REALITAS PEREMPUAN SEBAGAI OBJEK PEMBERITAAN PROGRAM REDAKSI SIANG TRANS7 (Analisis Framing Mengenai Ideologi Media) - FISIP Untirta Repository
REALITAS PEREMPUAN SEBAGAI OBJEK
PEMBERITAAN PROGRAM REDAKSI
SIANG TRANS7
(Analisis Framing Mengenai Ideologi Media)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Ilmu Jurnalistik
Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh:
SYLVIA SEPTININGRUM SUGIARTO
NIM.6662080427
KONSENTRASI ILMU JURNALISTIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2012
ABSTRAK
Sylvia Septiningrum Sugiarto. NIM. 6662080427. Skripsi. Realitas
Perempuan Sebagai Objek Pemberitaan Program Redaksi Siang
TRANS7 (Analisis Framing Mengenai Ideologi Media).Komunikasi massa seringkali menemukan sebuah polemik ketika dihadapkan kepada permasalahan mengenai gender. Polemik tersebut akan bertambah ketika media massa, dalam menggambarkan suatu realitas berdasarkan kepada subjektivitas media. Maka tayangan pemberitaan dalam program Redaksi Siang TRANS7, bukan tidak mungkin menampilkan posisi atau kedudukan gender dengan sudut pandang yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan perempuan yang dihadirkan dalam tayangan pemberitaan Redaksi Siang TRANS7. Penelitian ini menggunakan teknik analisis framing Robert N Entman serta konsep realitas sosial yang dicanangkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Analisis framing ini menelaah bagaimana media tidak menampilkan informasi ala kadarnya, melainkan dengan melakukan konstruksi ulang atas realitas. Kemudian rekonstruksi ulang peristiwa yang dilakukan oleh media, dengan cara melakukan penonjolan aspek-aspek tertentu. Efek dari konstruksi ulang peristiwa yang dilakukan oleh media, yaitu program Redaksi Siang TRANS7, dapat dikaji dengan menempatkan empat poin penting, yaitu pendefinisian masalah, perkiraan sumber masalah, pembuatan keputusan moral, dan rekomendasi solusi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Objek penelitian ini ialah tayangan pemberitaan Redaksi Siang yang berkenaan dengan perempuan sebanyak 14 tayangan dan informan sebanyak 8 orang, yang diambil berdasarkan kriteria tertentu. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan observasi, wawancara, dan telaah dokumentasi. Hasil penelitian ini yaitu Redaksi Siang dalam menghadirkan realitas perempuan di dalam pemberitaan tidak sejajar dengan pria. Selain itu, pemegang keputusan utama ialah produser program Redaksi Siang. Redaksi Siang TRANS7 menganut ideologi kapitalisme pasar. Sehingga, objek dan format pemberitaan menyesuaikan dengan khalayak pasar Redaksi Siang.
Kata Kunci: Redaksi Siang TRANS7, Kualitatif, Analisis Framing,
Perempuan
ABSTRACT
Sylvia Septiningrum Sugiarto. NIM. 6662080427. Thesis. Reality of
Women as News Object in Redaksi Siang TRANS7 Program (Framing
Analysis about Media Ideology).
Mass communication in particular, often finds a polemic while faced with
the question of gender. Polemics will increase when the mass media, in
describing a reality based on the subjectivity of the media. So, the news
show in the Redaksi Siang TRANS7 program, it is not likely show the
position or the position of gender with a different perspective. The purpose
of this research was to determine how the position of women presented in
the news show of Redaksi Siang TRANS7. This research uses framing
analysis technique of Robert N. Entman and social reality of the concept
which proposed by Peter L. Berger and Thomas Luckmann. This framing
analysis examines how the media does not display information perfunctory,
but by doing re-construction of reality. Then the reconstruction of events
that have been done by the media, by highlighting certain aspects. The effect
of re-construction of events conducted by the media, The Redaksi Siang
TRANS7 news program, can be studied by placing four important points,
they are the problems defining, diagnosing the causes, making moral
judgements, and recommendations of solutions. The research method used
is descriptive method with qualitative approach. The objects of this research
are the show of the Redaksi Siang with regard to women's as many as 14
impressions and 8 people as informants, which is taken based on specific
criteria. Data collection techniques used is to make observations,
interviews, and review documentation. The results of this research is in the
Redaksi Siang represents reality of women in the news are not equal with
men. In addition, the holder of a major decision is the producer of the
Redaksi Siang TRANS7 program. Redaksi Siang TRANS7 adheres to the
ideology of market capitalism. Thus, the object of preaching, reporting
format, as well as any way of writing the news editor of the market adjusts
to the audience during the Redaksi Siang.
