BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematis - Ragil Febriana Bab II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Poerwadarminta (1976: 628), kata mampu mempunyai arti

  kuasa, dapat (sanggup melakukan sesuatu). Sedangkan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan seseorang dalam melakukan sesuatu.

  Jadi, kemampuan merupakan kesanggupan seseorang dalam melakukan suatu hal dengan baik dan terampil. Kesanggupan dan kecakapan sangat dibutuhkan untuk menemukan ide-ide baru dalam menyelesaikan suatu masalah.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 772) penalaran berasal dari kata nalar yang mempunyai arti pertimbangan tentang baik buruk, kekuatan pikir atau aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis. Sedangkan penalaran yaitu cara (perihal) menggunakan nalar atau proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.

  Menurut Shadiq dalam Wardhani (2008: 11) penalaran merupakan suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu Simpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.

  Menurut Suriasumantri (1996: 42) penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu Simpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuannya yang

  6 didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi setiap orang adalah tidak sama, oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda.

  Menurut Suriasumantri (1999: 43) ciri-ciri penalaran yaitu: (1) adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Hal ini dapat dikatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya tersendiri. Sehigga dapat disimpulkan kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis, dimana dapat diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau dengan perkataan lain menurut logika tertentu, (2) bersifat analitik dalam proses berpikirnya. Maksud dari sifat analitik merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis, sebab analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.

  Ada dua cara untuk menarik Simpulan yaitu secara induktif dan deduktif, sehingga dikenal istilah penalaran deduktif dan induktif. (Wardhani, 2008: 12)

  a. Penalaran induktif merupakan proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu Simpulan yang bersifat umum. Penalaran induktif berkaitan dengan empiris, bersumber pada empiri atau fakta. b. Penalaran deduktif merupakan proses berpikir untuk menarik Simpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya. Penalaran deduktif berkaitan dengan rasionalisme, bersumber pada rasio.

  Sesuai dengan Departemen Pendidikan Nasional dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen No.506/C/PP/2004 sebagaimana yang dikutip oleh Shadiq (2009: 14) indikator penalaran dan komunikasi sebagai berikut :

  a. Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram. (Komunikasi) b. Kemampuan mengajukan dugaan.

  c. Kemampuan melakukan manipulasi matematika.

  d. Kemampuan menarik Simpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi.

  e. Kemampuan menarik Simpulan dari pernyataan.

  f. Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen.

  g. Kemampuan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

  National of Council of Teacher Mathematics (NCTM) yang telah

  dijelaskan oleh Shadiq (2009: 9) bahwa Standar Penalaran dan pembuktian untuk peserta didik pra-TK hingga kelas 12 :

  1. Mengenal penalaran dan pembuktian sebagai aspek yang sangat mendasar mendasar pada matematika (recognize reasoning and proof as

  fundamental aspect of mathematics) .

  2. Melakukan dan menginvestigasi dugaan-dugaan matematika (make and investigate mathematical conjectures ).

  3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan bukti secara matematika (develop and evaluate mathematical arguments and proofs).

  4. Memilih dan menggunakan berbagai tipe penalaran dan berbagai metode pembuktian (select and use various type of reasoning and methods of

  proof ).

  Berdasarkan kajian teori di atas mengenai kemampuan penalaran matematis maka disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematis sebagai kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam proses berpikir untuk menarik suatu Simpulan matematis yang logis dengan menghubungkan fakta-fakta matematika. Kemampuan penalaran matematis pada peserta didik harus dikembangkan dan diarahkan agar peserta didik mampu menarik suatu Simpulan dari pengetahuan atau pernyataan yang didapatnya. Penyelesaian suatu masalah juga mengkaitkan penalarannya dalam memecahkannya termasuk dalam dunia matematika.

  Indikator penalaran matematis yang akan digunakan untuk penelitian sebagai berikut :

  1. Melakukan dan menginvestigasi dugaan-dugaan matematika

  2. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan bukti secara matematka

  3. Memilih dan menggunakan berbagai tipe penalaran dan berbagai metode pembuktian.

B. Pemahaman Bahasa

  Menurut Smith dalam Pangaribuan (2008: 83) pemahaman merupakan proses perpaduan antara informasi lama dan informasi baru. Informasi lama terdiri dari pengetahuan pemakai bahasa tentang dunia dan pengetahuan ini terinternalisasi dan menyatu dengan sistem struktur kognitif. Informasi baru terdiri dari informasi auditif yang ditangkap alat pendengar, atau informasi visual yang ditangkap alat indra mata. Menurut Pangaribuan (2008: 84) pemahaman adalah proses pembentukan dan pengujian hipotesis oleh pesapa/pembaca di dalam upayanya merekonstruksi pesan penyapa/penulis.

