peratur
an Pemerintah
Pengganti
3.

UndangUndang (Perpu)
4.
Peraturan
Pemerintah
5.
Peraturan
Presiden
6.
Peraturan
Daerah
a. Perda
Provinsi

1. UndangUndang Dasar
RI Tahun 1945
2. Ketetapan MPR
RI
3. UndangUndang/Peratu
ran Pemerintah
Pengganti

UndangUndang;
4. Peraturan
Pemerintah;
5. Peraturan
Presiden;
6. Peraturan
Daerah
Provinsi; dan
7. Peraturan
Daerah
Kabupaten/Kot
a.

- Peraturan Menteri
- Instruksi Menteri
- Dll

b. Perda
Kab./Kota
c. Peraturan

Desa

Berdasarkan Tabel diatas, berbagai jenis dan hirarki peraturan
perundang-Undangan di Indonesia telah diatur sedemikian rupa
dengan memberikan berbagai perubahan yang sedemikian rupa dari
tahun 1966 hingga saat ini. Undang-Undang No 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang saat ini
dijadikan dasar dalam Proses, Teknik dan Metode Pembuatan
Peraturan Perundanga-Undangan.3
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Perundang-Undangan
diartikan sebagai peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
3 Maria Farida Indrati Soeprapto, 1998, “Ilmu Perundang-Undangan Dasar-dasar
Dan Pembentukannya”, (Yogyakrarta: Kanisius) Hlm. 3

negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang
No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan mengatur mengenai jenis peraturan perundang-Undangan
sebagaimana dipaaprkan dalam tabel diatas. istilah jenis yang
digunakan dalam Undang-Undang ini sebenarnya lebih menekankan

pada makna "macam" atau "Ragam" dari suatu benda yang
mempunyai sifat-sifat yang sama.
Jenis Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku saat
Perundang-Undangan bukan hanya Bukan hanya yang diatur dalam
Pasal 7 Undang-Undang no 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan namun di pasal 8 yang menyatakan
bahwa:
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau
komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Keberadaan pasal 8 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada dasarnya
menimbulkan suatu masalah mengenai kedudukan peraturan yang

disebutkan dalam pasal ini dalam konteks Hirarki atau tata urutannya.
Masalah lain dari jenis peraturan perundang-Undangan yang
diatur dalam pasal 7 dan 8 menimbulkan masalah lainnya yaitu
banyaknya Peraturan Perundang-Undangan yang lahir dari berbagai
instansi mulai tingkatan pusat hingga daerah.
Berkaitan dengan jenis peraturan perundang-undangan yaitu
Peraturan menteri yang diartikan sebagai peraturan yang ditetapkan
oleh
menteri
berdasarkan
materi
muatan
dalam
rangka
4
penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan.
Peraturan
Menteri itu sendiri mengalami beberapa perubahan nomenklatur
berdasarkan TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 Menggunakan istilah
peraturan menteri (permen). namun berdasarkan Keputusan Presiden

No 44 Tahun 1999 Tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang4 Lihat Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Undangan istilah Permen diganti dengan istilah "Keputusan Menteri"
yang bersifat mengatur (Regeling).
Presiden Republik Indonesia sebagai Pemegang Kekuasaan
Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945
dibantu oleh Menteri-Menteri negara sebagai Perangkat Pemerintah
yang membidangi Urusan tertentu yang masing-masing berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Menteri-Menteri
Negara itu sendiri memiliki nomenklatur berdasarkan Urusan
Pemerintahan yang menjadi tugasnya.
Indonesia saat ini dapat memiliki paling sedikit 14 (empat Belas)
sampai paling banyak 34 (tiga Puluh empat) Kementerian
berdasarkan Undang-Undang no 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian
Negara. Kondisi ini pada dasarnya dapat berimplikasi pada kondisi
over regulasi di bagian Peraturan Perundang-Undangan karena saat
ini peraturan Menteri merupakan jenis peraturan perundangundangan serta seluruh kementerian negara memiliki kewenangan
Untuk membuat peraturan Menteri. Selain itu nomenklatur
kementerian itu sendiri dapat diubah oleh presiden. Apabila merujuk

