11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI MEDIS 1. Hamil Usia Dini a. Pengertian Kehamilan dengan definisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan

  dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut internasional. Kehamilan dibagi dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27) dan trimester

  Kehamilan usia dini (usia muda/remaja) adalah kehamilan yang terjadi pada remaja putri berusia <20 tahun. Kehamilan tersebut dapat disebabkan oleh karena hubungan seksual (hubu ngan intim) dengan pacar, dengan suami, pemerkosaan, maupun faktor-faktor lain yang menyebabkan sperma membuahi telurnya dalam rahim perempuan tersebut (Masland, 2004).

  Reproduksi sehat untuk hamil dan melahirkan adalah usia 20-30 tahun, jika terjadi kehamilan di bawah atau di atas usia tersebut maka

  

11 akan dikatakan beresiko akan menyebabkan terjadinya kematian 2-4 x lebih tinggi dari reproduksi sehat (Manuaba, 2010).

  Menurut Susanti (2008), kehamilan pada remaja dapat menimbulkan masalah karena pertumbuhan tubuhnya belum sempurna, kurang siap dalam sosial ekonomi, kesulitan dalam persalinan, atau belum siap melaksanakan peran sebagai ibu. Alasan kehamilan pada remaja adalah:

  1) Kecelakaan (hamil di luar nikah)

2) Untuk mendapatkan tunjangan kesejahteraan.

  3) Ingin anak

  4) Ingin berperan

  5) Faktor hubungan

  6) Keinginan untuk meniru saudara yang sedang hamil pada usia b.

  Dampak yang Memengaruhi Hamil Usia Dini Banyak dampak yang dapat mempengaruhi remaja hamil usia muda, yang selanjutnya melahirkan di usia muda antara lain :

  1) Kesiapan Menerima Kehamilan

  Langkah pertama untuk beradaptasi dengan peran sebagai ibu adalah menerima kehamilan. Tingkat penerimaan ini digambarkan dalam kesiapan wanita untuk hamil dan dalam respon emosinya. Banyak wanita merasa kaget mendapatkan dirinya hamil. Penerimaan terhadap kondisi hamil sejalan dengan penerimaan tumbuhnya janin secara nyata. Kehamilan yang tidak diterima, berbeda dengan menolak anak. Seorang wanita dapat saja tidak suka hamil, tetapi mencintai anak yang akan dilahirkan (Susanti, 2008).

  2) Kesiapan sebagai Seorang Ibu

  Periode kehamilan adalah suatu kondisi yang dipersiapkan secara fisik dan psikologis untuk kelahiran dan menjadi orang tua.

  Kehamilan adalah suatu krisis yang mematangkan dan dapat menimbulkan stres tetapi konsekuensinya adalah wanita tersebut harus siap memasuki suatu fase baru untuk bertanggungjawab dan memberi perawatan. Konsep dirinya berubah, siap menjadi orang tua dan menyiapkan peran barunya. Secara bertahap ia berubah dari memperhatikan dirinya sendiri, punya kebebasan menjadi (Salmah, 2006).

  Kehamilan merupakan tantangan, titik balik dari kehidupa n keluarga, dan biasanya diikuti oleh stres dan gelisah, baik itu kehamilan yang diharapkan atau tidak terutama pada kehamilan usia dini. Untuk keluarga pemula, kehamilan adalah periode transisi dari masa anak-anak menjadi orang tua dengan karakteristik yang menetap dan mempunyai tanggungjawab yang menuntut kesiapan menjadi seorang ibu. Wanita akan menjadi ibu dan suaminya akan menjadi ayah (Susanti, 2008).

  3) Cemas Melahirkan Tidak Normal

  Cemas adalah suatu emosi yang sejak dulu dihubungkan dengan kehamilan. Cemas merupakan emosi positif sebagai perlindungan menghadapi stressor, yang dapat menjadi masalah apabila berlebihan. Tingginya kecemasan pada ibu hamil usia dini berhubungan dengan kejadian abnormal yang dialaminya, sehingga ibu cemas akan melahirkan tidak normal (Susanti, 2008).

