2448e18bfba830fdd7797f1d9b7a8e76 BAB III RKPD 2017

(1)

BAB III

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

A.Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang rendah, dan juga tingkat pengangguran yang rendah merupakan modal utama pelaksanaan pembangunan, karena selain akan menciptakan iklim investasi yang menarik bagi investor, juga akan menjadi daya ungkit bagi perkembangan sektor-sektor pembangunan di luar sektor ekonomi.

1. Kondisi Perekonomian Kabupaten Wonogiri Tahun 2015 dan Prospek Tahun 2017 Dalam perekonomian global yang terbuka, perekonomian Wonogiri tentu saja sangat dipengaruhi baik oleh perekonomian nasional maupun perekonomian regional. Perekonomian nasional pada tahun 2015 tumbuh sebesar 4,8%, melambat dibanding pertumbuhan tahun 2014, dampak dari perekonoman global yang belum stabil karena belum pulihnya perekonomian maju dan lemahnya perekonomian negara berkembang, terutama Tiongkok dan anjlognya harga-harga komoditas di pasar internasional. Dari sisi stabilitas harga, tingkat inflasi nasional tahun 2015 sebesar 3,35% (yoy), terendah sejak bulan Desember 2009. Pada tahun 2016 inflasi diharapkan tetap terkendali pada kisaran kurang dari 4,5%. Dari sisi sektor keuangan, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga ditopang oleh kinerja sektor perbankan dan pasar uang yang cukup kuat. Kredit dan Dana Pihak III tetap tumbuh, meskipun melambat. Dana Pihak III di Triwulan IV tahun 2015 tumbuh 7,03% dibanding tahun 2014 (yoy). Kredit mengalami pertumbuhan sebesar 10,5% dibanding tahun 2014. Rasio kredit terhadap Dana Pihak III (LDR) pada Triwulan IV 2015 tercatat sebesar 92,0%.

Perekonomian Jawa Tengah tahun 2015 tumbuh sebesar 5,4%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar 5,3%. Tingkat inflasi, yang menggambarkan stabilitas harga-harga kebutuhan pokok, sebesar 2,73%, jauh lebih rendah dibanding tahun 2014 sebesar 8,22%, dan terendah sejak tahun 2012. Perekonomian Jawa Tengah, tahun 2015 terbesar dikontribusi oleh Sektor Industri Pengolahan yang mencapai sebesar 35,3%, kemudian Sektor Pertanian sebesar 15,5% dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 13,3%.. Aspek keuangan, yang dicerminkan dengan jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan, juga sangat berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Posisi pinjaman yang diberikan oleh perbankan di Jawa Tengah sebesar Rp. 277,6 triliun di akhir tahun 2015, meningkat dibanding tahun 2014 sebesar Rp. 245,08 triliun. Dilihat dari pinjaman baru yang disalurkan sektor perbankan, realisasi pinjaman baru di Jawa tengah tahun


(2)

2015 sebesar Rp. 32,5 triliun, lebih rendah dibanding tahun 2014 sebesar Rp. 41,13 triliun.

Seiring dengan perkembangan perekonomian global, nsional dan regional, perekonomian Wonogiri pada tahun 2015 tetap tumbuh, meskipun bisa lebih rendah dari pertumbuhan tahun 2014. Beberapa data yang menjadi indikator perkembangan terebut, bisa dilihat dari data perkembangan pinjaman yang diberikan oleh sektor perbankan di Kabupaten Wonogiri, yang pada tahun 2015 sebesar Rp. 3,37 triliun, meningkat dibanding tahun 2014 sebesar Rp. 3,44 triliun. Meskipun total pinjaman yang diberikan oleh perbankan ke sektor ekonomi meningkat, namun bila dilihat dari pinjaman baru yang disalurkan, menunjukkan penurunan dari Rp. 603,391 miliar tahun 2014 menjadi Rp. 337,14 miliar pada tahun 2015. Begitu juga pinjaman yang diberikan untuk sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah, meskipun total kredit meningkat dari Rp. 1,39 triliun di tahun 2014 menjadi Rp. 1,541 triliun di tahun 2015, namun demikian jumlah pinjaman baru yang diberikan pada tahun 2015 menunjukkan penurunan dibanding tahun 2014, dari Rp. 194,6 miliar menjadi Rp. 150,6 miliiar.

