139942136 kesehatan dan kesetan kerja

BAB I
Pendahuluan
Latar belakang
Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja
khususnya di lingkungan industri. Menurut International Labour Organization (ILO), 120
juta kecelakaan kerja setiap tahunnya di seluruh dunia, dalam jumlah tersebut 210.000
kasus adalah kasus kecelakaan fatal. Menurut data PT Jamsostek, pekerja yang meninggal
dunia karena kecelakaan pada tahun 2008 mencapai 2.124 orang. Dari kasus-kasus
kecelakaan kerja 9,5% diantaranya (5.476 tenaga kerja) mendapat cacat permanen. Ini
berarti setiap hari kerja ada 39 orang pekerja yang mendapat cacat baru atau rata-rata 17
orang meninggal karena kecelakaan kerja.
Perlengkapan kerja sebagai salah satu sub infra struktur komponen kegiatan di
workh shop, bengkel atau industri merupakan persyaratan standar pelayanan minimal yang
harus dipenuhi, dalam rangka menunjang keselamatan kerja. Salah definisi mengatakan
bahwa standar perlengkapan kerja yang bertalian dengan keselamatan adalah kegiatan
bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungannya serta caracara melakukan pekerjaan. Karena perlengkapan
kerja merupakan persyaratan standar baku, maka menyangkut segala sesuatu peralatan
yang dipakai, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tempat-tempat kerja demikian
tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan,
perhubungan, pekerjaan umum, jasa, dll.


1

BAB II
Isi

A. Klasifikasi kecelakaan akibat kerja
Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional
(ILO) tahun 1962 adalah sebagai berikut:
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
a. Terjatuh.
b. Tertimpa benda jatuh.
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.
d. Terjepit oleh benda.
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.
f. Pengaruh suhu tinggi.
g. Terkena arus listrik.
h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak
j. cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi

k. tersebut.
2. Klasifikasi menurut penyebab
a. Mesin.

 Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik.
 Mesin penyalur (Transmisi).

 Mesin-mesin untuk pengerjaan logam.
 Mesin-mesin pengolah kayu.
 Mesin-mesin pertanian.

 Mesin-mesin pertambangan.

 Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.
b. Alat angkut dan alat angkat.

 Mesin angkat dan peralatannya.
 Alat angkutan diatas rel.

 Alat angkutan lain yang beroda, kecuali kereta api.

 Alat angkutan udara.
 Alat angkutan air.

 Alat-alat angkutan lain.
2

c. Peralatan lain.

 Bejana bertekanan.

 Dapur pembakar dan pemanas.
 Instalasi pendingin.

 Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat
 listrik (tangan).

 Alat-alat listrik (tangan).

 Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik.
 Tangga.


 Perancah (steger ).

 Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.
d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.
 Bahan peledak.

 Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak.
 Benda-benda melayang.
 Radiasi.

e. Bahan-bahan dan zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.
 Lingkungan kerja.
 Diluar bangunan.

 Didalam bangunan.
 Dibawah tanah.

f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan
tersebut.


 Hewan.

 Penyebab lain
g.

Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak
memadai.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan
a. Patah tulang.
b. Dislokasi/keseleo.
c. Regang oto/urat.
d. Memar dan luar dalam yang lain
e. Amputasi.
f. Luka-luka lain.
3

g. Luka dipermukaan.
h. Gegar dan remuk.

i. Luka bakar.
j. Keracunan-keracunan mendadak (akut).
k. Akibat cuaca dan lain-lain.
l. Mati lemas.
m. Pengaruh arus listrik.
n. Pengaruh radiasi.
o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.
p. Lain-lain.
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh
a. Kepala.
b. Leher.
c. Badan.
d. Anggota atas.
e. Anggota bawah.
f. Banyak tempat.
g. Kelainan umum.
h. Letak lain yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut.
Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa
kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh berbagai
faktor. Penggolongan


menurut

jenis

menunjukkan peristiwa

yang

langsung

mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai
penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang
sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat
dipakai untuk mengolongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat
kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya. Keduanya
membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir
terutama sangat penting. Penggolongan menurut sifat dan letak luka atau kelainan
ditubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci
B. Standar operasional prosedur (SOP)

SOP secara umum
Suatu tindakan lain dalam keselamatan diperusahaan adalah dikeluarkannya
pedoman dan petunjuk tentang keselamatan yang berhubungan dengan pengolahan
4

material, menjalankan mesin atau pekerjaan-pekerjaan lainnya. Pedoman dan petunjuk
tidak dapat menggantikan alat-alat perlindungan, tetapi berguna sebagai penunjang
penggunaan alat-alat pengaman tersebut atau sangat berguna manakala alat pengaman
tidak dapat dipasang. Sebagai contoh, perlu pedoman atau petunjuk tentang cara
penggunaan rantai atau tali pengangkat, penyimpanan dan pemeriksaannya atau tentang
perawatan mesin atau perawatan lainnya.
Mempersiapkan suatu pedoman atau petunjuk tidaklah mudah, yang sulit
adalah penerapannya. Cara terbaik agar pedoman atau petunjuk ditaati adalah pengikut
sertaan para pelaku dalam perumusan pedoman atau petunjuk. Hal ini dapat dilakukan
melalui panitia keselamatan atau mengajak yang bersangkutan untuk berkonsultasi.
Segera setelah petunjuk atau pedoman dikeluarkan, harus ada tindakan selanjutnya antara
lain supervisi dan lain-lain.
Pedoman atau petunjuk tidak ada manfaatnya jika tidak ditaati. Untuk itu
isinya harus tepat, suatu pedoman yang tidak jelas, misalnya seperti dianjurkan memakai
sepatu pelindung, pemakaiannya diserahkan kepada pertimbangan tenaga kerja.