  4) Takut Mengalami Komplikasi Kehamilan

  Efek psikologis pada kehamilan remaja putri adalah ibu takut mengalami terjadinya komplikasi kehamilan seperti perdarahan, infeksi pada masa kehamilan, kurang darah, dan lain-lain (Susanti, 2008).

  5) Perubahan Fisiologis termasuk menolak, menerima, perubahan perasaan, dan perubahan citra tubuh seperti ibu merasa tidak cantik lagi, ibu merasa suami tidak sayang lagi pada dirinya, takut suaminya selingkuh (Salmah dkk, 2006).

  6) Emosi Masih Labil

  Kondisi hamil mengganggu citra tubuh dan juga ia perlu mengkaji kembali perubahan peran dan hubu ngan sosialnya. Stres ibu hamil dipengaruhi oleh emosinya yang masih labil, lingkungan sosial, latar belakang budaya, dan penerimaan atau penolakan terhadap kehamilannya (Salmah dkk., 2006).

  7) Khawatir Bayi Lahir Prematur

  Stres pada ibu hamil tidak saja berakibat pada ibu tetapi juga berakibat pada janin yang dikandungnya. Karena posisi janin yang berada di dalam rahim dalam merespons apa yang sedang dialami oleh ibu. Berdasarkan penelitian, ibu hamil yang mengalami stres akan meningkatkan resiko melahirkan bayi pr ematur, melahirkan bayi yang lebih kecil. Bahkan bahaya stres pada ibu hamil dapat mengakibatkan janin keguguran (Susanti, 2008). 8)

  Khawatir Berhubu ngan Seksual Kurangnya pengetahuan remaja putri tentang kehamilan menyebabkan mereka takut untuk melakukan hubungan seksual beranggapan dengan melakukan hubungan seksual akan mencederai bayi (Salmah, 2006).

  9) Peran Dukungan Keluarga

  Keluarga dengan ibu hamil, perlu memelihara keterbukaan dan keseimbangan, menjaga tugas perkembangan, serta mencari bantuan dan dukungan agar tidak terjadi konflik. Selama hamil, pasangan merencanakan bersama kelahiran anak pertama mereka, dan mengumpulkan informasi tentang cara menjadi orang tua. Ketersediaan dukungan sosial untuk kesejahteraan psikososial ibu hamil merupakan faktor penting. Anggota keluarga yang lain, terutama ayah dan ibu, kakek/nenek dan saudara yang lain juga harus menyesuaikan diri dengan remaja yang hamil. Untuk beberapa pasangan, kehamilan dapat berkembang menjadi krisis yang merupakan gangguan atau konflik yang dapat mengganggu keseimbangan antara anggota keluarga (Susanti, 2008).

  Sosial Ekonomi

  10) Kemiskinan mendorong terbukanya kesempatan bagi remaja khususnya wanita untuk melakukan hubungan seksual pranikah.

  Karena kemiskinan ini, remaja putri terpaksa bekerja. Namun sering kali mereka tereksploitasi, bekerja lebih dari 12 jam sehari, bekerja di perumahan tanpa dibayar hanya diberi makan dan pakaian, bahkan beberapa mengalami kekerasan seksual (Aryani, 2009).

  c.

  Masalah yang Terjadi pada Kehamilan Usia Dini 1)

  Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja yang akan menikah kelak akan menjadi orang tua sebaiknya mempunyai kesehatan reproduksi yang sehat sehingga dapat menurunkan generasi penerus yang sehat. Untuk itu memerlukan perhatian karena belum siapnya alat reproduksi untuk menerima kehamilan yang akhirnya akan menimbulkan berbagai bentuk komplikasi. Selain itu kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.

  2) Masalah Psikologis

  Umumnya para pasangan muda keadaan psikologisnya masih belum matang, sehingga masih lebih dalam menghadapi masalah yang timbul dalam perkawinan. Dampak yang dapat terjadi seperti perceraian, karena kawin cerai biasanya terjadi pada pasangan yang umurnya pada waktu kawin relatif masih muda. Tetapi untuk remaja yang hamil di luar nikah menghadapi masalah psikologi seperti rasa takut, kecewa, menyesal, rendah diri dan lain-lain, terlebih lagi masyarakat belum dapat menerima anak yang orang tuanya belum jelas.