pada Bentuk Luar (Kenvorm) peraturan perundang-Undangan maka
perubahan Nomenklatur kementerian ini berdampak pada bentuk luar
peraturan perundang-undangan itu sendiri.
Berdasarkan berbagai permasalahan yang diuraikan diatas penulis
akan mencoba memaparkan konsep untuk mengatasi permasalahan
Over Regulasi yang terjadi di Indonesia dengan mengatasi salah satu
permasalahan yang akan timbul dari Peraturan yang berlaku saat ini
di Indonesia.
B. Pembahasan.
1. Implikasi Keberadaan Peraturan Menteri terhadap Over
Regulasi di Indonesia.
Kementerian Negara Indonesia Periode 2014-2019 Berjumlah 34
Kementerian yang bersama-sama menjalankan tugas tertentu
dalam peerintahan Republik Indonesia dan bertanggung jawab
kepada Presiden. Kementerian tersebut dapat di bedakan
berdasarkan, (1). Kementerian yang nomenklaturnya jelas dalam
UUD NRI Tahun 1945. (2). Kementerian yang ruang lingkupnya
disebutkan dalam UUD 1945. (3). Kementerian yang bertugas
menajamkan, mengkoordinasi dan menyingkronisasi Program
Pemerintah dan (4). Kementerian Koordinator. Lebih lanjut penulis
memaparkannya dalam tabel berikut ini:

Tabel II: Kementerian Negara Kabinet kerja Periode
2014-2019
Kementerian
yang
nomenklaturnya
jelas dalam UUD
NRI Tahun 1945

Kementerian
yang
ruang
lingkupnya
disebutkan
dalam
UUD
1945

1. Kementerian
Dalam Negeri
Indonesia.
2. Kementerian
Luar
Negeri
Indonesia.
3. Kementerian
Pertahanan
Indonesia.

1. Kementerian
Hukum dan
Hak asasi
Manusia
Indonesia.
2. Kementerian
Keuangan
Indonesia.
3. Kementerian
Energi dan
Sumber daya
Mineral
Indonesia.
4. Kementerian
Perindustrian
Indonesia
5. Kementerian
Perdagangan
Indonesia.
6. Kementerian
Pertanian
Indonesia.
7. Kementerian
Lingkungan
Hidup dan
Kehutanan
Indonesia.
8. Kementerian
Perhubungan
Indonesia.
9. Kementerian
Kelautan dan
Perikanan
Indonesia.
10.
Kementer
ian
Ketenagakerj
aan
Indonesia.
11.
Kementer
ian Pekerjaan
Umum dan

Kementerian
yang
bertugas
menajamkan,
mengkoordinasi
dan
menyingkronisasi
Program
Pemerintah
1.
Kementeri
an Sekretariat
Negara
Indonesia.
2.
Kementeri
an Koperasi dan
Usaha Kecil dan
Menengah
Indonesia.
3.
Kementeri
an
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan
Anak Indonesia.
4.
Kementeri
an
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan
anak Indonesia.
5.
Kementeri
an
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
dan
Reformasi
Birokrasi
Indonesia.
6.
Kemeneter
ian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
Indonesia.
7.
Kementeri
an
Badan
Usaha
Milik
Negara
Indonesia.
8.
Kementeri
an Pemuda dan

Kementerian
Koordinator

1. Kementerian
Koordinator
Bidang
Politik,
Hukum dan
Keamaan
Indonesia.
2. Kementerian
Koordinator
Bidang
Perekonomia
n Indonesia.
3. Kementerian
Koordinator
Bidang
Pembangun
an Manusia
dan
Kebudayaan
.
4. Kementerian
Koordinator
Bidang
Kemaritiman
Indonesia.

Perumahan.
12.
Kementer
ian
Kesehatan
Indonesia.
13.
Kementer
ian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Indonesia.
14.
Kementer
ian Riset
Teknologi
dan
Pendidikan
Tinggi
Indonesia.
15.
Kementer
ian Sosial
Indonesia.
16.
Kementer
ian Agama
Indonesia.
17.
Kementer
ian
Komunikasi
dan
informatika
Indonesia.
18.
Kementer
ian Desa,
Pembanguna
n Daerah
Tertinggal,
dan
Transmigrasi
Indonesia.
19.
Kementer
ian Agraria
dan tata
ruang
Indonesia.