Seharusnya pedoman berbunyi seperti “sepatu pelindung harus dipakai oleh semua
tenaga kerja yang bekerja pada pengolahan benda-benda berat”. Apabila kemampuan
perusahaan tidak dapat menjangkaunya, mungkin perusahaan menganjurkan suatu
pedoman atau petunjuk kepada tenaga kerja, namun bila perusahaan sudah mampu,
anjuran tersebut dirubah menjadi suatu ketentuan yang harus ditaati dan disertai
pengadaan segala sesuatu yang perlu.
Petunjuk atau pedoman tidak boleh sebagai alat buat pengusaha untuk
melepaskan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam keselamatan. Misalnya kaca mata
dinyatakan tidak perlu dipakai, padahal sebenarnya pekerjaan itu men syaratkannya.

SOP Penggunaan tangga
Perlu diperhatikan hal-hal berikut dalam penggunaan tangga yang benar :
1. Setiap tangga yang dipakai untuk naik dan turun memiliki panjang sekurangkurangnya 1 meter di atas tempat yang tertinggi yang akan dicapai oleh setiap orang
menggunakannya atau satu dari sisi tegaknya mempunyai panjang 1 meter lebiih
untuk dipergunakan sebagai pegangan.
2. Tangga tidak boleh berdiri di atas bata-bata atau barang lain yang goyah, tetapi harus
berdiri pada dataran yang kokoh.

5


3. Setiap tangga harus diletakkan sedemikian sehingga di atas dan dibawah tidak
mungkin bergerak. Jika di atas dapat dikokohkan letaknya, bagian bawah harus kuat
kedudukannya terhadap lantai. Jika kedudukannya di lantai juga tidak dapat dijamin
kekokohannya, orang lain harus memegangi tangga di bawah.
4. Cara kerja harus menjamin agar tangga tidak bergerak ke samping
5. Tangga yang sangat panjang harus dikokohkan kedudukannya terhadap penunjang.
6. Tangga-tangga harus ditunjang secara sama dan tepat pada kedua sisinya.
7. Jika suatu tangga menghubungkan beberapa lantai, tangga harus dilengkapi
pasangan perancah dan suatu tempat singgah ke lantai yang bersangkutan dengan
lobang yang sekecil mungkin.
8. Suatu tangga yang anak tangganya cacat atau hilang tidak boleh dipakai.
9. Pemasangan anak tangga harus sedemikian sehingga tidak hanya dipakai tergantung
dari paku saja, tetapi lebih kokoh lagi.

Pemakaian tangga di perusahaan
Tangga-tangga banyak dipakai diperusahaan-perusahaan atau tempat-tempat kerja.
Untuk keperluan tersebut perlu diikuti pedoman-pedoman sebagai berikut:
1. Tersedianya tangga dalam jumlah yang cukup menurut jenis dan panjang yang
tepat merupakan kebutuhan diperusahaan atau tempat kerja khususnya untuk
pekerjaan perawatan dan perbaikan.

2. Tangga-tangga harus selalu dipelihara dalam kondisi sebaik-baiknya dan harus
diperiksa secara teratur oleh orang-orang yang kompeten.
3. Tangga-tangga dengan anak-anak tangga yang hilang atau cacat tidak boleh
dikeluarkan untuk dipakai atau diterima untuk dipergunakan.
4. Tangga-tangga yang kurang sempurna harus segera diperbaiki.
5. Tangga- tangga harus dilengkapi penguat yang tidak selip, jika landasan tersebut
membantu mengurangi bahaya terselip.
6. Tenaga kerja yang bertugas untuk pekerjaan perbaikan dan memerlukan tangga
atau dataran kerja harus menelaah bahwa tangga dan dataran kerja cocok untuk
pekerjaannya.
7. Tegaknya tangga harus sedemikian sehingga jarak terhadap landasan terhadap
dinding tegak adalag seperempat dari panjang bersandarnya tangga.
8. Beramai-ramai naik tangga tidak dibenarkan.

6

9. Tangga jangan sekali-kali ditempatkan di depan pintu terkecuali pintu dikunci
atau dijamin tidak akan terbuka dan menyebabkan tergelincirnya tangga.
10. Tangga-tangga tidak boleh ditempatkan saling bersandar satu dengan lainnya
sehingga timbul kerusakan padanya.
11. Tangga tidak boleh dipakai untuk keperluan lain dari pada maksud pembuatannya.
12. Tangga harus di simpan sedemikian rupa sehingga :
-

Mudah diambil untuk pemakaiannya

-

Mudah dicapai tempatnya

-

Tidak dipengaruhi cuaca seperti panas dan kelembaban

-

Tempatnya cukup aliran udara

-

Jika diletakkan medatar, harus dipakai penyangga agar tidak lenkung.

C. Faktor penyebab kecelakaan kerja
Dari pengalaman yang kita peroleh selama ini dapat diketahui bahwa penyebab
kecelakaan, pada garis besarnya dapat dibagi atas dua golongan.
1. Kecelakaan yang disebabkan oleh karena keadaan yang berbahaya, misalnya yang
tidak ada pengamannya, peralatan kerja yang rusak, instalasi yang tidak memenuhi
syarat, lantai yang licin dan sebagainya.
2. Kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan-tindakan yang berbahaya, yang umumnya
ditimbulkan oleh tingkah laku manusia sewaktu bekerja. Pada umumnya kecelakaan
yang terjadi adalah akibat dari kedua golongan penyebab tersebut di atas, yang kalau
dianalisa secara mendalam, dapat diuraikan lagi menjadi tiga faktor, sebagai berikut :






Faktor lingkungan kerja
Faktor mesin dan peralatan
Faktor manusia atau tenaga kerja

Supaya pencegahan kecelakaan dapat terlaksana dengan baik, maka harus dilakukan
usaha-usaha agar ketiga faktor penyebab kecelakaan tersebut di atas, tidak berada
pada kondisi yang memungkinkan terjadinya kecelakaan.