  3) Masalah Sosial Ekonomi kematangan dalam bidang sosial ekonomi juga akan makin nyata.

  Pada umumnya dengan bertambahnya umur akan makin kuatlah dorongan mencari nafkah seba gai penopang. Ketergantungan sosial ekonomi pada keluarga menimbulkan stres (tekanan batin).

  Menurut Manuaba (2010), penyulit pada kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan dengan kurun reproduksi sehat yaitu umur 20-30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stress psikologis, sosial, ekonomi), sehingga memudahkan terjadinya : a)

  Keguguran Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki.

  Kegugur an sengaja yang dilakukan oleh tenaga non profesional dapat menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.

  b) Persalinan prematur, BBLR dan kelainan bawaan

  Kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan cacat bawaan.

  Keadaan gizi yang buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stres memudahkan terjadi infeksi saat hamil, terlebih pada kala nifas.

  d) Anemia kehamilan

  Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. e) Keracunan

  Kehamilan Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan, dalam bentuk preeklampsia atau eklampsia. Preeklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian yang serius karena dapat menyebabkankematian.

  f) Kematian ibu yang tinggi

  Remaja putri yang stres akibat kehamilannya sering mengambil jalan pintas untuk melakuka n gugur kandu ng oleh tenaga dukun. Angka kematian karena gugur kandung yang dilakukan dukun cukup tinggi, tetapi angka pasti tidak diketahui. Kematian ibu terutama karena perdarahan dan infeksi.

  Kekurangan Energi Kronik (KEK) a.

  Pengertian 1)

  Kekurangan Energi Kronik merupakan salah satu keadaan malnutrisi, yaitu keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relative atau absolut salah satu atau lebih gizi (Supariasa, 2010)

  2) Menurut Kristianasari (2010), Kekurangan Energi Kronik adalah

  Ibu yang ukuran LILA nya < 23,5 cm dan dengan salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut: a)

  Berat badan ibu sebelum hamil <42 kg b) Tinggi badan <145 cm

  c) Berat badan ibu pada kehamilan trimester III < 145 kg

  d) Indeks massa tubuh (IMT) sebelum hamil <17,00

  e) Ibu menderita anemia Hb kurang dari 11 gr%

  3) Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil merupakan keadaan dimana seorang wanita atau ibu hamil mengalami kekurangan (gizi) kalori dan protein). Ibu hamil dikatakan menderita KEK bila LILA kurang dari 23,5 cm (Winkjosastro, 2007).

  b.

  Tanda dan gejala KEK Menurut Supariasa (2010), tanda-tanda klinis KEK meliputi: 1)

  Berat badan < 40 kg tampak kurus dan LILA kurang dari 23,5 cm 2)

  Tinggi badan <145 cm Ibu menderita anemia dengan Hb <11 gr%

  4) Lelah, letih, lesu, lemah, lunglai

  5) Bibir tampak pucat

  6) Nafas pendek

  7) Denyut jantung meningkat

  8) Susah buang air besar

  9) Nafsu makan berkurang

  10) Kadang-kadang pusing

  11) Mudah ngantuk c.

  Etiologi KEK 1)

  Faktor sosial ekonomi

  a) Pendapatan keluarga Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makanan.

  Orang yang tingkat ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatan untuk makan, sedangkan dengan tingkat ekonomi tinggi akan berkuran belanja makanan. Pendapatan merupkan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang maka semakin baik makanan yang diperoleh, dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula presentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa jenis makanan lainnya (Departemen Gizi

  b) Pendidikan ibu

  Latar belakang pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karea dengan tingkat pendidikan tinggi diharapkan pengetahuan / informasi tentang gizi yang memiliki menjadi lebih baik (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007).

  c) Faktor pola konsumsi

  Pola makanan masyarakat indonesia pada umumnya mengandung sumber hewani yang rendah dan tinggi sumber besi nabati, menu makanan yang banyak mengandung serat dan fitat yang merupakan faktor penghambat penyerapan besi (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007).

  d) Faktor perilaku

  Kebiasaan dan pandangan wanita terhadapt makanan, pada umunya wanita lebih memberikan perhatian khusus pada kepala keluarga dan anak-anaknya. Ibu hamil harus mengkonsumsi kalori paling sedikit 3000 kalori atau hari jika ibu tidak punya kebiasaan buruk seperti merokok, pecandu, maka status gizi bayi yang kelak dilahirkannnya kurang baik dan baliknya (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007).

  d.