  Pemahaman menurut Poerwadarminta (2007: 725) dapat diartikan proses,

.

perbuatan, dan cara memahami sesuatu

  Menurut Tampubolon (1990: 1) mendefinisikan bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Istilah verbal mengandung pengertian bahwa bahasa yang dipergunakan sebagai alat komunikasi. Alat komunikasi pada dasarnya adalah lambang-lambang bunyi yang bersistem, yang dihasilkan oleh artikulator (alat bersuara) manusia, dan sifatnya manasuka (arbitrary) serta konvesional. Lambang-lambang bunyi bahasa dikatakan bersistem karena lambang- lambang itu dalam strukturnya menuruti kaidah-kaidah dan hierarki tertentu.

  Sedangkan menurut (Suriasumantri, 1999: 175) bahasa merupakan lambang di mana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata melambangkan suatu objek tertentu.

  Fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu sendiri. Dasar dan motif pertu m buhan bahasa itu dalam garis besarnya dapat berupa :

  a. Untuk menyatakan ekspresi diri Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang- kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain: 1) Agar menarik perhatian orang lain terhadap kita 2) Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi

  Sebenarnya semua fungsi bahasa yang dikemukakan diatas tidak terpisah satu sama lain dalam kenyataan sehari-hari, sehingga untuk menetapkan dimana yang satu mulai dan dimana yang lain berakhir sangatlah sulit. Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri.

  b. Sebagai alat komunikasi Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri.

  Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi dapat menyampaikan semua yang dirasakan, dipikirkan, dan kita ketahui kepada orang lain.

  Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerjasama dengan sesama warga. Bahasa mengatur berbagai macam aktifitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan masyarakat. Bahasa juga memungkinkan manusia menganalisa masa lampaunya untuk memetik hasil-hasil yang berguna bagi masa kini dan masa yang akan datang.

  c. Sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi Bahasa, disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman- pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang lain. Melalui bahasa seorang anggota masyarakat perlahan-lahan mengenal segala adat istiadat, tingkah laku, dan tata krama masyarakat. Menyesuaikan diri (adaptasi) dengan semuanya melalui bahasa. Bahasa-bahasa menunjukkan perbedaan antara satu dengan yang lainnya, tetapi asing tetap mengikat kelompok penuturnya dala satu kesatuan dan memungkinkn tiap individu untuk menyesuiakan dirinya dengan adat-istiadat dan kebiasaan.

  d. Sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial Kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Tingkah laku itu dapat bersifat terbuka (overt: yaitu tingkah laku yang dapat diamati atau diobservasi), maupun yang bersifat tertutup (covert: yaitu tingkah laku yang tak dapat diobservasi).

  Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena dapat diatur dengan mempergunakan bahasa.

  Dalam mengadakan kontrol sosial, bahasa itu mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat. Proses-proses sosialisasi itu dapat diwujudkan dengan cara-cara berikut: Pertama, memperoleh keahlian bicara dan dalam masyarakat yang lebih maju, memperoleh keahlian membaca dan menulis. Kedua, bahasa merupakan saluran yang utama di mana kepercayaan dan sikap masyarakat diberikan kepada anak-anak yang tengah tumbuh. Ketiga, bahasa melukiskan dan menjelaskan peranan yang dilakukan oleh si anak untuk mengidentifikasikan dirinya supaya dapat mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan. Keempat, bahasa menanamkan rasa keterlibatan (sense of

  belonging atau esprit decorps

  ) pada si anak tentang masyarakat bahasanya. (Keraf, 2004: 3-7) Kemampuan berbahasa berhubungan erat dengan perkembangan dan saling menunjang perkembangan kemampuan sosial. Karena bahasa merupakan suatu alat untuk berkomunikasi dengan orang lain dan komunikasi berlangsung dalam suatu interaksi sosial (Sukmadinata, 2009: 115). Adanya bahasa kita dapat memikirkan sesuatu dalam benak kita, meskipun objek yang kita pikirkan tidak berada didekat kita. Dengan bahasa manusia dapat berpikir secara teratur dan dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dipikirkan kepada orang lain (Suriasumantri, 1999: 177). Kemampuan berbahasalah yang membedakan manusia dengan hewan. Dengan bahasanyalah manusia dapat : a. Mengkodifikasikan, mencatat dan menyimpan berbagai hasil pengalaman pengamatan (observasinya) berupa lisan dan tanggapan (persepsi), informasi, fakta dan data, konsep atau pengertian (concept and ideas), dalil atau kaidah atau hukum (principles), sampai kepada bentuk ilmu pengetahuan (body of knowledge) dan sistem-sistem nilai (value systems).