Faktor lingkungan kerja. Faktor lingkungan kerja yang penting dan perlu
diperhatikan adalah kebersihan, pertukaran udara di dalam ruangan, penerangan,
dan tata ruang dari mesin dan peralatan kerja. Jadi supaya tidak terjadi kecelakaan
perlu kita perhatikan :

7

-

Kebersihan, misalnya lantai tidak licin karena adanya kotoran berupa minyak
pelumas.

-

Pertukaran udara di dalam ruangan dapat berlangsung dengan baik sehingga
tidak perlu terjadi seseorang tenaga kerja, kehilangan kesadaran karena
kekurangan udara bersih (oksigen)

-

Penerangan dijaga agar kapasitasnya mencukupi, sesuai dengan sifat pekerjaan
yang dilakukan.

-

Tata ruang harus dijaga agar mematuhi persyaratan, misalnya tidak terlalu
sempit dan mudah bagi lalu lintas barang atau orang.

Di dalam tempat kerja akan banyak dijumpai faktor-faktor

pajanan yang apabila

diabaikan akan sangat membahayakan keselamatan ketika bekerja.
a. Fisika
-

Banyak pajanan yang berupa fisik yang dapat dijumpai di tempat kerja manapun.
Pajanan bahaya potensial faktor fisik antara lain : kebisingan, suhu panas dan
dingin, getaran, pencahayaan dan radiasi elektromagnetik.

 Kebisingan


Bising adalah suara atau bunyi yang tidak dikehendaki. Kualitas bising
ditentukan oleh : frekuensi bunyi(Hz) dan Intensitas bunyi(db). Dengan





NAB(Nilai Ambang Batas) : 85 dbA per 8 jam/hari.
Dampak kesehatan yang terlihat : kerusakan auditorik dan non-auditorik.
Kerusakan auditorik : trauma akustik, ketulian sementara(Temporary
Threshold Shift), dan Ketulian menetap(Permanen Temporary Shift dan akan



menjadi NIHL apabila dibiarkan dan tidak ada upaya pencegahan/preventif.6
Kerusakan non-auditorik : gangguan komunikasi, gangguan fisiologis dan juga
gangguan perilaku.



Untuk gangguan perilaku akan timbul paranoid dan

depresi.

Upaya pencegahan : Program konservasi pendengaran (Hearing Conservation
Program) dan penggunaan sumbat telinga(earplug), penutup telinga(earmuff)
dan helm pelindung telinga(ear protektif helmet).

 Suhu panas dan dingin

8



Terdapat mekanisme control yang terlihat yakni : evaporasi, konveksi, radiasi
dan juga vasodilatasi. Lalu dapat menciptakan tekanan panas yakni kombinasi





dari suhu udara, radiasi, kelembaban dan pergerakan udara.
Satuan : Indeks suhu basah dan bola(ISBB).
Apabila

tekanan

panas

secara

terus-menerus

terpajan

maka

akan

mempengaruhi kesehatan pekerjanya , antara lain : heat fatique, heat rash,


heat syncope, heat cramps, heat exhaustion dan heat stroke.

Sedangkan untuk tekanan dingin yang terpajan terus-menerus juga dapat
mempengaruhi kesehatan pekerjanya antara lain: Hipoterm, Frosbite,
Trenchfoot dan Chillblain.

 Getaran/vibrasi


Suatu fenomena dimana terjadi peningkatan dan penurunan dimensi terhadap
suatu nilai dasar secara berulang-ulang sesuai waktu. Dimana dimensinya



adalah jarak, kecepatan dan akselerasi.



Sumber vibrasi : segmental dan juga seluruh tubuh(kendaraan forcliff)



Unit akselerasi : m/s2. Dengan NAB : 4 m/s2.

Efek getaran terhadap tubuh : Motion sickness, penglihatan kabur, kelelahan
dan ketidaknyamanan dan Hand-Arm Vibaration(HAV) yang dimana
memiliki beberapa gangguan. Gangguan pada sirkulasi darah berupa Vibration
induced White Finger(VWF) yang dimana gejalanya seperti Raynuad;s
syndrome : blanching, numbness, tingling dan Cyanosis.

 Pencahayaan


Faktor penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang baik dimana
nantinya akan menimbulkan suasana nyaman dan tentunya meningkatkan



produktivitas pekerja.



cahaya(luks) dan juga tingkat kesilauan(brightness)

Ada 2 jenis faktor yang mempengaruhi pencahayaan, yakni : Intensitas

Dan juga terdapat 2 kategori cahaya yang menyilaukan, yakni : Discomfort
glare(sudah menimbulkan rasa yang tidak nyaman tapi belum menimbulkan
keluhan organ) dan juga Disability glare(sudah menimbulkan rasa yang tidak
nyaman dan juga keluhan organ sudah timbul).
9

.

 Radiasi elektromagnetik


Radiasi sinar ultraviolet, sumber : sinar UV , las.Dan dapat ,enimbulkan
penyakit kulit yakni iritasi kulit dan mata. Terdapat upaya pencegahan yakni



dengan menggunakan kacamata kobal saat las.
Radiasi sinar infra merah, Sumber : peleburan baja, peleburan gelas, dan bara
logam. Tentunya dapat meningkatkan bebabn panas tubuh. Dan juga



mempunyai efek terhadap mata yaitu katarak.



gangguan sistem saraf, dab gangguan reproduksi.

