BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - METODE PENGEMBANGAN TOPIK DALAM WACANA ARGUMENTASI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SUARA MERDEKA EDISI FEBRUARIMARET 2017 - repository perpustakaan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Peneliti menemukan dua penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu

  penelitian yang dilakukan oleh Dhina Dwi Filiani (2013) dan Neneng Sulistianingrum (2015). Penelitian relevan tersebut mempunyai perbedaan dan persamaan dengan penelitian ini. Secara ringkas berikut uraian mengenai penelitian relevan itu.

  Dhina Dwi Filiani Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2013, melakukan penelitian dengan judul Metode Pengembangan Topik Wacana

Argumentasi Pada Rubrik Gaul Ilmiah (Tabloid Gaul Edisi 20-29 tahun 2012) .

  Tujuannya adalah mendeskripsikan metode pengembangan topik yang terdapat pada rubrik Gaul Ilmiah edisi 20-29. Hasil penelitian menunjukkan adanya metode pengembangan topik yang bervariasi. Beberapa metode pengembangan topik wacana argumentasi tersebut diantaranya yaitu metode genus dan definisi, metode pertentangan, metode perbandingan, metode persamaan atau analogi, metode sebab akibat, metode akibat sebab, metode generalisasi, metode keadaan atau sirkumstansi, metode kesaksian atau autoritas.

  Relevansi penelitian Dhina Dwi Filiani dengan penelitian ini adalah sama- sama meneliti metode pengembangan topik. Persamaan lain adalah menggunakan jenis penelitian deskripstif kualitatif. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian Dhina Dwi Filiani. Perbedaannya terdapat pada data dan sumber data. Data yang diteliti berupa wacana argumentasi pada rubrik dan sumber data yang digunakan oleh Dhina Dwi Filiani yaitu Tabloid Gaul Edisi 20-29 tahun 2012. Sedangkan

  8 penelitian ini menggunakan data berupa wacana argumentasi pada tajuk rencana dan sumber data dari harian Suara Merdeka edisi Februari sampai Maret 2017.

  Neneng Sulistianingrum mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, melakukan penelitian dengan judul Analisis Metode-

  Metode Pengembangan “Topik”

Wacana Argumentasi Rubrik Opini Harian Kompas Edisi 13-22 Januari 2014. Tujuan

  penelitian yang dilakukan adalah untuk mendeskripsikan metode pengembangan topik yang digunakan pada wacana argumentasi yang terdapat dalam rubrik Opini harian

  

Kompas edisi 13-22 Januari 2014. Hasil penelitiannya yaitu menunjukkan bahwa

  metode pengembangan topik wacana argumentasi rubrik Opini harian Kompas edisi 13-22 Januari 2014 terdapat lima metode pengembangan topik yang digunakan.

  Metode pengembangan topik tersebut diantaranya metode pertentangan, metode keadaan atau sirkumstansi, metode sebab akibat, metode perbandingan, metode akibat sebab.

  Relevansi penelitian Neneng Sulistianingrum dengan penelitian ini adalah tentang metode pengembangan topik dalam wacana argumentasi, serta kesamaan jenis penelitian yaitu deskriptif kualitatif. Adapun perbedaan pada sumber data. Penelitian Neneng menggunakan sumber data dari harian Kompas edisi 13 sampai 22 Januari 2014 sedangkan penelitian ini menggunakan sumber data dari harian Suara Merdeka edisi Februari sampai Maret 2017.

  Berdasarkan dua pnelitian relevan di atas, terdapat persamaan dan perbadaan dalam penelitian ini. Persamaan yang peneliti temukan yaitu membahas tentang metode pengembangan topik dan jenis penelitian menggunakan deskriptif kualitatif. Perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu data dan sumber data. Penelitian terdahulu datanya berupa wacana argumentasi pada rubrik dan wacana argumentasi pada opini, sedangkan penelitian ini datanya berupa wacana argumentasi pada tajuk rencana. Sumber data dalam penelitian ini yaitu harian Suara Merdeka edisi Februari-Maret 2017, sedangkan penelitian terdahulu sumber datanya yaitu Tabloid Gaul edisi 20-29 tahun 2012 dan harian Kompas edisi 13-22 Januari 2014.

