BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar - PENGARUH MODEL STM (SAINS, TEKNOLOGI, MASYARAKAT) BERBASIS SCIENTIFIC TERHADAP KOMPETENSI KOGNITIF, PSIKOMOTOR, DAN AFEKTIF SISWA KELAS XI MIA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI DI SMA NEGERI 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Belajar

  Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian (Suyono & Hariyanto, 2011). Menurut Sanjaya (2012) belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman secara langsung yang diperoleh melalui aktivitas sendiri pada situasi yang sebenarnya. Sementara Hilgard & Bower dalam Purwanto (2004), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang

  • – ulang, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungannnya berupa respon bawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang. Belajar pada hakikatnya merupakan proses interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu (Rusman, 2010). Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.

  Berdasarkan definisi

  • – definisi tersebut, secara umum dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mengubah tingkah
laku yang lebih baik secara keseluruhan melalui latihan, penyesuaian diri, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran

  Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik (Darsono,2000). Menurut Trianto (2011), mengatakan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

  Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelajaran merupakan upaya yang sistemis dan sistematis dalam menata lingkungan belajar guna menumbuhkan dan mengembangkan belajar seseorang. Proses belajar terjadi dalam diri seseorang sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Proses belajar merupakan indikator berhasil tidaknya suatu pembelajaran (Rusman, 2010).

  Pembelajaran dalam suatu definisi dipandang sebagai upaya mempengaruhi siswa agar belajar. Jadi, pembelajaran dikondisikan agar mampu mendorong kreativitas anak secara keseluruhan, membuat siswa aktif, mencapai tujuan secara efektif dan berlangsung dalam kondisi menyenangkan (Dimyati & Mudjiono, 1994).

2.1.3 Pengertian Hasil Belajar

  Setelah individu mengalami proses belajar maka akan memperoleh output atau hasil dari proses belajar yang dialaminya. Itulah yang biasa disebut hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuan - kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar (Sudjana, 2008).

  Proses pembelajaran mengakibatkan adanya suatu pengalaman belajar. Pengalaman belajar setiap siswa selalu berbeda. Seorang siswa akan memiliki pengalaman yang menyenangkan pada salah satu mata pelajaran dan mungkin memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan pada salah satu mata pelajaran tersebut. Pengalaman tersebut yang akan menjadi dasar siswa dalam berkembang. Perkembangan siswa terkadang menuju kearah yang lebih baik, terkadang juga menjadi kurang baik. Hal ini dapat terlihat dari out put atau hasil yang diperlihatkan oleh setiap siswa. Out put ini menunjukkan tingkat hasil belajar siswa. Hal tersebut berarti bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan materi pelajaran yang dicapai oleh seorang siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Hasil belajar ini yang sering kali berupa nilai-nilai dari suatu ujian atau ulangan. Nilai tersebut kemudian digunakan sebagai dasar penentuan dan pertimbangan dalam kenaikan kelas ataupun kelulusan siswa.

  Menurut Hamalik (2002) menyebutkan bahwa hasil belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan dapat diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar sangat memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku. Siswa yang telah mengikuti proses belajar mengajar akan memiliki pengetahuan, pengalaman dan wawasan baru. Hal ini dapat memungkinkan timbulnya sikap dan keterampilan yang baru. Sikap dan keterampilan tersebut sedapat mungkin digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan sekolah, keluarga ataupun masyarakat.

  Bloom merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku

  yang meliputi domain (ranah) kognitif, ranah psikomotorik, dan ranah afektif. Dalam ranah kognitif, hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan.

  Enam tingkatan tersebut ialah, (1) Pengetahuan atau ingatan, (2) Pemahaman, (3) Penerapan, (4) Sintesis, (5) Analisis dan (6) Evaluasi.

  Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) Peniruan (menirukan gerak), (2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), (3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), (4) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar), (5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar). Sementara ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), (2) Merespon (aktif berpartisipasi), (3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), (4) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya) dan (5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup) (Kuswana,2012).

  Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari proses belajar. Perubahan tingkah laku tersebut adalah perubahan yang relatif menetap, dimana perubahan itu terjadi pada ranah kognitif (pengetahuan), psikomotor (keterampilan), dan afektif (sikap).

2.2 Hakikat IPA Biologi

  Pada hakikatnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur (Trianto, 2011). Sementara menurut Darmodjo (1992) hakekat IPA yaitu: 1) proses dari upaya manusia untukmemahami berbagai gejala alam. Artinya bahwa diperlukan suatu caratertentu yang sifatnya analitis, cermat, lengkap serta menghubungkan gejalaalam yang satu dengan gejala alam yang lain sehingga keseluruhannyamembentuk sudut pandang yang baru tentang obyek yang diamati, 2) produkdari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala alam. Artinya produkberupa prinsip-prinsip, teori-teori, hukum-hukum, konsep-konsep maupunfakta-fakta yang kesemuanya itu ditujukkan untuk menjelaskan tentangberbagai gejala alam, dan 3) faktor yang dapat mengubah sikap danpandangan manusia terhadap alam semesta, dari sudut pandang mitologismenjadi sudut pandang ilmiah.

  Mata pelajaran IPA terbagi menjadi tiga disiplin ilmu. Ketiga disiplin ilmu tersebut adalah Biologi, Fisika dan Kimia (Trianto, 2010).

  Setiap disiplin ilmu mempunyai cakupan materi yang berbeda-beda, walaupun sebenarnya merupakan satu-kesatuan.

  Biologi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan alam memfokuskan pembahasan pada masalah

  • – masalah biologi di alam sekitar melalui proses dan sikap ilmiah. Sikap ilmiah tersebut mencakup ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif.

  Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa pembelajaran IPA biologi lebih menekankan pada sikap ilmiah yang mencakup kompetensi kognitif, psikomotorik, dan afektif sehingga siswa menemukan fakta

  • – fakta, membangun konsep
  • – konsep, teori. Pembelajaran biologi selama ini lebih banyak menghafalkan fakta, prinsip, dan teori saja. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dikembangkan strategi pembelajaran biologi yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan dan menerapkan ide – ide mereka.

  Merujuk pada hakikat IPA sebagaimana dijelaskan di atas, maka nilai

  • – nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut :

  1. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah

  • – langkah metode ilmiah.

  2. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat

  • – alat eksperimen untuk memecahkan masalah.

  3. Mempunyai sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan (Trianto, 2011).

2.3 Model Pembelajaran STM (Sains, Teknologi, Masyarakat)

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran

  Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan

  • – bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat lain yang melaksanakan aktivitas – aktivitas pembelajaran.

  Joyce & Weil dalam Rusman (2010), berpendapat bahwa model

  pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan

  • – bahan pembelajaran , dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.

  Menurut Agus (2009) model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran dikelas. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah perangkat rencana atau pola yang digunakan sebagai teknik untuk merancang, mempersiapkan, dan melaksanakan pembelajaran.

2.3.2 Pengertian Pembelajaran STM (Sains, Teknologi, Masyarakat)

  Model pembelajaran STM (Sains, Teknologi, Masyarakat) merupakan model yang menekankan pada pemanfaatan isu

  • – isu sains yang ada di lingkungan sekitar siswa untuk kemudian dibahas dalam pembelajaran melalui proses maupun produk sains (Poedjiadi, 2005). John