  b. Mentransformasikan dan mengolah berbagai bentuk informasi tersebut diatas melalui proses berpikir dan dengan mempergunakan kaidah-kaidah logika (diferensiasi, asosiasi, proporsi atau komparasi, kausalitas, prediksi, konklusi, generalisasi, interpretasi dan inferensi) dalam rangka pemecahan masalah (problem solving) dan mencari, mengkreasikan dan menemukan hal-hal baru.

  c. Mengkoordinasikan dan mengekspresikan cita-cita, sikap, penilaian dan penghayatan (etis, estetis ekonomis, sosial, politis, religius, dan kultural).

  d. Mengkomunikasikan (menyimpan dan menerima) berbagai informasi, buah pikiran, opini, sikap, penilaian, aspirasi, kehendak dan rencana kepada orang lain. (Makmun, 2012: 99)

  Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam belajar bahasa. Kemampuan anak dalam berbahasa mempengaruhi kemampuan anak dalam belajar. Menurut Suriasumantri, 1999: 125) dengan bahasa memungkinkan manusia dapat berpikir dan belajar lebih baik. Kenyataannya sering ditemukan anak yang mengalami kesulitan belajar karena miskinnya perbendaharaan kosakata. Kurangnya penguasaan kosakata menjadi sebab kurangnya anak memahami kata-kata dan kalimat yang terdapat dalam berbagai buku bacaan, koran, majalah dan sebagainya. Oleh karena itu, kemampuan berbahasa mempengaruhi kemampuan anak dalam belajar.

  Tes dalam pemahaman soal menuntut peserta didik untuk dapat menunjukkan pemahamannya terhadap struktur tata bahasa dalam soal yang akan diselesaikannya. Pemahaman yang dimaksudkan untuk memahami isi soal, mencari hubungan antar hal, sebab akibat, perbedaan dan persamaan antar hal. Menurut Nurgiyantoro (2013: 388-389) tes dalam pemahaman bahasa dalam kompetensi membaca dengan mengonstruksi jawaban tidak sekedar meminta peserta didik memilih jawaban benar dari sejumlah jawaban yang disediakan, melainkan harus mengemukakan jawaban sendiri dengan mengreasikan bahasa berdasarkan informasi yang diperoleh dari wacana yang diteskan. Untuk mengerjakan tugas ini mereka dituntut untuk memahami wacana tersebut dan berdasarkan pemahamannya itu kemudian mereka mengerjakan tugas yang diberikan. Tugas dalam bentuk ini merupakan tugas otentik. Hal ini dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis misalnya menjawab pertnyaan secara terbuka atau menceritakan kembali isi informasi dari wacana yang bersangkutan.

  Pemahaman yang efesien mempersyaratkan kemampuan pembaca menghubungkan materi teks dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.

  Peranan bahasa (lisan) guru sangat penting dalam mengembangkan pemahaman anak terhadap pesan yang dihadapinya. Peserta didik tidak mungkin belajar dari teks, jika mereka tidak bisa memahami wacana yang diberikan kepada mereka. Peserta didik yang memahami wacana suatu mata pelajaran akan menghemat waktu dan energi guru dan bisa menggunakan waktunya lebih efektif.

  Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat ditarik Simpulan bahwa pemahaman bahasa merupakan suatu proses berpikir dalam memahami lambang-lambang bunyi yang mempunyai arti atau makna kata dan kalimat dalam suatu teks. Pemahaman bahasa pada soal cerita mengharuskan peserta didik untuk memahami maksud atau tujuan dari kalimat pada soal sehingga memudahkan peserta didik dalam proses penyelesaiannya dengan cara atau model yang sesuai.

  Indikator Pemahaman Bahasa yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

  1. Menemukan ide pokok paragraf

  2. Menceritakan kembali isi teks cerita 3. Menjawab pertanyaan dari isi teks cerita.

C. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika 1. Definisi Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita

  Menyelesaikan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengakhiri suatu pekerjaan yang telah dimulainnya.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1080) soal mempunyai arti suatu pertanyaan yang menuntut jawaban atau sesuatu hal atau masalah yang harus dipecahkan. Sedangkan cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa, atau kejadian.