Keywords: Redaksi Siang TRANS7, Qualitative, Analysis of Framing,
WomenLEMBAR PERSETUJUAN
Nama : SYLVIA SEPTININGRUM SUGIARTO NIM : 6662 080427 Judul Skripsi : REALITAS PEREMPUAN SEBAGAI OBJEK
PEMBERITAAN PROGRAM REDAKSI SIANG TRANS7 (Analisis Framing Mengenai Ideologi Media)
Serang, Juni 2012 Skripsi ini Telah Disetujui untuk Diujikan
Menyetujui, Pembimbing I,
Idi Dimyati, S.Ikom, M.I.Kom NIP. 197810152005011003
Pembimbing II, Puspita Asri Praceka, S.Sos,
M.I.Kom NIP. 198407132008122002
Mengetahui, Dekan FISIP UNTIRTA
Dr. Agus Sjafari, M.Si NIP. 197108242005011002
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Sylvia Septiningrum Sugiarto NIM : 6662 080427 Tempat Tanggal Lahir : Jambi, 12 September 1990 Program Studi : Ilmu Komunikasi Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul REALITAS PEREMPUAN
SEBAGAI OBJEK PEMBERITAAN PROGRAM REDAKSI SIANG
TRANS7 (Analisis Framing Mengenai Ideologi Media) adalah hasil
karya sendiri, dan seluruh sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur plagiat, maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.
Serang, Juni 2012 Sylvia Septiningrum Sugiarto
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama : SYLVIA SEPTININGRUM SUGIARTO NIM : 6662080427 Judul Skripsi : REALITAS PEREMPUAN SEBAGAI OBJEK
PEMBERITAAN PROGRAM REDAKSI SIANG TRANS7 (Analisis Framing Mengenai Ideologi Media)
Telah diuji di hadapan Dewan Penguji Sidang Skripsi di Serang. tanggal 16 bulan Juli tahun 2012 dan dinyatakan LULUS.
Serang, Juli 2012
Ketua Penguji : Mia Dwianna W, S.Sos., M.I.Kom. NIP. 197810152005011003 ………………………………. Anggota : Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si. NIP. 197708112005122003 ………………………………. Anggota : Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.I.Kom NIP. 198407132008122002 ……………………………….
Mengetahui, Dekan FISIP UNTIRTA Ketua Program Studi Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si. Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si.
NIP : 197108242005011002 NIP. 197708112005122003
[ Agnes Monica ]
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT pencipta seluruh manusia dan makhluk lainnya di dunia ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang membawa dunia ke masa terang benderang. Alhamdulillah penulis telah dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Realitas Perempuan Sebagai Objek Pemberitaan
Program Redaksi Siang TRANS7 (Analisis Framing Mengenai Ideologi
Media)”. Penelitian ini dilakukan karena penulis ingin melakukan kajian
secara mendalam mengenai realitas perempuan dalam pemberitaan media, ideologi yang dimiliki media, serta kebijakan perangkat program dalam memilih subjek pemberitaan yang akan ditayangkan.
Penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan pihak-pihak lain, sehingga skripsi ini tersusun dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
2. Idi Dimyati, S.Ikom, M.I.Kom selaku pembimbing skripsi I yang
telah membagi ilmu serta membimbing penulis selama pembuatan skripsi ini;
3. Puspita Asri Praceka, S.Sos, M.I.Kom selaku dosen pembimbing
skripsi II yang telah meluangkan banyak waktu untuk berkonsultasi dan memberikan banyak referensi kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini;
4. Yoki Yusanto, S.Ikom, M.I.Kom selaku dosen pembimbing
akademik;
5. Para dosen dan staf prodi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa;
6. Kedua orangtuaku yang selalu berdoa, memberikan perhatian dan
kasih sayang serta motivasi yang tiada henti;
7. Adinda Mega Puspita yang selalu mendukung dan memastikan
penulis agar selalu fokus selama mengerjakan skripsi;
8. Kekasihku Dicky Hertanto, SH. yang selalu memberikan perhatian
dan kesabaran serta dukungan yang luar biasa kepada penulis;
9. Keluarga besar Penjuru Bintang;
10. Keluarga besar Untirta Movement Community;
11. Sahabat-sahabatku Puteri Friska Marzela, Dian Nurlizta Aryani,
Naufal Rizqi Muttaqien, Reza Nursyah Putra serta Nugroho Adi yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan hiburan-hiburan konyol dari awal perkuliahan hingga skripsi ini selesai;
12. Aris Boy dan segenap karyawan TRANS7 yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
13. Keluarga besar Jukopan (Jurnalistik Komunikasi 2008) yang telah
memberikan kesan mendalam kepada penulis selama berkuliah di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan semoga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
Serang, Juni 2012 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN ABSTRAK LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I: PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1