  Lochhead & Robert E. Yager (1996) dalam Gusfarenie (2013)

  mengemukakan bahwa pembelajaran dengan model STM di dalamnya mengandung unsur pembelajaran konstruktivisme, dimana siswa dituntut untuk membangun suatu konsep atau pengertian berdasarkan perspektif mereka yang diperoleh dari pengalaman orang lain yang dihubungkan dengan pengalaman pribadi siswa itu sendiri sehingga konsep tersebut dapat lebih mudah dimengerti oleh siswa. Lebih lanjut Clement, et al. (1987)

  dalam Yager (1996) mengungkapkan bahwa ide utama konstruktivisme

  adalah bahwasiswa tidak bisa belajar secara pasif menyerap atau menyalinpemahaman orang lain. Sebaliknya semua siswa harus membangunpemahaman mereka sendiri, pemahaman tersebut diorganisasi olehdan terkait dengan pengetahuan yang telah ada yang dibentuksecara individual oleh setiap orang berdasarkan pengalaman masalalunya. Konsep lama hanya dapat dipindahkan ketika pelajar terlibatdalam situasi masalah dimana makna yang dibangun oleh sendirimereka tidak memadai. Interaksi sosial dalam bentuk diskusi,perdebatan, dan argumen memainkan peran penting dalammenantang kecukupan konsep lama.

  Model pembelajaran STM adalah model pembelajaran yang bertujuan menyajikan konteks dunia nyata dalam pendidikan dan pendalaman sains (Gusfarenie, 2013). Sehingga menyebabkan model pembelajaran STM erat kaitannya dalam meningkatkan enam domain sains yang beberapa diantaranya domain proses (process domain) yang dapat menumbuhkan keterampilan proses sains, domain aplikasi dan keterkaitan (application and connection domain) yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, serta domain cara pandang terhadap dunia dan lingkungan (wolrd view domain) yang dapat menumbuhkan sikap sains (kompetensi kognitif, psikomotor, dan afektif) yang positif pada siswa (Nurchayati, 2013).

2.3.3.Ciri – ciri Pembelajaran STM (Sains, Teknologi, Masyarakat)

  Menurut Fajar (2003), pada umumnya STM memiliki karakteristik/ciri

  • – ciri sebagai berikut :

  1. Identifikasi masalah

  • – masalah setempat yang terdapat ketertarikan dan dampak.

  2. Menggunakan sumber daya setempat (seperti manusia, benda, lingkungan) untuk mengumpulkan informasi yang digunakan dalam memecahkan masalah.

  3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah

  • – masalah dalam kehidupan sehari-hari.

  4. Merupakan kelanjutan dari pembelajaran di kelas dan di sekolah.

  5. Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa.

  6. Suatu pandangan bahwa isi sains tersebut lebih dari pada konsep- konsep yang harus dikuasai siswa dalam tes.

  7. Penekanan pada keterampilan proses, sehingga siswa dapat menggunakannya dalam memecahkan masalah mereka.

  8. Penekanan pada kesadaran berkarir, yang berkaitan dengan sains dan teknologi.

  9. Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara, sehingga ia dapat mencoba untuk memecahkan masalah yang telah diidentifikasi.

  10. Mengidentifikasi sejauh mana sains dan teknologi berdampak di masa depan.

  11. Kebebasan dalam proses pembelajaran (sebagaimana masalah-masalah individu yang telah diidentifikasi).

  Adapun tujuan dari model pembelajaran STM itu sendiri, antara lain yang disebutkan oleh Yager dalam Putra (2013) : a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan serta mengkontraskan sains, dan teknologi, sekaligus menghargai cara sains dan teknologi dalam memberikan kontribusi kepada pengetahuan dan pengaruh baru.

  b. Memberikan contoh

  • – contoh dari masa lalu dan sekarang mengenai perubahan
  • – perubahan yang sangat besar dalam bidang sains dan teknologi yang di bawa oleh masyarakat, pertambahan ekonomi, dan proses – proses politik.
Menurut Putra (2013), pengajaran IPA khusunya Biologi, dengan model pembelajaran STM hendaknya mengandung komponen

  c. Memberikan/menawarkan pandangan global terkait hubungan sains dan teknologi kepada masyarakat, serta menunjukkan dampaknya terhadap pengembangan bangsa dan ekologi bumi.