  (Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 210). Dari pengertian mengenai soal dan cerita tersebut, maka soal cerita adalah suatu jenis soal tertentu yang disajikan dalam sebuah kalimat yang menguraikan suatu masalah yang harus dipecahkan berdasarkan pengalaman, peristiwa atau kejadian dalam kehidupan sehari-hari.

  Abidin dalam Raharjo (2009: 2) menjelaskan bahwa soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan merupakan masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Bobot masalah yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Menurut Haji dalam Raharjo (2009: 2) soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam bidang matematika dapat berbentuk cerita atau soal buka cerita/hitungan. Hal ini menyatakan bahwa soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan peserta didik.

2. Penyelesaian soal cerita matematika

  Menurut Polya dalam Suherman (2003: 99) ada empat langkah pemecahan masalah : a. Memahami masalah.

  b. Merencanakan pemecahannya.

  c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah ke dua.

  d. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).

  Haji dalam Raharjo (2009: 2) mengungkapkan bahwa dalam menyelesaian soal cerita matematika dengan benar diperlukan kemampuan awal, yaitu kemampuan untuk :

  a. Menentukan hal yang diketahui dalam soal

  b. Menentukan hal yang ditanyakan

  c. Membuat model matematika

  d. Melakukan perhitungan e. Menginterpretasikan jawaban model ke permasalahan semua.

  Selanjutnya Menurut Buku Pedoman Umum Matematika Sekolah

  

Dasar Tahun1983 dalam Raharjo, dkk (2009: 3) disebutkan langkah-

  langkah dalam menyelesaikan soal cerita :

  a. Membaca soal dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam soal.

  b. Melukiskan kalimat matematika

  c. Menyelesaikan kalimat matematika

  d. Menggunakan penyelesaian untuk menjawab pertanyaan Menurut penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas

  Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 dalam Wardhani, (2008: 18) tentang indikator peserta didik memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah adalah mampu : a. Menunjukkan pemahaman masalah.

  b. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah. c. Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk.

  d. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah yang tepat.

  e. Mengembangkan strategi pemecahan masalah.

  f. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.

  g. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

  Menurut Aisyah (2008: 24-25) ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan guru sebelum mengajarkan pemecahan masalah ini pada peserta didik sekolah dasar. Pertimbangan-pertimbangan tersebut, antara lain adalah: a. Kemampuan peserta didik memahami substansi materi yang ada pada permasalahan

  Kemampuan ini memegang peranan penting dalam pemecahan masalah, karena peserta didik yang tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam memahami substansi materi yang ada pada permasalahan, akan mengalami banyak kesulitan dan menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. Oleh karena itu guru harus benar-benar cermat dalam mengidentifikasi apakah substansi materi yang ada pada permasalahn sudah benar-benar dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Apabila belum, maka mengajarkan soal-soal pemecahan masalah akan menjadi tidak bermakna. Oleh karena itu, sebelum melatih peserta didik menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah, guru terlebih dahulu memfasilitasi peserta didik untuk memahami materi prasyarat yang harus dikuasai peserta didik. Proses ini dapat dilakukan guru melalui kegiatan apersepsi atau pemberian tugas menyelesaikan soal-soal rutin yang terkait dengan soal-soal pemecahan masalah yang akan dipecahkan.

  b. Keterampilan peserta didik melakukan perhitungan-perhitungan matematika Kemampuan ini tidak kalah pentingnya dengan kemampuan peserta didik memahami substansi materi yang ada pada permasalahan.

  Peserta didik yang kemampuan dalam memahami substansi materi, masih akan mengalami kesulitan apabila tidak terampil dalam melakukan perhitungan-perhitungan matematika, karena hampir semua strategi pemecahan masalah matematika melibatkan perhitungan- perhitungan matematika yang kadang-kadang cukup kompleks. Oleh karena itu, keterampilan ini perlu selalu dilatihkan kepada peserta didik dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematika.

  c. Kemampuan Guru menyiapkan soal-soal pemecahan masalah.

  Membuat soal-soal pemecahan masalah tidaklah semudah membuat soal-soal rutin. Soal-soal pemecahan masalah tidak dapat sekonyong-konyong dibuat guru tanpa melalui proses pemikiran yang panjang. Guru harus memiliki berbagai macam bacaan agar diperoleh soal-soal pemecahan masalah yang bermakna. Sumber bacaan yang dapat dijadikan Referensi bagi guru adalah buku-buku, koran-koran atau majalah-majalah yang berhubungan dengan matematika Sekolah Dasar.