Radiasi gelombang mikro, dapat mengakibatkan penyakit : konjunctivitis,

Radiasi pengion dan partikel berenergi tinggi, efek radiasi berupa : efek
stokastik dan non-stokastik. Memiliki efek akut : eritem, depresi sum-sum
tulang, penurunan fertilitas sementara/permanen. Efek kronis : kemandulan,
kanker, cacat congenital dan juga katarak.

b. Biologik
-

Pajanan biologi adalah bahan biologi yang ada si sekitar manusia, dalam bentuk
mikroorganisme(virus, bakteri, jamur, parasit), tumbuhan(debu organic), dan
binatang. Pajanan biologi di tempat kerja sering tidak dapat dihindari. Harus dapat
dibedakan : penyakit akibat pajanan biologi di tempat kerja atau yang biasa terjadi
di masyarakat luas.

-

Penggolongan pajanan biologi :

 Pajanan biologi akibbat kerja

 Pajanan yang dialami akibat bekerja langsung dengan bahan biologi atau
merupakan hasil langsung dari proses kerja yang dilakukan pekerja.

 Pajanan biologi lingkungan kerja

 Pajanan yang dialami akibat tercemarnya lingkungan kerja, dan
merupakan akibat tidak langsung akibat proses kerja, seperti higine dan
pemeliharaan tempat kerja yang kurang baik.

 Pajanan biologis alamiah/bukan akibat kerja

 Pajanan biologi yang secara alamiah berada di wilayah lingkungan tempat
kerja, yang banyak menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat di
tempat tersebut, seperti malaria, demam berdarah.

10

-

Penyakit akibat pajanan biologi :
 Penyakit Legionaire

 Terjangkit melalui pernapasan dalam(menghirup) udara ber-aerosol yang
tercemar. Tidak menular dari orang ke orang.

 Kuman ini dapat ditemukan di danau sungai tapi juga dapat pada alat-alat
maupun tempat-tempat tertentu, seperti : system buatan manusia seperti
menara pendingin pada AC, humidifiers, system sirkulasi air hangat, kamar
mansi system semprot, kran air, alat pembangkit uap, air mancur hias,
peraltan pengobatan saluran pernafasan.

 Gejala : demam Pontiak(gejala seperti flu), infeksi yang lebih serius
termasuk pneumonia.

 Penyakit di sektor pertanian : Antraks

 PAK(Penyakit Akibat Kerja) pertama menurut ILO.

 Transmisi : udara, makanan dan kontak.

 Penyebab : Bacillus anthracis.

 Avian flu

 Menyebabkan pneumonia berat dan progresif.

 Transmisinya melalui udara dari unggas ke manusia.
c. Kimia
-

Yang terpenting untuk mencegah PAK(Penyakit Akibat Kerja) karena bahan
kimia diperlukan suatu criteria yang dikatakan wajib ada pada bahan kimia
tersebut. Hal yang terpenting tersebut adalah MSDS(Material Safety Data Sheet).

-

Dari MSDS tersebut maka akan langsung diketahui semua informasi mengenai
bahan kimia tersebut.

-

MSDS adalah suatu Lembar Data Keselamatan Bahan(LDKB) memberikan
informasi yang penting yang dapat digunakan perusahaan untuk mengoptimalkan
penggunaan bahan kimia dan meningkatkan standar kesehatan dan keselamatan
tempat kerja.

-

MSDS meliputi : nama bahan kimia, informasi tentang komposisi bahan, sifatsifat fisik dan kimiawi, kestabilan dan daya reaktif, identifikasi bahaya, tindakan
P3K, tindakan pemadam kebakaran, tindakan penyelamatan kecelakaan, metode
penanganan dan penyimpanan yang tepat, pengawasan dan perlindungan diri yang
11

diperlukan,

informasi

tentang

toksikologi(keracunan),

informasi

tentang

ekologi(lingkungan), pertimbangan pembuangan, informasi tentang angkutan,
informasi tentang peraturan, informasi tambahan.


Faktor mesin dan peralatan. Faktor mesin dan peralatan yang perlu diperhatikan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan, adalah :
-

Pengaman-pengaman harus dipasang pada mesin, sesuai dengan persyaratanpersyaratan keselamatan kerja

-

Peralatan-peralatan pengaman yang dipakai oleh tenaga kerja harus dijaga agar
tetap pada kondisi yang baik, sehingga benar-benar dapat berfungsi sebagai



pengaman dalam kerja.
Faktor manusia. Faktor manusia yang menyebabkan terjadinya kecelakaan
biasanya adalah :
-

Kelalaian

-

Kekurangan pada keterampilan atau kecakapan dalam bekerja

-

Kekurangan yang terdapat pada physik dan mental si tenaga kerja.
Berikut beberapa penyebab lain yang menyebabkan kecelakaan kerja akibat
manusia :

-

Umur Pekerja
Penelitian dalam test refleks memberikan kesimpulan bahwa umur mempunyai
pengaruh penting dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja. Ternyata
golongan umur muda mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan
kecelakaan lebih rendah dibandingkan usia tua, karena mempunyai kecepatan
reaksi lebih tinggi. Akan tetapi untuk jenis pekerjaan tertentu sering
merupakan golongan pekerja dengan kasus kecelakaan kerja tinggi, mungkin
hal ini disebabkan oleh karena kecerobohan atau kelalaian mereka terhadap
pekerjaan yang dihadapinya.

-

Pengalaman Bekerja
Pengalaman bekerja sangat ditentukan oleh lamanya seseorang bekerja.
Semakin lama dia bekerja maka semakin banyak pengalaman dalam bekerja.
Pengalaman

kerja

juga

mempengaruhi

terjadinya

kecelakaan

kerja.