B. Wacana 1. Pengertian Wacana

  Sobur (2009:10) mengartikan wacana sebagai kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya, dan komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur. Bentuk paparan lisan dan tulisan yang utuh berarti wacana tersebut berisi konsep, gagasan, pikiran atau ide yang dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar tanpa keraguan apapun (Chaer, 2007:267). Pada pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat (Eriyanto,2009:3). Menurut Kridalaksana (2008:259), berpendapat bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan gramatikal tertinggi berupa lisan maupun tulisan yang digunakan untuk menyampaikan ide agar dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar tanpa keraguan apapun.

2. Kedudukan Wacana

  Wacana memiliki posisi paling tinggi dalam satuan bahasa. Hal tersebut disebabkan karena wacana sebagai satuan gramatikal dan sekaligus objek kajian linguistik yang mengandung semua unsur kebahasaan yang diperlukan dalam segala bentuk komunikasi. Pada bagan di bawah ini wacana mencakup semua aspek seperti fonem, morfem, kata, frasa, klausa dan kalimat (Mulyana, 2005:6).

  Wacana Kalimat

  Klausa Frasa

  Kata Morfem

  Fonem Bagan di atas menunjukkan bahwa semakin ke atas, satuan kebahasaan akan semakin besar. Dari mulai aspek terkecil yaitu fonem hingga aspek terbesar yaitu wacana. Artinya, satuan kebahasaan yang ada di bawah akan tercakup dan menjadi bagian dari satuan bahasa yang ada di atasnya. Hal tersebut terjadi hingga mencakup satuan bahasa yang terbesar yaitu wacana. Jadi, wacana dianggap memiliki kedudukan tertinggi dalam aspek kebahasaan karena mencakup seluruh aspek yang berada di bawahnya.

3. Unsur-unsur Wacana

  Wacana memiliki dua unsur pendukung, yaitu unsur internal dan unsur eksternal. Unsur internal suatu wacana terdiri atas satuan kata atau kalimat yang berposisi seb agai kalimat, atau juga bisa dikenal dengan sebutan „kalimat satu kata‟. Untuk menjadi satuan wacana yang besar, satuan kata atau kalimat tersebut akan bertalian dan bergabung membentuk wacana. Unsur eksternal wacana terdiri atas implikatur, presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks. Kehadiran unsur eksternal ini sebagai pelengkap dalam keutuhan wacana (Mulyana, 2005: 7-11). Menurut Tarigan (2008:24), terdapat enam unsur terpenting dalam wacana yaitu satuan bahasa, terlengkap dan terbesar atau tertinggi, di atas kalimat atau klausa, koherensi, lisan dan tulis, awal dan akhir yang nyata.

4. Keutuhan Struktur Wacana

  Wacana yang utuh pada umumnya memiliki unsur kohesi dan koherensi. Jika ke duanya terdapat di dalam suatu wacana maka wacana tersebut dapat dikatakan sebagai wacana yang utuh. Kohesi merupakan kepaduan di bidang bentuk (Ramlan, 2001:10). Menururt Halliday dan Hasan (1985: 65) kohesi adalah perangkat sumber- sumber kebahasaan yang dimiliki sebagai bagian dari metafungsi tekstual untuk mengaitkan satu bagian teks dengan bagian lainnya. Menurut Mulyana (2005:26) kohesi memiliki arti sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kohesi adalah sumber kebahasaan yang berfungsi sebagai kepaduan untuk mengaitkan ikatan antara bagian teks.

  Menurut Alwi dkk, (2003:428) koherensi yaitu hubungan perkaitan antar proposisi, tetapi perkaitan tersebut tidak secara eksplisit atau nyata dapat dilihat pada kalimat-kalimat yang mengungkapkannya. Koherensi berarti hubungan timbal balik yang serasi antar unsur dalam kalimat (Keraf, 2007: 38). Menurut Ramlan (2001:10), koherensi adalah keaduan di bidang makna. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, koherensi adalah suatau hubungan perkaitan yang implisit dalam suatu teks.