Olahraga
Indonesia.
9.
Kementeri
an
Pariwisata
Indonesia.

Dari sejumlah 34 Kementerian Negara saat ini tercatat dari data
yang ada di Kemenkumham dalam Kurun waktu 3 (tiga) tahun
tercatat ada 4.609 Peraturan Menteri dari seluruh kementerian. 2017
sejumlah 950, 2016 sejumlah 1.775 Peraturan Menteri dan 2015

sejumlah 1884 Peraturan Menteri.5 Hal ini dapat dikatakan sebagai
suatu permasalahan serius yang dihadapi regulasi di indonesia.
Peraturan Menteri saat ini dibentuk berdasarkan atas dasar
kewenangannya dan atas dasar delegasi (delegation Legislation).
dalam hal Peraturan menteri atas dasar delegasi sebagai contoh
tergambar dalam Pasal 19 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan, yang menegaskan bahwa:
”Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan
pernyataan untuk menjadi Warga Negara Indonesiasebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
dan dalam hal berdasarkan kewenangannya berdasarkan pasal 8 ayat
(2) Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan yang menegaskan adanya peraturan
Perundang-dalam hal ini peraturan Menteri yang dibentuk atas dasar
kewenangan.6
Berdasarkan pemaparan diatas maka memungkinkan peraturan
menteri itu sendiri dapat menjadi suatu permasalahan Over Regulasi
yang ada di Indonesia. Dengan kondisi Kementerian yaang berjumlah
34 (tiga Puluh empat) dan dasar delegasi serta kewenangan
membentuk peraturan menteri yang dikategorikan sebagai Peraturan
Perundang-Undangan.
Dalam undang-undang sebelumnya (Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan),
tidak dikenal peraturan perundang-undangan yang dibentuk atas
dasar kewenangan, termasuk dalam hal peraturan menteri. Peraturan
Menteri yang dibentuk tanpa adanya pendelegasian dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi sebelum berlaku UndangUndang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, dikenal secara teoritik sebagai peraturan
kebijakan (beleidregels).Yaitu suatu keputusan pejabat administrasi
negara yang bersifat mengatur dan secara tidak langsung bersifat
mengikat umum, namun bukan peraturan perundang-undangan.7
Kedudukan Peraturan Menteri yang telah dibentuk sebelum
berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-udnangan, tetap berlaku sepanjang tidak
dicabut atau dibatalkan. Namun demikian, menurut saya, terdapat
5 http://www.peraturan.go.id. Diakses Tanggal 7 Oktober 2017.
6 http://www.hukumonline.com. Diakses Tnggal 7 Oktober 2017.
7 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara,
(Bandung: Alumni 1997) hlm. 169.

dua jenis kedudukan Peraturan Menteri yang dibentuk sebelum
berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-udnangan. Pertama, Peraturan Menteri yang
dibentuk atas dasar perintah peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, berkualifikasi sebagai peraturan perundang-undangan.
Kedua, Peraturan Menteri yang dibentuk bukan atas dasar perintah
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (atas dasar
kewenangan), berkualifikasi sebagai Aturan Kebijakan. Hal ini
disebabkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-udnangan berlaku sejak tanggal diundangkan
(vide Pasal 104 UU Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-udnangan), sehingga adanya
Peraturan Menteri yang dibentuk sebelum tanggal diundangkannya
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-udnangan masih tunduk berdasarkan ketentuan undangundang yang lama (UU No.10/2004). Konsekuensinya, hanya
Peraturan Menteri kategori pertama di atas, yang dapat dijadikan
objek pengujian Mahkamah Agung.8
2. Penegasan Peraturan Menteri Republik Indonesia sebagai
Beleidsregel (Peraturan Kebijakan)
Telah dipaparkan diatas mengenai Staatsregelings diatas yang
dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang salah satunya adalah
Beleidsregels . Peraturan Kebijakan Menurut Philius M.Hadjon pada
dasarnya merupakan suatu produk dari Perbuatan Tata Usaha
Negara Yang bertujuan "Naar buiten gebracht scrichftelijk beleid",
yakni menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis. 9 peraturan
kebijakan disini hanya berfungsi sebagai suatu bagian operasional
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan sehingga tidak dapat
mengubah atau menyimpangi apaun.
Selain kebijakan yang bersifat terikat berdasarkan peraturan
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-udnang
No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan peraturan perundangUndangan, Pemerintah atau pejabat administrasi negara juga
dapat menetapkan kebijakan-kebijakan yang bersifat bebas .
kebijakan tersebut ditetapkan oleh pejabat administrasi negara
berdasarkan kewenangan kebebasan bertindak. hal ini pula
sebagai
konsekwensi
dari
komitmen
indonesia
dengan
menentukan indonesia sebagai negara hukum kesejahtraan yang
8 Op.cit . Hukum Online.
9 Philiphus M Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1993), hlm. 152