Pertumbuhan ekonomi yang belum optimal di tahun 2015, bisa disebabkan belum optimalnya kegiatan-kegiatan produktif di Wonogiri. Ini bisa dilihat dari komposisi kredit perbankan di Wonogiri, dimana dalam tahun 2015 proporsi pinjaman kepada bukan lapangan usaha sangat besar, mencapai 42,17% atau Rp. 1,59 triliun dari seluruh pinjaman yang diberikan, hampir sama dengan jumlah kredit untuk lapangan usaha yang mencapai Rp. 2,184 trilun atau 57,83% total kredit perbankan di Wonogiri. Kondisi ini harus diperhatikan, meskipun kredit untuk konsumsi di Wonogiri dalam periode tahun 2012 s/d 2015 cenderung menurun namun porsinya sangat besar, artinya porsi kredit untuk kegiatan konsumtif sangat besar di Wonogiri.

Sementara apabila dilihat dari kredit untuk lapangan usaha, data menunjukkan bahwa Sektor Pertanian Wonogiri, yang merupakan sektor utama perekonomian hanya mendapatkan alokasi kredit sebesar 2,9% dari total kredit usaha. Industri pengolahan mendapatkan alokasi kredit sebesar 11,6%, dan kredit terbesar dialokasikan untuk Sektor Perdagangan, Hotel dan restoran yang mencapai 73,6% dari total kredit yang disalurkan di Wonogiri tahun 2015.

Selain pembiayaan oleh perbankan, pemerintah berperan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Belanja modal yang mencerminkan belanja produktif dan memberikan stimulan pendorong pertumbuhan ekonomi, juga menunjukkan peningkatan pada tahun 2015, dari Rp. 223,87 miliar tahun 2014 menjadi Rp. 342,815 miliar. Alokasi belanja modal yang meningkat harus dimaknai dengan semakin meningkatnya infrastruktur dan sarana lainnya yang semakin


(3)

mendorong dan mempermudah mobilitas ekonomi dan sosial masyarakat, yang akhirnya berdampak pada peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat.

Tabel 3.1

Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Nasional, Jateng dan Wonogiri

Gambar 3.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun 2010-2015 Sumber : Buku PDRB Kabupaten Wonogiri Tahun 2010-2014, Proyeksi 2015

Selain pertumbuhan ekonomi, indikator makro lain yaang sangat penting adalah inflasi daerah. Inflasi yang merupakan gambaran kecenderungan kenaikan harga-harga dari sekelompok barang, menjadi indikator kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi inflasi, yang tidak diimbangi dengan pendapatan masyarakat, akan menurunkan daya beli dan akhirnya menurunkan kesejehteraan masyarakat. Inflasi tahunan di Wonogiri tahun 2015 cukup rendah, sebesr 2,13 % yang merupakan akumulasi inflasi Januari sampai dengan akhir Desember 2015. Angka inflasi tahunan ini juga terendah dalam periode tahun 2009-2015. Inflasi yang rendah tahun 2015 ini terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi kelompok bahan makanan sebesar 0,35%, jauh lebih rendah dari tahun 2014 sebesar 18,9% dan tahun 2013 sebesar 20,9%. Begitu juga kelompok Perumahan, Listrik, Gas dan Bahan Bakar mengalami inflasi yang cukup rendah sebesar 1,66%, lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan untuk kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga serta kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan, mengalami deflasi masing-masing sebesar 1,08% dan 3,84%.

Tabel 3.1 0,0

1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0

2011 2012 2013 2014 2015

Wonogiri 3,6 5,94 4,8 5,26 5,1

Jawa Tengah 5,30 5,34 5,14 5,42 5,4

Indonesia 6,16 6,16 5,74 5,21 4,8

%

Wonogiri Jawa Tengah Indonesia


(4)

Perkembangan Inflasi di Kabupaten Wonogiri

NO. KELOMPOK 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Bahan Makanan 10,29 1,85 1,37 3,43 20,09 18,9 0,35

2 Makanan Jadi, Minuman ,

Rokok 5,69 0,39 0 17,42 15,14 1,5 9,03

3 Perumahan 4,07 8,26 0 1,37 5,25 5,87 1,66

4 Sandang 3,51 0,37 11,76 12,33 22,05 7,91 5,42

5 Kesehatan 2,48 0 11,52 15,27 11,43 4,02

6 Pnddkn, Rekreasi, OR 4,91 1,98 0,46 4,7 8,77 3,97 1,08

7 Transportasi -0,27 0,1 1,38 0,26 2,48 1,79 3,84

8 Umum 2,89 6,66 3 3,43 8,6 5,99 2,13

Sumber : Buku Index Harga Konsumen, beberapa tahun penerbitan.