1.2. Perumusan Masalah
7
1.3. Identifikasi Masalah
7
1.4. Tujuan Penelitian
8
1.5. Manfaat Penelitian
8
1.5.1. Manfaat Teoritis
8
1.5.2. Manfaat Praktis
8 BAB II: LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Teoritis
9
2.1.1. Komunikasi Massa
9
2.1.1.1. Komunikasi
9
2.1.1.2. Massa
11
2.1.2. Berita dan Media
13
2.1.3. Kedudukan Perempuan dalam Media
15
2.1.4. Ideologi dan Gender
19
2.1.5. Feminisme
23
2.1.6. Analisis Framing dan Konsep Realitas Sosial
25
2.1.7. Komunikasi Kekuasaan
30
2.2. Kerangka Berpikir
33
2.3. Penelitian Terdahulu
35 BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
3.2. Metode Penelitian
4.2.3. Berita 3
4.1. Deskripsi Subjek Penelitian
61
4.1.1. Sejarah TRANS7
61
4.1.2. Sejarah Redaksi Siang
63
4.1.3. Jadwal Program
64
4.2. Analisis Data
65
4.2.1. Berita 1
67
4.2.2. Berita 2
70
73
3.8. Jadwal Penelitian
4.2.8. Berita 8
4.2.11. Berita 11
93
4.2.10. Berita 10
90
4.2.9. Berita 9
87
84
4.2.4. Berita 4
4.2.7. Berita 7
81
4.2.6. Berita 6
78
4.2.5. Berita 5
75
59 BAB IV: PEMBAHASAN
58
41
47
51
3.3.6. Dian Marita
50
3.3.5. Kamaluddin Azhar
49
3.3.4. Yudha Kurniawan
3.3.3. Ida Ayu Okta
52
47
3.3.2. Ardina Yunita Kartikasari
45
3.3.1. Cut Ika Melanie
44
3.3. Subjek dan Objek Penelitian
3.3.7. Fanny Ratna Furi
3.3.8. Donny Sandjaya Suparman
3.7. Lokasi dan Waktu Penelitian
56
58
3.6. Unit Analisis
58
3.4.5. Dokumentasi
57
3.4.3. Wawancara
3.4.2. Observasi
52
55
3.4.1. Studi Literatur
55
3.5. Teknik Pengumpulan Data
54
3.4. Teknik Penelitian
96
4.2.13. Berita 13 103
4.2.14. Berita 14 105
4.3. Interpretasi Data 115
4.3.1. Realitas Perempuan yang Ditampilkan dalam Program Redaksi Siang TRANS7
115
4.3.2. Kebijakan Perangkat Program dalam Melakukan Proses Seleksi Isu
116
4.3.3. Ideologi Redaksi Siang dan Pengaruhnya pada Penayangan Pemberitaan Mengenai Perempuan 118
BAB V: PENUTUP
5.1. Kesimpulan 120
5.2. Saran 122
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL Halaman
87
14. Tabel 4.2.6.1. Potongan Tayangan Berita 6
81
15. Tabel 4.2.6.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 6
83
16. Tabel 4.2.7.1. Potongan Tayangan Berita 7
84
17. Tabel 4.2.7.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 7
86
18. Tabel 4.2.8.1. Potongan Tayangan Berita 8
19. Tabel 4.2.8.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 8
13. Tabel 4.2.5.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 5
89
20. Tabel 4.2.9.1. Potongan Tayangan Berita 9
90
21. Tabel 4.2.9.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 9
92
22. Tabel 4.2.10.1. Potongan Tayangan Berita 10
93
23. Tabel 4.2.10.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 10
95
24. Tabel 4.2.11.1. Potongan Tayangan Berita 11
79
78
1. Tabel 2.3.1. Penelitian Terdahulu
6. Tabel 4.2.2.1. Potongan Tayangan Berita 2
38
2. Tabel 3.8.1. Jadwal Penelitian
59
3. Tabel 4.1.3.1. Jadwal Program Harian TRANS7
65
4. Tabel 4.2.1.1. Potongan Tayangan Berita 1
67
5. Tabel 4.2.1.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 1
68
70
12. Tabel 4.2.5.1. Potongan Tayangan Berita 5
7. Tabel 4.2.2.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 2
71
8. Tabel 4.2.3.1. Potongan Tayangan Berita 3
73
9. Tabel 4.2.3.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 3
74
10. Tabel 4.2.4.1. Potongan Tayangan Berita 4
75
11. Tabel 4.2.4.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 4
76
96
25. Tabel 4.2.11.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 11
98
26. Tabel 4.2.12.1. Potongan Tayangan Berita 12
99
27. Tabel 4.2.12.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 12 101
28. Tabel 4.2.13.1. Potongan Tayangan Berita 13 103
29. Tabel 4.2.13.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 13 104
30. Tabel 4.2.14.1. Potongan Tayangan Berita 14 105
31. Tabel 4.2.14.2. Framing Redaksi Siang Terhadap Berita 14 107
DAFTAR GAMBAR
Halaman1. Gambar 2.2.1. Kerangka Berpikir
31
2. Gambar 4.1.1.1. Logo TRANS7
61
3. Gambar 4.1.2.1. Logo Redaksi Siang
63
4. Gambar 4.3.1. Komponen dalam Analisis Data (flow model) 67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian Lampiran 2 Jadwal Bimbingan Skripsi Lampiran 3 Pedoman Observasi Lampiran 4 Pedoman Wawancara Lampiran 5 Catatan Observasi Lampiran 6 Transkip Wawancara Lampiran 7 CV Narasumber/Informan Lampiran 8 Tayangan & Naskah Utuh Pemberitaan Redaksi
Siang TRANS7 Lampiran 9 Struktur Organisasi TRANS7 Lampiran 10 Dokumentasi Lain
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial adalah berkomunikasi satu sama lain. Menurut Lasswell, komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya.