  5. Tema Wacana

  Tema merupakan panduan motivasi pada satu perayaan atau kegiatan dan panduan wacana (Parera, 2004: 232). Menurut Mulyana (2005: 37) tema merupakan perumusan dan kristalisasi topik-topik yang akan disajikan landasan pembicaraan atau tujuan yang akan dicapai melalui topik tersebut. Tema adalah gambaran umum dari suatu teks, bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks (Eriyanto, 2009: 229). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide pokok yang menjadi dasar dalam sebuah pembahasan. Tema memiliki cakupan yang luas, oleh karenanya tema dapat diperinci menjadi topik. Topik juga dapat diperinci lagi menjadi topik-topik kecil yang nantinya akan menghasilkan judul pada sebuah wacana.

  Topik berasal dari bahasa Yunani topio, yang artinya „tempat‟ ( Keraf, 2007:107). Secara mendasar, topik diartikan sebagai pokok pembicaraan (Mulyana, 2005:39). Menurut Alwi dkk (2003:435) topik merupakan proposisi yang berwujud frasa atau kalimat yang menjadi inti pembicaraan atau pembahasan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa topik adalah bagian dari tema, namun cakupan topik lebih luas dari pada judul dalam sebuah wacana karena topik berisikan pokok yang diperbincangkan dalam sebuah wacana.

  6. Jenis Wacana

  Jenis wacana dibagi menjadi enam, yaitu jenis wacana ditinjau berdasarkan bentuk, media penyampaian, jumlah penutur, sifat, isi, gaya dan tujuan. Berdasarkan bentuk terdapat enam wacana, antara lain wacana naratif, prosedural, ekspositori, hortatori, epistoleri dan wacana dramatik. Berdasarkan media penyampaian ada dua yaitu wacana tulis dan wacana lisan. Berdasarkan jumlah penutur terdapat wacana monolog dan wacana dialog. Berdasarkan sifat terbagi dua wacana fiksi dan nonfiksi.

  Berdasarkan isi terdapat wacana politik, sosial, ekonomi, budaya, militer, hukum dan kriminalitas, serta wacana olahraga dan kesehatan. Berdasarkan gaya dan tujuan terdapat wacana iklan (Mulyana, 2005:47).

C. Wacana Argumentasi 1. Pengertian Wacana Argumentasi

  Wacana argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembaca (Keraf, 2007:3). Menurut Marwoto (1987:174), wacana argumentasi adalah wacana yang isinya terdiri dari paparan alasan dan penyintesisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan. Pada wacana tersebut, argumentasi dibangun untuk meyakinkan kebenaran pendapat, gagasan, atau konsepsi sesuatu berdasarkan data dan fenomenaa

  • – fenomena keilmuan yang dikemukakan. Argumentasi berarti mengemukakan masalah dengan mengambil sikap yang pasti untuk mengungkapkan segala persoalan dengan segala kesungguhan intelektualnya, bukan sekedar mana suka atau pendekatan emosional (Rahayu, 2007:168). Argumentasi tidak lain daripada usaha untuk mengajukan bukti-bukti atau menentukan kemungkinan untuk menyatakan sikap atau pendapat mengenai suatu hal. Berdasarkan pengertian di atas wacana argumentasi adalah wacana yang mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca dengan cara memberikan alasan disertai bukti kebenaran pendapatnya, sehingga dapat bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan penulis atau pengarang.

  2. Ciri-ciri Wacana Argumentasi

  Ciri khas dari argumentasi yang dikemukakan oleh Keraf (2007:120), yaitu usaha membuktikan suatu kebenaran sebagai yang digariskan dalam proses penalaran pembicara atau penulis. Menurut Tarigan (2008:116) dan Zainurrahman (2011: 51- 52), ciri-ciri wacana argumentasi adalah sebagai berikut: Perlakuan terhadap suatu masalah dilakukan secara cermat, teliti, dan bernada faktual. Pokok permasalahan menjadi hal penting. Maksud dan tujuannya adalah memperjuangkan keadilan, kebenaran, dan kejujuran. Argumentasi menuntut orang-orang yang bertanggung jawab untuk menerima apa yang layak dan yang didasarkan pada fakta yang masuk akal. Sarana untuk berargumen mengenai suatu isu. Berfungsi untuk menjelaskan kepada pembaca alasan-alasan, argumen, ideologi, dan kepercayaan agar pembaca dapat mengadopsi posisi yang diambil oleh penulis. Berusaha membujuk, mengajak, atau mendesak pembaca agar mengubah pola pikir dan asumsi mereka mengenai sebuah isu kontroversial.