Perubahan metodologi dan perubahan tahun dasar dalam penyusunan PDRB mengakibatkan struktur ekonomi Wonogiri berubah. Perubahan utama pengelompokan Sektor Ekonomi, dengan metode lama 9 (sembilan) sektor berubah menjadi 17 (tujuhbelas) sektor ekonomi. Kontribusi sektor ekonomi juga berubah. Dengan metode baru, Sektor Pertanian yang sebelumnya masih memberikan kontribusi pada perekonomian sebesar + 49%, menurun hanya tingal menjadi 34,18% tahun 2014. Perubahan lainnya adalah, Sektor Industri Pengolahan yang sebelumnya hanya berkisar pada angka + 3%, meningkat menjadi 15,16% tahun 2014.. Dengan perubahan struktur ekonomi ini diharapkan kedepannya laju pertumbuhan ekonomi bisa lebih cepat lagi.

Aspek kesejahteraan merupakan perhatian dan tujuan utama dalam kebijakan perekonomian daerah. Dengan menggunakan indikator Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan gambaran dari perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang harus dibayar petani menunjukkan bahwa dalam periode Oktober 2013 sampai dengan September 2014, Nilai Tukar Petani berada di atas angka 100, kecuali pada periode Bulan April 2014 dan Bulan Agustus 2014, nilai NTP yang berada di bawah angka 100, masing-masing sebesar 98,91 dan 99,89. Nilai NTP di atas 100 menunjukkan bahwa nilai tukar (term of trade) antara barang/produk pertanian dengan barang-barang konsumsi dan faktor produksi yang dibutuhkan petani lebih besar dari 100, artinya prosentase kenaikan harga produk pertanian naik lebih besar dari prosentase kenaikan harga barang dan jasa yang dibayar petani, sehingga pendapatan petani meningkat relatif lebih besar dari kenaikan pengeluaran atau terjadi surplus, atau dapat dikatakan kesejahteraan petani meningkat dibandingkan sebelumnya.

Perekonomian Wonogiri diharapkan pada tahun 2016 berkembang lebih baik lagi. Hal ini didukung oleh beberapa indukator yang diharapkan mampu menjadi pemcu pertumbuhan ekonomi. Pertama terkait dengan meningkatnya belanja modal pemerintah kabupaten Wonogiri menjadi sebesar Rp. 307,793 miliar .atau meningkat 21,4%.%, dibanding penetapan APBD tahun 2015 sebesar Rp. 253,534 miliar. Kedua


(5)

Inflasi pada bulan-bulan awal tahun 2016 yang cenderung rendah. Pada bulan Januari 2016 inflasi sebesar 0,4%, kemudian bulan Pebruari terjadi deflasi sebesar 0,28% dan inflasi bulan Maret sebesar 0,59%. Ketiga diharapkan bergeraknya sekttor riil, dengan indikasi tetap berjalannya penyaluran kredit perbankan kepada pelaku usaha di Kabupaten Wonogiri, yang ternyata dalam triwulan I paling tidak telah ada realisasi sekitar 43 milyar realisasi kredit baru kepada sektor usaha di Wonogiri atau sekitar sekitar 92% dari total penyaluran kredit di Bulan Pebruari 2016 dan 64% dari total penyaluran kredit di bulan Maret 2016. Keempat pengaruh dari optimisme perekonomian nasional yang pada tahun 2016 diharapkan bisa tumbuh sebesar 5,3%, yang yang didukung oleh pertumbuhan konsumsi RT sebesar 5,1%, investasi tumbuh sebesar 5,2% dan exspor tumbuh 1%

2. Prospek Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun 2016 dan 2017

Melihat fundamental perekonomian Kabupaten Wonogiri, serta tantangan perekonomian global yang dinamis, maka prediksi indikator-indikator ekonomi makro Kabupaten Wonogiri Tahun 2016 dan 2017 adalah :

Tabel 3.2.

Proyeksi Indikator-Indikator Makro Tahun 2016 dan Tahun 2017

NO. INDIKATOR TAHUN 2016 TAHUN 2017

1 PDRB Harga berlaku (juta)* 24.097.208,73 26.727.649,11

2 PDRB Harga Konstan (juta)* 17.821.765,28 18.772.579,10

3. Pertumbuhan Ekonomi (%)* 5,23 5,34

4. Pendapatan Perkapita (Rp)* 18.422.443 19.159.341

5. Inflasi (%)* 4,5+1 4,5+1

Sumber : * Hasil Perhitungan

3. Arah Kebijakan Pembangunan Ekonomi Tahun 2017

Guna mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 5,34% pada tahun 2017, arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Wonogiri adalah :

1. Peningkatan infrastruktur ekonomi melalui peningkatan kualitas jalan, jembatan, pasar dan jaringan distribusi lainnya.