  Akibat KEK 1)

  Bagi ibu yang pada akhirnya menyebabkan perdarahan, partus lama, abortus dan infeksi (Susilowati, 2008). 2)

  Bagi bayi Bayi yang terakhir dari ibu hamil yang menderita KEK akan mengalami keguguran, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, bayi berat lahir rendah (BBLR) (Susiolowati, 2008).

  e.

  Penanganan KEK Menurut waryana (2010), penatalaksanaan ibu hamil dengan

  Kekurangan Energi Kronik yaitu:

  1) Peningkatan suplementassi tablet Fe pada ibu hamil dengan memperbaiki sistem distribusi dan monitoring secara terintegrasi dengan program lainnya seperti pelayanan ibu hamil

  2) Rutin memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama hamil untuk mendapatkan pelayanan secara maksimal

  3) Penganturan konsumsi makanan

  Penambahan kebutuhan untuk memperbaiki jaringan tubuh dengan mengkonsumsi gizi seimbang. Bahan makanan yang terdapat dalam tiap kelompok bahan makanan sebagai seumber energi atau tenaga yaitu padi-padian, tepung, umbi-umbian, sagu, pisang. Sumber pengtur sayur-sayuran, buah,buahan. Sumber zat pembangun yaituikan, daging, telur, susu, kacang-kacangan, dan olahannya yaitu tahu, tempe. Istirahat yang cukup

  5) Pemantauan berat badan dan pengukuran LILA

  Pengukuran dilakukan dengan pita LILA dan ditandai dengan ssentimeter, dengan batas ambang 23,5 cm (batas antara merah dan putih). Berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Masa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makan yang dikonsumsi.

  6) Pemberian makanan tambahan (PMT)

  Pemberian makanan tambahan yang tinggi kalori dan tinggi protein dan dipadukan dengan penerapan porsi kecil tapi sering, pada faktanya memang berhasil menekan angka kejadian BBLR di indonesia.penambahan 200-450 kalori dan 12-20 gram protein dari kebutuhan ibu adalah angka yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi janin.

  7) Apabila terjadi atau timbu masalah medis maka hal yang perlu dilakukan menurut Saifudin (2007): a)

  Rujuk atau konsultasi

  b) Perencanaan sesuai kondisi ibu hamil

  c) Minum tablet besi atau tambah darah

  Ibu hamil stiap hari harus minum satu tambah darah (60 mg)

  d) Periksa kehamilan secara teratur

  Setiap wnaita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Ibu hamil sebaiknya memeriksakan kehamilannya secara teratur kepada tenaga kesehatan agar resiko pada waktu melahirkan dapat dikurangi. Pelayanan prenatal yang dilakukan yaitu minimal antenatal care 4 kali dengan ditambah kunjungan rumah bila ada komplikasi olrh bidan.

B. TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN 1.

  Pengertian Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (mufdlilah,et al. 2012:110).

2. Langkah-langkah manajemen kebidanan

  Proses manajemen terdiri dari 7 langkah yaitu : a.

  Langkah I (pertama) : Pengumpulan data dasar Langkah pertama merupakan awal yang akan menentukan langkah berikutnya. Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang klien/orang yang meminta asuhan. Memilih informasi data diperlukan analisa suatu situasi yang menyangkut Pengumpulan data mengenai seseorang tidak akan selesai jika setiap informasi yang dapat diperoleh hendak dikumpulkan. Maka dari itu sebelumnya harus mempertanyakan : data apa yang cocok dalam situasi kesehatan seseorang pada saat bersangkutan. Data yang tepat adalah data yang relevan dengan situasi yang sedang ditinjau. Data yang mempunyai pengaruh atas atau berhubungan dengan situasi yang sedang ditinjau Mufdlilah,el al. (2012:111).

  Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda- tanda vital, pemeriksaan khusus dan penunjang (Walyani, 2015:167). Menurut Mufdlilah,el al. (2012:111) Tehnik pengumpulan data ada 3 yaitu : 1)

  Observasi Observasi adalah pengumpulan data melalui indera: penglihatan (prilaku, tanda fisik, kecacatan, ekspresi wajah), Pendengaran (bunyi batuk, bunyi nafas), Penciuman (bau nafas, bau luka), Perabaan (suhu badan, nadi).

  2) Wawancara

  Wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan pada pertemuan tatap muka. Dalam wawancara yang data yang relevan. 3)

  Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan dengan memakai instrument/alat pengukur. Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka, irama, kuantitas. Misalnya : tinggi badan dengan meteran, berat badan dengan timbangan, tekanan darah dengan tensimeter.

  1) Riwayat obstetri

  a) Riwayat menstruasi

  Menanyakan riwayat menstruasi yang meliputi tentang menarche, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya darah, disminorhea (nyeri haid), sifat darah, bau, warna, dan HPHT (Walyani, 2015:119).

  b) Riwayat kehamilan sekarang

  Menurut Walyani (2015:120-121) meliputi yaitu (1)

  HPHT Untuk mengetahui tanggal hari pertama dari menstruasi terakhir klien untuk memperkirakan kapan kira-kira sang bayi akan lahir. (2)

  HPL Gambaran riwayat menstruasi klien yang akurat biasanya membantu penetapan tanggal perkiraan disebut taksiran partus (estimated date of confinement [EDC]) dibeberapa tempat.

  (3) Kehamilan yang ke-

  Jumlah kehamilan ibu perlu ditanyakan karena terdapatnya perbedaan perawatan antara ibu yang baru pertama hamil dengan ibu yang sudah beberapa kali hamil, apabila ibu tersebut baru pertama kali hamil otomatis perlu perhatian ekstra pada kehamilannya.

  (4) Tanda-tanda kehamilan (trimester I)

  Pergerakan fetus belum dirasakan (5)

  Keluhan yang dirasakan Menanyakan kepada klien apakah ada keluhan atau masalah pada kehamilannya.

  c) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas terdahulu

  Menanyakan riwayat kehamilan, persalinan dan nifas terdahulu yang meliputi: jumlah kehamilan, jumlah anak yang hidup, jumlah kelahiran premature, jumlah keguguran, persalinan dengan tindakan, riwayat perdarahan pada persalinan atau pasca persalinan, kehamilan dengan tekanan darah tinggi, berat bayi < 2,5 kg atau > 4 kg, masalah lain (Walyani, 2015:124-126). Riwayat kesehatan

  a) Riwayat kesehatan dahulu

  Tanyakan kepada klien penyakit apa yang pernah diderita. Apabila klien pernah menderita penyakit keturunan, maka ada kemungkinan janin yang ada dalam kandungannya tersebut beresiko menderita penyakit yang sama (Walyani, 2015:126). (1)

  Riwayat pembedahan

  Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan dimana tindakan tersebut berlangsung

  (2) Riwayat penyakit yang pernah diderita

  Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien (Aspiani,2017:110).

  b) Riwayat kesehatan sekarang

  Tanyakan kepada klien penyakit apa yang sedang ia derita sekarang. Tanyakan bagaimana urutan kronologis dari tanda-tanda dan klasifikasi dari setiap tanda penyakit tersebut. Hal ini diperlukan untuk menentukan bagaimana asuhan berikutnya (Walyani, 2015:126-127).

  Anamnesis dan gejala klinis, riwayat terlambat haid, perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan/kiri bawah.

  Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum (Aspiani, 2017: 110).

  c) Riwayat kesehatan keluarga

  Menanyakan riwayat kesehatan keluarga yang meliputi adakah penyakit menular atau penyakit keturunan/genetik (Walyani, 2015:127).