Sedangkan perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
1 kekhawatiran, kemarahan, dan keberanian, yang timbul dari lubuk hati.
Kemudian, komunikasi yang terjadi dalam suatu media massa dapat dikatakan dengan komunikasi massa.
Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya
2 alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi.
Akan tetapi, komunikasi, khususnya komunikasi massa, seringkali menemukan sebuah polemik ketika dihadapkan kepada permasalahan mengenai gender. Menjadi laki-laki atau perempuan adalah takdir yang tidak bisa dibantah dan diingkari oleh seseorang. Jenis kelamin adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Oleh karena itu, hal ini bersifat alami, kodrati dan tidak bisa berubah. Sedangkan penilaian terhadap kenyataan sebagai laki-laki atau perempuan oleh masyarakat dengan sosial dan budayanya dinamakan dengan gender. Gender merupakan suatu praktik kultural yang mengatur konstruksi sosial laki-laki, perempuan dan relasi
1 sosial mereka. Gender selalu merupakan masalah bagaimana laki-laki dan
3 perempuan dihadirkan.
Ciri-ciri yang membedakan laki-laki dan perempuan bahkan dirumuskan secara positif dalam organisasi masyarakat. Bentuk tubuh laki-laki lah yang menentukan aturan main dalam kebanyakan cabang olahraga; siklus hidup laki-laki menentukan dalam mendefinisikan syarat-syarat keberhasilan profesional; kemampuan mewujudkan keberadaannya mendefinisikan apa yang disebut seni; kehadirannya menentukan utuh- tidaknya keberadaan suatu keluarga; agresivitas dan dominasinya mendefinisikan apa yang
4 disebut sejarah.
Memang, semua ciri ini tidak tertutup bagi perempuan, artinya perempuan juga bisa melakukan dan mencapai keberhasilan yang sama, tetapi tujuan-tujuannya, dalam kenyataan, didasarkan pada kepentingan dan nilai-nilai lelaki. Justru ketidakadilannya terletak pada kesan seakan-akan memberi kesempatan yang sama kepada perempuan. Padahal, perempuan berada dalam posisi yang tidak diuntungkan bukan karena pilih kasih sehingga memihak pada laki-laki, tetapi karena seluruh masyarakat secara sistematis lebih memberi keuntungan kepada laki-laki dengan definisinya tentang moral, kerja, karier, kepantasan, serta jasa. Inilah salah satu bentuk dominasi melalui wacana oleh laki-laki.
Kemudian, proses mengubah perilaku orang lain melalui komunikasi, dapat dilakukan dengan menggunakan media massa untuk mencapai hasil yang maksimal (mendapatkan komunikan dan efek yang lebih besar). Pemberitaan yang dilakukan oleh media massa menyangkut aspek perempuan serta menempatkan posisi perempuan di dalamnya, merupakan sebuah pemberitaan yang sarat akan muatan-muatan yang bisa jadi berbau politik, kekerasan, kekuasaan, dan materi berupa uang. Hal ini 3 tentunya mengundang perhatian dari publik, dimana secara tidak langsung
Chris Barker, Cultural Studies, diterjemahkan oleh Nurhadi, Bantul: Kreasi Wacana, 2004,
hal. 4084 Annie Leclerc, Kalau Perempuan Angkat Bicara, diterjemahkan dari bahasa Perancis oleh
suatu pemberitaan tersebut pasti menyangkut tentang keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan suatu gender. Keterkaitan antara media dengan isu gender dapat mempengaruhi paradigma khalayak penonton hingga memberikan suatu penilaian tertentu terhadap kaum perempuan, sebagaimana pemberitaan media tersebut. Hal ini pun dapat ditinjau dari salah satu teori komunikasi massa, yaitu tentang pembingkaian media atau
media framing.
“Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita
5 tersebut”.
Isi berita yang ditawarkan kepada publik tidak terlepas dari bagaimana media massa tersebut melihat sebuah peristiwa. Media dapat menggiring pemahaman masyarakat terhadap sesuatu hal menuju sebuah pencitraan tertentu. Pembingkaian yang dilakukan media massa ini memiliki kekuatan sebagai pembentuk opini publik.
Pada dasarnya media massa memang memiliki kebebasan dalam memproduksi sebuah berita, termasuk pemberitaan mengenai perempuan.