Pengalaman kerja yang sedikit terutama di perusahaan yang mempunyai.
-

Tingkat Pendidikan dan Keterampilan

12

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi
pekerjaan, demikian juga dalam menerima latihan kerja baik praktek maupun
teori termasuk diantaranya cara pencegahan ataupun cara menghindari
terjadinya kecelakaan kerja.
-

Lama Bekerja
Lama bekerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini
didasarkan pada lamanya seseorang bekerja akan mempengaruhi pengalaman
kerjanya.

-

Kelelahan
Faktor kelelahan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau turunnya
produktifitas kerja. Kelelahan adalah fenomena kompleks fisiologis maupun
psikologis dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah dan perubahan
fisiologis dalam tubuh. Kelelahan kan berakibat menurunnya kemampuan
kerja dan kemampuan tubuh para pekerja.

-

Psikologi
Pekerjaan akan menimbulkan reaksi psikologis bagi yang melakukan
pekerjaan itu. Reaksi ini dapat bersifat positif, misalnya senang, bergairah, dan
merasa sejahtera, atau reaksi yang bersifat negatif, misalnya bosan, acuh, tidak
serius, dan sebagainya. Reaksi positif tidak perlu dibahas disini, yang perlu
dibahas adalah reaksi yang negatif.
Seorang pekerja atau karyawan yang bersikap bosan, acuh, tak
bergairah melakukan pekerjaannya ini banyak faktor yang menyebabkannya,
antara lain tidak cocok dengan pekerjaan itu, tidak tahu bagaimana melakukan
pekerjaan yang baik, kurangnya insentif, lingkungan kerja yang tidak
menyenangkan, dan lain-lainnya. Salah satu faktor yang sering terjadi
mengapa karyawan atau pekerja ini melakukan pekerjaannya dengan sikap
yang negatif adalah karena tidak mengetahui bagaimana melakukan
pekerjaannya secara baik dan efisien. Melakukan pekerjaan secara efisien tidak
hanya bergantung kepada kemampuan atau keterampilan tetapi juga
dipengaruhi oleh penguasaan prosedur kerja, uraian kerja (job description)
yang jelas. Peralatan kerja yang tepat atau sesuai lingkungan kerja, dan
sebagainya. Semuanya ini dicakup dalam satu istilah yakni cara kerja yang
ergonomis.

13

Cara ergonomis yang sesuai dengan teori psikologis antara lain sebagai
berikut:
a. Memberikan pengarahan dan pelatihan tentang tugas kepada pekerja
sebelum melaksanakan tugas barunya.
b. Memberikan uraian tugas tertulis yang jelas kepada pekerja atau
karyawan.
c. Melengkapi pekerja / karyawan dengan peralatan yang sesuai / cocok
dengan ukurannya.
d. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan aman.
Kurangnya perhatian terhadap cara kerja ini oleh pimpinan perusahaan dapat
menimbulkan kebosanan. Akibat kebosanan bagi pekerja, mereka akan
mencari variasi kerja lain yang tidak dikuasai (untuk menghindari monoton
ini) dan ini dapat berakibat kecelakaan kerja. Oleh sebab itu kebosanan dan
kemonotonan kerja erat kaitannya dengan kecelakaan kerja.
Aspek lain dari psikologi kerja ini yang sering menjadi masalah kesehatan
kerja adalah stres. Stres terjadi pada hampir semua pekerja, baik tingkat
pimpinan maupun pelaksana. Memang di tempat kerja, lebih-lebih tempat
kerja yang lingkungannya tidak baik, sangat potensial untuk menimbulkan
stres bagi karyawannya.
Stres di lingkungan kerja memang tidak dapat dihindarkan, yang dapat
dilakukan adalah bagaimana mengelola, mengatasi atau mencegah terjadinya
stres tersebut sehingga tidak mengganggu pekerjaan. Untuk dapat mengelola
stres, pertama sekali yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi sumber
atau penyebab stres atau stressor.

Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai penyebab, teori tentang
terjadinya suatu kecelakaan adalah :

 Teori kebetulan Murni (Pure Chance Theory), yang menyimpulkan bahwa
kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas
dalam rangkaian peristiwanya, karena itu kecelakaan terjadi secara
kebetulan saja.

 Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident prone Theory), pada pekerja
tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang
memang cenderung untuk mengalami kecelakaan kerja.
14

 Teori Tiga Faktor (Three Main Factor ), menyebutkan bahwa penyebab
kecelakaan peralatan, lingkungan dan faktor manusia pekerja itu sendiri.

 Teori Dua Faktor (Two main Factor ), kecelakaan disebabkan oleh kondisi
berbahaya (unsafe condition) dan tindakan berbahaya (unsafe action).

 Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory), menekankan bahwa pada
akhirnya seluruh kecelakaan kerja tidak langsung disebabkan karena
kesalahan manusia.
D. Instalasi
1. Fasilitas
e. Asuransi
Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan
program jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan
dengan mekanisme asuransi (UU No 3 Tahun 1992). Perusahaan mendaftarkan
keikutsertaan tenaga kerja dalam program JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga
Kerja) atau asuransi lainnya dan perusahaan membayar iuran kecelakaan kerja
pada pekerja yang mengalami kecelakaan kerja. Perusahaan asuransi akan
meminta rincian kejadian kecelakaan dan akan mengirimkan petugasnya untuk
menyelidiki kejadian tersebut dan akan memberikan besaran finansial yang sesuai
dengan kerusakan dan beratnya kecelakaan. Menurut UU No 3 tahun 1992 bahwa
perlu adanya peningkatan perlindungan tenaga kerja dalam program jaminan
sosial tenaga kerja yang bertujuan untuk memberikan ketenangan bekerja dan
jaminan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya. Pencegahan ini sesuai
dengan item kesebelas dari pencegahan yang dipaparkan oleh suma‟mur (1996)
yaitu asuransi merupakan insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan.
f. Fasilitas P3K (Pertolongan pertama pada kecelakaan)
P3K didefinisikan sebagain perawatan daeurat hingga tenaga medis atau
perawat tiba di tempat dan perawatan cedera kecil yang tidak memerlukan
perawatan atau bahkan tidak memerlukan perhatian medis.
Fasilitas –fasilitas pertolongan pertama yang harus disediakan dalam Health
and Safety (First Aid) Regulations 1981, dengan rincian lebih jelasnya diberikan
dalam Approved Code of Practice and Guidance „First aid at work, publikasi HSE
L74. Saran-sarannya meliputi:

15

-

Cakupan fasilitas kesehatannya tergantung pada risiko, semakin luaslah
cakupan fasilitas tersebut.