membebankan tugas yang sangat luas yaitu menyelenggarakan
kesejahtraan rakyat.
Pada dasarnya peraturan kebijakan masuk kedalam peraturan
Negara yang menurut Jumly Asshiddiqie peraturan ini ohanya
bertumpu pada aspek "doelmatigheid" dalam rangka prinsip
"freies ermessen" yaitu prinsip kebebasan bertindak yang
diberikan
kepada
pemerintah
untuk
mencapai
tujuan
pemerintahan yang diberikan kepada pemerintah untuk mencapai
tujuan pemerintahan yang dibenarkan menurut hukum.10
Pada Hakikatnya peraturan kebijakan itu sendiri tidak berbeda
secara format dengan peraturan perundang-undangan apabila
dilihat dari bagian luar (Kenvorm) peraturan kebijakan memiliki
kesamaan dengan peraturan perundang-undangan, yang memiliki
pembukaan batang tubuh berupa pasal-pasal disertai bab, bagian
serta penutup.11
Meskipun Peraturan kebijakan memiliki kesamaan dalam hal
bentuknya dengan peraturan perundang-undangan, namun secara
tegas Bagir manan Menyatakan Bahwasannya Peraturan Kebijakan
bukanlah merupakan peraturan perundang-undangan. aspek
kewenangan pembentuk peraturan perundang-undangan adalah
aspek kewenangan pembentukannya dalam hal ini kewenangan
legislatif. peraturan kebijakan tidak dilahirkan berdasarkan
kewenangan legislatif, akan tetapi peraturan kebijakan bersumber
dari kewenangan eksekutif dan pada umumnya tidak dapat
dilahirkan aturan yang bersifat mengikat secara umum.12
suatu peraturan kebijakan dalam kerangka kebebasan
bertindak yang dibuat oleh pemerintah adalah mencakup hal-hal
sebagai berikut:13
1.

Belum
adanya
peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur tentang penyelesaian in concreto terhadap suatu
masalah tertentu, yang mana masalah tersebut menuntut
penyelesaian cepat.

10 Jimly Asshidiqie, Perihal Udnang-Undang (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm.
20.

11 Abdul Hamid S. Attamimi, Perbedaan Antara Peraturan Perundang-Udnangan
dan peraturan kebijakan, Pidato disampaikan pada dies natalis PTIK ke-46, Jakarta,
1992. lihat pula pada Hotma P Sibuea, Asas negara Hukum, peraturan Kebijakan dan
asas -asas Umum Pemerintahan yang Baik. hlm.102.
12 Bagir Manan dan Kuntanan Magnar, Beberapa masalah Hukum Tata Negara
Indonesia. hlm 169.
13 Muchsan, Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan
Administrasi di Indonesia (Bandung: Alumni, 2000) hlm. 27-28.

2.

Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat
aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya.
adanya delegasi peraturan perundang-undangan, dalah hal ini
pemerintah diberi kebebasan untuk mengatur sendiri yang
sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang
lebih tinggi tingkatannya.