2. Mendorong peningkatan nilai tambah produk-produk unggulan di seluruh sektor ekonomi.

3. Karena struktur perekonomian masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga, maka konsumsi rumah tangga harus dipertahankan atau ditingkatkan. Kebijakan ini harus Kebijakan ini harus didukung dengan kebijakan peningkatan daya beli masyarakat, diantaranya :


(6)

a. meningkatkan investasi untuk menyerap lapangan kerja bagi penduduk usia produktif.

b. meningkatkan keberpihakan kepada masyarakat miskin dengan pengembangan UMKM.

c. kebijakan-kebijakan guna menjaga harga barang-barang kebutuhan pokok stabil. 4. Perlu ditingkatkan disiplin penggunaan anggaran, sehingga efektivitas anggaran

meningkat.

5. Mendorong investasi pada sektor-sektor produktif, dengan kebijakan pendukung: a. Perbaikan iklim investasi, yang dititikberatkan pada penyederhanaan prosedur

investasi dan prosedur berusaha.

b. Optimalisasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

c. Meningkatkan kerjasama penyediaan infrastruktur dan energi.

d. Penyiapan SDM sesuai dengan kompetensi yang di minta oleh pasar kerja. e. Meningkatkan efektivitas strategi promosi investasi.

6. Mendorong percepatan transformasi ekonomi dari sektor-sektor yang produktivitasnya rendah (primer), ke sektor-sektor ekonomi yang memiliki produktivitas tinggi (tersier).

7. Upaya-upaya untuk mendorong pemasaran potensi daerah.

B.Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Wonogiri

Belanja daerah dari APBD tetap memberikan kontribusi yang besar bagi upaya menggerakan seluruh sektor pembangunan. Karena besarnya peran belanja daerah tersebut, maka pemahaman terhadap perkembangan APBD dari tahun ke tahun sangat penting, guna memberikan arah proyeksi belanja untuk sektor-sektor pembanguna di tahun 2017.Kebijakan pengelolaan keuangan daerah tahun 2017 tetap dalam kerangka pengelolaan keuangan daerah yang efisien dan efektif. Kemandirian daerah yang rendah, yang ditunjukkan oleh komposisi pendapatan daerah yang masih didominasi dana perimbangan, perlu didukung upaya-upaya nyata untuk meningkatkan pendapatan asli daerah Data menunjukkan bahwa pendapatan daerah cenderung meningkat dalam tahun 2011-2016, dari Rp. 1,166 triliun menjadi Rp. 2,149 triliun, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 13% per tahun.

Tabel 3.3


(7)

N0. Uraian Tahun

2011 2012 2013 2014 2015* 2016** 1. PENDAPATAN 1.166.580 1.339.809 1.489.302 1.712.185 1.963.254 2.149.013 1.1. Pendapatan Asli Daerah 77.142 100.037 111.588 182.149 193.076 184.460

1.1.1. Pajak Daerah 10.867 12.029 14.590 29.525 27.510 26.760

1.1.2. Retribusi Daerah 14.587 21.221 21.211 26.800 19.791 19.927

1.1.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Yang Dipisahkan

5.233 5.926 7.914 10.103 10.475 11.287

1.1.4. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang sah

46.455 60.861 67.872 115.721 135.299 126.486

1.2. Dana Perimbangan 803.583 948.633 1.039.363 1.088.639 1.154.799 1.299.194 1.2.1. Dana Bagi Hasil

Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak

43.718 45.102 46.180 27.869 37.289 37.289

1.2.2. Dana Alokasi Umum 682.033 828.480 917.477 1.001.378 1.031.393 1.145.434

1.2.3. Dana Alokasi Khusus 77.832 75.052 75.706 59.392 86.116 116.471

1.3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Syah

285.856 291.139 338.352 441.397 615.380 665.359

1.3.1. Hibah 4.317 275 620 2.851 2.007 1.442,3

1.3.2. Dana Darurat - - - -

1.3.3. Dana Bagi Pajak Dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya

42.521 52.123 61.819 78.970 109.765 104.252

1.3.4. Dana Penyesuaian otonomi Khusus

212.693 183.826 243.524 308.494 437.896 559.665

1.3.5. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau

Pemerintah Daerah Lainnya

26.325 54.914 32.389 51.081 65.711 -

Sumber : Buku APBD Kabupaten Wonogiri Tahun 2011-2016

Dari aspek kontribusi sumber-sumber pendapatan daerah, sebagaimana Gambar 3.3 menunjukkan dengan jelas bahwa dalam tahun 2011-2016, secara rata-rata sekitar 65,39% pendapatan daerah berasal dari Dana Perimbangan, kemudian 26,17% berasal dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah dan 8,44% dari Pendapatan Asli Daerah.