Asalkan penayangan berita tersebut tidak menyalahi aturan yang berlaku dan kode etik jurnalistik. Media memiliki kebebasan menentukan judul, sudut penceritaan berita, serta pencantuman narasumber dalam suatu pemberitaan.
Namun tentu saja hal ini tidak serta merta membuat media massa bebas akan kepentingan yang dibawanya. Sehingga seringkali berita yang dihasilkan tidak lagi berimbang dan objektif. Ada misi-misi tertentu yang dibawa media sebagai wujud dari agenda lembaganya.
5 Eriyanto, Analisis Framing:Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Jogjakarta:LKiS, 2007,
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah konsumsi pemberitaan. Bagaimana publik atau khalayak menafsirkan setiap berita yang disajikan dalam suatu media. Dalam studi media, ada dua pandangan mengenai
6 bagaimana khalayak menafsirkan berita.
Salah satu media massa, televisi, saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk mengobrol dengan keluarga atau pasangan mereka.
Dari televisi, kita diperlihatkan bagaimana kehidupan orang lain dan memberikan ide tentang bagaimana kita ingin menjalani hidup ini.
Stasiun televisi TRANS7 merupakan salah satu media massa dalam penyampaian informasi kepada masyarakat Indonesia. TRANS7 pada mulanya bernama TV7 yang telah diumumkan dalam Berita Negara Nomor 8687 pada tanggal 22 Maret 2000 sebagai PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh. Kemudian sebagian saham TV7 dibeli oleh PT. Trans Corpora, yang merupakan bagian dari manajemen Para Group. Akhirnya, TV7 berubah nama menjadi TRANS7. Dengan cakupan nasional, informasi yang diberikan melalui stasiun televisi ini cepat menyebar luas ke seluruh lapisan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Sehingga pemberitaan yang diliput pada hari itu, dapat disiarkan pada waktu yang bersamaan, lengkap dengan tampilan visual yang menggambarkan tempat kejadian.
Sebagai salah satu contohnya ialah pemberitaan dalam program Redaksi Siang TRANS7. Penayangan serta pengambilan gambar dapat dilakukan di saat yang bersamaan. Program yang banyak memuat pemberitaan tentang perempuan seperti pemerkosaan, pembunuhan, dan pemberitaan lain yang berkaitan dengan perempuan ini, dapat menyampaikan informasi lebih cepat dibandingkan dengan media cetak seperti koran dan tabloid serta majalah wanita misalnya. Program Redaksi Siang memiliki persentasi segmentasi lebih dari 80% ditujukan untuk wanita dewasa. Untuk itu, berita yang ditayangkan dalam program Redaksi Siang menyesuaikan dengan khalayak pemirsanya yaitu berupa feature, bukan berita langsung/lurus (hard news) seperti yang ditayangkan pada program Redaksi Sore dan Redaksi Malam.
Persoalannya kemudian adalah bila terjadi peningkatan liputan yang dilakukan media massa terhadap kekerasan perempuan atau tindakan kriminalitas lainnya yang menempatkan perempuan sebagai korban, apakah itu berarti sejalan dengan meningkatnya aktivitas kriminalitas di masyarakat atau sekedar meningkatnya pelaporan atau reportase terhadap aktivitas tersebut. Pada tataran ini keterlibatan media massa dalam masalah kekerasan, kekuasaan, dan politik. Dalam fungsi utamanya sebagai penyaji informasi, media massa bertindak cepat dan berusaha sempurna memberitakannya. Frekuensi serta intensitas media massa tertentu terhadap tindak kekerasan dengan sendirinya juga berbeda-beda. Sangat bergantung pada kecekatan dan kepekaan wartawan, orientasi media massa dan bidang yang digelutinya, serta pengaturan sebuah sistem media massa terhadap aktivitas perusahaan media massanya kepada publik.
Begitu pula bila media massa menjalankan fungsinya yang lain. Dari sisi fungsi persuasi, misalnya, pemberitaan media massa secara tidak langsung memberi arahan pada pembaca untuk bersikap terhadap suatu tindak kekerasan atau yang lainnya. Kecenderungan isi pemberitaan media massa diyakini memiliki kekuatan tertentu dalam membentuk kecenderungan pikiran seseorang, dan lebih jauh lagi kecenderungan tindakan seseorang. Hal ini dapat berkaitan dengan kebijakan perangkat program atau justru lebih kepada ideologi yang dimiliki oleh media itu
Menurut Franz Magnis Suseno, ideologi adalah: “keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap-sikap dasar rohani sebuah gerakan kelompok sosial, atau kebudayaan. Dalam feminisme, ideologi gender dipakai untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan kelompok yang termarjinalisasi yang dalam hal ini ialah perempuan, dan memiliki posisi subordinasi dalam masyarakat yang dominan yaitu laki-laki,”.