3.

Berkaitan dengan peraturan Menteri Republik Indonesia yang
dikategorikan sebagai salah satu jenis peraturan perundangundangan berdasarkan pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No 12
tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan. Tetapi pada dasarnya yang belum jelas adalah
kedudukan dari peraturan menteri sebagai peraturan perundangundangan.
Pada dasarnya jenjang Peraturan Perundang-Undangan telah
memberikan visualisasi sekaligus gambaran kepada pemerintah
untuk dapat menjalankan tugasnya dalam menuju tujuannya,
walaupun tetap akan terkendala permasalahan in concreto.
namun Undang-Undang yang berisi materi muatan sebagai mana
diatur dalam pasal 10 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang
Pemerintahan daerah yang berbunyi sebagai berikut:
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang- Undang berisi:
a.
b.
c.
d.
e.

pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan UndangUndang;
pengesahan perjanjian internasional tertentu;
tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat

Sebegitu luasnya Materi Muatan Undang-Undang serta
keperluan untuk berlaku tidak dalam waktu singkat membutuhkan
peraturan dibawahnya agar dapat berjalan sebagaimana
mestinya. maka sebagai Peraturan Perundang-Undangan dibawah
Undang-Undang Peraturan Pemerintah menjadi suatu jenis yang
berisi materi muatan untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya. Seharusnya setelah adanya UndangUndang dengan disertai peraturan pelaksananya dalam hal ini
peraturan pemerintah maka suatu Undang-Undang dapat
dijalankan sebagaimana mestinya. Sebagai penafsiran secara
gramatik maka tidak lah membutuhkan peraturan pelaksana
lainnya. Satu Undang-Undang sebenarnya dapat melahirkan
beberapa peraturan pemerintah untuk melaksanakannya.

Menurut Hemat penulis, maka sebenarnya pendelegasian
kewenangan Undang-Undang kepada Kementrian Negara untuk
membuat peraturan menteri sebagai peraturan teknis tidaklah
mencerminkan jenjang norma sebagaimana tercermin dalam
Undang-Undang No 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan perundang-Undangan.
Kementrian yang merupakan lembaga dibawah Presiden untuk
membantu dan bertanggung jawab pada presiden berdasarkan
pasal 8 ayat (1) dan penjelasannya diberikan kewenangan
membentuk peraturan perundang-undangan dengan nama
Peraturan Menteri dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu
dalam pemerintahan. Namun keberadaan peraturan menteri pada
sebagai penyelenggara urusan tertentu dalam pemerintahan pada
dasarnya peraturan Presiden sebagai Peraturan PerundangUndangan untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasasaan
pemerintahan. lebih lengkapnya pasal 13 Undang-Undang no 12
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Udangan
Berbunyi "Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang
diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan
Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Dengan kata lain
berdasarkan pasal 13 tersebut maka berbagai penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan dan urusan pemerintahan telah diatur
dalam peraturan Presiden sebagai salah satu jenis Peraturan
Perundang-Undangan dibawah Peraturan Pemerintah dan dapat
dikatakan bahwasannya Peraturan presiden pun telah mewakili
materi muatan yang akan diatur dengan Peraturan Menteri.
Peraturan Perundang-Undangan umumnya dan Peraturan
Pemerintah dan peraturan Presiden Khususnya telah diatur
metode, Proses dan teknik membentuknya secara rigid dalam
Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan pemerintah dan
peraturan presiden memiliki berbagai tahapan-tahapannya mulai
dari
tahapan
perencanaan,
penyusunan,
pembahasan,
pengesahan atau penetapan, hingga tahapan pengundangan.
Didalam lampiran Undang-Undang ini pula telah dipaparkan
mengenai tata cara penyusunannya yang dapat dikatakan sangat
rigid.
Berbeda dengan Peraturan perundang-Undangan yang
dikategorikan jenisnya dalam pasal 7 ayat (1) yang jelas memiliki