  • – komponen berikut :

  a. Strategi

  • – strategi yang ada digunakan untuk memberikan pemahaman yang nyata mengenai pola
  • – pola penalaran dan berpikir dari teman sebaya siswa, orang dewasa, dan para ahli.

  b. Keterampilan

  • – keterampilan dalam menguji validitas argumen dan contoh
  • – contoh yang tampaknya terdengar seperti penalaran ilmiah yang membawa kepada kesimpulan yang keliru.

  c. Memotivasi siswa untuk mengeksplorasi emosi dan nilai

  • – nilai dalam hubungan data dengan bukti – bukti khusus.

  d. Penggunaan studi lapangan, pembicara tamu, media informasi, film, dan kegiatan

  • – kegiatan siswa, debat, bermain peran, dan simulasi.

  2.3.4 Sintak – sintak pembelajaran STM (Sains, Teknologi, Masyarakat)

  Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran STM Yager dalam Lufri (2007)

  2.3.5 Kelebihan dan Kekurangan pembelajaran STM (Sains, Teknologi, dan Masyarakat)

  Sebagai sebuah model pembelajaran, model pembelajaran STM memiliki kelebihan dan kekurangan, sebagaimana model

  • – model
pembelajaran yang lain. Adapun beberapa kelebihan pembelajaran STM menurut Putra (2013) ialah sebagai berikut : 1) Ditinjau dari Segi Tujuan

  a) Meningkatkan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah, selain keterampilan proses.

  b) Menekankan cara belajar yang baik, yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

  c) Menekankan sains dalam keterpaduan antar bidang studi. 2) Ditinjau dari Segi Pembelajaran

  a) Menekankan keberhasilan siswa

  b) Menggunakan berbagai strategi

  c) Menyadarkan guru bahwa kadang dirinya tidak selalu berfungsi sebagai sumber informasi.

  d) Menggunakan berbagai informasi, kerja lapangan studi mandiri serta interaksi antara informasi secara formal.

  3) Ditinjau dari Segi Evaluasi a) Diketahui adanya hubungan antara tujuan, proses, dan hasil belajar.

  b) Perbedaan antara kecakapan, kematangan, serta latar belakang siswa harus diperhatikan.

  c) Kualitas efisiensi dan keefektifan serta fungsi program juga dievaluasi.

  d) Guru juga yang termasuk dievaluasi usahanya yang terus menerus membangtu siswa.

  4) Ditinjau dari Segi Guru

  a) Mempunyai pandangan yang luas mengenai sains

  b) Mengajar dengan berbagai strategi baru di dalam kelas, sehingga memahami tentang kecakapan, kematangan, serta latar belakang siswa.

  c) Menyadarkan guru bahwa terkadang dirinya tidak selalu berfungsi sebagai sumber informasi.

  Menurut Gusfarenie (2013), kelebihan penggunaan model STM dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

  1. Dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan intelektualnya dalam berpikir logis dan memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.

  2. Dapat membantu siswa mengenal dan memahami sains dan teknologi serta besarnya peranan sains dan teknologi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

  3. Dapat membantu siswa memperoleh prinsip-prinsip sains.

  4. Siswa lebih bebas berkreativitas selama proses pembelajaran berlangsung.

  Adapun kelemahan dari model STM, antara lain : 1) Kurangnya bahan pengajaran yang dimiliki guru, sehingga proses pembelajaran tidak berjalan dengan lancar, disarankan kepada para guru yang ingin merancang suatu KBM dengan model STM untuk memperluas wawasannya dengan banyak membaca buku atau bertanya kepada narasumber.

  2) Pembelajaran dengan model STM memerlukan sedikit tambahan waktu jika dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Oleh karena itu guru harus merinci secara cermat pembagian waktu pembelajaran agar tidak menyita waktu untuk pokok pembahasan yang lain.