7 Dalam kaitannya dengan masalah pemberitaan tentang perempuan,
secara langsung maupun tidak langsung maka dapat dikatakan bahwa media juga membutuhkan berita yang dapat terus dikonsumsi oleh khalayak, sehingga memberikan keuntungan bagi perkembangan media tersebut. Jika berbicara tentang hal tersebut maka erat kaitannya dengan aspek-aspek bisnis yang melekat pada media tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimanakah realitas perempuan sebagai objek pemberitaan program Redaksi Siang TRANS7?
1.3. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah realitas perempuan yang dihadirkan dalam pemberitaan program Redaksi Siang TRANS7?
2. Bagaimanakah kebijakan perangkat program dalam melakukan proses seleksi berita mengenai perempuan?
3. Bagaimanakah ideologi yang dimiliki TRANS7, mempengaruhi penayangan pemberitaan mengenai perempuan?
7
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana realitas perempuan sebagai objek pemberitaan program Redaksi Siang TRANS7.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat di bidang ilmu komunikasi, khususnya teori tentang komunikasi massa yang berkaitan dengan aspek pemberitaan, seperti media framing effect atau efek pembingkaian media serta yang berkaitan dengan aspek feminisme. Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap seluruh masyarakat Indonesia, khususnya kepada mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
1.5.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis untuk dapat memahami komunikasi massa dalam aspek jurnalistik, serta penulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan serta dapat memberikan informasi bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa prodi ilmu komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Komunikasi Massa
2.1.1.1. Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin
communicatio yang berarti ‘pemberitahuan’ atau ‘pertukaran
pikiran’. Jadi, secara garis besar, dalam suatu proses komunikasi haruslah terdapat unsur-unsur kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran dan pengertian antara komunikator (penyebar pesan) dan komunikan (penerima pesan). Proses komunikasi dapat diartikan sebagai ‘transfer informasi’ atau pesan (message) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai komunikan. Dalam proses komunikasi tersebut bertujuan untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding) antara kedua pihak yang terlibat dalam proses komunikasi. Dalam proses komunikasi, komunikator mengirimkan pesan/informasi
8 kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi.
Menurut Wilian Albig, komunikasi adalah proses sosial, dalam arti pelemparan pesan/lambang yang mana mau tidak mau akan menumbuhkan pengaruh pada semua proses dan berakibat pada bentuk perilaku manusia dan adat kebiasaan. Sedangkan menurut Karlfried Knapp, komunikasi merupakan interaksi antarpribadi yang menggunakan sistem simbol linguistik, seperti simbol verbal (kata-kata) dan nonverbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui media lain
9 8 (tulisan, oral, dan visual).
Tommy Suprapto, Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi, Yogyakarta: MedPress,
Sedangkan menurut Charles R. Berger dan Steven
H. Chaffee, komunikasi berupaya memahami produksi, pemrosesan dan pengaruh dari sistem- sistem tanda dan lambang, melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji, berisikan generalisasi- generalisasi yang sah yang menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, pemrosesan dan
10 pengaruh dari system tanda dan lambang tersebut.
Hal tersebut berkaitan dengan apa yang diungkapkan oleh Saundra Hybels dan Richard L. Weafer II, bahwa komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Proses itu meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya secara lisan dan tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, atau menggunakan alat bantu di sekeliling kita untuk memperkaya
11 sebuah pesan.
Penayangan berita dalam program Redaksi Siang TRANS7 merupakan suatu fenomena komunikasi. Hal itu dikarenakan di dalam penayangannya, terjadi proses penyampaian informasi atau pesan yang disampaikan kepada massa. Berita yang ditayangkan, termasuk salah satu elemen komunikasi, yaitu pesan. Sehingga penulis menganggap perlu menjabarkan sebuah pemahaman mengenai definisi komunikasi.
2.1.1.2. Massa
Kata ‘massa’ dalam komunikasi massa dapat dikatakan lebih dari sekadar ‘orang banyak’, seperti orang- orang yang sedang mengerumuni penjual obat atau yang 10 sedang bersama-sama menanti dibukanya pintu lintasan
Sasa DjuarsaSendjaja, Paradigma Baru Pendidikan Ilmu Komunikasi Di Indonesia dalam
Komunika – Warta Ilmiah popular Komunikasi Dalam Pembangunan (Jakarta: LIPI, 2005), kereta api. Massa disini bukan sekadar orang banyak di suatu lokasi yang sama.
Menurut Berlo, massa diartikan sebagai “meliputi semua orang yang sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari saluran”. Massa mengandung pengertian orang banyak, tetapi mereka tidak harus berada di suatu lokasi tertentu yang sama. Mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan memperoleh pesan-pesan komunikasi
12 yang sama.