(8)

Gambar 3.2. Komposisi Pendapatan Daerah Tahun 2011-2016 (%)

Sumber : Perhitungan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun 2011-2014, Perubahan APBD Tahun 2015 dan dan Penetapan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun Anggara 2016.

Pertumbuhan sumber-sumber pendapatan daerah juga cenderung fluktuatif. Dana perimbangan yang merupakan sumber utama pendapatan daerah memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 10,2%, terendah diantara komponen pendapatan daerah lainnya, dan mulai tahun 2012 s/d tahun 2015 terus menunjukkan kecenderungan menurun, dan meningkat kembali di tahun 2016. Hal lain yang perlu dipahami bahwa DAU sebagai komponen utama Dana Perimbangan pertumbuhannya cenderung menurun dan kembali meningkat di tahun 2016, dari 3% di tahun 2015 menjadi 11, 1% di tahun 2016. Lain-Lain Pendapatan Daerah memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 19,2%. Rata-rata pertumbuhan ini lebih rendah dari rata-rata pertembuhan tahun 2010-2015, terutama akibat belum dimasukkanya pendapatan Bantuan Keuangan Propinsi tahun 2016 dalam Penetapan APBD 2016. Perlu diketahui Lain-Lain pendapatan yang Sah pada tahun 2015 tumbuh sebesar 39,4% dan tahun 2014 sebesar 30,5%. Pertumbuhan yang sangat tinggi ini terutama didongkrak oleh pertumbuhan lain-lain pendapatan tahun 2014 yang meningkat sebesar 53,59%. Pendapatan Asli Daerah memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 21,2%, dan pertumbuhan yang cukup tinggi ini terutama didongkrak oleh pertumbuhan PAD tahun 2014 terutama yang bersumber dari Pajak Daerah yang tumbuh sebesar 68,08%. Kondisi kenaikan dana perimbangan yang fluktuatif ini perlu diantisipasi dan disikapi, sehingga kedepan tidak menggangu kondisi keuangan daerah.

2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

6,61 7,47 7,49 10,64 9,83 8,58 8,44

68,88 70,80 69,79 63,58 58,82 60,46 65,39

24,50 21,73 22,72 25,78

31,34 30,96 26,17


(9)

Gambar 3.3. Pertumbuhan Sumber-sumber Pendapatan Daerah Tahun 2011-2015 Sumber : Data diolah dari Buku Perhitungan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun

2011-2014, dan Perubahan 2015 dan Penetapan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun Anggara 2016.

Indikator lain yang menggambarkan keterbatasan keuangan daerah adalah Ruang Fiskal, yang menggambarkan kondisi keleluasaan/fleksibilatas daerah untuk mengalokasikan anggaran yang ada. Formulasi Ruang Fiskal ini berasal dari Pendapatan Daerah dikurangi pendapatan-pendapatan yang mengikat (ear ma rket income), seperti DAK, Dana Hibah, Dana Darurat, Dana Otonomi dan Penyesuaian Khusus dan Gaji Pegawai dari Belanja Tidak Langsung. Semakin besar ruang fiskal, menandakan tersedianya lebih banyak dana yang bisa direncanakan untuk dialokasikan bagi program-program prioritas daerah. Secara Absolut, dalam periode tahun 2011-2016 ruang fiskal tertinggi terjadi pada tahun 2016 sebesar Rp. 200,342 milyar dan terendah tahun 2015 sebesar 109,690 milyar. Secara prosentase ruang fiskal tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 14,84% dan terendah tahun 2015 sebesar 6,07%. Semakin membaiknya Ruang Fiskal daerah, memberi harapan bagi upaya pengelolaan anggaran berdasarkan prioritas daerah yang semakin besar, namun sebaliknya semakin rendahnya ruang fiskal daerah, semakin terbatasnya daerah untuk bisa mengalokasikan anggaran untuk program dan kegiatan prioritas daerah.