  3. Proses Penalaran

  Penalaran (jalan pikiran) adalah suatu proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan (Keraf, 2007: 5). Hubungan fakta-fakta tersebut diungkapkan dalam bentuk kalimat pernyataan atau bentuk kalimat berita. Kalimat yang berisi pernyataan tentang hubungan fakta-fakta itu disebut proposisi (Rahayu, 2007: 39). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses penalaran adalah suatu proses berpikir yang menghubungkan fakta-fakta yang ada untuk menarik sebuah kesimpulan.

4. Dasar dan Sasaran Wacana Argumentasi

  Berdasarkan pendapat Keraf (2007: 101-102), dasar yang harus diperhatikan sebagai titik tolak argumentasi adalah: Pembicara atau pengarang harus mengetahui serba sedikit tentang subjek yang akan dikemukakannya, sekurang-kurangnya mengenai prinsip-prinsip ilmiahnya. Bersedia mempertimbangkan pandangan- pandangan atau pendapat-pendapat yang bertentangan dengan pendapatnya sendiri. Berusaha untuk mengemukakan pokok persoalannya dengan jelas, ia harus menjelaskan mengapa ia harus memilih topik tersebut. Menyelidiki persyaratan mana yang masih diperlukan bagi tujuan-tujuan lain yang tercakup dalam persoalan yang dibahas itu, dan sampai dimana kebenaran dari pernyataan yang telah dirumuskannya itu. Dari semua maksud dan tujuan yang terkandung dalam persoalan itu, maksud yang mana yang lebih memuaskan pembicara atau penulis untuk menyampaikan masalahnya.

  Menurut pendapat Keraf (2007, 103-104) untuk mengatasi persoalan dan menetapkan titik ketidaksesuaian, maka sasaran yang harus ditetapkan untuk diamankan oleh setiap pengarang argumentasi adalah, argumentasi itu harus mengandung kebenaran untuk mengubah sikap dan keyakinan orang mengenai topik yang akan diargumentasikan. Pengarang harus berusaha untuk menghindari setiap istilah yang dapat menimbulkan prasangka tertentu. Sering timbul ketidaksepakatan dalam istilah-istilah, sedangkan tujuan argumentasi adalah menghilangkan ketidaksepakatan. Pengarang harus menetapkan secara tepat titik ketidaksepakatan yang akan diargumentasikan, dengan demikian arah dan sasaran tulisan hanya dipusatkan kepada titik perbedaan itu.

5. Bagian Wacana Argumentasi

  Menurut Rahayu (2007:169-170) bagian dalam sebuah wacana argumentasi terdiri dari tiga bagian yaitu pendahuluan, tubuh argumentasi, serta kesimpulan dan ringkasan. Bagian wacana argumentasi juga dikemukakan oleh Keraf (2007: 104) yang terdiri dari pendahuluan, tubuh argumen, serta kesimpulan dan saran. Pendapat ini didukung oleh (Alfiansyah, 2009), menurutnya dalam sebuah argumentasi terdapat tiga bagian yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa wacana argumentasi terdiri dari tiga bagian yaitu pendahuluan, isi atau tubuh argumen, dan kesimpulan atau penutup.

  Bagian pertama adalah pendahuluan, bahwa penulis argumen harus yakin dengan apa yang akan disampaikan kepada pembaca karena untuk menarik perhatian pembaca sehingga harus menunjukkan dasar-dasar argumentasi (Keraf, 2007:104). Pengertian dari Rahayu (2007: 169) menyatakan bahwa pendahuluan merupakan bagian untuk menarik pembaca, memusatkan perhatian pembaca pada argumen- argumen yang akan disampaikan serta menunjukkan dasar-dasar mengapa argumen itu harus dikemukakan dalam kesimpulan tersebut. Fakta-fakta harus benar diseleksi supaya penulis tidak mengemukakan hal-hal yang justru bersifat argumentasi. Menurut Alfiansyah (2009), bagian pendahuluan berisi latar belakang masalah, dan permasalahan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendahuluan adalah bagian awal dalam wacana argumentasi berisi latar belakang masalah yang harus menunjukkan dasar-dasar argumen dengan tujuan untuk menarik perhatian pembaca.