-

Jumlah petugas P3K harus mencukupi- satu petugas untuk setiap lima puluh
pekerja untuk pekerjaan berisiko rendah. Perbandingan antara jumlah pekerja
dengan petugas P3K ini disesuaikan apabila risiko pekerjaannya meningkat

-

Harus terdapat ruang P3K jika:
tapak berisiko tinggi, tapak tersebut berada jauh dari rumah sakit, misalnya
didaerah pedesaan, akses ke rumah sakit atau dokter sulit dilakukan,
misalnya daerah dengan lalu lintas yang sangat macet.

-

Kotak P3K harus :
Kuat agar dapat melindungi isinya, dapat diisi lagi, berisi kartu panduan
pertolongan pertama pada kecelakaan, digunakan hanya untuk barang-barang
P3K, bukan barang lain>

-

Pekerja harus mendapatkan informasi tantang fasilitas P3K dan lokasi
penempatannya.

-

Jika tersedia ruang P3K, ruang tersebut harus :

 Berada dibawah pengawasan petugas P3K atau perawat

 Menyediakan petugas P3K yang siaga selama ada orang yang sedang
bekerja di perusahaan bersangkutan

 Memiliki petugas pengganti P3K yang bertanggung jawab
 Mudah diakses oleh ambulans

 Cukup luas untuk menempatkan tempat tidur

 Memliki pintu yang cukup lebar untuk diallui kursi roda
2. Peraturan
Dalam undang-undang no. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok
mengenai tenaga kerja secara jelas ditegaskan, bahwa tiap tenaga kerja berhak
mendapat perlindungan atas keselamatannya (Pasal 9) dan Pemerintah membina
norma-norma keselamatan kerja (Pasal 10 ayat a). Sedangkan dalam hubungan
jaminan dan bantuan sosial, secara umum dinyatakan dalam undang-undang no. 14
tahun 1969 tersebut bahwa Pemerintah mengatur penyelenggaraan pertanggungan
sosial dan bantuan sosial bagi tenaga kerja dan keluarganya. Pertanggungan dan
bantuan sosial ini meliputi juga kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sekalipun

16

dalam penjelasan undang-undang dimaksud hanya diperinci antara lain sakit,
meninggal dunia dan cacat.
Melihat sasarannya, terdapat dua kelompok perundang-undangan dalam keselamatan
kerja, yaitu sebagai berikut:
1. Kelompok perundang-undangan yang bersasaran pencegahan kecelakaan akibat
kerja. Kelompok ini terdiri dari undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja dan peraturan-peraturan lain yang diturnkan atau dapat dikaitkan
dengannya. Selain itu keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan terdapat
dalam undang-undang lain, seperti undang-undang kerja (1948-1951).
2. Kelompok perundang-undangan yang bersasaran pemberian kompensasi terhadap
kecelakaan yang sudah terjadi. Kelompok ini terdiri dari undang-undang
kecelakaan (1947-1957) dan peraturan-peraturan yang diturunkannya.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja diundangkan
pada tahun 1970 dan mengganti Veiligheids Reglement Stbl no 406 yang berlaku sejak
tahun 1910. VR yang berlaku mulai 1910 dan semenjak itu mengalami perubahan
mengenai soal-soal yang tidak terlalu berat, ternyata dalam banyak hal sudah
terbelakang dan perlu diperbaiki sesuai dengan perkembangan peraturan perlindungan
industrialisasi di Indonesia. Perluasan ruang lingkup.
1. Perubahan pengawasan represif menjadi preventif.
2. Perumusan teknis yang lebih tegas.
3. Penyusunan tata usaha sebagaimana diperlukan pelaksanaan pengawasan.
4. Tambahan pengaturan pembinaan keselamatan kerja bagi pimpinan perusahaan dan
tenaga kerja.
5. Tambahan pengaturan mendirikan panitia pembina keselamatan kerja dan kesehatan
kerja.
6. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan.
Pembaruan dan perluasannya adalah mengenai hal-hal sebagai berikut:
Materi yang diatur oleh undang-undang keselamatan kerja meliputi bab-bab
peristilahan,

ruang

lingkup,

syarat-syarat

keselamatan

kerja,

pengawasan,

pembinaan, panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja, pelaporan kecelakaan,
kewajiban dan hak tenaga kerja, kewajiban bila memasuki tempat kerja, kewajiban
pengurus, dan ketentuan-ketentuan penutup.

17

Istilah-istilah yang dipakai dalam undang-undang keselamatan kerja dan
pengertiannya meliputi (Pasal 1):
1. Tempat kerja, ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, yang menjadi tempat tenaga kerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya
sebagaimana diperinci dalam pasal-pasal undang-undang keselamatan kerja.
Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat tenaga kerja
tersebut (Ayat 1).
2. Pengurus, ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri (Ayat 2).
3. Pengusaha ialah:
a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan
untuk keperluan itu menggunakan tempat kerja.
b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu bukan
miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
c. Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau dadan hukum
termaksud pada a dan b, jikalau yang diwakili berkedudukan di luar negeri (Ayat
3).
4. Direktur, ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
melaksanakan undang-undang keselamatan kerja (Ayat 4).
5. Pegawai pengawas, ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja (Ayat 5).
6. Ahli keselamatan kerja, ialah tenaga kerja teknis berkeahlian khusus dari luar
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
mengawasi ditaatinya undang-undang keselamatan kerja (Ayat 6).