(10,0) -10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0

Total Pendapatan Pendapatan Asli Daerah

Dana Perimbangan

Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Syah 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-Rata


(10)

Gambar 3.4. Ruang Fiskal Daerah Tahun 2010-2016 (%) Sumber : Data Diolah dari Buku APBD Tahun 2011-2016

Dalam hal belanja daerah, khususnya Belanja Langsung nampaknya pola tahun 2016 tidak akan jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana sekitar 77,1% anggaran Belanja Langsung dalam periode 2011-2016 dialokasikan untuk untuk membiayai Urusan Pendidikan, Urusan Kesehatan, Urusan Pekerjaan Umum dan Urusan Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, sementara sisanya digunakan untuk membiayai 30 urusan lainnya. Gambar 3.6 memberi penjelasan bahwa dalam tahun 2011-2016, secara rata-rata Urusan Pendidikan menyerap 24,4% anggaran Belanja Langsung, Urusan Kesehatan 20,4%, Urusan Pekerjaan Umum 19,4%, Urusan Pemerintahan Umum dan Otda menyerap 13% dan 30 Urusan Pemerintahan lainnya menyerap 22,9%.

Gambar 3.5 Rata-Rata Proporsi Alokasi Belanja Langsung Tahun 2011-2016. Sumber : Data Diolah

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

10,39 10,17

14,84

13,05

9,66

6,07

9,3

25%

20% 19%

13%

23%

Pendidikan Kesehatan Pekerjaan Umum


(11)

Berdasarkan gambaran keuangan daerah tersebut di atas,kebijakan pendapatan dan belanja tahun 2017 adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan Pendapatan

Kebijakan-kebijakan pengelolaan pendapatan yang harus ditempuh di tahun 2017: Penyempurnaan regulasi bidang pendapatan daerah.

a. Perencanaan target Pendapatan Asli Daerah didasarkan pada potensi, terukur secara rasional yang bisa dicapai.

b. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pengelola pendapatan.

c. Meningkatkan intensifikasi pemungutan pendapatan asli daerah (terutama untuk obyek pungutan yang dikecamatan).

d. Optimalisasi pemanfaatan asset daerah untuk kegiatan-kegiatan yang produktif. e. Peningkatan pelayanan bagi wajib pajak dan retribusi.

f. Penerapan rewards dan punishment bagi wajib pajak dan retribusi.

g. Penguatan dan peningkatan kinerja BUMD, sehingga mendorong peningkatan kontribusi pendapatan daerah.

h. Peningkatan kerjasama dengan pihak ketiga yang saling menguntungkan dalam pemungutan retribusi daerah secara selektif.

i. Peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah pusat dan pemerintah propinsi, serta dengan pihak swasta.

j. Pendelegasian sebagian wewenang pemungutan pendapatan asli daerah kepada camat.

k. Proaktif memenuhi berbagai persyaratan dan ketentuan teknis yang dipersyaratkan guna mendapatkan dana transfer, baik dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi maupun pihak ketiga lainnya.

2. Kebijakan Umum Belanja Daerah

Kebijakan umum belanja daerah tahun 2017, diantaranya adalah :

a. Mengutamakan Belanja Wajib (fixed Cost) dan mengikat untuk menjamin pelayanan dasar masyarakat.

b. Hemat dan efisien

c. Terarah sesuai skala prioritas, mengacu upaya pencapaian visi misi daerah, ketentuan perundangan yang berlaku dan menjaga harmonisasi dengan prioritas pusat dan propinsi.

d. Meningkatkan qualitas anggaran.


(12)

f. Memperhatikan aspek keadilan, pemerataan, dan keterpaduan, program kegiatan SKPD antar wilayah, pemerintah pusat dan provinsi.

g. Memperhatikan belanja yang dilarang dan di batasi. h. Berorientasi pada anggaran kinerja.