  Bagian kedua adalah tubuh argumentasi. Bagian ini merupakan keseluruhan uraian yang berusaha menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam pendahuluan

  (Alfiansyah, 2009). Tubuh Argumentasi juga berisi pembuktian untuk meyakinkan pembaca atau pendengar bahwa hal yang dikemukakan oleh pengarang itu merupakan hal yang benar, sehingga konklusi yang disimpulkan juga merupakan konklusi yang benar. Menurut Keraf (2007: 106), terdapat beberapa kemahiran yang dapat digunakan untuk mengungkap kebenaran dalam jalan pikiran dan konklusi yaitu kecermatan mengadakan seleksi fakta yang benar, penyusunan bahan secara baik dan teratur, kekritisan proses berpikir, penyuguhan fakta, evidensi, kesaksian, premis dengan benar. Menurut Rahayu (2007:170), tubuh argumentasi yaitu seluruh proses penyusunan argumen terletak pada kemahiran dan keahlian penulisnya dalam meyakinkan pembaca bahwa hal yang dikemukakan itu benar sehingga kesimpulannya juga benar. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bagian tubuh argumentasi yaitu bagian yang berisi uraian untuk mengungkap kebenaran dan meyakinkan pembaca bahwa yang diungkapkan itu benar terjadi.

  Bagian ketiga adalah kesimpulan dan ringkasan. Rahayu (2007: 170) menyatakan bahwa kesimpulan harus tetap memelihara tujuan dan menyegarkan kembali ingatan pembaca tentang apa yang telah dicapai serta mengapa kesimpulan itu diterima sebagai sesuatu yang logis. Keraf (2007:107) menjelaskan dengan tidak mempersoalkan topik mana yang dikemukakan dalam argumentasi, pengarang harus menjaga agar konklusi yang disimpulkannya tetap memelihara tujuan, dan menyegarkan kembali ingatan pembaca tentang apa yang telah diterima sebagai sesuatu yang logis. Bagian penutup juga dapat diartikan sebagai bagian yang berupa ikhtisar atau penutup ( Alfiansyah, 2009). Kesimpulan dari penjelasan bagian kesimpulan dan ringkasan adalah bagian akhir yang perlu ditulis untuk memelihara tujuan dan menyegarkan kembali ingatan pembaca.

6. Metode Pengembangan Topik pada Wacana Argumentasi

  Wacana argumentasi yang baik harus memiliki topik yang jelas, agar permasalahan yang disajikan dalam wacana dapat tersusun secara teratur dan terarah.

  Selain itu, penyajian topik yang jelas juga dapat membantu untuk mempengaruhi pembaca agar tertarik dan sependapat dengan argumen yang diungkapkan oleh penulis. Berdasarkan hal tersebut maka topik dalam sebuah wacana argumentasi harus dikembangkan dengan menggunakan metode pengembangan. Penggunaan metode dalam mengembangkan sebuah argumen harus tepat atau sesuai dengan tujuan. Pemilihan metode pengembangan topik yang sesuai dengan tujuan akan mempermudah pembaca dalam memahami maksud yang ingin disampaikan oleh penulis.

  Menurut Keraf (2007: 108-114) terdapat tujuh metode pengembangan topik dalam wacana yaitu, genus dan definisi, sebab dan akibat, keadaan atau sirkumstansi, persamaan, perbandingan, pertentangan serta kesaksian atau autoritas. Tidak berbeda jauh dari pendapat Rahayu (2007: 170-171) yang menyatakan bahwa metode pengembangan topik wacana terdapat tujuh yaitu, genus dan definisi, sebab dan akibat, keadaan atau sirkumstansi, persamaan, perbandingan, pertentangan, kesaksian atau autoritas. Menurut Lesmana (2011), terdapat lima metode pengembangan topik dalam wacana argumentasi yaitu genus dan definisi, sebab akibat, persamaan, perbandingan, dan pertentangan. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh metode pengembangan dalam wacana argumentasi yaitu genus dan definisi, sebab dan akibat, keadaan atau sirkumstansi, persamaan, perbandingan, pertentangan, kesaksian atau autoritas. Ketujuh metode tersebut memiliki persamaa yaitu ketujuh metode tersebut digunakan untuk mengembangkan topik wacana argumentasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada teknik atau cara yang digunakan untuk mengembangkan topik tersebut.

a. Genus dan Definisi

  Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:473), genus berarti jenis,

  

definisi berarti batasan arti, dapat pula diartikan sebagai keterangan singkat

  (2008:330). Metode Genus terdapat semua argumen atau bukti yang dimiliki oleh semua anggota kelasnya. Disini pengarang harus mengajukan argumen-argumen atau fakta-fakta mengenai genus, sehingga dapat meyakinkan semua orang bahwa benar kelas itu memiliki ciri-ciri tersebut atau ciri-ciri tersebut merupakan ciri kelas itu.