kedudukan, materi muatan dan tahapan yang jelas.
Tetapi
peraturan
menteri
yang
disematkan
sebagai
peraturan
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat (1)
tidak rigid diatur didalamnya walaupun dalam lampuran UndangUndang ini menentukan mengenai bentuk rancangan dari
peraturan menteri.
Penegasan kedudukan peraturan menteri hanya menjadi
peraturan kebijakan merupakan salah satu langkah strategis
untuk mengurangi dan sedikit menyelesaikan masalah Over
Regulasi di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan cara
mengeluarkan peraturan Menteri sebagai Peraturan PerundangUndangan tetapi tetap memasukkan peraturan menteri sebagai
peraturan Negara.
Doktrin trias politika yang mewarnai dinamika ketatanegaraan
Indonesia pada dasarnya memberikan dampak bahwasannya
kewenagan untuk mengatur atau membuat aturan pada dasarnya
merupakan domain kewenangan legislatif yang berdasarkan
prinsip kedaulatan merupakan kewenangan ekslusif pada wakil
rakyat untuk menentukan suatu peraturan yang mengikat dan
membatasi kebebasan setiap invidu warga negara (Presumtion of
liberty of souverign people). 14
berdasarkan hal tersebut diatas yang berkaitan dengan
sumber kewenangan pembentukan peraturan kebijakan selaind ari
peraturan perundang-undangan yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan yang bersumber pada legislatif negara yang
memang diperlukan bagi penyelenggara kebijakan pemerintahan
yang terkait )gebonden beleids), dalam bidang penyelenggaraan
kebijakan pemenrintahan yang tidak terikat (vrijbeleid), tentunya
akan dikeluarkan berbagai peraturan kebijakan (beleidregels)
yang bersumber pada fungsi eksekutif negara yang jumlah dan
bentuknya tidak mudah diperkirakan.15
Maka, Peraturan Menteri sebagai pelaksana fungsi eksekutif
negara akan lebih tepat mengingat jumlah kementerian yang
jumlahnya banyak dengan materi muatan dan kedudukan sebagai
peraturan perundang-undangan yang belum jelas akan lebih baik
ketika peraturan menteri dikategorikan sebagai peraturan
kebijakan. Apabila merujuk pada ciri peraturan kebijakan itu
14 Op.cit Jimly Assiddiqie hal 11
15 Abdul Latief, Hukum dan
pemerintahan daerah, hlm 85

Peraturan

Kebijakan

(beleidregels)

pada

sendiri sebagaimana diuraikan diatas maka delegasi yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan (dalam hal ini
sebagaimana tertuang dalam pasal 7 ayat (1) ) walaupun
mendelegasikan kepada menteri-menteri negara tetapi dalam hal
buat untuk membuat suatu produk hukum peraturan perundangundangan namun secara tersirat dalam bentuk peraturan
kebijakan.
Kewenangan
kementerian
negara
dalam
membentuk
peraturan menteri selain memperbanyak jumlah peraturan
perundang-undangan di Indonesia sebenarnya juga dapat
memberikan beban pada anggaran negara dalam pembentukan
peraturan menteri tersebut. Karena hal yang tidak mungkin suatu
perbuatan pemerintah dalam hal ini menteri-menteri negara
dalam membentuk suatu peraturan menteri tanpa membebani
anggaran negara.
Langkah-langkah strategis yang dapat diambil menurut hemat
penulis yang pertama adalah merubah kedudukan peraturan
menteri dari peraturan perundang-undangan menjadi peraturan
kebijakan. Kemudian, tidak terlepas dari kewenangan lembaga
legislatif
yang
membentuk
Undang-Undang
agar
tidak
mendelegasikan kewenangan untuk membentuk peraturan
perundang-undangan dengan jenis peraturan menteri.
Peraturan kebijakan itu sendiri pada dasarnya tidak
menghilangkan kewenangan mengatur pemerintah. menurut
Abdul Hamid S Attamimi Kewenangan eksekutif dalam arti sempit
mengandung juga kewenangan pembentukan peraturan dalam
rangka penyelenggaraan fungsinya, hal ini berkaitan dengan
sumber kewenangan pembentukan peraturan kebijakan. 16 oleh
karena itu, kewenangan pembentukan peraturan menteri sebagai
peraturan kebijakan yang mengatur lebih lanjut penyelenggaraan
pemerintah senantiasa dapat dilakukan oleh setiap kementerian
sebagai lembaga dibawah presiden yang memiliki kewenangan
penyelenggaraan pemerintahan.
Pembentukan peraturan kebijakan oleh kementerian negara
memang bukanlah kewenangan legislatif, namun berdasarkana
kewenangan pemerintahan sehingga peraturan kebijakan tersebut
tidak termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan.