(1)

N0. Uraian Tahun

2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

1. PENDAPATAN 1.166.580 1.339.809 1.489.302 1.712.185 1.963.254 2.149.013 1.1. Pendapatan Asli Daerah 77.142 100.037 111.588 182.149 193.076 184.460 1.1.1. Pajak Daerah 10.867 12.029 14.590 29.525 27.510 26.760 1.1.2. Retribusi Daerah 14.587 21.221 21.211 26.800 19.791 19.927 1.1.3. Hasil Pengelolaan

Kekayaan Yang Dipisahkan

5.233 5.926 7.914 10.103 10.475 11.287

1.1.4. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang sah

46.455 60.861 67.872 115.721 135.299 126.486 1.2. Dana Perimbangan 803.583 948.633 1.039.363 1.088.639 1.154.799 1.299.194 1.2.1. Dana Bagi Hasil

Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak

43.718 45.102 46.180 27.869 37.289 37.289

1.2.2. Dana Alokasi Umum 682.033 828.480 917.477 1.001.378 1.031.393 1.145.434 1.2.3. Dana Alokasi Khusus 77.832 75.052 75.706 59.392 86.116 116.471 1.3. Lain-Lain Pendapatan

Daerah Yang Syah

285.856 291.139 338.352 441.397 615.380 665.359

1.3.1. Hibah 4.317 275 620 2.851 2.007 1.442,3

1.3.2. Dana Darurat - - - -

1.3.3. Dana Bagi Pajak Dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya

42.521 52.123 61.819 78.970 109.765 104.252

1.3.4. Dana Penyesuaian otonomi Khusus

212.693 183.826 243.524 308.494 437.896 559.665 1.3.5. Bantuan Keuangan dari

Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya

26.325 54.914 32.389 51.081 65.711 -

Sumber : Buku APBD Kabupaten Wonogiri Tahun 2011-2016

Dari aspek kontribusi sumber-sumber pendapatan daerah, sebagaimana Gambar 3.3 menunjukkan dengan jelas bahwa dalam tahun 2011-2016, secara rata-rata sekitar 65,39% pendapatan daerah berasal dari Dana Perimbangan, kemudian 26,17% berasal dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah dan 8,44% dari Pendapatan Asli Daerah.


(2)

Gambar 3.2. Komposisi Pendapatan Daerah Tahun 2011-2016 (%)

Sumber : Perhitungan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun 2011-2014, Perubahan APBD Tahun 2015 dan dan Penetapan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun Anggara 2016.

Pertumbuhan sumber-sumber pendapatan daerah juga cenderung fluktuatif. Dana perimbangan yang merupakan sumber utama pendapatan daerah memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 10,2%, terendah diantara komponen pendapatan daerah lainnya, dan mulai tahun 2012 s/d tahun 2015 terus menunjukkan kecenderungan menurun, dan meningkat kembali di tahun 2016. Hal lain yang perlu dipahami bahwa DAU sebagai komponen utama Dana Perimbangan pertumbuhannya cenderung menurun dan kembali meningkat di tahun 2016, dari 3% di tahun 2015 menjadi 11, 1% di tahun 2016. Lain-Lain Pendapatan Daerah memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 19,2%. Rata-rata pertumbuhan ini lebih rendah dari rata-rata pertembuhan tahun 2010-2015, terutama akibat belum dimasukkanya pendapatan Bantuan Keuangan Propinsi tahun 2016 dalam Penetapan APBD 2016. Perlu diketahui Lain-Lain pendapatan yang Sah pada tahun 2015 tumbuh sebesar 39,4% dan tahun 2014 sebesar 30,5%. Pertumbuhan yang sangat tinggi ini terutama didongkrak oleh pertumbuhan lain-lain pendapatan tahun 2014 yang meningkat sebesar 53,59%. Pendapatan Asli Daerah memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 21,2%, dan pertumbuhan yang cukup tinggi ini terutama didongkrak oleh

2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

6,61 7,47 7,49 10,64 9,83 8,58 8,44

68,88 70,80 69,79 63,58 58,82 60,46 65,39

24,50 21,73 22,72 25,78

31,34 30,96 26,17


(3)

Gambar 3.3. Pertumbuhan Sumber-sumber Pendapatan Daerah Tahun 2011-2015

Sumber : Data diolah dari Buku Perhitungan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun 2011-2014, dan Perubahan 2015 dan Penetapan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun Anggara 2016.

Indikator lain yang menggambarkan keterbatasan keuangan daerah adalah Ruang Fiskal, yang menggambarkan kondisi keleluasaan/fleksibilatas daerah untuk mengalokasikan anggaran yang ada. Formulasi Ruang Fiskal ini berasal dari Pendapatan Daerah dikurangi pendapatan-pendapatan yang mengikat (ear ma rket income), seperti DAK, Dana Hibah, Dana Darurat, Dana Otonomi dan Penyesuaian Khusus dan Gaji Pegawai dari Belanja Tidak Langsung. Semakin besar ruang fiskal, menandakan tersedianya lebih banyak dana yang bisa direncanakan untuk dialokasikan bagi program-program prioritas daerah. Secara Absolut, dalam periode tahun 2011-2016 ruang fiskal tertinggi terjadi pada tahun 2016 sebesar Rp. 200,342 milyar dan terendah tahun 2015 sebesar 109,690 milyar. Secara prosentase ruang fiskal tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 14,84% dan terendah tahun 2015 sebesar 6,07%. Semakin membaiknya Ruang Fiskal daerah, memberi harapan bagi upaya pengelolaan anggaran berdasarkan prioritas daerah yang semakin besar, namun sebaliknya semakin rendahnya ruang fiskal daerah, semakin terbatasnya daerah untuk bisa mengalokasikan anggaran untuk program dan kegiatan prioritas daerah.