  Semakin sempit kelasnya, argumen-argumen yang dikemukakan akan semakin mengandung pertentangan pendapat (Keraf, 2007:108). Menurut Rahayu (2007:170) mencontohkan penjelasan mengenai genus dan definisi, Manusia adalah makhluk fana. Dari p ernyataan itu, diperoleh “semua orang India adalah manusia”. Jadi orang

  India adalah manusia yang berakal budi, bebas berpikir, bebas menentukan nasibnya sendiri. Penulis harus merangsang pembaca mempercayai dan menerima hal itu merupakan ciri manusia.

  Genus dan definisi dalam metode pengembangannya memiliki ciri struktur. Diantaranya terdapat argumen atau bukti yang dimiliki pula oleh anggota kelasnya, apa yang dianggap benar mengenai kelas tersebut berlaku pula bagi anggota lainnya, tiap anggota kelas akan memiliki ciri genus dari kelas yang dimasukinya, menggunakan definisi sebagai landasan geraknya, genus dan definisi menggunakan wujud barang/ klasifikasi yang sudah ada. Argumentasi yang mempergunakan definisi sebagai landasan geraknya, biasanya cenderung untuk mengadakan uraian panjang lebar mengenai objek dan kelasnya. Argumen-argumen yang mempergunakan genus dan definisi memiliki hakikat yang sama, sebab keduanya mempergunakan wujud barang atau klasifikasi yang sudah ada.

b. Sebab dan Akibat

  Topik yang didasarkan pada sebab-akibat selalu mempergunakan proses berpikir yang bercorak kausal. Proses berpikir ini menyatakan, bahwa suatu sebab tertentu akan mencakup sebuah sebab yang sebanding, atau sebuah akibat tertentu akan mencakup pula sebab yang sebanding. Sebab itu, bila terdapat sebuah sebab yang hebat, akan lahir pula sebuah akibat yang dahsyat, dan jika kita menghadapi suatu situasi yang sangat parah, maka harus dicari kembali pada sebuah sebab yang hebat Keraf (2007:110). Menurut Rahayu ( 2007:171) kekuatan retorika ini terletak pada persoalan, bagaimana kita menerima kebenaran hubungan sebab akibat yang dinyatakan oleh premis mayornya. Menurut Lesmana (2011), metode ini dilakukan dengan menggunakan proses berpikir kualitas, suatu sebab akan menimbulkan akibat, sebab menjadi ide pokok dan akibat sebagai penjelas. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode sebab akibat adalah hubungan antara sebab dan akibat dalam sebuah persoalan, apabila terdapat sebab yang hebat akan lahir pula akibat yang dahsyat.

  Metode sebab akibat memiliki tiga ciri dalam mengembangkan topik yaitu menggunakan proses berpikir kausal. Dalam metode sebab akibat penulis harus berusaha mengajukan fakta-fakta mengenai akibat-akibat yang ditimbulkan setelah sebab yang ada. Penulis meyakinkan pembaca dengan jalan menyusun argumen- argumen yang ada dan menarik sebuah kesimpulan. Jika pengarang mampu menyusun argumen-argumen berdasar pada fakta dengan benar, maka apa yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembacanya akan lebih mudah dipahami.

  c. Keadaan atau Sirkumstansi

  Menurut Keraf (2007:111), keadaan atau sirkumstansi adalah suatu proses yang digolongkan dalam proses sebab-akibat, tetapi tindakan yang dilakukan seseorang tidak dapat dibenarkan melalui prinsip-prinsip logis. Ia terpaksa melakukan tindakan itu karena fakta-fakta yang tidak memungkinkan Ia berbuat lain. Penulis harus berusaha menyodorkan situasi yang terpaksa itu, untuk membenarkan tindakannya. Kalau penyajian keadaan itu tidak meyakinkan sebagai keadaan terpaksa, maka argumentasinya akan ditolak. Suasana terpaksa tidak boleh menghasilkan alternatif-alternatif, maka keadaan itulah yang akan dijadikan argumen.