2.4 Kompetensi Kognitif, Psikomotor, dan Afektif

2.4.1 Pengertian Kompetensi Kognitif, Psikomotor, dan Afektif

  Menurut Kuswana (2012) kompetensi kognitif adalah kemampuan seseorang tentang sasaran hasil yang berhubungan dengan daya ingat tentang pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan intelektual. Kompetensi kognitif yang terpusat dalam pengkajian tes dan pengembangan kurikulum, melalui pendefinisian sasaran hasil sebagai uraian perilaku siswa. Berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Kompetensi psikomotor merupakan kemampuan seseorang yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Sementara kompetensi afektif adalah kemampuan seseorang tentang sasaran hasil yang menguraikan perubahan

  • – perubahan di dalam sikap (minat, sikap dan nilai
  • – nilai, penyesuaian diri serta pengembangan penghargaan).
Menurut Bloom dalam Kuswana (2012), terdapat enam tingkatan kompetensi kognitif dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkatan tersebut yaitu: 1) Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.

  2) Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.

  3) Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan sehari-hari.

  4) Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.

  5) Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.

  6) Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.

  Menurut Bloom (1979) berpendapat bahwa kompetensi psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Dave (1970) dalam penjelasannya mengatakan bahwa kompetensi psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: 1) Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya.

  2) Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. 3) Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan- kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat.

  4) Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. 5) Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi.

  Menurut Krathwohl (1974) dalam Sudijono (2009), kompetensi afektif berhubungan dengan emosi seperti perasaan, nilai, apresiasi, motivasi dan sikap. Terdapat lima kategori utama afektif dari yang paling sederhana sampai kompleks yaitu: 1) Receivingatau attending (menerima atau memperhatikan) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan dari luar yang datang pada dirinya dalam bentuk masalah, situasi gejala dan lain – lain. 2) Responding (tanggapan) adalah memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Mengandung arti adanya partisipasi aktif.

  3) Valuing (penghargaan) berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku.

  4) Organization (pengorganisasian) berkaitan dengan memadukan nilai- nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. 5) Characterizationby a Value or Value Complex (karakterisasi berdasarkan nilai-nilai) yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

2.4.2 Aktivitas Kompetensi Psikomotor dan Afektif

  Jenis aktivitas kompetensi psikomotor, antara lain :

  1. Aktivitas menyebutkan bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dasar tentang konsep materi yang sedang dikaji dalam pembelajaran.

  Menurut KBB1 (2008), kemampuan menyebutkan adalah kesanggupan siswa dalam melafalkan.

  2. Aktivitas memahami adalah kemampuan seseorang untuk mengerti sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi (Sudijono, 2009).

  3. Aktivitas menghubungkan adalah kesanggupan seseorang untuk menggunakan ide

  • – ide umum, tata cara ataupun metode – metode, prinsip
  • – prinsip, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi baru dan kongkret (Sudijono, 2009).

  4. Aktivitas menganalisis adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian

  • – bagian
  • – yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian bagian atau faktor
  • – faktor yang satu dengan faktor – faktor yang lain (Sudijono, 2009).

  5. Aktivitas menafsirkan adalah kemampuan memperkirakan atau mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati berdasarkan penggunaan pola keteraturan atau kecenderugan

  • – kecenderungan gejala tertentu yang telah diketahui sebelumnya (Rustaman, 2005).

  6. Aktivitas menyimpulkan adalah suatu proses yang memadukan bagian- bagian atau unsur

  • – unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru (Sudijono, 2009).

  Jenis aktivitas kompetensi afektif, antara lain :

  1. Rasa ingin tahu Rasa ingin tahu berarti sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar (Puskur, 2010). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) rasa ingin tahu berarti perasaan atau sikap yang kuat untuk mengetahui sesuatu, dorongan kuat untuk mengetahui lebih banyak tentang sesuatu.

  2. Berkomunikasi Berkomunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. PBM (Proses belajar mengajar) merupakan suatu bentuk komunikasi : komunikasi antara subyek didik dengan pendidik. Di dalam komunikasi tersebut terdapat pembentukan (transform) dan pengalihan (transfer) pengetahuan (Prihatono, 2011).