Mengenai ruang lingkupnya undang-undang keselamatan kerja menegaskan sebagai
berikut (Pasal 2):
1. Yang diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air, maupun diudara,
yang berada didalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia (Ayat 1).
2. Ketentuan-ketentuan dalam 1 tersebut diatas berlaku dalam tempat kerja, yang
merupakan tempat-tempat:
18

a. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan,
kebakaran atau peledakan.
b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan
bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit atau
beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi.
c. Dikerjakan

pembangunan,

perbaikan,

perawatan,

pembersihan

atau

pembongkaran rumah, gedung, atau bangunan lainnya termasuk bangunan
pengairan, saluran atau terowongan dibawah tanah dan sebagainya atau
dilakukan pekerjaan persiapan.
d. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan.
e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak , logam atau bijih
logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik
dipermukaan atau didalam bumi maupun didasar perairan.
f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik didaratan, melalui
terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun diudara.
g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan dikapal, perahu, dermaga, dok, stasiun,
atau gudang.
h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain didalam air.
i. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan.
j. Dilakukan pekerjaan dibawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah.
k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting.
l. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur, atau lubang.
m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.
n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.
o. Dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau
telepon.
p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan alat teknis.

19

q. Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan
listrik, gas, minyak atau air.
r. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya
yang memakai perlatan, instalasi listrik atau mekanik (Ayat 2).
3. Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan atau
lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan yang bekerja dan atau
yang berada diruangan atau lapangan itu dan dapat diubah perincian tersebut dalam
ayat 2.

Syarat-syarat keselamatan kerja diatur dalam pasal 3 dan 4 undang-undang
keselamatan kerja yang berbunyi sebagai berikut:
1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi peledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul dan menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar dan radiasi, suara
dan getaran.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. Mengatur suhu dan lembab udara yang baik.
k. Mengatur penyegaran udara yang cukup.
l. Memelihara kesehatan dan ketertiban.
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya.
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang.Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
o. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
20

p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi (Pasal 3 ayat 1).
2. Dengan peraturan perundangan dapat diubah perincian seperti dalam pasal 3 ayat 1
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta
pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari (Pasal 3 ayat 2).
3. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk
teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan (Pasal 4 ayat 1).
4. Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan
ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang
konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan perlengkapan alat-alat perlindungan,
pengujian dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan, pemebrian tanda-tanda
pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi guna menjamin
keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya
dan keselamatan umum (Pasal 4 ayat 2).
5. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti dalam pasal 4 ayat 1
dan 2 dan dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban
memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

Pengawasan undang-undang keselamatan kerja diatur dalam pasal 5, 6, 7 dan 8
sebagai berikut:
1. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap undang-undang ini, sedangkan
para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan
pengawasan

langsung

terhadap

ditaatinya

undang-undang

dan

membantu

pelaksanaannya.
2. Wewenang dan kewajiban Direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
dalam melaksanakan undang-undang diatur dengan peraturan perundangan (Pasal 5
ayat 2).
3. Barang siapa tidak dapat menerima keputusan Direktur dapat mengajukan
permohonan banding kepada Panitia Banding (Pasal 6 ayat 1).

21

4. Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan
lain-lain ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Pasal 6 ayat 2).
5. Keputusan panitia banding tidak dapat dibanding lagi (Pasal 6 ayat 3).
6. Untuk pengawasan berdasarkan undang-undang ini pengusaha harus membayar
retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan
perundangan (Pasal 7).
7. Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan
sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya (Pasal 8 ayat 1).
8. Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan
dibenarkan oleh Direktur (Pasal 8 ayat 2).
9. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan
perundangan (Pasal 8 ayat 3).

Mengenai pembinaan, diatur oleh undang-undang no 1 tahun 1970 hal-hal sebagai
berikut:
1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru
tentang:
a. Kondisi dan bahaya serta yang timbul dalam tempat kerja.
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat
kerjanya.
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
d. Cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia
yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut.
3. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang
berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja dalam pemberian
pertolongan pertama pada kecelakaan.
4. Petugas diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuanketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya (Pasal 9).
Pasal 10 undang-undang keselamatan kerja mengatur panitia keselamatan dan
kesehatan kerja:
22

1. Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk panitia pembinaan keselamatan dan
kesehatan kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan
partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat kerja
untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka melancarkan usaha berproduksi (Pasal 10 ayat 1).
2. Susunan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja, tugas dan lain-lain
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Pasal 10 ayat 2).