  Berdasarkan beberapa definisi diatas dalam peneltian ini pengertian kemampuan menyelesaikan soal cerita adalah kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan soal cerita matematika yang disajikan dengan kalimat yang berhubungan dengan masalah kehidupan sehari-hari yang menuntut ada suatu pemecahan dengan baik dan terampil. Suatu pemecahan masalah dapat diselesaikan dengan baik apabila menggunakan langkah-langkah yang baik dan benar.

  Indikator-indikator menyelesaikan soal cerita yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

  1. Menentukan hal yang diketahui dalam soal .

  .

  2. Menentukan hal yang ditanyakan dalam soal 3. Membuat model/kalimat matematika .

  4. Melakukan perhitungan (menyelesaikan kalimat matematika) .

  5. Menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaan soal .

D. Materi Pelajaran Matematika

  Kemampuan penalaran matematis, pemahaman bahasa, dan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika peserta didik dengan soal tes kemampuan penalaran matematis, pemahaman bahasa, dan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika mengambil materi “Bangun Datar dan Bangun Ruang Dalam Kehidupan Sehari-Hari kelas V semester 2 dengan

  ”

  standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai berikut :

  Standar Kompetensi

  Geometri dan pengukurannya

  6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun

  Kompetensi Dasar

  6.5.Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana

E. Hasil Penelitian yang Relevan

  Penelitian oleh Riyadi (2013) tentang

  Studi Korelasi Penalaran

  Konsep Fisika dan Penalaran matematika Terhadap Hasil Belajar Peserta didik Di SMAN 15 Surabaya Pada Pokok Bahasan Gerak Parabola” menunjukan bahwa terdapat hubungan positif tingkat kuat dan signifikan antara penalaran matematika terhadap hasil belajar. Penelitian lain oleh Auzar (2013) tentang “Hubungan kemampuan membaca pemahaman dengan kemampuan memahami bahasa soal hitungan cerita matematika murid-murid kelas 5 SD 006 Pekanbaru” menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan membaca pemahaman dengan kemampuan memahami bahasa soal hitungan cerita matematika tetapi tidak ada pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan memahami bahasa soal hitungan cerita matematika. Penelitian yang lainnya oleh Mahardi

  (2011) tentang “ Pengaruh keterampilan membaca dan minat belajar matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika peserta didik kelas V SD” menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan keterampilan membaca terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika kelas V SD Negeri se Kecamatan Somagede. Penelitian di atas relevan untuk dijadikan bahan informasi dalam penelitian ini karena ada variabel yang sama yaitu variabel kemampuan penalaran matematis, memahami bahasa dan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika, namun dalam penelitian ini variabel bebas yang diukur yaitu variabel kemampuan penalaran matematis dan variabel pemahaman bahasa yang dipasangkan dengan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika.

F. Kerangka Pikir

  Deskripsi teori dalam latar belakang menghasilkan kerangka berpikir dari variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini. Kemampuan penalaran matematis diperlukan peserta didik dalam penyelesaian soal cerita matematika karena dengan penalaran matematis maka peserta didik dapat menarik suatu Simpulan atau suatu kebenaran untuk memecahkan suatu masalah (soal cerita).

  Pemahaman bahasa merupakan salah satu penunjang dalam menyelesaikan soal cerita matematika karena peserta didik yang memiliki pemahaman bahasa yang baik akan lebih mudah memahami isi atau arti dari soal. Peserta didik yang memiliki kemampuan penalaran matematis dan pemahaman bahasa akan mudah dalam menyelesaikan soal cerita matematika dengan proses berpikirnya dalam menarik Simpulan atau kebenaran dan akan dituntut untuk mengerti dan memahami maksud dari soal yang diberikan Skema gambar rumusan diatas yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Pikir G. Hipotesis

  Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Ada pengaruh antara kemampuan penalaran matematis terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika pada peserta didik kelas V SD Negeri 2 Tambaknegara.

  2. Ada pengaruh antara pemahaman bahasa terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita pada peserta didik kelas V SD Negeri 2 Tambaknegara.

  3. Ada pengaruh antara kemampuan penalaran matematis dengan pemahaman bahasa terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita pada peserta didik kelas V SD Negeri 2 Tambaknegara.

  Kemampuan penalaran matematis (X

  1 )

  Pemahaman bahasa (X

  2

  ) Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika (Y)