  Keadaan adalah proses dalam sebab akibat, kalau penyajiannya tidak meyakinkan sebagai keadaan tidak terpaksa, argumen akan ditolak, suasana terpaksa tidak boleh menghasilkan alternatif. Sejauh tidak ada altenatif lain, maka keadaan itulah yang dijadikan argumen (Rahayu, 2007:171).

  Berdasarkan penjelasan di atas terdapat tiga ciri-ciri dalam metode pengembangan topik keadaan atau sirkumstansi. Metode ini tergolong relasi kausal, sejauh tidak ada altenatif lain, maka keadaan itulah yang dijadikan argumen. Penulis harus berusaha menyodorkan situasi mendesak yang dialami pelaku untuk membenarkan tindakannya. Mampu menunjukkan bukti bahwa pelaku terpaksa melakukan hal tersebut karena situasi mendesak dan tidak ada yang bisa dilakukan.

  d. Persamaan

  Metode ini dilakukan dengan cara mengemukakan kesamaan antara dua hal (Lesmana, 2011). Menurut Keraf (2007:111) kekuatan argumentasi dengan mempergunakan metode persamaan terletak pada suatu pernyataan mengenai kesamaan antara dua barang. Dalam analogi, sebagai suatau upaya logika, dikatakan bahwa jika dua barang atau hal mirip dalam sejumlah aspek tertentu, maka ada kemungkinan mereka mirip pula dalam aspek lainnya. Persamaan antara dua benda, kekuatannya terletak pada hubungannya dengan kebenaran yang terdapat dalam topik yang diperbandingkan. Kalau persamaannya itu lemah atau meragukan, maka kekuatan retorikanya juga lemah (Rahayu, 2007:171). Berdasarkan penjelasan para ahli, dapat disimpulkan bahwa metode persamaan adalah mengemukakan suatu pernyataan antara dua hal atau dua barang.

  Metode persamaan digunakan untuk menyamakan antara dua barang. Hal yang dikemukakan harus disamakan berdasarkan fakta yang ada sehingga tidak dapat disangkal kebenarannya.Penulis menarik sebuah kesimpulan untuk mengungkapkan kemungkinan persamaan dari dua hal yang disamakan. Argumentasi yang ingin diungkapkan oleh pengarang harus mengandung fakta atau kebenaran atas hal yang dibandingkan.

e. Perbandingan

  Menurut Lesmana (2011), metode ini dilakukan dengan mengemukakan persamaan dan perbedaan antara dua hal. Hal yang dijadikan dasar perbandingan merupakan ide pokok. Menurut Rahayu (2007:171), menyatakan dalam metode perbandingan salah satu yang diperbandingkan lebih kuat dari hal lain yang menjadi dasar perbandingan. Pada metode argumentasi ini pengarang menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan kedua memiliki peluang atau kepastian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kemungkinan yang pertama, sehingga jika pengarang menyetujui kemungkinan yang pertama maka sudah pasti pengarang menyetujui kemungkinan yang kedua (Keraf, 2007: 112). Jadi, dalam metode ini pengarang mengembangkan topik dengan memperbandingkan dua hal yang berlainan. Jika pengarang menyetujui kemungkinan pertama maka sudah pasti pengarang menyetujui kemungkinan yang kedua, sebab dalam metode perbandingan kemungkinan kedua memiliki tingkat kemungkinan yang lebih tinggi.

  f. Pertentangan

  Argumentasi dengan menggunakan metode pertentangan atau kebalikan berasumsi. Jika kita memperoleh keuntungan dari fakta atau situasi tertentu, maka fakta atau situasi yang bertentangan akan membawa bencana. Argumentasi yang menggunakan cara ini termasuk dalam argumnetasi yang didasarkan pada relasi antar berbagai fakta dan peristiwa, seperti halnya dengan persamaan dan perbandingan. Kegagalan atau ketidakpuasan sekarang mencakup keinginan akan situasi yang berlawanan dari situasi sekarang (Keraf, 2007: 113). Menurut Rahayu (2007:171), jika kita memperoleh keuntungan dari fakta dan situasi tertentu maka fakta dan situasi yang bertentangan akan memperoleh kelemahan atau sebaliknya. Metode ini dapat dilakukan dengan cara mengemukakan suatu hal atau pendapat kemudian diberikan hal atau pendapat yang sebaliknya (Lesmana, 2011). Jadi dalam metode ini, cara mempertentangkan dua hal atau pendapat yang berbeda untuk memperoleh simpulan fakta dan situasi yang menguntungkan dan yang merugikan.