Massa juga dapat dilihat sebagai ‘meliputi semua lapisan masyarakat’ atau ‘khalayak ramai’ dalam berbagai tingkat umur, pendidikan, keyakinan, status sosial. Tentu saja yang terjangkau oleh saluran media massa. Pengertian itu perlu dikemukakan, sebab istilah massa pernah dipakai hanya untuk menunjuk suatu lapisan bawah atau rendah, yang jumlahnya paling banyak dalam suatu sistem sosial, yang primitif, lebih banyak dikuasai oleh naluri daripada oleh akal sehat, dan cenderung suka membuat kerusuhan apabila ada
13 kesempatan.
Jadi komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada komunikan yang berjumlah banyak, heterogen, tidak dikenal atau ditujukan kepada masyarakat umum, dan proses komunikasinya dilakukan melalui media yang mampu digunakan untuk komunikasi massa, yaitu media massa, baik berupa media cetak, audio, audio visual, film, dan media luar ruang. Komunikasi massa biasanya dimanfaatkan oleh pihak pemerintah, kalangan bisnis, organisasi-organisasi non bisnis, atau bahkan oleh 12 perorangan untuk melaksanakan penyampaian berbagai pesan, baik yang bersifat informasi, intruksional, maupun
14 persuasif.
Pool mendefinisikan komunikasi massa sebagai komunikasi yang berlangsung interposed (menjadi perantara) ketika antara sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluram-saluran media massa seperti surat kabar,
15 majalah, radio, film, atau televisi.
Karena pada pembahasan sebelumnya, penulis menjabarkan proses komunikasi yang terjadi dalam konteks pemberitaan yang melibatkan massa sebagai komunikan, salah satu elemen komunikasi, maka penulis merasa perlu untuk menjabarkan definisi massa. Massa memiliki peranan dalam penelitian ini karena penulis beranggapan apapun informasi atau berita yang ditayangkan dalam Redaksi Siang TRANS7, akan memberikan pengaruh kepada massa, baik pola pikir atau bahkan perilaku.
2.1.2. Berita dan Media
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), berita merupakan cerita atau keterangan mengenai suatu kejadian atau
16 peristiwa yang hangat. Berita juga dapat diartikan sebagai laporan.
Bila dikaitkan dengan jurnalistik, berita merupakan laporan mengenai suatu fakta kejadian yang disajikan dalam pembacaan dan penulisan yang jelas, sistematis, lengkap (mengandung unsur
17
5W+1H), aktual dan menarik. Kemudian berita ini tidak dapat melaporkan dirinya sendiri kepada khalayak. Berita memerlukan
14 15 Atep Adya Barata, Dasar-dasar Pelayanan Prima, Elex Media Komputindo, 2003, hal. 107 16 Wiryanto, Op.Cit., hal. 3 Joko Untoro dan Tim Guru Indonesia, Buku Pintar Pelajaran; Ringkasan Materi dan
wadah atau perantara atau media untuk dapat sampai kepada khalayak.
Pada prinsipnya, media merupakan institusi yang difungsikan untuk mengembangkan kebebasan berpendapat yang menyebarkan informasi ke segala arah, yakni kepada publik dan institusi lainnya termasuk pemerintah. Sebagai institusi, suatu media harus memiliki tenaga profesional, manajemen, dan infrastruktur. Untuk memenuhi fungsinya, media menjalin hubungan dengan sumber berita, pembaca, klien, pemilik modal, distributor, dan pihak-pihak lain. Dengan demikian, juga terlihat bahwa keberadaan media sebagai institusi sosial berkaitan dengan institusi lainnya, seperti ekonomi,
18 politik, hukum, ataupun khalayak luas.
Ketika media massa telah menjadi sebuah industri dalam ekonomi pasar, maka keberhasilan berbagai aktor politik, seperti presiden, parlemen atau parpol, lebih ditentukan oleh kemampuannya untuk menerapkan suatu strategi manajemen hubungan dengan media dibandingkan dengan pendekatan represif dan kontrol. Dalam sebuah sistem kapitalis, media merupakan sebuah industri dan institusi bisnis yang berkepentingan untuk melakukan akumulasi modal sebagai fungsi kredibilitas media di mata publik. Untuk konteks itu, kredibilitas sebuah media akan naik dan laku jika media itu bersikap kritis pada pemerintah. Sebaliknya media tersebut tidak akan memiliki kredibilitas di mata publik jika media itu dinilai hanya sebagai instrumen kekuasaan pemerintah sehingga publik malas membelinya. Oleh karena itu, sebagai institusi bisnis, media di zaman Orde Baru selalu berusaha 18 menemukan garis aman agar mampu mendapatkan keuntungan maksimal dari pemberitaan politik di satu sisi (bersikap kritis) dan di
19 sisi lain tetap terhindar dari langkah-langkah represif penguasa.
Suatu proses komunikasi membutuhkan suatu media untuk menyalurkan pesan yang ingin disampaikan, dalam konteks ini media massa merupakan media dalam proses penyampaian berita. Karena, berita tidak mungkin berdiri dan memberitakan dirinya sendiri kepada khalayak pemirsa. TRANS7 merupakan media dalam penyampaian berita, khususnya yang berkaitan dengan perempuan. Sehingga penulis ingin melihat sejauh mana kenetralitasan sebuah media dalam menayangkan setiap pemberitaan yang berkaitan dengan aspek perempuan.