Menurut undang-undang keselamatan kerja, kecelakaan yang terjadi harus dilaporkan
dengan mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Pengurus diwajibkan melaporkan setiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja
yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja (pasal 11
ayat 1).
2. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam
ayat 1 diatur dengan peraturan perundangan.
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk (pasal
12):
1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau
ahli keselamatan kerja.
2. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan.
4. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan.
5. Menyatakan keberatan bekerja pada pekerjaan yang syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya
kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batasbatas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.
Adapun kewajiban pengurus diatur dalam pasal 14 yang menyatakan bahwa pengurus
diwajibkan:
1. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua peraturan pelaksanaannya yang
berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan pada tempat-tempat yang mudah

23

dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan
kerja.
2. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja
yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat yang mudah
dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai petugas atau ahli keselamatan kerja.
3. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada
tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang
lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang
diberikan menurut pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
Sebagaimana ketentuan-ketentuan penutup undang-undang keselamatan kerja, terdapat
pengaturan-pengaturan mengenai ancaman hukuman, tempat-tempat kerja yang telah
ada, peraturan peralatan dan sebagainya. Pengaturan-pengaturan itu adalah sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal diatas diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundangan (pasal 15, ayat 1).
2. Peraturan perundangan tersebut pada pasal 15 ayat 1 dapat memberikan ancaman
pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya
3(tiga) bulan atau denda sebesar-besarnya Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) (pasal
15, ayat 2).
3. Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran (pasal 15, ayat 3).
4. Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu
undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan didalam satu tahun sesudah
undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut
atau berdasarkan undang-undang ini (pasal 16).
5. Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam undangundang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja
yang ada pada waktu undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan undang-undang ini (pasal 17).
Peraturan Undang-Undang Yang Lainnya
Selain undang-undang tentang kecelakaan, terdapat juga beberapa peraturanperaturan pemerintah lainnya, diantaranya sebagai berikut:
1.

Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.7 tahun 1964 tentang syarat kesehatan
kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja.
24

Peraturan ini mengatur tentang: tempat kerja, bangunan perusahaan, halaman, jalanan,
saluran dan sampah, kakus WC, tempat mandi, dapur, ruang makan, peralatan makan
dan air minum, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, ruang udara (cubic space), ruang
gerak, ventilasi serta penerangan tempat kerja.
2.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/Men/1981 tentang
kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja. Sedangkan pelaksanaannya diatur dalam
Keputusan menteri Tenaga Kerja No.KEPTS/333/MEN/1989.
Jenis-jenis penyakit akibat kerja yang harus dilaporkan, antara lain:
a)

Pneumokonioses yang disebabkan oleh debu mineral.

b) Penyakit-penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner ) yang
disebabkan oleh debu logam keras.
c)

Asma akibat kerja.

d) Golongan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh berbagai bahan kimia atau
persenyawaan yang beracun.
e)

Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksian.

f)

Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.

g) Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik.
h) Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh udara yang bertekanan lebih dan
disebabkan oleh radiasi.
i)

Penyakit-penyakit kulit yang disebabkan oleh penyebab-penyebab fisik, kimiawi
atau biologis lainnya.

j)

Kanker kulit dan paru yang disebabkan oleh bahan kimia.

k) Penyakit-penyakit infeksi dan parasit dalam melakukan pekerjaan.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982, tentang pelaanan
kesehatan kerja, sedangkan pelaksanaanya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal
Bina

Hubungan

Ketenagakerjaan

dan

Pengawasan

Norma

Kerja

No.Kep.157/M/BW/1989.Pelayanan kesehatan kerja mempunyai tugas dan fungsi
yang khas, tidak sekedar kegiatan poliklinik berlaku. Pelayanan kesehatan kerja
meliputi:
a)

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala dan khusus.

b) Pembinaan dan pengawasan penyesuaian pekerjaan terhadap lingkungan kerja, atas
perlengkapan senitair dan kesehatan tenaga kerja.
c)

Pencegahan dan pengobatan atas penyakit umum dan penyakit akibat kerja.

d) Pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK).
25

e)

Pendidikan kesehatan bagi tenaga kerja dan latihan bagi petugas PPPK.

f)

Memberikan nasehat dalam perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan
alat pelindung diri yang sesuai, pembinaan gizi kerja dan penyelenggaraan kantin
ditempat kerja.

g) Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
h) Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan
tertentu dalam kesehatannya.
4.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.Kop.612/Men/1989, tentang penyediaan data
bahan berbahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam keputusan ini tercantum ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a)

Kewajiban bagi perusahaan atau industri yang menggunakan, menyediakan,
memakai, memproduksi, mengangkut dan mengedarkan bahan berbahaya dalam
mengisi dan menyediakan data bahan berbahaya yang mencangkup data tentang
pengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja serta petunjuk
penanggulangannya.

b) Penunjukan pejabat yang bertanggung jawab dalam penanganan bahan berbahaya
dan penanggulangan bahaya yang mungkin terjadi akibat adanya bahan berbahaya
tersebut.
5.

keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.13/MENLH/3/1995, tentang
baku mutu emisi sumber tidak bergerak.
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
a)

Baku mutu emisi sumber tidak bergerak adalah batas maksimum emisi yang
diperbolehkan dimasukan didalam lingkungan.

b) Emisi adalah mahluk hidup, zat, energi dan komponen lain yang dihasilkan dari
kegiatan yang masuk atau dimasukan keudara ambien.
c)

Batas maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang
keudara ambien. Standar emisi yang diperkenankan tercantum dalam keputusan ini.

6.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.49/MENLH/11/1996, tentang
baku tingkat getaran.
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
a)

Getaran adalah gerakan bolak balik suatu masa melalui keadaan seimbang terhadap
suatu titik acuan.

b) Getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan
kegiatan manusia.
26

c)

Getaran sismik adalah getaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam dan
kegiatan manusia.

d) Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan sesaat.
e)

Baku tingkat getaran mekanik dan getaran kejut adalah batas maksimal.

f)

Tingkat getaran mekanik yang diperbbolehkan dari usaha atau kegiatan pada media
padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehtan
serta keutuhan bangunan.

7.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. Per.01/men/1976,
tentang kewajiban latihan hiperkes bagi dokter perusahaan.
Dokter perusahaan ialah setiap dokter yang ditunjuk atau bekerja diperusahaan yang
bertugas dan bertanggung jawab atas higiene perusahaan, kesehata