  3. Kerjasama Menurut Soedjono (1987) menerangkan bahwa kerjasama merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama

  • – sama oleh lebih dari satu orang. Kerjasama bisa bermacam
  • – macam bentuknya, namun suatu kegiatan yang dilakukan diarahkan guna mewujudkan tujuan bersama. Sesuai kegiatannya, maka kegiatan yang terwujud di tentukan oleh suatu pola yang disepakati secara bersama – sama.

  4. Teliti Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teliti diartikan dengan cermat, seksama, dan hati

  • – hati, sedangkan cermat diartikan dengan seksama, teliti, berhati – hati dalam mengerjakan sesuatu.

2.5 Hasil Penelitian Terkait

  a. Penelitian yang dilakukan oleh Agustini,et al.(2013) ,dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Terhadap Penguasaan Materi Dan Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Di MTs Negeri Patas

  ”. Penelitian ini menunjukkan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dapat meningkatkan penguasaan materi dan keterampilan pemecahan masalah.

  b. Penelitian yang dilakukan oleh Nurchayati (2013), dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Dan Sikap Sains Siswa Smp”.

  Penelitian ini menunjukkan Sains Teknologi Masyarakat (STM) berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis dan sikap sains siswa. c. Penelitian yang dilakukan oleh Saba r (2013), dengan judul “Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) Dalam Pembelajaran IPA Sebagai Upaya Peningkatan Life Skills Peserta Didik”. Penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat berpengaruh terhadap peningkatan life skill peserta didik.

  d. Penelitian yang dilakukan oleh Smarabawa, et al. (2013)., dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Pemahaman Konsep Biologi Dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA

  ”.Penelitian ini menunjukkan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat meningkatkan pemahaman konsep biologi dibandingkan dengan kelas yang tidak menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat.

Dokumen yang terkait

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN SIKAP SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn TERHADAP KESIAPAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI 1 BANDAR LAMPUNG

1 21 108

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 BARAKA KABUPATEN ENREKANG

0 2 183

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TELAAH YURISPRUDENSI TERHADAP PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS XI IPA

0 0 71

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN BIOLOGI MATERI SEL DI KELAS XI SMA NEGERI 11 BULUKUMBA

3 23 99

PENGARUH POLA KOMUNIKASI GURU DENGAN SISWA TERHADAP PERILAKU BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS XI SMA NEGERI 11 MAKASSAR

0 0 128

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STM (SAINS, TEKNOLOGI, MASYARAKAT) DAN LEARNING CYCLE TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN AL-QUR’AN HADITS DI MTs ROUDLOTUSYSYUBBAN TAWANGREJO WINONG PATI - STAIN Kudus Repository

0 0 10

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STM (SAINS, TEKNOLOGI, MASYARAKAT) DAN LEARNING CYCLE TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN AL-QUR’AN HADITS DI MTs ROUDLOTUSYSYUBBAN TAWANGREJO WINONG PATI - STAIN Kudus Repository

0 0 25

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STM (SAINS, TEKNOLOGI, MASYARAKAT) DAN LEARNING CYCLE TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN AL-QUR’AN HADITS DI MTs ROUDLOTUSYSYUBBAN TAWANGREJO WINONG PATI - STAIN Kudus Repository

0 0 29

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STM (SAINS, TEKNOLOGI, MASYARAKAT) DAN LEARNING CYCLE TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN AL-QUR’AN HADITS DI MTs ROUDLOTUSYSYUBBAN TAWANGREJO WINONG PATI - STAIN Kudus Repository

0 0 54

PENGGUNAAN MODUL FISIKA BERBASIS SCIENTIFIC APPROACH MATERI SUHU DAN KALOR UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KOGNITIF FISIKA SISWA KELAS X MIA 4 SMA NEGERI KEBAKKRAMAT

0 0 18