  3) Kebiasaan sehari-hari

  a) Pola Nutrisi

  Menurut Walyani (2015:30) Pola nutrisi yang meliputi: (1)

  Jenis makanan Menanyakan jenis makanan apa yang biasa ia makan. Anjurkan klien mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi (150 mg besi sulfat, 300 mg besi glukonat), asam folat (0,4-0,8 mg/hari), kalori (ibu hamil umur 23-50 tahun perlu kalori sekitar 2300 kkal), protein (74 gr/hari), vitamin, dan garam mineral (kalsium, fosfor, magnesium, seng, yodium)

  (2) Porsi

  Tanyakan bagaimana porsi makan klien. Anjurkan (3)

  Frekuensi Tanyakan bagaimana frekuensi makan klien per hari.

  Anjurkan klien untuk makan dengan porsi sedikit dan dengan frekuensi sering (4)

  Pantangan Tanyakan apakah klien mempunyai pantangan dalam hal makanan b) Pola Eliminasi

  Menurut Walyani (2015:132-133) Pada pola eliminasi meliputi: (1)

  BAB (Buang Air Besar) (a)

  Frekuensi Tanyakan kepada klien apakah BABnya teratur atau tidak

  (b) Warna Tanyakan kepada klien, apa warna fesesnya.

  (Normalnya feses berwarna kuning kecoklatan, coklat muda) (c)

  Masalah Tanyakan kepada klien apakah ada masalah- disebutkan pada poin frekuensi diatas

  (2) BAK (Buang Air Kecil)

  (a) Frekuensi

  Tanyakan kepada klien seberapa sering ia berkemih dalam sehari (b)

  Warna Tanyakan bagaimana warna urin klien

  (c) Bau Tanyakan kepada klien, bagaimana bau urinnya.

  Bau urin normal seperti bau Amonia (NH

  3 )

  (d) Masalah

  Tanyakan kepada klien, apakah ada masalah dalam proses eliminasi urin.

  c) Personal hygiene

  Menurut Walyani (2015:130-131) personal hygiene meliputi: (1)

  Frekuensi mandi Tanyakan kepada klien seberapa sering ia mandi

  (2) Frekuensi gosok gigi

  Tanyakan kepada klien seberapa sering ia menyikat gigi Frekuensi ganti pakaian

  Tanyakan kepada klien seberapa sering ia ganti pakaiannya (4)

  Kebersihan vulva Tanyakan kepada klien apakah ada masalah terhadap daerah vulvanya d)

  Aktivitas Tanyakan kepada klien pola aktivitas klien. Anjurkan kepada klien untuk menghindari mengangkat beban berat, kelelahan, latihan yang berlebihan dan olah raga yang berat.

  Aktivitas harus dibatasi bila didapatkan penyulit karena dapat mengakibatkan persalinan premature, KPD (Ketuban Pecah Dini), dan sebagainya (Walyani, 2015:132).

  e) Pola Istirahat

  Menurut Walyani (2015:133) pola istirahat meliputi: (1)

  Tidur siang Kebiasaan tidur siang perlu ditanyakan karena tidur siang menguntungkan dan baik untuk kesehatan.

  Apabila ternyata klien tidak terbiasa tidur siang, anjurkan ibu untuk mencoba dan membiasakannya (2)

  Tidur malam Pola tidur malam perlu ditanyakan karena wanita hamil tidak boleh kurang tidur, apalagi tidur malam, jangan dimana proses pertumbuhan janin berlangsung

  (3) Masalah

  Masalah klien dalam pola istirahat terutama tidur perlu ditanyakan karena mengingat wanita hamil perlu istirahat yang cukup untuk menjaga kehamilannya.

  f) Seksualitas dan kontrasepsi

  Mengkaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang pernah digunakan serta keluhan yang menyertainya (Aspiani, 2017:111).