(10,0) -10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0

Total Pendapatan Pendapatan Asli Daerah

Dana Perimbangan

Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Syah


(4)

Gambar 3.4. Ruang Fiskal Daerah Tahun 2010-2016 (%)

Sumber : Data Diolah dari Buku APBD Tahun 2011-2016

Dalam hal belanja daerah, khususnya Belanja Langsung nampaknya pola tahun 2016 tidak akan jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana sekitar 77,1% anggaran Belanja Langsung dalam periode 2011-2016 dialokasikan untuk untuk membiayai Urusan Pendidikan, Urusan Kesehatan, Urusan Pekerjaan Umum dan Urusan Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, sementara sisanya digunakan untuk membiayai 30 urusan lainnya. Gambar 3.6 memberi penjelasan bahwa dalam tahun 2011-2016, secara rata-rata Urusan Pendidikan menyerap 24,4% anggaran Belanja Langsung, Urusan Kesehatan 20,4%, Urusan Pekerjaan Umum 19,4%, Urusan Pemerintahan Umum dan Otda menyerap 13% dan 30 Urusan Pemerintahan lainnya menyerap 22,9%.

Gambar 3.5 Rata-Rata Proporsi Alokasi Belanja Langsung Tahun 2011-2016.

Sumber : Data Diolah

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

10,39 10,17

14,84

13,05

9,66

6,07

9,3

25%

20% 19%

13%

23%

Pendidikan Kesehatan Pekerjaan Umum


(5)

Berdasarkan gambaran keuangan daerah tersebut di atas,kebijakan pendapatan dan belanja tahun 2017 adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan Pendapatan

Kebijakan-kebijakan pengelolaan pendapatan yang harus ditempuh di tahun 2017: Penyempurnaan regulasi bidang pendapatan daerah.

a. Perencanaan target Pendapatan Asli Daerah didasarkan pada potensi, terukur secara rasional yang bisa dicapai.

b. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pengelola pendapatan.

c. Meningkatkan intensifikasi pemungutan pendapatan asli daerah (terutama untuk obyek pungutan yang dikecamatan).

d. Optimalisasi pemanfaatan asset daerah untuk kegiatan-kegiatan yang produktif. e. Peningkatan pelayanan bagi wajib pajak dan retribusi.

f. Penerapan rewards dan punishment bagi wajib pajak dan retribusi.

g. Penguatan dan peningkatan kinerja BUMD, sehingga mendorong peningkatan kontribusi pendapatan daerah.

h. Peningkatan kerjasama dengan pihak ketiga yang saling menguntungkan dalam pemungutan retribusi daerah secara selektif.

i. Peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah pusat dan pemerintah propinsi, serta dengan pihak swasta.

j. Pendelegasian sebagian wewenang pemungutan pendapatan asli daerah kepada camat.

k. Proaktif memenuhi berbagai persyaratan dan ketentuan teknis yang dipersyaratkan guna mendapatkan dana transfer, baik dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi maupun pihak ketiga lainnya.

2. Kebijakan Umum Belanja Daerah

Kebijakan umum belanja daerah tahun 2017, diantaranya adalah :

a. Mengutamakan Belanja Wajib (fixed Cost) dan mengikat untuk menjamin pelayanan dasar masyarakat.

b. Hemat dan efisien

c. Terarah sesuai skala prioritas, mengacu upaya pencapaian visi misi daerah, ketentuan perundangan yang berlaku dan menjaga harmonisasi dengan prioritas pusat dan propinsi.

d. Meningkatkan qualitas anggaran.


(6)

f. Memperhatikan aspek keadilan, pemerataan, dan keterpaduan, program kegiatan SKPD antar wilayah, pemerintah pusat dan provinsi.

g. Memperhatikan belanja yang dilarang dan di batasi. h. Berorientasi pada anggaran kinerja.