16 Op.cit. Abdul Hamid S Attamimi. Hal 14.

walaupun peraturan menteri yang ditegasknan menjadi
peraturan kebijakan pada dasarnya tidak mengikat secara tidak
langsung dalam artian peraturan kebijakan kebijakan ditujukkan
untuk badan atau pejabat adminstrasi negara. pada akhirnya
peraturan menteri juga akan mengikat kepada warga masyarakat
karena warga masyarakat harus melakukan ketentuan-ketentuan
dalam peraturan kebijakan tersebut.
pada dasarnya peraturan kebijakan itu sendiri memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam praktinya. menurutnya prajudi
Atmosudirjo hal tersebut dikarenakan peraturan kebijakan
mengikat dua pihak, antara lain:17
1.

2.

Mengikat secara langusng pejabat administrasi negara. dalam
hal ini para pejabat administrasi negara diikat secara langsung
berdasarkan prinsip hierarki jabatan, dimana pejabat
bawahannya harus mentaati perintah dari atasan.
Mengikat secara tidak langsung anggota masyarakat .
walaupun peraturan kebijakan tidak mengikat masyarakat
secara langsung, tetapi peraturan ini mempunyai kekuataan
mengikat secara hukum.

Maka berdasarkan hal tersebut diatas , walaupun peraturan
kebijakan tidak mengikat secara langsung akan tetapi masih memiliki
relevansi hukum dan juga memiliki akibat-akibat hukum.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka Peraturan Menteri akan
lebih menata Peraturan Perundang-Undangan dan memperjelas
kedudukan dari peraturan menteri di Indonesia, bahkan penegasan
peraturan Menteri sebagai peraturan Kebijkana akan mengatasi
masalah obesitas peraturan perundang-undangan di Indonesia. Selain
hal
itu
Kementerian
negara
akan
lebih
fokus
untuk
mengimplementasikan asas-asas umum pemerintahan yang baik
dengan peraturan kebijakannya.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, maka penulis
bersekimpulan bahwasannya dengan Kondisi Menteri-Menteri
negara yang berjumlah minimal 14 (empat belas) dan maksimal 34
(tiga Puluh empat) maka kewenangan kementerian negara dalam
membentuk Peraturan Perundang-Undangan dalam hal ini
Peraturan menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1)
17 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1986). hlm 100.

Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan akan berimplikasi pada Over Regulasi yang
terjadi di Indonesia. Tercatat bahwasannya dalam kurun waktu 3
(tiga) tahun ada 4.609 Peraturan Menteri dari seluruh kementerian.
2017 sejumlah 950, 2016 sejumlah 1.775 Peraturan Menteri dan
2015 sejumlah 1884 Peraturan Menteri.
Penegasan Peraturan Menteri Republik Indonesia sebagai
Beleidsregel (Peraturan Kebijakan) merupakan sebuah solusi atas
permasalahan Over Regulasi yang dialami Indonesia saat ini.
Keberadaan Peraturan sebagai pelaksana Undang-Undang agar
berjalan sebagaimana mestinya dan peraturan presiden berisi
materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk
melaksanakan
Peraturan
Pemerintah,
atau
materi
untuk
melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan pada
dasarnya sudah dapat mewakili kedudukan peraturan menteri
sebagai peraturan perundang-undangan. Peraturan menteri
berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan
tertentu dalam pemerintahan dapat diatur oleh Peratura presiden
mengingat sistem ketatanegaraan yang dibangun oleh indonesia
merupakan sistem presidensil yang mana presiden dibantu oleh
menteri-menteri
negara
dalam
hal
menyelenggarakan
pemerintahan.
Penghapusan Peraturan menteri sebagai Peraturan perundangUndangan dan menjadikannya sebagai peraturan kebijakan pada
dasarnya
tidaklah
menghambat
penyelenggaraan
urusan
pemerintahan itu sendiri. Karena Menteri-menteri itu sendiri tetap
dapat membentuk peraturan negara dalam hal ini peraturan
Kebijakan. Tidak lagi mengatur delegasi kewengan dari UndangUndang kepada peraturan menteri merupakan salah satu langkah
yang dapat ditempuh dengan disertai menghentikan kreasi
menteri-menteri negara yang gemar membentuk peraturan Menteri
sebagai peraturan perundang-undangan. Hal ini pun dapat
berimplikasi pada beban anggaran negara akibat perbuatan
Menteri-Menteri Negara dala pembentukan Peraturan PerundangUndangan.
2. Saran.
Harus diakui bahwasannya jumah peraturan perundangundangan di Indonesi saat ini dapat dikatakan sangat banyak atau
Over Regulasi. Maka berkaita dengan permasalahan dan
pembahasan yang telah dipaparkan diatas penulis memberikan