2.1.3. Kedudukan Perempuan dalam Media
Kedudukan dapat pula disebut dengan status. Kedudukan atau status merupakan unsur dan memiliki peranan penting dalam sebuah sistem sosial, yang merupakan suatu pola yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Sehingga status secara langsung berkaitan dan berpengaruh pada suatu sistem dan interaksi sosial.
Menurut Soerjono Soekanto, status memiliki arti posisi dalam suatu hierarkhi, atau suatu wadah bagi hak dan kewajiban, atau aspek statis dari peranan, atau prestise yang dikaitkan dengan suatu posisi, atau jumlah peranan ideal dari
20 seseorang.
Jadi, kedudukan dapat mempengaruhi hak-hak serta kewajiban-kewajiban setiap orang, berdasarkan bagaimana cara orang tersebut memperoleh kedudukan itu. Menurut Ralph Linton, terdapat tiga cara dalam memperoleh kedudukan. Pertama, kedudukan dapat diperoleh dengan sendirinya semenjak dari lahir. 19 Misalnya, anak yang lahir dari keluarga kerajaan atau bangsawan,
Rully Chairul Azwar, Politik Komunikasi Partai Golkar di Tiga Era, Jakarta: Grasindo, hal. maka secara otomatis anak itu akan mendapatkan kedudukan yang sama seperti keluarganya. Kedua, kedudukan dapat diperoleh dengan cara usaha sendiri. Sebagai contohnya seseorang akan menempuh pendidikan strata satu untuk mendapatkan gelar sarjana, setelah orang itu lulus maka ia akan mendapatkan gelar tersebut. Ketiga, kedudukan diperoleh seseorang karena diberikan oleh orang lain karena prestasi atau jasa orang tersebut. Misalnya, seseorang diberikan gelar pahlawan karena ikut berjuang membela tanah air pada saat perang, atau seseorang yang telah menyelamatkan lingkungan hidup.
21 Selain nilai sosial dari masyarakat, yang menentukan status
atau kedudukan perempuan dalam sebuah sistem sosial, media juga merupakan salah satu aspek yang berpengaruh dalam menentukan kedudukan perempuan. Kenyataan bahwa dalam media massa: surat kabar, majalah (baik majalah laki-laki maupun perempuan), film, buku, semua cenderung memperlihatkan gambaran stereotip kaum perempuan, yang merugikan perempuan. Media membuat perempuan seolah pasif, terdominasi, tidak dapat membuat keputusan dan cenderung hanya menerima keputusan yang dibuat oleh laki-laki. Sehingga secara sadar atau tidak, media telah membuat perempuan menjadi warga kelas dua.
22 Hal itu didukung
oleh norma budaya masyarakat Indonesia itu sendiri yang menekankan bahwa kedudukan dan peranan perempuan berkisar
21 Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi; Untuk SMA dan MA Kelas X, Jakarta: Esis,
2001, hal. 69-70 22 dalam lingkungan keluarga seperti mengurus anak dan suami,
23 memasak, serta mengurus keperluan rumah tangga lainnya.
Misalnya saja dalam sebuah iklan. Hampir semua iklan menggunakan perempuan sebagai modelnya hanya untuk dikaitkan dengan kebutuhan rumah tangga. Atau iklan otomotif yang menjadikan perempuan hanya sebagai pajangan saja, bahkan tidak sedikit dari iklan tersebut yang menggambarkan kekaguman
24 perempuan akan kaum laki-laki.
Selain itu, eksistensi perempuan juga tidak terwakili secara proporsional di media massa, baik dalam media hiburan maupun dalam media berita. Hal itu dikarenakan perempuan senantiasa digambarkan sangat tipikal yaitu menjalani profesi yang terbatas, selalu melihat pada dirinya sendiri, sebagai objek seksual atau simbol seks, objek fetish (jimat), objek pelecehan dan kekerasan, objek yang selalu disalahkan (blaming the victim) yang juga bersifat pasif, serta menjalankan fungsi sebagai pengkonsumsi barang atau
25 jasa dan sebagai alat pembujuk.
Melalui penggambaran semacam itu, menurut Fry, kaum perempuan telah mengalami kekerasan dan penindasan yang dilakukan oleh suatu jaringan kekuasaan dalam berbagai bentuk. Selain itu, media massa melalui fungsi mediasinya menunjukkan pada khalayak bagaimana semua kekerasan itu diketahui sebagaimana adanya. Misalnya pada sebuah liputan tentang perkosaan. Selain mengetahui bagaimana proses terjadinya kekerasan itu, khalayak seperti diarahkan oleh media untuk ikut 23 menyalahkan korban (blaming the victim). Sehingga, yang terjadi