  g. Kesaksian atau Autoritas

  Menurut Keraf (2007:114) kesaksian atau autoritas merupakan topik atau sumber yang bersifat dari luar. Sumber yang bersifat dari luar, karena premis atau proposisi yang digunakan merupakan pencerapan atau persepsi orang lain yang siap kita gunakan. Fakta-fakta bagi sumber tersebut harus kita gali sendiri, harus ditemukan sendiri, yang kemudian coba disusun dalam suatu proposisi yang menyingkapkan kebenaran yang nyata. Ia merupakan persepsi kita senidiri mengenai serangkaian fenomena. Kesaksian maupun autoritas tidak memiliki tenaga dalam dirinya sendiri (Intrinsik), tetapi tenaga yang ada padanya tergantung pada kepercayaan atas saksi dan kualitas autoritas. Kesaksian biasanya diterima baik, jika saksi dianggap tahu betul fakta dan kejadiannya, dan ia sendiri tidak mempunyai kepentingan dengan hasil argumen itu. Kesaksian atau autoritas tidak memiliki tenaga atau kekuatan dalam dirinya sendiri, tetapi kekuatannya tergantung pada kepercayaan atas saksi dan kualitas autoritas. Sebuah kesaksian dapat diterima dengan baik jika saksi dianggap tahu betul fakta dan kejadiannya, dan dia tidak mempunyai kepentingan dengan hasil argumen (Rahayu, 2007: 171).

D. Tajuk Rencana

  Menurut Sumadira (2011: 7) tajuk rencana merupakan opini berisi pendapat dan sikap resmi suatu media sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal dan atau kontroversial yang berkembang di masyarakat. Tajuk rencana adalah bentuk karangan atau tuturan yang mengungkapkan ide, pemikiran atau opini, bahkan biasanya dikembangkan dengan mengajukan saran-saran atas jalan pemecahan permasalahannya (Suhandang, 2004:151). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tajuk rencana adalah bentuk karangan yang mengungkapkan opini yang berisi sikap resmi suatu media terhadap persoalan aktual, fenomenal dan kontroversial yang berkembang di masyarakat. Hal ini biasanya dikembangkan dengan mengajukan saran sebagai jalan pemecahan masalah.

E. Harian Suara Merdeka

  Suara Merdeka adalah salah satu surat kabar di Jawa Tengah yang didirikan pada 11 Februari 1950. Pendiri Suara Merdeka adalah perempuan hebat yaitu H.

  Hetami. Kantor suara merdeka berada di bawah PT Masscom Graphy yang terhimpun dalam Suara Merdeka Network atau SM Network. Selain Suara Merdeka, Suaramerdeka.com, Koran Pagi Wawasan, dan lainnya juga terhimpun dalam Suara Merdeka Network. Menurut beberapa lembaga survei, Harian Suara Merdeka merupakan salah satu surat kabar yang memiliki jam terbang tinggi dibandingkan surat kabar lainnya yang berada di Jawa Tengah. Suara Merdeka memuat berbagai informasi mulai dari berita, cerpen, iklan, tajuk rencana dan lain sebagainya.

F. Kerangka Berpikir METODE PENGEMBANGAN TOPIK DALAM WACANA ARGUMENTASI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SUARA MERDEKA EDISI FEBRUARI- MARET 2017 WACANA CIRI-CIRI WACANA WACANA ARGUMENTASI METODE PENGEMBANGAN TOPIK WACANA ARGUMENTASI Sebab Akibat Keadaan atau

  Sirkumstansi Perbandingan Genus dan Definisi Pertentangan WACANA ARGUMENTASI PADA TAJUK RENCANA HARIAN

  SUARA MERDEKA edisi FEBRUARI-MARET 2017