saran berupa perubahan dasar Hukum pembentukan peraturan
perundang-Undangan dalam hal ini Undang-Undang No 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan peraturan Perundang-Undangan
dengan tidak lagi mengatur dan memasukkan peraturan menteri
sebagai peraturan perundang-Undangan. Selain hal tersebut materi
muatan dari peraturan pemerintah dan peraturan presiden yang
sebenarnya telah jelas agar di manifestasikan kedalam dua
peraturan tersebut agar suatu Undang-Undang dapat berjalan
semestinya. Peraturan Presiden seharusnya dapat mengakomodir
seluruh kementerian yang ada dibawahnya agar tidak lagi
menimbulkan kekosongan di urusan pemerintahan yang menjadi
tugas dari suatu kementrian tertentu sehingga menimbulkan suatu
kementerian diharuskan membentuk suatu peraturan menteri.
D. Daftar Pustaka.
Buku
Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijakan (beleidregels) pada
pemerintahan daerah,
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata
Negara, (Bandung: Alumni 1997)
Hotma P Sibuea, Asas negara Hukum, peraturan Kebijakan dan asas
-asas Umum Pemerintahan yang Baik.
I Gede Pantja dan Suprin Na, Dinamika Hukum dan ilmu perundangundangan di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2008).
Jimly Asshidiqie, Perihal Udnang-Undang (Jakarta: Konstitusi Press,
2006),
Maria Farida Indrati Soeprapto, 1998, “Ilmu Perundang-Undangan Dasardasar Dan Pembentukannya”, (Yogyakrarta: Kanisius).
Muchsan, Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan
Administrasi di Indonesia (Bandung: Alumni, 2000).
Philiphus M Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993),

Indonesia,

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1986).
Internet
http://www.peraturan.go.id..

http://www.hukumonline.com.
Peraturan Perundang-Undangan.
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. XX/MPRS/1966
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat TAP MPR No. III/MPR/2000
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Kementerian negara
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.

BIOGRAFI PENULIS
NAMA

:

KASYFUL QULUB SH.,MH

TEMPAT TUGAS

:

LABORATORIUM FH UMM

RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL :

S1 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
S2 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
BRAWIJAYA

BIDANG KEAHLIAN

:

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

BIOGRAFI PENULIS
NAMA

:

SUNARTO EFENDI SH.

TEMPAT TUGAS

:

LABORATORIUM FH UMM

RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL :

S1 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG

BIDANG KEAHLIAN

:

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

TEPUNG LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI IMMUNOSTIMULANT DALAM PAKAN TERHADAP LEVEL HEMATOKRIT DAN LEUKOKRIT IKAN MAS (Cyprinus carpio)

27 208 2

PENGARUH KONSENTRASI TETES TEBU SEBAGAI PENYUSUN BOKASHI TERHADAP KEBERHASILAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn f) BERASAL DARI APB DAN JPP

6 162 1

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18

PERAN PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

12 85 1

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

0 34 50