  4) Pemeriksaan fisik

  Menurut Aspiani (2017:112-114) Dalam melakukan pemeriksaan fisik, metode yang digunakan adalah pemeriksaan

  Head To Toe . Pemeriksaan fisik secara head to toe pada klien

  meliputi: Keadaan umum, tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, respirasi), kemudian pemeriksaan dari mulai kepala sampai ektermitas. 5)

  Pemeriksaan penunjang b. Langkah II (kedua) : Interpretasi Data

  Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa atau masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan (Walyani, 2015:168).

  Masalah adalah kesenjangan yang diharapkan dengan fakta/ kenyataan. Analisa adalah proses pertimbangan tentang nilai sesuatu dibandingkan dengan standar. Standar adalah aturan/ ukuran yang telah diterima secara umum dan digunakan sebagai dasar perbandingan dalam kategori yang sama. Hambatan yang berpotensi tinggi menimbulkan masalah kesehatan (faktor resiko).

  Dalam bidang kebidanan pertimbangan butir-butir tentang profik keadaan dalam hubungannya dengan status sehat-sakit dan kondisi fisiologis yang akhirnya menjadi faktor agen yang akan mempengaruhi status kesehatan orang bersangkutan (Mufdlilah,el al, 2012:111).

  c.

  Langkah III (ketiga): Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi (Walyani, 2015:168).

  d.

  Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera. perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan Mufdlilah,el al. (2012:111). e.

  Langkah V (kelima): Merencanakan asuhan yang komprehensif Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dilengkapi. Suatu rencana asuhan harus sama- sama disetujui oleh bidan maupun wanita itu agar efektif, karena pada akhirnya wanita itulah yang akan melaksanakan rencana itu atau tidak. Oleh karena itu tugas dalam langkah ini termasuk membuat dan mendiskusikan rencana dengan wanita itu begitu juga termasuk penegasan akan persetujuannya (Mufdlilah,el al, 2012:111).

  Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa kerangka pedoman antisipasi terhadap klien tersebut, apakah kebutuhan perlu konseling, penyuluhan dan apakah klien perlu dirujuk karena ada masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah kesehatan lain. Pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien dan keluarga, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melakukannya (Walyani, 2015:168). f.

  Langkah VI (keenam): Melaksanakan dan penatalaksanaan.

  Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (memastikan langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu, biaya g.

  Langkah VII (ketujuh): Evaluasi Melakukan evaluasi hasil dari asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan diagnosa/masalah (Walyani, 2015: 169).

  Manajemen kebidanan ini merupakan suatu kontinum, maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan berikutnya (Mufdlilah,el al, 2012:111).

3. Metode Pendokumentasian SOAP

  Menurut Pudiastuti (2012:48) Metode pendokumentasian SOAP yaitu a.

  Subyektif (S) Subyektif menggambarkan dokumentasi hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah 1 varney b.

  Obyektif (O) Obyek menggambarakan dokumentasi hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laborat, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 varney c. Assesment (A)

  Assesment menggambarkan dokumentasi hasil analisis dan 1)

  Diagnosa/masalah 2)

  Antisipasi diagnosis/kemungkinan masalah 3)

  Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/ kolaborasi, dan atau perujukan sebagai langkah 2,3, dan 4 varney.

  d.

  Planning (P) Planning menggambarkan dokumentasi tingkatan (I) dan evaluasi perencanaan (E) berdasarkan pengkajian langkah 5, 6, dan 7 varney.

  Alasan catatan SOAP sering digunakan untuk dokumentasi adalah sebagai berikut: 1)

  Pendokumentasian dengan metode SOAP berupa kemajuan informasi yang sistematis yang mengorganisasi penemuan dan kesimpulan sehingga terwujud rencana asuhan

  2) Metode ini merupakan penyaringan proses penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan penyediaan dan pendokumentasian asuhan

  3) Metode SOAP dapat membantu mengorganisasi pikiran sehingga dapat memberikan asuhan secara menyeluruh

  4) SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan tertulis.

C. TEORI HUKUM KEWENANGAN BIDAN 1.

  Pengertian Lingkup praktek kebidanan adalah terkait erat dengan fungsi, tanggung jawab dan aktifitas bidan yang telah mendapatkan pendidikan, kompeten dan memiliki kewenangan untuk melaksanakannya (Mufdlilah, et al. 2012:103).

  Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu melalui perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, serta kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Mufdlilah, et al. 2012:103). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES /PER/X/2010.

  Pada pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: a.

  Pelayanan kesehatan ibu, b.

  Pelayanan kesehatan anak, dan c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana Pada Pasal 10 Ayat (1) disebutkan bahwa “Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa prahamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan.

  Ayat (2) pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.

  Episiotomi.

  f.

  Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas.

  e.

  Pemberian tablet Fe pada ibu hamil.

  d.

  Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan.

  c.

  Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II.

  b.

  Ayat (3) disebutkan bahwa “Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk : a.

  Pelayanan konseling pada masa pra hamil.

  Pelayanan konseling pada masa antara kehamilan.

  f.

  Pelayanan ibu menyusui.

  e.

  Pelayanan ibu nifas normal.

  d.

  Pelayanan persalinan normal.

  c.

  Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.

  b.

  Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu ekslusif. g.

  Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala III dan postpartum.

  h.

  Penyuluhan dan konseling. i.

  Bimbingan pada kelompok ibu hamil. j.

  Pemberian surat keterangan kematian. k.

  Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

  Pasal 18 Ayat (1) dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk : a.

  Menghormati hak pasien ; b. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan c.

  Merujuk kasus yang bukan kewenangan atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu d.

  Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan e. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan f.

  Mematuhi standart g.

  Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktek kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian

3. Standar pelayanan kebidanan, IBI (2006)

  Telah di sadari bahwa pertolongan pertama atau penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal merupakan komponen penting dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelayanan kebidanan di setiap tingkat pelayanan. Bila hal tersebut dapat diwujudkan, maka angka kematian ibu dapat di turunkan. Berdasarkan itu, standar pelayanan kebidanan ini mencakup standar untuk penanganan keadaan tersebut, di samping standar untuk pelayanan kebidanan dasar.

  Dengan demikian, ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut: a.

  Standar 9: asuhan persalinan kala I 2)

  Standar 15: pelayanan bagi ibu dan bay pada masa nifas e. Standar penanganan kegawatan obstetri dan neonatal

  Standar 14: penanganan pada 2 ja pertama setelah persalinan 3)

  Standar 13: perawatan bayi baru lahir 2)

  Standar pelayanan nifas 1)

  Standar 12: penanganan kala II dengan gawat janin melalui epsiotomi d.

  Standar 11: penatalaksanaan aktif kala III 4)

  Standar 10: persalina kala II yang aman 3)

  Standar pertolongan persalinan 1)

  Standar pelayanan umum 1)

  6) Standar 8: persiapan persalinan c.

  5) Standar 7: pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan

  4) Standar 6: pengelolaan anemia pada kehamilan

  3) Standar 5: palpasi abdominal

  2) Standar 4: pemeriksaan dan pemantauan antenatal (yang di observasi)

  1) Standar 3: identifikasi ibu hamil

  Standar 2: pencatatan dan pelaporan b. Standar pelayanan antenatal

  Standar 1: persiapan untuk kehidupan keluarga sehat 2)

  1) Standar 16: penanganan perdarahan dalam kehamilan pada trimester III

  2) Standar 17: penanganan kegawatan dan eklampsia

  3) Standar 18: penanganan kegawatan pada partus lama/ macet

  4) Standar 19: persalinan dengan penggunaan vakum ekstraktor

  5) Standar 20: penanganan retensio plasenta

  6) Standar 21: penanganan perdarahan postpartum primer

  7) Standar 22: penanganan perdarahan postpartum sekunder

  8) Standar 23: penanganan sepsis puerperalis

  9) Standar 24: penanganan asfiksia neonatorum

  Standar pelayanan kebidanan yang sesuai dengan kasus kehamilan usia dini adalah standar penanganan kegawatan obstetri dan neonatal yaitu pada standar 4: pemeriksaan dan pemantauan antenatal pernyataan standarnya yaitu: bidan menangani secara tepat bahaya kehamilan serta melakukan pertolongan dan merujuknya.